BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saluran pernapasan atau traktus respiratorius (respiratory tract) adalah
bagian tubuh manusia yang berfungsi sebagai tempat lintasan dan tempat
pertukaran gas yang diperlukan untuk proses pernapasan. Saluran ini
berpangkal pada hidung atau mulut dan berakhir pada paru-paru. Saluran
pernapasan dibagi menjadi saluran pernapasan atas dan pernapasan bawah
dibatasi oleh laring (Boeis,2012).
Saluran napas atas terdiri dari hidung, faring dan laring, perbatasan
saluran napas atas dan bawah adalah kartilago krikoidea. Saluran napas
bawah dimulai dari ujung trakea (pinggir bawah kartilago krikoidea) sampai
bronkiolus terminalis (Djojodibroto,2014).
Sumbatan pada sistem pernapasan atas dapat disebabkan oleh banyak
penyebab, diantara lain disebabkan oleh trauma, sumbatan dari benda asing,
tumor, infeksi dan gangguan persarafan pada daerah kepala dan leher
(Yataco,2009).
Sumbatan dapat bersifat sebagian, dapat juga sumbatan total. Pada
sumbatan ringan dapat menyebabkan sesak, sedangkan sumbatan yang lebih
berat namun masih ada sedikit celah dapat menyebabkan sianosis, gelisah
bahkan penurunan kesadaran. Pada sumbatan total bila tidak ditolong dengan
segera dapat menyebabkan kematian (Soepardi,2012).
Sumbatan saluran napas atas adalah suatu keadaan darurat yang harus
segera diatasi untuk mencegah kematian. Diperlukan penanganan yang sesuai
dengan indikasi dan penyebab sumbatan saluran nafas atas, diantaranya
dengan menggunakan perasat Heimlich, intubasi endotrakea, laringoskopi,
trakeostomi, atau krikotiroidostomi. Oleh karena bahaya obstruksi pada
saluran nafas atas, yang dapat menyebabkan kematian, penting dilakukan
diagnosis awal dan penatalaksanaan yang tepat (Yataco,2009).
1.1. Tujuan
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk memahami mengenai anatomi
saluran napas atas, etiologi sumbatan saluran napas atas, diagnosis serta
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Saluran Nafas Atas
3
Saluran napas dibagi menjadi 2 yaitu saluran napas bagian atas (upper
respiratory tract) yang terdiri dari hidung, faring dan laring, dan saluran
napas bagian bawah (lower respiratory tract). Batas saluran napas bagian atas
dan bagian bawah adalah pinggir bawah kartilago krikoidea. Penjelasan
mengenai saluran napas bagian atas adalah sebagai berikut
1. Hidung
a. Hidung Luar
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian - bagiannya dari
atas ke bawah :
a) Pangkal hidung (bridge)
b) Batang hidung (dorsum nasi)
c) Puncak hidung (hip)
d) Ala nasi
e) Kolumela dan
f) Lubang hidung (nares anterior).
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang
dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi
untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang
terdiri dari :
a) Tulang hidung (os.nasal)
b) Processus frontalis os maksilla
c) Processus nasalis os frontal
b. Hidung Dalam
Cavum nasal terletak dari nares di depan sampai choanae di
belakang Rongga hidung terdiri atas :
a) Vestibulum yang dilapisi oleh sel submukosa sebagai proteksi
5
dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus
inferior terdapat muara (ostium) duktus nasolakrimalis. Meatus medius
terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Pada
meatus medius terdapat muara sinus frontal, sinus maksila dan sinus
etmoid anterior. Pada meatus superior yang merupakan ruang di antara
konka superior dan konka media terdapat muara sinus etmoid posterior
dan sinus sfenoid (Boies, 2012).
2. Faring
8
Gambar 4. Anatomi
Faring
Faring
merupakan
saluran yang
memiliki panjang kurang lebih 13 cm yang menghubungkan nasal dan
rongga mulut kepada larynx pada dasar tengkorak. Faring meluas dari
dasar cranium sampai tepi bawah cartilago cricoidea di sebelah anterior
dan sampai tepi bawah vertebra cervicalis VI di sebelah posterior. Dinding
faring terutama dibentuk oleh dua lapis otot-otot faring. Lapisan otot
sirkular di sebelah luar terdiri dari tiga otot konstriktor. Lapisan otot
internal yang terutama teratur longitudinal, terdiri dari muskulus
palatopharyngeus, musculus stylopharingeus, dan musculus
salphingopharingeus. Otot-otot ini mengangkat faring dan laring sewaktu
menelan dan berbicara. Faring adalah tempat dari tonsil dan adenoid.
