Berbagai infeksi virus pada manusia disebabkan oleh kelompok besar virus
DNA. Berlainan dengan infeksi virus lainnya dan mirip infeksi virus HIV, infeksi akibat
virus Herpes sukar sekali disembuhkan secara radikal. Sekali masuk ke dalam tubuh,
virus Herpes praktis tidak dapat dikeluarkan lagi.
Infeksi primer terjadi di kulit/mukosa, umumnya pada usia di bawah 10 tahun.
Setelah sembuh, virus mengundurkan diri dari saraf ke sumsum tulang belakang. Lalu
bersembunyi di simpul-simpul saraf di samping sumsum (ganglia) dalam bentuk laten
untuk seumur hidup. Bila suatu waktu terdapat rangsangan tertentu, virus melalui saraf
muncul lagi di kulit dan menimbulkan infeksi sekunder berdekatan dengan infeksi
pertama. Rangsangan dapat berupa masuk angin, demam, haid, stress, penyinaran Xray, penyakit berat, dan lain lain, yakni situasi saat sistem imun dan daya tangkis tubuh
menurun. Setelah perbanyakannya dihentikan dan infeksi dapat diatasi, virus
mengundurkan diri lagi dan menjadi laten kembali di ganglia.
Pada pada awal tahun 1997 ditemukan indikasi kuat bahwa sejenis virus Herpes
(H-6V) adalah penyebab dasar dari penyakit MS (Multiple Sclerosis). MS dianggap
sebagai gangguan auto-imun kronis yang berciri kerusakan pada selubung saraf dengan
gejala hebat progresif, seperti kelumpuhan spastis, kelemahan total, dan berkurangnya
penglihatan. Penemuan ini membuka pintu untuk pembuatan vaksin terhadap enyakit
fatal itu.
a. Herpes Simplex Virus (HSV)
Dikenal dalam dua tipe, yaitu tipe I dan tipe II. HSV-I menghinggapi terutama
muka, mata, mulut, dan sekitarnya. HSV-II kebanyakan terdapat di daerah kelamin.
Biasanya infeksi primer terjadi di mulut dengan banyak luka kecil, bengkak, dan
demam. Pada umumnya gejala-gejala ini sembuh sendiri setelah satu minggu
pengobatan paliatif dengan analgetika, obat kumur, diet cair dan istirahat.
Kortikosteroida tidak boleh diberikan, karena sistem-imun akan lebih tertekan dan
infeksi lebih pesat menyebar ke tempat lain.
b. Herpes Labialis
Terjadi sebagai infeksi sekunder setelah reaktivasi virus dan bercirikan gelembunggelembung kecil di bibir atau di bawah hidung (demam bibir, koortslip).
Gelembung ini sangat gatal dan bersifat infeksius sekali karena berisi virus. Dengan
salep asiklovir penyembuhan berlangsung cepat.
c. Herpes Keratitis
Merupakan infeksi mata yang bercirikan gelembung-gelembung yang bercabang di
permukaan epitel selaput bening (kornea). Jika tidak segera diobati dapat terjadi
perforasi kornea dan kebutaan, begitu pula pada penggunaan tetes mata kortison.
Terapi efektif dapat dilakukan dengan tetes mata trifluridin, IDU, dan vidarabin atau
salep mata asiklovir.
d. Herpes Genitalis
Disebabkan oleh HSV-II dan ditulari melalui kontak seksual. Penyakit kelamin ini di
AS merupakan penyakit kelamin nomor dua (gonore adalah penyakit nomor satu).
Penyakit-penyakit kelamin penting lainnya adalah kutil kelamin (warts), Chlamydia,
sifilis, dan Hepatitis B/C. ternyata bahwa kondom tidak memberikan perlindungan
100% terhadap infeksi HSV-II, mungkin karena virusnya lebih kecil daripada poripori karet.
Gejalanya berupa gelembung0gelembung cair atau borok yang membengkak dan
sangat nyeri di daerah pantat, paha dan alat kelamin. Kelenjar-kelenjar di lipat paha
(groin) dapat membengkak diiringi rasa sakit bila buang air kecil, demam, dan
malaise umum. Sesudah infeksi pertama diatasi, virus mengundurkan diri di dalam
ganglia di samping sumsum tulang dan bermukim di tempat ini seumur hidup.
