PENDAHULUAN
Goiter nontoksik adalah pembesaran kelenjar tiroid yang difus atau nodular
yang tidak berawal dari proses inflamasi atau neoplastik dan tidak terkait dengan
fungsi tiroid yang abnormal. Gondok endemik didefinisikan sebagai pembesaran
tiroid yang terjadi pada lebih dari 10% populasi, dan gondok sporadis merupakan
hasil faktor lingkungan atau genetik yang tidak mempengaruhi populasi umum.2
1
BAB II
LAPORAN KASUS
Nama : Ny. D
Umur : 34 Tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Status : Menikah
No. MR : 06 42 96
Perawatan : Seruni 1
2
tersebut. Pasien juga menyangkal sering berkeringat banyak dan berdebar -
debar. Demam (-), sakit kepala (-), batuk (-), Sesak nafas (-), mual (-) muntah
(-) nyeri ulu hati (-), nyeri perut (-), nafsu makan baik. BAK lancar, BAB
biasa.
Riwayat Penyakit Dahulu : Hipertensi (-), DM (-), Asma (-), riwayat
radiasi (-)
Status Generalis
Status gizi : BB = 55 kg
TB = 158 cm
𝐵𝐵 55
Status Gizi =𝑇𝐵2=1,58𝑥1,58 = 23,03 kg/m2=> Normal
Status Vitalis
Nadi : 88 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Temperatur : 36,50 C
3
a. Kepala-Leher
- Leher
4
b. Thorax
Inspeksi : Bentuk dada normochest, Simetris kiri dan kanan, ikut gerak napas
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa tumor, vokal fremitus
kanan=kiri
Perkusi : BPH ICS VI dextra anterior, Sonor kanan=kiri
Auskultasi : Bunyi pernapasan : vesikuler kanan=kiri
Bunyi tambahan : ronkhi -/- Wheezing -/-
c. Jantung
d. Abdomen
Inspeksi : Datar, ikut gerak nafas, ikterik (-), Distensi (-), Massa (-)
Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal
Palpasi : Nyeri tekan (-), Hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi : Timpani
5
2.4 Pemeriksaan penunjang :
Laboratorium :
6
- USG Tiroid:
a) Thyroid dextra: membesar 8 cm x 3 cm x 2,8 cm ukuran, massa kistik
dengan bagian-bagian padat di dalamnya 2,6cm x 2,55cm x 3,36cm batas
tegas tepi rata. Massa kistik dengan bagian padat di dalamnya 1,1cm x 1,0
cm.
b) Thyroid sinistra: membesar 7,1 cm x 2,1 cm x 2,6cm, massa kistik dengan
bagian padat didalamnya ukuran 1,2cm x 1,3 cm dan massa padat 0,77 cm
x 0,95 cm batas tegas hipervascular. Massa kistik 0,5cm x 0,3 cm.
Kesan : Kista kompleks thyroid kanan dan kiri dan struma noduler kiri
2.5 RESUME
7
2.6 DIAGNOSIS
- Limfoma
2.8 PENATALAKSANAAN
8
9
Post Operasi :
IVFD RL 28 tpm
Diet makanan cair
Injeksi Ceftriaxone 1gr/12j/iv
Injeksi Ketorolac 30mg/8j/iv
Injeksi Ranitidin 50mg/8j/iv
Coctail drips/tgc
10
2.9 FOLLOW UP
11
Thorax : Rh -/- wh-/-
Abdomen : Peristaltik (+)
kesan normal
Ekstremitas: Edema -/-
A: - Struma noduler non
toksik
- POH2 Total
Thyroidectomy
06/01/2018 S: Nyeri pada daerah - IVFD RL 28 tetes/menit
bekas operasi, Batuk - Ceftriaxone 1gr/12 jam/iv
Berlendir (+) - Ketorolac 30 mg/8jam/iv
O: KU : Sakit Sedang/ - Ranitidin 50 mg/ 12jam/ iv
Composmentis - Coctail drips/tgc
TD: 130/80 mmHg - Diet bubur
N : 76 x/i - Takar drain/24 jam
P : 20 x/i
S: 36,80 C
Kepala: Anemis -/- Ikt -/-
Thorax : Rh -/- wh-/-
Abdomen : Peristaltik (+)
kesan normal
Ekstremitas: Edema -/-
A: - Struma noduler non
toksik
- POH3 Total
Thyroidectomy
07/01/2018 S: Nyeri pada daerah - IVFD RL 28 tetes/menit
bekas operasi berkurang - Ceftriaxone 1gr/12 jam/iv
12
O: KU : Sakit Sedang/ - Ketorolac 30 mg/8jam/iv
Composmentis - Ranitidin 50 mg/ 12jam/ iv
TD: 130/70 mmHg - Coctail drips/tgc
