Anda di halaman 1dari 5

Krisis Hipertensi adalah sebuah sindroma klinis yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah

mendadak pada pendertia hipertensi:

1. Tekanan darah sistolik (TDS) > 180 mmHg dan tekanan darah diastolik (TDD) > 120
mmHg

2. Dapat disertai komplikasi disfungsi dari target organ, baik yang sedang dalam proses
(impending) maupun sudah dalam tahap akut progresif.
Yang dimaksud target organ disini adalah

1. Jantung

2. Otak

3. Ginjal

4. Mata (retina)

5. Arteri perifer
Sindroma klinis krisis hipertensi meliputi:

1. Hipertensi emergensi yaitu peningkatan tekanan darah yang disertai kerusakan target
organ akut
2. Hipertensi urgensi yaitu peningkatan tekanan darah tanpa disertai kerusakan target
organ akut progresif.

3. Hipertensi akselerasi yaitu peningkatan tekanan darah yang berhubungan dengan


perdarhaan retina atau eksudat.

4. Hipertensi maligna yaitu peningkatan tekanan darah yang berkaitan dengan edema pupil.
Secara umum, yang perlu diketahui dokter jaga IGD atau dokter praktek adalah bagaimana
membedakan hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi. Karena akan berimplikasi pada
agresivitas terapi yang perlu diberikan. Hipertensi akselerasi dan hipertensi maligna sering
digunakan untuk menggambarkan keadaan khusus pada hipertensi urgensi.

Proses Triase Krisis Hipertensi


Proses triase krisis hipertensi adalah proses klinik yang penting untuk menentukan tingkat
kegawatdaruratan suatu krisis hipertensi: termasuk hipertensi emergensi atau urgensi.

Manifestasi klinis krisis hipertensi adalah peningkatan tekanan darah mendadak sistolik > 180
mmHg atau diastolik > 120 mmHg. Jika ditemukan ada kerusakan target organ (+) maka pasien
masuk dalam kategori hipertensi emergensi yang harus ditatalaksana secara agresif. Namun, jika
tidak didapatkan kerusakan target organ, maka pasien masuk dalam kategori hipertensi urgensi.

Yang tergolong dalam kerusakan target organ yang bersifat progresif di antaranya adalah

1. Perubahan status neurologis

2. Hipertensif ensefalopati

3. Infark serebri

4. Perdarahan intrakranial

5. Iskemi atau infark miokard

6. Disfungsi ventrikel kiri akut

7. Edema paru akut

8. Diseksi aorta

9. Insufisensi renal

10. Eklampsia
Namun, sering kali keterbatasan sarana dan prasana di IGD atau tempat praktek akan
menyulitkan proses triase. Sehingga, prinsipnya pikirkan kemungkinan pasien dengan TDS >
180 mmHg dan TDD > 120 mm Hg menderita hipertensi emergensi sampai kamu berhasil
menyingkirkan semua kemungkinan kerusakan target organ.

Sebuah kasus menarik yang pernah didapat adalah seorang pasien dengan TDS 200 mmHg dan
TDD 130 mmHg. Pasien mengeluh mual muntah, awalnya tidak ada kecurigaan pasien
menderita kerusakan target organ. Awalnya pasien didiagnosis sebagai hipertensi urgensi.

Namun, karena khawatir, pasien dirujuk ke bagian neurologi. Dan ternyata dokter SpS
mendiagnosis telah terjadi perdarahan intrakranial. Diagnosis pun berubah menjadi hipertensi
emergensi.
Diagnosis Krisis Hipertensi
Anamnesis Krisis Hipertensi
Selain ditanyakan mengenai etiologi hipertensi pada umumnya, perlu juga ditanyakan gejala-
gejala kerusakan target organ seperti:

1. Gangguan penglihatan

2. Edema pada ekstremitas

3. Penurunan kesadaran

4. Sakit kepala

5. Mual/muntah

6. Nyeri dada

7. Sesak napas

8. Kencing sedikit/berbusa

9. Nyeri seperti disayat pada abdomen


Pemeriksaan Fisik Krisis Hipertensi
Beberapa pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan bertujuan untuk mendeteksi adanya kerusakan
target organ