Selama kurun waktu tertentu dengan daya tangkis rendah (stress, flu, kelelahan)
virus dapat muncul kembali. Inilah sebabnya mengapa HSV-II menimbulkan ratarata 4-5 serangan setahunnya.
Pengobatan dilakukan dengan infuse i.v asiklovir, juga salep betadin-iodium dapat
efektif. Dewasa ini Herpes mulai merajalela di mana-mana sebagai penyakit
kelamin.
e. Herpes Zoster
Penyaki ini diakibatkan oleh Varicella zoster (VZV), penyebab cacar air, yang
menetap di ganglia pasien setelah mengalami infeksi cacar pada masa kanak-kanak.
Terutama orang-orang di atas 50 tahun dihingapi infeksi ini dan setelah sembuh
menjadi imun seumur hidup. Infeksi bercirikan peradangan akut dari simpul-simpul
saraf punggung, biasanya hanya di separuh tubih di bawah dada.
Gejalanya berupa kelompok gelembung-gelembung, umumnya sejajar dengan
tulang iga di daerah simpul saraf. Jarang tampak di tengkuk, bahu, muka, dan bagian
mata, yang lazimnya disertai nyeri setempat yang hebat sekali dan bertahan lama.
Neuralgia postherpetis adalah nyeri saraf hebat yang terjadi di tempat yang
terekena pada 10% dari pasien setelah sinannaga sembuh, seringkali pada orangorang lansia. Nyerinya seperti rasa terbakar yang terus-menerus, bersifat bandel, dan
bias bertahan sampai 2 tahun.
f. Epstein-Barr Virus (Mononucleosis infectiosa)
Menyebabkan demam kelenjar (glandular fever, kissing disease, Penyakit
Pfeiffer). Gejala-gejalanya berupa kelenjar limfe membengkak, sakit tenggorok,
demam ringan yang bertahan dan rasa lelah. Tidak dikenal terapi kausal, hanya
simtomatis dengan banyak istirahat, penggunaan analgetika dan obat kumur.
AGEN ANTIHERPES DAN ANTISITOMEGALOVIRUS
1. ACYCLOVIR
Acyclovir merupakan suatu derivat guanosine asiklis dengan aktivitas klinis
melawan HSV-I dan HSV-II dan melawan virus varisela-zoster. Agen ini memiliki
aktivitas in vitro melawan virus Epstein-Barr, sitomegalovirus, dan herpesvirus-6
manusia namun secara komparatif lebih lemah.
a. Mekanisme Kerja
Untuk aktivasi, acyclovir memerlukan tiga langkah fosforilasi. Pertama,
acyclovir diubah menjadi derivat monofosfat oleh timidine kinase yang spesifik
virus, kemudian menjadi senyawa ditrisosfat dan trifosfat oleh enzim sel
inangnya. Karena acyclovir memerlukan kinase virus untuk fosforilasi awal,
maka acyclovir diaktifkan secara selektif dan trifosfat hanya berakumulasi pada
sel yang terinfeksi. Acyclovir trifosfat menghambat sintesis DNA virus melalui
dua mekanisme, yaitu penghambatan kompetitif dari deokyGTP untuk
polimerase DNA virus, dengan mengikat pada pola DNA sebagai suatu
kompleks yang irreversibel, dan terminasi rantai mengikuti penggabungan
menjadi DNA virus.
b. Resistensi
Pada HSV atau VZV resistensi terhadap acyclovir dapat berkembang melalui
perubahan baik pada timidine kinase virus ataupun polimerase DNA. Sebagian
besar isolat klinis bersifat resisten berdasarkan penurunan aktivitas timidine
kinase sehingga terjadi reaksi silang terhadap vacyclovir, famciklovir, dan
ganciklovir. Agen-agen seperti
d. Kegunaan Klinis
Acyclovir oral digunakan sebagai pengobatan herpes kelamin (genital)
kambuhan dan primer. Pada infeksi HSV primer, acyclovir 200 mg lima kali
sehari, memperpendek durasi gejala, waktu pembuangan virus, dan waktu
resolusi lesi selama sekitar lima hari. Meskipun masih kurang diteliti, salah satu
alternatif dosis adalah dengan memberikan 400 mg tiap delapan jam. Pada
pengobatan penyakit kambuhan, respons kliniknya masih kurang dramatic,
dengan pemendekan jalan penyakit selama 1-2 hari. Pengobatan herpes genital
primer tidak mengubah frekuensi atau keganasan dari serangan kambuhan.