N : 78 x/i - Takar drain/24 jam
P : 22 x/i
S: 36,50 C
Kepala: Anemis -/- Ikt -/-
Thorax : Rh -/- wh-/-
Abdomen : Peristaltik (+)
kesan normal
Ekstremitas: Edema -/-
A: - Struma noduler non
toksik
- POH3 Total
Thyroidectomy
13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
14
Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari:1
15
Saraf yang melewati tiroid adalah Nervus Rekurens. Saraf ini terletak di dorsal tiroid
sebelum masuk ke laring.1
16
tirosin. Gabungan dua DIT menghasilkan T4, sedangkan gabungan DIT dengan
MIT menghasilkan T3. Dengan rangsangan yang sesuai hormon -hormon tersebut
akan disekresikan, tetapi MIT dan DIT yang belum melekat tidak memiliki nilai
endokrin sehingga sel-sel folikel memiliki enzim yang dapat mengeluarkan
iodium dan MIT dan DIT, sehingga iodium yang dibebaskan dapat didaur ulang
lagi.
Sekitar 90 % produk sekretorik adalah dalam bentuk T4, walaupun T3
memiliki aktivitas biologis empat kali lebih poten danipada T4. Namun sebagian
besar T4 diubah menjadi T3, melalui proses pengeluaran satu iodium dari hati dan
ginjal. Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh suatu hormon stimulator tiroid
(thyroid stimulating hormone, TSH) yang dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar
hipofisis. Kelenjar hipofisis secara langsung dipengaruhi dan diatur aktivitasnya
oleh kadar hormon tiroid dalam sirkulasi yang bertindak sebagai negative
feedback terhadap lobus anterior hipofisis, dan terhadap sekresi thyrothropine
releasing hormone (TRH) dari hipotalamus. Hormon tiroid mempunyai pengaruh
yang sangat bervariasi terhadap jaringan atau organ tubuh yang pada umumya
berhubungan dengan metabolisme sel.
Pada kelenjar tiroid juga didapatkan sel parafolikuler, yang menghasilkan
kalsitonin. Kalsitonin adalah suatu polipeptida yang turut mengatur metabolisme
kalsium, yaitu menurunkan kadar kalsium serum, melalui pengaruhnya terhadap
tulang.1,3
17
Fungsi Hormon - Hormon Tiroid :
1. Efek pada laju metabolisme
Hormon tiroid meningkatkan laju metabolisme basal tubuh, sebagai
regulator terpenting bagi tingkat konsumsi 02 dan pengeluaran energi tubuh
pada waktu istirahat.
2. Efek kalorigenik
Sebagai penghasil panas, peningkatan laju metabolisme menyebabkan
peningkatan produksi panas.
3. Efek pada metabolisme perantara
Sebagai metabolisme bahan bakar, yaitu mempengaruhi sintesis dan
penguraian karbohidrat,lemak dan protein. Hipersekresi tiroid akan lebih
menimbulkan efek peningkatan konsumsi bahan bakar dibandingkan
dengan efek penyimpanan bahan bakar.
4. Efek simpatomimetik
Yaitu memiliki efek serupa dengan sistem saraf simpatis. Hormon
tiroid meningkatkan ketanggapan sel sasaran terhadap katekolamin
(epinefrin dan norepinefrin), zat perantara kimiawi yang digunakan oleh
sistern saraf simpatis. Hormon tiroid diperkirakan memiliki efek permisif
dengan menyebabkan proliferasi reseptor spesifik katekolamin di sel
sasaran, sehingga menimbulkan efek yang menyertai peningkatan aktivitas
saraf simpatis.
5. Efek pada sistem kardiovaskuler
Melalui efeknya terhadap katekolamin, hormon tiroid meningkatkan
kecepatan denyut dan kekuatan kontraksi jantung, sehingga curah jantung
meningkat. Selain itu respon terhadap beban panas terjadi vasodilatasi
perifer untuk menyalurkan kelebihan panas tersebut ke permukaan tubuh
untuk dieliminasi lingkungan.