Dimana terdapat jaringan limfe yang melawan infeksi dengan melepas sel
darah putih ( limfosit T dan B). Berdasarkan letaknya faring dibagi
menjadi nasofaring, orofaring dan laringofaring (Boies, 2012).
Nasofaring disebut juga Epifaring, Rinofaring. merupakan yang
terletak dibelakang rongga hidung,diatas Palatum Molle dan di bawah
dasar tengkorak. Dinding samping ini berhubungan dengan ruang
9
telinga tengah melalui tuba Eustachius. Bagian tulang rawan dari tuba
Eustachius menonjol diatas ostium tuba yang disebut Torus Tubarius.
Tepat di belakang Ostium Tuba. Terdapat cekungan kecil disebut
Resesus Faringeus atau lebih di kenal dengan fosa Rosenmuller; yang
merupakan banyak penulis merupakan lokalisasi permulaan tumbuhnya
tumor ganas nasofaring (Boies, 2012).
Orofaring disebut juga mesofaring, dengan batas atasnya palatum
mole, batas bawah adalah tepi atas epiglotis, ke depan adalah rongga
mulut, sedangkan ke belakang adalah vertebra servikalis. struktur yang
terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil
palatina, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula,
tonsil lingual dan foramen sekum. Laringofaring batas laingofaring di
sebelah superior adalah tepi atas epiglotis, batas anterior adalah laring,
batas inferior adalah esofagus serta batas posterior adalah vertebre
servikal (Boies, 2012).
Fungsi Faring
nasofaring ada saluran penghubung antara nasopharinx dengan telinga
bagian tengah, yaitu Tuba Eustachius dan Tuba Auditory
ada Phariyngeal tonsil (adenoids), terletak pada bagian
posterior nasopharinx, merupakan bagian dari jaringan
Lymphatic pada permukaan posterior lidah
Mempunyai fungsi respiratorik.
2.3 Etiologi dan Gejala Klinis Obstruksi Saluran Nafas Atas (OSNA)
Obstruksi saluran napas bagian atas disebabkan oleh kelainan
kongenital, trauma, tumor, infeksi, paralysis satu atau kedua plika vokalis,
maupun karena benda asing (Sjamsuhidajat, 2010).
12
Jenis Kelainan
Radang Epiglotitis
Angina ludwig
Tonsilitis
Abses parafaring atau retrofaring
Tumor Hemangioma
Papiloma laring rekuren
Limfoma
Tumor ganas tiroid
Karsinoma sel skuamosa laring, faring
1. Kongenital
a. Atresia koana
Atresia koana adalah tertutupnya satu atau kedua posterior kavum
nasi oleh membran abnormal atau tulang. Hal ini terjadi akibat
kegagalan embriologik dari membran bukonasal untuk membelah
sebelum kelahiran. Gejala yang paling khas pada atresia koana adalah
tidak adanya atau tidak adekuatnya jalan napas hidung. Pada bayi baru
13
lahir yang hanya bisa bernapas melalui hidung, kondisi ini merupakan
keadaan gawat darurat dan perlu pertolongan yang cepat pada jalan
napas atas untuk menyelamatkan hidupnya. Obstruksi koana unilateral
kadang-kadang tidak menimbulkan gejala pada saat lahir tapi kemudian
akan menyebabkan gangguan drainase nasal kronis unilateral pada masa
anak-anak sedangkan atresia koana bilateral menyebabkan keadaan
darurat pada saat kelahiran.
Gambr6.Atesikon
Gambr8n.Lgoils
Tanudmbstjlpfihgeyknca(rs)dupt,imekolnavr.uBbstimh,edlknaor(Soepardi,2012).
2. Radang
a. Epiglotits akut
Epiglotitis akut adalah suatu keadaan inflamasi akut yang terjadi
pada daerah supraglotis dari orofaring, meliputi epiglotis, valekula,
aritenoid, dan lipatan ariepiglotika.4 Epiglotitis akut biasanya
disebabkan oleh infeksi bakteri, bakteri paling sering ditemukan adalah
Haemophilus influenza. Epiglotitis akut paling sering terjadi pada anak-
anak berusia 2-4 tahun namun akhir-akhir ini dilaporkan bahwa
prevalensi dan insidennya meningkat pada orang dewasa. 5 Onset dari
gejala epiglotitis akut biasanya terjadi tiba-tiba dan berkembang secara
cepat. Pada pasien anak-anak, gejala yang sering ditemui adalah sesak
16
napas dan stridor yang didahului oleh demam, sedangkan pada pasien
dewasa gejala yang terjadi lebih ringan, dan yang paling sering
dikeluhkan adalah nyeri tenggorokan dan nyeri saat menelan
(Soepardi,2012).