Untuk pengobatan proktitis HSV, dosis oral yang direkomendaasikan sebesar
400 mg lima kali sehari. Penggunan acyclovir sebesar 400 mg lima kali sehari
pada pasien herpes labium kambuhan dapat menurunkan rerata durasi rasa sakit,
tetapi tidak menurunkan waktu penyembuhan.
Acyclovir intravena (10 mg/kg setiap 8 jam) merupakan pilihan pengobatan
untuk ensefalitis herpes simpleks dan infeksi HSV neonates. Acyclovir intravena
(5 mg/kg setiap 8 jam) juga efektif untuk pengobatan infeksi HSV kambuhan
dan primer, namun dicadangkan untuk pasien dengan penyakit-penyakit parah
tertentu yang mengalami kesullitan dalam menelan pil.
Acyclovir topical jauh lebih tidak efektif dibandingkan dengan terapi oral untuk
infeksi HSV primer. Obat ini sama sekali tidak memberi keuntungan dalam
pengobatan kekambuhan.
Karena VZV lebih tahan terhadap acyclovir dibandingkan dengan HSV, maka
diperlukan dosis lebih besar. Pengobatan dengan acyclovir memperkecil total
angka serangan dan durasi varicella (dosis 800 mg empat kali sehari untuk
dewasa atau 20 mg/kg setiap 6 jam untuk anak) atau zoster (dosis 800 mg lima
kali sehari selama 7 hari) pada psien imunokompeten selama 1-2 hari.
Pengobatan harus dimulai secara dini untuk mencapai kemajuan optimum
(selama 24 jam untuk varisela, selama 72 jam untuk zoster). Pada psien
imunokompeten dengan zoster, pemberian acyclovir intravena (10 mg/kg setiap
8 jam) menueunkan insidensi diseminasi kulit dan organ dalam.
Acyclovir oral 400 mg setiap 12 jam atau 200 mg setiap 8 jam, efektif untuk
ganguan akut, herpes genital kambuhan pada pasien yang sering mengalami
dikuti
oleh
penghambatan
kompetitif
polimerase
DNA virus
Pemberian cidofovir i.v (5 mg/kg sekali seminggu untuk 2 mingu, lalu setiap 2
minggu sekali) efektif dalam pengobatan retinitis CMV. Cidofovir iv harus
diberikan dengan probenecid (2 g tiga jam sebelum infuse dan 1 g pada dua dan
delapan jam sesudahnya), yang menyatakan sekresi tubulus aktif dan
menurunkan nefroksisitas.
Kegunaan lain dari cidofovir iv yang tengah diteliti ditujukan untuk pengobatan
virus polyoma yang diasosiasikan pada penderita AIDS.
c. Reaksi-reaksi yang Tidak Diinginkan
Efek yang tidak diinginkan yang terutama daari cidofovir iv adalah
nefroktisisitas yang tergantung dosis. Karena itu kreatinin serum dan protein
urin harus dimonitor dalam 48 jam sebelum tiap infuse dan dosis disesuaikan
atau dibedakan menurut logaritma spesifik. Kadar kreatinin serum awal 1,5
mg/dL; klirens kreatinin 55 mL/menit; dan protein urin 2+ merupakan
kontraindikasi terapi cidofovir. Pemberian bersama agen lain dengan potensi
nefrotoksisitas (misalnya amfoterisin B, aminoglikosida, obat antiinflamasi nonsteroid, pentamidine, foscarnet) harus dihindari. Efek samping lain yang
potensial dari terapi cidofovir termasuk uveitis, hipotoni okuler, dan reaksi
hipersensitivitas yang terkait probenecide. Jarang terjadi neutropenia dan
asidosis metabolic.