18
6. Efek pada pertumbuhan dan sistem saraf
Hormon tiroid merangsang sekresi hormon pertumbuhan dan juga
mendorong efek hormon pertumbuhan pada sintesis protein struktural baru
dan pada pertumbuhan rangka. Hormon tiroid berperan penting dalam
perkembangan normal sistem saraf, terutama SSP, yang bila mengalami
defisiensi sejak lahir menyebabkan gannguan pada anak. Selain itu kecepata
saraf perifer dalam menghantarkan impuls berkaitan secara langsung
dengan ketersediaan hormon tiroid.
19
3.2 DEFINISI
3.3 EPIDEMIOLOGI
20
Kelompok usia terbanyak pada usia 36-45 tahun (33,9 %) , 35,9 % di wilayah
pedalaman pada usia 15-25 tahun (39,6 %) dan 44,9 % diantara pedalaman dan
pesisir pantai pada usia 26-35 tahun (54,3 %). Berdasarakan penelitian Juan di
Spanyol pada tahun 2004 terhadap 634 orang yang berusia 55-91 tahun diperiksa
ditemukan 325 orang (51,3 %) mengalami goiter multinodular non toxic, 151 orang
(23,8 %) goiter multinodular toxic, 27 orang (4,3%) Graves disease, dan 8 orang (1,3
%) simple goiter.6
3.4 ETIOLOGI
21
Mekanisme etiologi yang berbeda yang dapat menyebabkan struma meliputi:2,8
a) Kekurangan yodium
Goiter terjadi dengan asupan yodium kurang dari kurang dari 50 mcg / hari.
Defisiensi yodium berat yang terkait dengan asupan kurang dari 25 mcg / d
dikaitkan dengan hipotiroidisme dan kretinisme.2
b) Tiroiditis autoimun - tiroiditis Hashimoto atau postpartum
c) Kelebihan yodium (efek Wolff-Chaikoff) atau konsumsi lithium, yang
menurunkan pelepasan hormon tiroid
d) Goitrogen2
- Obat : Propiltiourasil, litium, fenilbutazon, aminoglutetimida,
ekspektoran mengandung yodium
- Agen lingkungan: Turunan ester dan fenolik dan resorkinol ditemukan
di hilir tambang batubara dan serpih
- Makanan: Sayuran dari genus Brassica (misalnya kubis, lobak,
brussels sprout, rutabagas), rumput laut, millet, singkong, dan goitrin
di rumput dan gulma.
e) Stimulasi reseptor TSH oleh TSH dari tumor hipofisis, resistensi hormon
tiroid pituitary, gonadotropin, dan / atau imunoglobulin tiroid
f) Kesalahan metabolisme bawaan menyebabkan kerusakan pada biosintesis
hormon tiroid
g) Paparan radiasi
h) Penyakit deposisi / penyakit infiltratif
i) Resistansi hormon tiroid (resistensi hormon tiroid pituitary dengan TSH yang
ditinggikan)
j) Tiroiditis subakut (de Quervain thyroiditis)
k) Silent tiroiditis
l) Tiroiditis riedel
22
m) Agen infeksi : Supuratif akut oleh bakteri, Kronis oleh Mycobacteria, jamur,
atau parasit
n) Penyakit Granulomatous
o) Keganasan tiroid
p) Tingkat selenium rendah: Hal ini mungkin terkait dengan prevalensi gondok.
3.5 PATOFISIOLOGI
Aktifitas utama kelenjar tiroid adalah untuk berkonsentrasi yodium dan darah
untuk membuat hormon tiroid. Kelenjar tersebut tidak dapat membuat hormon tiroid
cukup jika tidak memiliki cukup yodium. Oleh karena itu, dengan defisiensi yodium
individu akan menjadi hipotiroid. Akibatnya, tingkat hormon tiroid terlalu rendah dari
mengirim sinyal ke tiroid. Sinyal ini disebut thyroid stimulating hormone (TSH).
Seperti namanya, hormon ini merangsang tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid
dan tumbuh dalam ukuran yang besar. Pertumbuhan abnormal dalam ukuran
menghasilkan apa yang disebut sebuah struma.