Diagnosis dapat dibuat berdasarkan riwayat perjalanan penyakit
dan tanda serta gejala klinis yang ditemui, dan dari foto rontgen lateral
leher yang memperlihatkan edema epiglotis (thumb sign)dan dilatasi
6
dari hipofaring. Penatalaksanaan pada pasien dengan epiglotitis
diarahkan kepada mengurangi obstruksi saluran napas dan menjaganya
agar tetap terbuka serta mengeradikasi agen penyebab.4 Dapat
dilakukan intubasi jika telah terjadi obstruksi, dengan ekstubasi setelah
48-72 jam, serta pemberian antibiotika yang adekuat (Soepardi,2012).
3. Trauma
a. Fraktur tulang mandibula
Fraktur ini paling sering terjadi. Fraktur mandibula ini sangat
penting dihubungkan dengan adanya otot yang bekerja dan berregio
atau berisersio pada mandibula yaitu otot elevator, otot depressor, dan
otot protusor. Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya riwayat
kerusakan rahang bawah dengan gejala berikut :
a) Pembengkakan, ekimosis atau laserasi pada kulit
b) Nyeri
c) Anastesi pada satu bibir bawah, gusi,
d) Maloklusi
e) Gangguan morbilitas atau krepitasi
f) Malfungsi berupa trismus, rasa nyeri waktu mengunyah
Penanggulangan fraktur madibula tergantung pada lokasi fraktur,
luasnya fraktur, dan keluhan yang diderita. Lokasi fraktur ditentukan
oleh pemeriksaan radiografi (Soepardi,2012).
b. Paralisis laring
1) Paralisis n. laringeus superior
Cabang ekstern n. laringeus superior mensarafi m. krikotiroid yang
menegangkan pikta suara.cabang internnya mengurus mukosa laring.
Paralisis n. laringeus superior di proksimal percabangannya menjadi
cabang ekstern dan intern menyebabkan penderita tersedak bila
minum akibat anastesi mukosa sebab tidak merasa minuman turun.
Terjadi juga perubahn nada dan resonansi suara bila penderita bicara
17
4. Tumor
a. Hemangioma
Hemangioma biasanya timbul di daerah subglotik. Sering pula
disertai dengan hemangioma di tempat lain, seperti di leher.
18
Gambr9.Heongi
Gambr10.oPpilng
Terapi :
- Ekstirpasi papiloma dengan bedah mikro atau juga dengan sinar
laser. Karena sering tumbuh lagi, tindakan ini diulang berkali-kali.
Kadang dalam seminggu tampak papiloma tumbuh lagi.
- Sekarang tersangka penyababnya ialah virus, untuk terapinya
diberikan vaksin dari massa tumor, obat anti virus, hormone, kalsium
atau ID methionin.
Tidak dianjurkan memberikan radioterapi karena papiloma dapat
berubah menjadi ganas.
5. Benda Asing Saluran Nafas Atas
a) Benda asing di hidung
Benda asing di hidung sering terjadi pada anak, dan pada anak
sering luput dari perhatian, gejala yang sering ditimbul yaitu hidung
tersumbat, rinore unilateral dengan cairan kental dan berbau, kadang –
kadang demam, nyeri, epitaksisi dan bersin. Hasil pemeriksaan
tampak edem dengan inflamasi mukosa hidung unilateral dan dapat
terjadi ulserasi (Soepardi,2012).
Cara mengeluarkan benda asing dari dalam hidung ialah dengan
memakai pengait (haak) yang dimasukkan ke dalam hidung bagian
atas, menyusuri atap kavum nasi sampai menyentuh nasofaring.
20
Benda asing pada laring bisa bersifat total atau subtotal. Jika
benda asing dilaring menutupi secara total merupakan kegawatan dan
akan menimbulkan gejala berupa disfonia sampai afonia, apne dan
sianosis. Pertolongan pertama harus segera dilakukan karena asfiksia
dapat terjadi dalam waktu hany abeberapa menit. Tehnik yang
dilakukan berupa Heimlich (Heimlich manueuver). Menurut teori
Heimlich , benda asing masuk ke dalam laring ialah pada waktu
inspirasi, dengan demikian paru penuh oleh udara, diibaratkan sebagai
botol plastik yang tertutup, dengan menekan botol itu maka sumbatan
akan terlempar keluar (Soepardi,2012).
tersangkut) dan dispne dengan derajat bervariasi. Gejala dan tanda ini
jelas bila benda asing masih tersangkut di laring, dapat juga benda
asing sudah turun ke trakea, tetapi masih meninggalkan reaksi laring
oleh karena udem. Pada kasus sumbatan subtotal, tidak menggunakan
perasat Heimlich, pasien masih dapat dibawa ke rumah sakit terdekat
untuk di beri pertolongan dengan menggunakan laringoskop atau
bronkoskop, atau jika alat – alat tersebut tidak tersedia maka dapat di
lakukan trakeostomi, dengan pasien tidur dengan posisi
Trendelenburg, kepala lebih rendah dari badan, supaya benda asing
tidak turun ke trakea (Soepardi,2012).