7. FOSCARNET
Foscarnet merupakan suatu senyawa pyrophosphate anorganik yang menghambat
polimerase DNA virus, polimerase RNA, dan reverse transtriptase HIV secara
langsung, tanpa memerlukan aktivasi oleh fosforilasi. Foscarnet juga memiliki
aktivitas in vitro melawan HSV, VZV, CMZ, EBV, HHV-6, HHV-8, dan HIV.
Resistensi terhadap foscarnet pada isolat HSV dan CMV disebabkan mutasi point
dalam gen polimerase DNA dan secara tipikal diasosiasikan dngan perpanjangan
atau pengulangan paparan terhadapobat. Mutasi pada gen reverse transcriptase HIV1 juga telah dideskripsikan. Aktivitas biasanya dipertahankan melawan isolat CMV
yang resisten terhadap cidofovir dan ganciclovir.
a.
Farmakokinetika
Obat ini tersedia hanya dalam bentuk intravena. Bioavailabilitas oral rendah dan
ketidaktoleransian
gastrointestinal
menghindarkan
penggunaan
oralnya.
Konsentrasi serum puncak berkisar pada 80-100 g/mL dicapai setelah infuse 60
dalam
menghambat
perkembangan
retinitis.
Keputusan
untuk
Efek yang tidak diingginkan yang potensial dari foscarnet termasuk insufisiensi
ginjal, hipo atau hiperkalsemia, dan hipo atau hiperfosfatemia. Ulserasi penis
yang diasosiasikan dengan terapi foscarnet dapat disebabkan oleh tingginya
tingkat ionisasi obat dalam urin. Toksisitas sistem saraf pusat meliputi sakit
kepala, halusinasi, dan seizure.
Pengguanaan pompa infuse untuk mengontrol laju infuse penting untuk
menghindari toksisitas dan diperlukan volume cairan yang relative besar karena
rendahya daya larut obat. Saline pada pra pengisian membantu mencegah
nefrotoksisitas. Nefrotoksisitas juga dapat dicegah dengan menghindarkan
pemberian bersamaan dengan obat yang berpotensi nefrotoksik. Pemberian
bersamaan dengan pentamidine dapat memperburuk baik nefrotoksisitas maupun
hipokalemia.
8. FOMIVIRSEN
Fomivirsen merupakan suatu oligonukleotida yang menghambat CMV manusia
melalui suatu mekanisme antisense. Pengikatan fomivirsen pada mRNA target
mengakibatkan penghambatan sintesis protein region 2 secara awal sehingga
menghambat replikasi virus. Meskipun isolat resisten telah dihasilkan di bawah
tekanan in vitro, penggunaan klinisnya masih belum jelas. Tidak diharapkan akan
terjadi reaksi silang antara fomivirsen dengan agen anti-CMV lainnya.
Fomivirsen disuntikkan secara intravena untuk pengobatan retinitis CMV pada
penderita AIDS. Pada kelinci, obat ini dibersihkan in vitro hingga 7-10 hari dengan
kombinasi distribusi jaringan dan metabolism. Paparan sistemik yang diikuti dengan
injeksi intravitrea tunggal atau berulang pada kera ternyata ada di bawah batas
deteksi.
Dosis fomivirsen yang direkomendasikan adalah 330 g secara intravena setiap2
minggu sekali untuk 2 dosis (induksi), diikuti oleh suatu suntikan setiap 4 minggu
sekali sebagai terapi pemeliharaan. Perbandingan kontrol dengan terapi anti-CMV
lainnya belum dilakukan. Tetapi pemberian bersamaan dengan anti-CMV sistemik
direkomendasikan untuk melindungi terhadap penyakit ekstraokuler. Efek samping
meliputi vitreitis dan iritis, juga peningkatan tekanan intraokuler.
9. TRIFLURIDINE
HSV-I,
HSV-II,
vaksinia,
dan
beberapa
adenovirus.
Obat
ini
difosforilasikan secara intrasel menjadi bentuk aktif oleh enzim seluler, kemudian
bersaing dengan thimidine triphosphate untuk penggabungan oleh polimerase DNA
virus. Penggabungan trifluridin triphosphate ke dalam baik v irus maupun DNA sel
membuat obat ini tidak digunakan secara sistemik. Aplikasi larutan 1% merupakan
terapi yang disetujui untuk keratokonjunktivitis primer dan untuk keratitis epitel
kambuhan yang disebabkan HSV-I dan HSV-II. Apliasi topical dari larutan
trifluridin saja atau dalam kombinasi dengan interferon-alfa telah berhasil
digunakan dalam pengobatan infeksi HSV resisten acyclovir.