23
Kekurangan dalam sintesis hormon tiroid atau asupan menyebabkan produksi
TSH meningkat. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan cellularity dari
hiperplasia kelenjar tiroid dalam upaya untuk menormalkan kadar hormon tiroid. Jika
proses ini berkelanjutan, maka akan mengakibatkan struma. Penyebab kekurangan
hormon tiroid termasuk kesalahan bawaan sintesis hormon tiroid, defisiensi yodium,
dan goitrogens.
Struma mungkin bisa diakibatkan oleh sejumlah reseptor agonis TSH. Yang
termasuk stimulator reseptor TSH adalah reseptor antibodi TSH, kelenjar hipofise
yang resisten terhadap hormon tiroid, adenoma di hipotalamus atau di kelenjar
hipofise, dan tumor yang memproduksi human chorionic gonadotropin.6
Patogenesis gondok adalah hipertrofi dan hiperplasia sel folikel tiroid akibat
meningkatnya kadar TSH. Pada sebagian besar kasus, perubahan tersebut pada
awalnya menyebabkan pembesaran difus simetrik kelenjar (gondok nontoksik difus).
Folikel dilapisi oleh sel kolumnar yang berdesakan yang mungkin bertumpuk-tumpuk
dan membentuk tonjolan serupa dengan yang ditemukan dengan penyakit graves. Jika
kemudian yodium dalam makanan ditingkatkan, atau jika kebutuhan hormon tiroid
berkurang, epitel folikel yang terstimulasi tersebut akan mengalami involusi
membentuk kelenjar besar yang kaya koloid (gondok koloid). Seiring dengan waktu,
episode stimulasi dan involusi yang berulang menyebabkan pembesaran tiroid yang
24
irreguler dan disebut gondok nodular atau multinodular. Dasar pembentukan nodul
ini masih belum jelas. Hal ini mungkin berkaitan dengan kemampuan diferensiasi sel
epitel tiroid normal untuk membelah diri sebagai respons terhadap TSH. Mungkin
variasi potensi pertumbuhan sel ini dapat menyebabkan terbentuknya nodul jika
terjadi pajanan TSH kadar tinggi yang siklis dan berkepanjangan.9
25
Tremor
Diare
Infertilitas, amenorrhae pada wanita dan atrofi testis pada pria
Exophtalmus
Keadaan hipermetabolik akibat kelebihan hormon tiroid maupun perubahan yang
berkaitan dengan aktivitas berlebihan sistem saraf simpatis:9
Bradikardi, tekanan sistolik yang rendah dan tekanan nadi yang lemah
Gerak tubuh menjadi lamban dan edema pada wajah, kelopak mata dan
tungkai
26
Gambaran klinis hipotiroidisme adalah kretinisme dan miksedema.
Kretinisme adalah hipotiroidisme yang terjadi pada masa bayi atau masa anak awal.
Gambaran klinis kretinisme adalah gangguan perkembangan sistem tulang dan
susunan saraf pusat, disertai retardasi mental berat, tubuh pendek, wajah kasar, lidah
menonjol, dan hernia umbilikalis. Sedangkan pasien dengan miksedema tampak lesu,
tidak tahan dingin dan sering kegemukan.9
3.7 KLASIFIKASI
1) Struma Toksik, yaitu struma yang menimbulkan gejala klinis pada tubuh,
berdasarkan perubahan bentuknya dapat dibagi lagi menjadi
b. Nodosa, yaitu jika pembesaran kelenjar tiroid hanya mengenai salah satu
lobus, seperti yang ditemukan pada Plummer’s disease.