2.4 Diagnosis Obstruksi Saluran Nafas Atas (OSNA)
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan hasil
pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang. Gejala dan tanda
sumbatan yang tampak adalah :
a. Serak (disfoni) sampai afoni
b. Sesak napas (dispnea)
c. Stridor (nafas berbunyi) yang terdengar pada waktu inspirasi.
d. Cekungan yang terdapat pada waktu inspirasi di suprasternal, epigastrium,
supraklavikula dan interkostal. Cekungan itu terjadi sebagai upaya dari
otot-otot pernapasan untuk mendapatkan oksigen yang adekuat.
e. Gelisah karena pasien haus udara (air hunger)
f. Warna muka pucat dan terakhir menjadi sianosis karena hipoksia
(Soepardi,2012).
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk
mengetahui letak dan penyebab sumbatan, diantaranya adalah :3
a. Laringoskop. Dilakukan bila terdapat sumbatan pada laring.
Laringoskop dapat dilakukan secara direk dan indirek.
b. Nasoendoskopi
c. X-ray. Dilakukan pada foto torak yang mencakup saluran nafas bagian
atas. Apabila sumbatan berupa benda logam maka akan tampak
gambaran radiolusen. Pada epiglotitis didapatkan gambaran thumb like.
d. Foto polos sinus paranasal
23
Untuk mengatasi gangguan pernapasan bagian atas ada tiga cara, yaitu :
1. Intubasi
a) Intubasi dilakukan dengan memasukkan pipa endotrakeal lewat mulut atau
hidung.
b) Intubasi endotrakea merupakan tindakan penyelamat (lifesaving
procedure) dan dapat dilakukan tanpa atau dengan analgesia topikal
dengan xylocain 10%.
Indikasi intubasi endotrakea adalah :
a) Untuk mengatasi obstruksi saluran napas bagian atas.
b) Membantu ventilasi.
c) Memudahkan mengisap sekret dari traktus trakeobronkial.
d) Mencegah aspirasi sekret yang ada di rongga mulut atau berasal dari
lambung.
Keuntungan intubasi, yaitu:
a) Tidak cacat karena tidak ada jaringan parut.
b) Mudah dikerjakan.
Kerugian intubasi, yaitu:
a) Dapat terjadi kerusakan lapisan mukosa saluran napas atas.
b) Tidak dapat digunakan dalam waktu lama.
c) Orang dewasa 1 minggu, anak-anak 7-10 hari.
d) Tidak enak dirasakan penderita.
e) Tidak bisa makan melalui mulut.
f) Tidak bisa bicara.
Komplikasi yang dapat timbul yaitu
5) Jika menggunakan spatel laringoskop yang lurus maka pasien yang tidur
telentang itu pundaknya harus diganjal dengan bantal pasir, sehingga
kepala mudah diekstensikan maksimal.
6) Laringoskop dengan spatel yang lurus dipegang dengan tangan kiri dan
dimasukkan mengikuti dinding faring posterior dan epiglotis diangkat
horizontal ketas bersama-sama sehingga laring jelas terlihat.
7) Pipa endotrakea dipegang dengan tangan kanan dan dimasukkan melalui
celah pita suara sampai di trakea. Kemudian balon diisi udara dan pipa
endotrakea difiksasi dengan plester.
2.
Gambar 13. Teknik pelaksanaan intubasi endotrakea
Laringotomi (Krikotirotomi)
Laringotomi dilakukan dengan membuat lubang pada membran
tirokrikoid (krikotirotomi). Krikotiromi merupakan tindakan penyelamat
pada pasien dalam keadaan gawat napas. Bahayanya besar tetapi mudah
dikerjakan, dan harus dikerjakan cepat walaupun persiapannya darurat.
Krikotirotomi merupakan kontraindikasi pada anak di bawah usia 12
tahun, demikian juga pada tumor laring yang sudah meluas ke subglotik
dan terdapat laringitis (Soepardi, 2012).
26
3. Trakeostomi
Trakeostomi adalah suatu tindakan bedah dengan mengiris atau
membuat lubang sehingga terjadi hubungan langsung lumen trakea dengan
dunia luar untuk mengatasi gangguan pernapasan bagian atas (Soepardi,
2012).