10. VIDARABINE
Vidarabine merupakan suatu analoh adenosine dengan aktivitas in vitro melawan
HSV, VZV, dan CMV. Obat ini difosforilasikan intrasel oleh enzim inang untuk
membentuk ara-ATP dan kemudian menghambat polimerase DNA virus. Vidarabine
triphosphate digabungkan baik ke dalam DNA virus maupun sel. Pada hewan
dijumpai teratogenisitas vidarabine. In vivo, vidarabine dengan cepat dimetabolisme
menjadi hypoxanthie arabinoside melalui penghilangan gugus 6-amino oleh
adenosine deaminase, sehingga menyebabkan penurunan yang nyata terhadap
aktivitas antivirus. Ketidakstabilan ini dan toksisitas yang tinggi telah dengan tegas
membatasi penggunaan klinis obat tersebut.
Vidarabine dalam bentuk salep 3% merupakan pengobatan efektif untuk
keratokonjunktivitis akut, keratitis supervisial, dan keratitis epitel kambuhan yang
disebabkan oleh HSV-I dan HSV-II. Vidarabine intravena (10-15 mg/kg setiap hari)
efektif mengobati ensefalipitis HSV, herpes neonates, dan infeksi VZV pada pasien
imunokompromis. Namun acyclovir telah terbukti lebih efektif dan kurang toksik.
Demikian pula meskipun vidarabine mempunyai aktivitas in vitro melawan strainstrain HSV yang resisten acyclovir, vidarabine diketahui kurang efektif dan lebih
toksik dibandingkan foscarnet untuk indikasi tersebut. Karena itu, vidarabine
parenteral tidak lagi diproduksi.
VIRUS HEPATITIS
Hepatitis (radang hati) dapat ditimbulkan oleh banyak sebab, tetapi paling sering
terjadi karena infeksi oleh suatu virus hepatitis. Sebab-sebab lain hepatitis adalah virus
demam kuning dan penyumbatan saluran empedu (antara lain akibat batu empedu), zatzt kimia, atau obat-obat tertentu, juga karena terlalu banyak minum alkohol. Hingga
kini, dikenal 7 jenis, yaitu Virus hepatitis A, B, C, D, E, F, dan G. hepatitis B dan C
dianggap paling berbahaya karena dapat merusak hati secara permanen.
a. HAV (Hepatitis-A Virus)
Adalah virus RNA dan penyebab hepatitis yang paling sering terjadi. Penularan
terutama berlangsung melalui jalur tinja-mulut dengan minuman dan makanan yang
tercemar. Tidak terdapat pembawa-virus. Diagnosa dilakukan dengan deteksi
antibody IgM (anti-HAV). Masa inkubasinya antara 2 dan 6 minggu, kebanyakan
infeksi berlangsung tanpa keluhan dan tidak kentara. Gejala utama adalah kulit dan
putih mata menjadi kuning pada 50% pengidap, berhubung zat warna empedu
(bilirubin) tidak diuraikan lagi oleh hati dan dikeluarkan ke dalam darah. Gangguangangguan lambung-usus, demam, rasa letih, nyeri perut, nyeri otot dan sendi bisa
terjadi. Tinja dapat hilang warna dan kemih berwarna gelap.
Prevensi dapat dilakukan dengan imunisasi pasif (immunoglobulin), sera, dan
vaksin. Tidak ada obat anti-HAV, tetapi infeksi sembuh secara spontan dengan
istirahat dan pengaturan diet (tanpa lemak) dalam waktu 4 sampai 8 minggu.