1. Tekanan darah pada kedua ekstremitas


2. Perubahan denyut nadi perifer

3. Bunyi jantung

4. Bruit pada abdomen

5. Adanya edema atau tanda penumpukan cairan funsduskopi

6. Status neurologis.
Pemeriksaan Penunjang Krisis Hipertensi
1. Darah perifer lengkap

2. Panel metabolik

3. Urinalisis toksikologi urin

4. EKG

5. CT scan

6. MRI

7. Foto toraks
Tatalaksana Krisis Hipertensi
Hipertensi urgensi dapat diterapi rawat jalan dengan anti-hipertensi oral. Terapi ini meliputi
penurunan TD dalam 24-48 jam. Penurunan TD tidak boleh lebih dari 25% dalam 24 jam
pertama. Terapi lini pertama dapat diberikan Captopril 25 mg per oral atau sublingual.

Rentang dosis yang dapat diberikan 6.25 mg-50 mg. Captopril bekerja cepat 15-30 menit (durasi
kerja 6-8 jam) bila diminum per oral, dan 10-20 menit (durasi kerja 26 jam) bila diminum
sublingual.

Pada sebagian besar hipertensi emergensi, tujuan terapi parenteral dan penurunan mean arterial
pressure (MAP) secara bertahap (tidak lebih dari 25% dalam beberapa menit sampai 1 jam).
Aturannya adalah menurunkan arterial pressure yang meningkat sebanyak 10% dalam 1 jam
pertama, dan tambahan 15% dalam 3-12 jam. Setelah diyakinkan tidak ada tanda hipoperfusi
organ, penurunan dapat dilanjutkan dalam 2-6 jam sampai tekanan darah 160/110 mmHg
selanjutnya sampai mendekati normal.
TD dapat diturunkan lebih lanjut dalam 48 jam berikutnya. Pengecualian untuk aturan ini antara
lain pada diseksi aorta dan perdarahan pasca operasi dari TD secepatnya. Pada sebagian besar
kasus, koreksi cepat tidak diperlukan karena pasien berisiko untuk perburukan serebral, jantung
dan iskemi ginjal.

Obat anti-hipertensi intravena pilihan adalah Nitroprusside IV dengan panduan dosis sebagai
berikut
1. Inisial 0.3 µg/kg/menit; biasa 2-4 µg/kg/menit; maks 10 µg/kg/menit selama 10 m3ni5

2. Inisial 5 mg/jam; tiltrasi 2,5 mg/jam tiap interval 5-15 menit; maks 15 mg/jam
2 mg/menit s/d 300 mg atau 20 mg dalam 2 menit, kemudian 40-80 mg pada interval 10 menit
s/d total 300 mg

3. Inisial 80-500 µg/kg dalam 1 menit, kemudian 50-300 µg/kg/menit


5-15 mg bolus

4. Inisial 5 µg/menit, tiltrasi 5 µg/menit tiap interval 3-5 menit; apabila tidak ada respon
pada 20 µg/menit, dosis tambahan 10-20 µg/menit dapat digunakan 10-50 mg tiap interval 30
menit
Pada hipertensi kronis, autoregulasi serebral diset pada TD uang lebih tinggi daripada normal.
Penyesuaian kompensasi ini untuk mencegah overperfusi jaringan (peningkatan TIK) pada TD
sangat tinggi, namun juga underperfusion (iskemi serebral) apabila TD diturunkan terlalu cepat.
Pada pasien dengan penyakit jantung koroner, penurunan TD diastolik terlalu cepat di ICU dapat
memicu iskemik miokard akut atau infark.

Tatalaksana hipertensi emergensi pada kasus kerusakan target organ khusus dapat sejawat
pelajari lebih lanjut di buku Panduan Praktik Klinis Penatalaksanaan PAPDI

Anda mungkin juga menyukai