Komplikasi trakeostomi:
a) Waktu operasi:
Perdarahan, lesi organ sekitarnya, apnea dan shock.
b) Pasca operasi:
Infeksi, sumbatan, kanul lepas, erosi ujung kanul atau desakan cuff pada
pembuluh darah, fistel trakeokutan, sumbatan subglotis dan trakea,
disfagia, granulasi.
30
tertutup oleh sumbatan. Dengan memencet botol plastik itu sumbatan akan
terlempar keluar. Perasat heimlich ini dapat dilakukan pada orang dewasa
dan juga pada anak. Komplikasi yang dapat terjadi adalah ruptur lambung,
ruptur hati dan fraktur iga (Soepardi, 2012).
Teknik perasat heimlich:
1) Penolong berdiri di belakang pasien sambil memeluk badannya.
2) Tangan kanan dikepalkan dan dengqan bantuan tangan kiri, kedua
tangan diletakkan pada perut bagian atas.
3) Kemudian dilakukan penekanan pada rongga perut kearah dalam dan
kearah atas dengan hentakan beberapa kali. Diharapkan dengan
hentakan 4-5 kali benda asing akan terlempar keluar. Pada anak,
penekanan cukup dengan memakai jari telunjuk dan jari tengah kedua
tangan.
4) Pada pasien yang tidak sadar atau terbaring, dapat dilakukan dengan
cara penolong berlutut dengan kedua kaki pada kedua sisi pasien.
Kepalan tangan diletakkan di bawah tangan kiri di daerah epigastrium.
5) Dengan hentakan tangan kiri ke bawah dan ke atas beberapa kali
udara dalam paru akan mendorong benda asing keluar.
32
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Sumbatan atau obstruksi saluran napas atas merupakan
kegawatdaruratan yang harus segera diatasi untuk mencegah kematian.
Obstruksi saluran napas atas dapat disebabkan oleh radang akut dan
radang kronis, benda asing, trauma akibat kecelakaan, perkelahian,
percobaan bunuh diri dengan senjata tajam dan trauma akibat tindakan
medik yang dilakukan dengan gerakan tangan kasar, tumor pada laring
berupa tumor jinak maupun tumor ganas, serta kelumpuhan nervus
rekuren bilateral.
Penanggulangan pada obstruksi saluran napas atas bertujuan agar
jalan napas lancar kembali. Tindakan konservatif berupa pemberian
antiinflamasi, anti alergi, antibiotika serta pemberian oksigen intermiten,
yang dilakukan pada sumbatan laring stadium I yang disebabkan oleh
peradangan. Tindakan operatif atau resusitasi dengan memasukan pipa
endotrakeal melalui mulut (intubasi orotrakea) atau melalui hidung
(intubasi nasotrakea) membuat trakeostoma yang dilakukan pada
sumbatan laring stadium II dan III atau melakukan krikotirotomi yang
dilakukan pada sumbatan laring stadium IV. Perasat heimlich digunakan
untuk mengeluarkan benda asing yang menyumbat laring secara total atau
benda asing ukuran besar yang terletak di hipofaring. Penanggulanan
sumbatan saluran napas atas yang tepat dan cepat sangat dibutuhkan untuk
mencegah kematian.
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Seeley, stephens, tate. 2004. Anatomy and physiology, sixth edition. The
McGrow – Hill Companies avaible in serve.
FKUnram.edu/anatomyfisiology
2. Sjamsuhidajat R, Wim de Jong. Editor. Kepala dan Leher dalam: Buku
ajar ilmu bedah. Edisi revisi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
2014.
3. Soepardi, efiaty dkk. 2012. Buku Ajar Ilmu Kesehatan: Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher. Ed ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal:
162-259
4. Adams GL, Boies LR, Jr. Highler PA. Boies Buku Ajar THT. Edisi 6.
Effendi H. Santoso RAK. Editor. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2012.
5. Snow, J. B. Ballenger, J. J. Ballenger’s otorhinolaryngology head and neck
surgery. 16th ed. USA: BC Decker; 2003
6. Jong Wim De.,R.Sjamsuhidrajat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3.
EGC.2005
7. Maisel, Robert H. Trakeostomi. In:BOIES Buku Ajar Penyakit THT. 6th
ed. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1997. p; 473-485
8. Hermani B, Abdurrachman. Penanggulangan sumbatan laring. Dalam:
S.A.Efiaty, I.Nurbaiti, B.Jenny, R.D.Ratna (editor). Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi VI. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2003 : 243 - 253.