Adakalanya disusul dengan keadaan lemah-letih selama beberapa bulan.
b. HBV (Hepatitis-B Virus)
HBV termasuk penyakit kelamin, bersama sifilis, gonore, herpes genitalis,
trichomoniasis, chlamydiasis dan AIDS. Sama dengan HIV, penulatannya khusus
terjadi melalui darah, mani, dan cairan vaginal. Penyakit ini ditemukan di seluruh
dunia dengan lebih kurang 2 juta kematian setiap tahun. Di Asia dan Afrika
diperkirakan 15% penduduknya adalah pembawa-virus, dibandingkan kurang dari
1% di Negara-negara Barat. Potensi penularannya jauh lebih besar daripada AIDS,
tetapi resiko kematiannya sama besar. Pada 10% penderita infeksi menjadi kronis,
virus menetap di darah, khususnya di hati, lalu pasien menjadi pembawa virus
klronis. Adakalanya hati mengeras (cirrosis), keluhan menghebat dan bila tidak
diobati akhirnya menjadi fatal. Masa inkubasinya antara 2 dan 6 bulan. Gejalagejalanya dalam garis besar mirip infeksi HAV, tetapi lebih hebat dan lebih sering
menimbulkan warna kulit menjadi kuning.
INFLUENZA
Influenza disebabkan oleh Orthomyxovirus (virus RNA). Virus ini ditularkan
dari
orang ke orang melalui udara, terutama dari cipratan pada saat batuk atau bersin.
Virus ini kemudian menginfeksi membran mukosa saluran pernafasan atas dan
kadang-kadang masuk ke dalam paru-paru. Gejala yang diderita biasanya
demam
ringan dari 3-7 hari, dingin, lesu, pegal linu dan sakit kepala. Gejala yang lebih
berat
biasanya bukan disebabkan oleh virus influenza, namun infeksi sekunder yang
disebabkan oleh bakteri yang masuk kedalam penderita ketika kekuatan
tubuhnya
mulai melemah akibat influenza yang dideritanya.
AGEN-AGEN ANTIINFLUENZA
1. AMANTADINE DAN RIMANTADINE
Amantadine (1-aminoadamantane hydrochloride) dan turunan metil-alfanya,
rimantadine, adalah nama amina siklis yang menghambat pembukaan selubung
RNA virus influenza A dalam sel inang yang terinfeksi, sehingga mencegah
replikasinya. Baik amantadine (200 mg/hari) maupun rimantadine (dosis yang
sama) efektig untuk mencegah infeksi virus influenza A pada tiap-tiap individu
resiko tinggi, menurunkan resiko tambahan sebesar 50-90%, dan juga memperbaiki
penyakit klinis bagi mereka yang terkena infeksi. Kedua obat tersebut secara efektif
menurunkan gejala influenza jika diberikan dalam jangka waktu 48 jam dari awal
pemberian. Target primer untuk kedua agen ini adalah protein M2 di dalam
membran. Target ini menghasilkan spesifitas agen influenza A (karena influenza B
mengandung protein yang berbeda di dalam membrannya) dan sebuah situs yang
mudah termutasi, yang menyebabkan cepatnya perkembangan resistensi sampai
50% pada individu yang terserang. Telah didokumentasikan adanya transmisi virus
yang resisten melalui kontak rumah tangga. Efek yang tidak diinginkan yang paling
umum adalah intoleransi saluran cerna dan keluhan sistem saraf pusat (misalnya
gemetar, sulit berkosentrasi, pusing); yang terakhir lebih jarang terjadi dengan
rimantadine dibandingkan amantadine. Dosis harian amantadine dan rimantadine
harus dikurangi pada pasien di atas usis 65 tahun dan pada orang yang mengalami
insufisisensi ginjal.
mutasi
pada
neuraminidase
atau
hemaglutinin
virus.
Pasien
Ribavirin diberikan dalam bentuk aerosol suatu nebulizer (20 mg/mL untuk 12-18
jam setiap hari selama 3-7 hari) pada anak dan bayi dengan bronkheolitis RSV berat
atau pneumonia, sehingga menurunkan keparahan dan durasi penyakit. Ribavirin
aerosol juga telah digunakan untuk mengobati infeksi influenza A dan B tetapi
belum digunakan secara luas. Ribavirin aerosol secara umu mudah ditoleransi tetapi
dapat menyebabkan iritasi konjungtiva atau bronkus.
Bioavailabilitas oral dari ribavirin adalah 64% dan akan meningkat jika dikonsusi
bersama makanan berkadar lemak tinggi, serta menurun dengan pemberian bersama
antasida. Obat ini dikontraindikasikan pada pasien dengan kerusakan ginjal lanjut.