2) Struma Nontoksik, yaitu struma yang tidak menimbulkan gejala klinis pada
tubuh, berdasarkan perubahan bentuknya dapat dibagi lagi menjadi
27
3.7.1 Struma Difusa Toksik
3.7.1.1 Definisi
Struma difusa toksik dapat kita temukan pada Grave’s Disease. Penyakit ini
juga biasa disebut Basedow. Trias Basedow meliputi pembesaran kelenjar tiroid
difus, hipertiroidi dan eksoftalmus. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada orang
muda dengan gejala seperti berkeringat berlebihan, tremor tangan, menurunnya
toleransi terhafap panas, penurunan berat badan, ketidakstabilan emosi, gangguan
menstruasi berupa amenorrhea, dan polidefekasi ( sering buang air besar ). Klinis
sering ditemukan adanya pembesaran kelenjar tiroid, kadang terdapat juga
manifestasi pada mata berupa exophthalmus dan miopatia ekstrabulbi. Walaupun
etiologi penyakit Graves tidak diketahui pasti, tampaknya terdapat peran dari suatu
antibodi yang dapat ditangkap reseptor TSH, yang menimbulkan stimulus terhadap
peningkatan hormon tiroid. Penyakit ini juga ditandai dengan peningkatan absorbsi
yodium radiokatif oleh kelenjar tiroid.4
28
3.7.1.2 Patofisiologi
29
Pada saluran napas, hipermetabolisme menimbulkan dispnea dan takipnea
yang tidak terlalu mengganggu. Kelemahan otot terutama otot-otot bagian proksimal,
biasanya cukup mengganggu dan sering muncul secara tiba-tiba. Hal ini disebabkan
oleh gangguan elektrolit yang dipicu oleh adanya hipertiroidi tersebut.4
30
3.7.2 Struma Nodosa Toksik
3.7.2.1 Definisi
Struma nodosa toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada salah satu lobus
yang disertai dengan tanda-tanda hipertiroid. Pembesaran noduler terjadi pada usia
dewasa muda sebagai suatu struma yang nontoksik. Bila tidak diobati, dalam 15-20
tahun dapat menjadi toksik. Pertama kali dibedakan dari penyakit Grave’s oleh
Plummer, maka disebut juga Plummer’s disease.4
3.7.2.2 Patofisiologi
31
3.7.3 Struma Difusa Nontoksik
3.7.3.1 Definisi
3.7.3.2 Patofisiologi
32
toksik (fungsi tiroid normal), oleh karena itu bentuk ini disebut juga goiter simpel.
Dapat juga disebut sebagai goiter koloid karena sel folikel yang membesar tesebut
umumnya dipenuhi oleh koloid. Kelainan ini muncul pada goiter endemik dan
sporadik.4
Goiter endemik muncul di tempat yang tanah, air, maupun suplai makanannya
mengandung sedikit iodin, sehingga terjadi defisiensi iodin secara meluas di daerah
teresebut. Contoh daerahnya adalah daerah pegunungan Alps, Andes atau Himalaya.4
Sementara itu, goiter sporadik muncul lebih jarang dan dapat disebabkan oleh
berbagai hal, yaitu konsumsi bahan yang menghambat sintesis hormon tiroid atau
gangguan enzim untuk sintesis hormon tiroid yang turun secara herediter.4
Pada goiter simpel, terdapat dua fase evolusinya, yaitu hiperplastik dan
involusi koloid. Pada fase hiperplastik, kelenjar tiroid membesar secara difus dan
simetris, walaupun pembesarannya tidak terlalu besar (hingga 100-150 gram).
Folikel-folikelnya dilapisi oleh sel kolumner yang banyak dan berdesakan.
Akumulasi sel ini tidak sama di keseluruhan kelenjar. Apabila setelah itu konsumsi
iodin ditingkatkan atau kebutuhan tubuh akan hormon tiroid menurun, terjadi involusi
sel epitel folikel sehingga terbentuk folikel yang besar dan dipenuhi oleh koloid.
Biasanya secara makroskopik tiroid akan terlihat coklat dan translusen, sementara
secara histologis akan terlihat bahwa folikel dipenuhi oleh koloid serta sel epitelnya
gepeng dan kuboid.4
3.7.3.3 Gejala Klinis
33
3.7.4 Struma Nodosa Nontoksik
3.7.4.1 Definisi
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid yang secara
klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme. Istilah
struma nodosa menunjukkan adanya suatu proses, baik fisiologis maupun patologis
yang menyebabkan pembesaran asimetris dari kelenjar tiroid. Karena tidak disertai
tanda-tanda toksisitas pada tubuh, maka pembesaran asimetris ini disebut sebagai
struma nodosa nontoksik. Kelainan ini sangat sering dijumpai sehari-hari, dan harus
diwaspadai tanda-tanda keganasan yang mungkin ada.4
3.7.4.2 Patofisiologi
SNNT dapat juga disebut sebagai goiter sporadis. Jika goiter endemis terjadi
10% populasi di daerah dengan defisiensi yodium, maka goiter sporadis terjadi pada
seseorang yang tidak tinggal di daerah endemik beryodium rendah. Penyebabnya
sampai sekarang belum diketahui dengan jelas, bisa terdapat gangguan enzim yang
penting dalam sintesis hormon tiroid atau konsumsi obat-obatan yang mengandung
litium, propiltiourasil, fenilbutazone, atau aminoglutatimid.4
Pada umumnya struma nodosa non toksik tidak mengalami keluhan karena
tidak ada hipo- atau hipertiroidisme. Yang penting pada diagnosis SNNT adalah tidak
adanya gejala toksik yang disebabkan oleh perubahan kadar hormon tiroid, dan pada
palpasi dirasakan adanya pembesaran kelenjar tiroid pada salah satu lobus. Biasanya
tiroid mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada
saat dewasa. Karena pertumbuhannya berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar
tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian besar penderita dengan struma
nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa keluhan. Walaupun sebagian struma
nodosa tidak mengganggu pernafasan karena menonjol ke depan, sebagian lain dapat
menyebabkan penyempitan trakea bila pembesarannya bilateral. Struma nodosa
34
unilateral dapat menyebabkan pendorongan sampai jauh ke arah kontra lateral.