Durasi pengobatan biasanya 24 minggu sampai paling lama 48 minggu untuk
respond an tolirentasnya. Sekitar 10% dari jumlah pasien mengalami anemia
hemolitika yang umumnya membaik dengan cara mengurangi dosis, namun dapat
bersifat pembatasan dosis. Efek-efek psikis yang tidak diinginkan termasuk depresi
dan percobaan bunuh diri juga dilaporkan terjadi. Ribavirin bersifat teratogenik
pada hewan dan mutagenic pada sel mamalia.
Ribavirin intravena menurunkan mortalitas demam Lassa dan demam berdarah virus
lainnya jika dimulai lebih awal. Keuntungan klinis dilaporkan dijumpai pada kasus
pneumonitis campak yang parah, dan infuse ribavirin berkelanjutan menurunkan
pembuangan virus pada beberapa pasien dengan influenza saluran nafas bawah atau
infeksi parainfluenza.
Virus berasal dari bahasa Yunani venom yang berarti racun. Para ahli
biologi terus mengungkap hakikat virus ini sehingga akhirnya partikel
dikelompokkan sebagai makhluk hidup dalam dunia tersendiri yaitu virus.
Secara umum virus merupakan elemen genetik yang mengandung salah
satu asam nukleat yaitu asam deoksiribonukleat (DNA) atau asam
ribonukleat (RNA) yang dapat berada dalam dua kondisi yang berbeda,
yaitu secara intraseluler dalam tubuh inang dan ekstrseluler diluar tubuh
inang.
Partikel virus secara keseluruhan ketika berada di luar inang yang terdiri
dari asam nukleat yang dikelilingi oleh protein dikenal dengan nama virion.
Virus dapat bertindak sebagai agen penyakit dan agen pewaris sifat.
Sebagai agen penyakit, virus memasuki sel dan menyebabkan perubahanperubahan yang membahayakan bagi sel, yang akhirnya dapat merusak atau
bahkan menyebabkan kematian pada sel yang diinfeksinya. Sebagai agen
pewaris sifat, virus memasuki sel dan tinggal di dalam sel tersebut secara
permanen.
1. CIRI UMUM VIRUS
a. ukuran 28 200 nm
b. bentuk bervariasi seperti hurf T, batang, bola, jarum, dll.
c. Organisme nonseluler
d. Parasit obligat
e. Tidak memiliki protoplasma
f. Hanya memiliki bahan inti berupa DNA atau RNA
g. Tubuh dilindungi oleh kapsid dari protein
h. Dapat dikristalkan
i. Dapat memperbanyak diri (ber proliferasi) pada sel atau jaringan hidup
j. Dapat melewati filter bakteri
Klasifikasi virus
Para ahli virus mengelompokkan virus berdasarkan aspek-aspek tertentu,
yaitu:
1. Berdasarkan jenis inang yang diinfeksi, seperti
a. virus tanaman contoh: Tobacco mozaic virus (TMV) sejenis virus
yang menyerang daun tembakau, Potato Yellow dwarf virus (virus
kentang kuning)
b. vurus hewan, contoh : Rhabdovirus yang menyebabkan rabies pada
anjing, NCD (New Castle Disease) yang menyebabkan penyakit tetelo
pada unggas
c. virus manusia, seperti, polio, influenza, hepatitis, AIDS dan SARS
d. virus bakteri: bakteriofage T4
2. Berdasarkan jenis asam nukleat yang dikandung oleh virus:
a. virus RNA, contoh:virus influenza, virus HIV, corona virus (virus
SARS) dsb.
b. Virus DNA, seperti poxvirus, herpesvirus, adenovirus dsb.
Reproduksi Virus
Tahapan :
a. daur litik
Tahapan reproduksi virus secara umum dilakukan dalam tujuh langkah, yaitu:
1) Adsorpsi (penempelan) dari partikel virus (virion) pada sel inang yang
sesuai.
2) Penetrasi (injeksi)dari virion atau asam nukelat virus ke dalam sel inang.
3) Tahap awal replikasi dari asam nukleat virus, dalam peristiwa ini mesin
bioseintesa sel inang diambil alih untuk memulai sintesa asam nukleat virus,