Pendorongan demikian mungkin tidak mengakibatkan gangguan pernafasan.
Penyempitan yang berarti menyebabkan gangguan pernafasan sampai akhirnya terjadi
dispnea dengan stridor inspiratoar. Keluhan yang ada ialah rasa berat di leher.
Sewaktu menelan trakea naik untuk menutup laring dan epiglotis sehingga terasa
berat karena terfiksasi pada trakea.4
3.7.5.1 Definisi
35
2. Karsinoma folikuler, karsinoma ini berasal dari sel-sel folikel dan
merupakan 20-25 % dari karsinoma tiroid. Karsinoma folikuler terutama
menyerang pada usia di atas 40 tahun.Karsinoma folikuler juga
menyerang wanita 2 sampai 3 kali lebih sering daripada pria. Pemaparan
terhadap sinar X semasa kanak-kanak meningkatkan resiko jenis
keganasan ini. Jenis ini lebih infasif daripada jenis papiler.
3. Karsinoma anaplastik, karsinoma ini sangat ganas dan merupakan 10%
dari kanker tiroid. Sedikit lebih sering pada wanita daripada pria.
Metastasis terjadi secara cepat, mula-mula disekitarnya dan kemudian
keseluruh bagian tubuh. Pada mulanya orang yang hanya mengeluh
tentang adanya tumor didaerah tiroid. Dengan menyusupnya kanker
ini disekitar, timbul suara serak, stridor, dan sukar menelan. Harapan
hidup setelah ditegakkan diagnosis, biasanya hanya beberapa bulan.
4. Karsinoma parafolikular, karsinoma parafolikular atau meduller adalah
unik diantara kanker tiroid. Karsinoma ini umumnya lebih banyak pada
wanita daripada pria dan paling sering di atas 50 tahun. Karsinoma ini
dengan cepat bermetastasis, sering ketempat jauh seperti paru, tulang, dan
hati. Ciri khasnya adalah kemampuannya mensekresi kalsitonin karena
asalnya. Karsinoma ini sering dikatakan herediter.
36
3.7.5.3 Perbedaan Nodul Tiroid Jinak dan Ganas
1. Konsistensi keras pada beberapa bagian atau menyeluruh pada nodul dan
sukar digerakkan, walaupun nodul ganas dapat mengalami degenerasi kistik
dan kemudian menjadi lunak.
2. Sebaliknya nodul dengan konsistensi lunak lebih sering jinak, walaupun nodul
yang mengalami kalsifikasi dapat ditemukan pada hiperplasia adenomatosa
yang sudah berlangsung lama.
4. 20% nodul soliter bersifat ganas sedangkan nodul multipel jarang yang ganas.
5. Nodul yang muncul tiba-tiba atau cepat membesar perlu dicurigai ganas
terutama yang tidak disertai nyeri. Atau nodul lama yang tiba-tiba membesar
progresif
6. Nodul dicurigai ganas bila disertai dengan pembesaran kelenjar getah bening
regional atau perubahan suara menjadi serak.
37
3.8 DIAGNOSIS
3.8.1 Anamnesis
Pada anamnesis, keluhan utama yang diutarakan oleh pasien bisa berupa
benjolan di leher yang sudah berlangsung lama, maupun gejala-gejala hipertiroid atau
hipotiroidnya. Jika pasien mengeluhkan adanya benjolan di leher, maka harus digali
lebih jauh apakah pembesaran terjadi sangat progresif atau lamban, disertai dengan
gangguan menelan, gangguan bernafas dan perubahan suara. Setelah itu baru
ditanyakan ada tidaknya gejala-gejala hiper dan hipofungsi dari kelenjer tiroid. Perlu
juga ditanyakan tempat tinggal pasien dan asupan garamnya untuk mengetahui
apakah ada kecendrungan ke arah struma endemik. Sebaliknya jika pasien datang
dengan keluhan ke arah gejala-gejala hiper maupun hipofungsi dari tiroid, harus
digali lebih jauh ke arah hiper atau hipo dan ada tidaknya benjolan di leher.4
Pada pemeriksaan fisik status lokalis pada regio coli anterior, yang paling
pertama dilakukan adalah inspeksi, dilihat apakah pembesaran simetris atau tidak,
timbul tanda-tanda gangguan pernapasan atau tidak, ikut bergerak saat menelan atau
tidak.4
Pada palpasi sangat penting untuk menentukan apakah bejolan tersebut benar
adalah kelenjar tiroid atau kelenjar getah bening. Perbedaannya terasa pada saat
pasien diminta untuk menelan. Jika benar pembesaran tiroid maka benjolan akan ikut
bergerak saat menelan, sementara jika tidak ikut bergerak maka harus dipikirkan
kemungkinan pembesaran kelenjar getah bening leher. Pembesaran yang teraba harus
dideskripsikan:4
38
- Konsistensinya: kistik, lunak, kenyal, keras
- Nyeri: ada nyeri atau tidak pada saat dilakukan palpasi
- Mobilitas: ada atau tidak perlekatan terhadap trakea, muskulus
sternokleidomastoidea
- Kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada pembesaran atau tidak
39
Scanning Tiroid dasarnya adalah presentasi uptake dari I 131 yang
didistribusikan tiroid. Dari uptake dapat ditentukan teraan ukuran,
bentuk lokasi dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid
(distribusi dalam kelenjar). Uptake normal 15-40% dalam 24 jam. Dari
hasil scanning tiroid dapat dibedakan 3 bentuk, yaitu cold nodule bila
uptake nihil atau kurang dari normal dibandingkan dengan daerah
disekitarnya, ini menunjukkan fungsi yang rendah dan sering terjadi
pada neoplasma. Bentuk yang kedua adalah warm nodule bila
uptakenya sama dengan sekitarnya, menunjukkan fungsi yang nodul
sama dengan bagian tiroid lain. Terakhir adalah hot nodule bila uptake
lebih dari normal, berarti aktifitasnya berlebih dan jarang pada
neoplasma.4
4) FNAB. Pemeriksaan histopatologis akurasinya 80%. Hal ini perlu diingat agar
jangan sampai menentukan terapi definitif hanya berdasarkan hasil FNAB
saja.4
5) Biopsi aspirasi jarum halus merupakan pemeriksaan penunjang dengan
pengambilan sampel yang mudah dan aman. Kesulitannya terletak pada
bagaimana memastikan lokasi yang tepat untuk pengambilan sampel sehingga
sebaiknya dipandu dengan USG dan dalam bentuk operasi. Interpretasi hasil
sebaiknya dilakukan oleh sitolog yang sudah berpengalaman.10
4. Kosmetik
40
Kontraindikasi pada operasi struma:3,6
Bila kasus yang dihadapi adalah inoperable maka dilakukan tidakan biopsi
insisi untuk keperluan pemeriksaan histopatologis. Dilanjutkan dengan tindakan
debulking dan radiasi eksterna atau kemoradioterapi. Bila nodul tiroid suspek
maligna yang operable atau suspek benigna dapat dilakukan tindakan
isthmolobektomi atau lobektomi. Jika setelah hasil PA membuktikan bahwa lesi
tersebut jinak maka operasi selesai, tetapi jika ganas maka harus ditentukan terlebih
dahulu jenis karsinoma yang terjadi.3,6
41
42
3.9 PENATALAKSANAAN
Terapi yang diberikan pada Plummer’s Disease juga sama dengan Grave’s
yaitu ditujukan pada pengendalian keadaan tirotoksisitas/ hipertiroid dengan
pemberian antitiroid, seperti propil-tiourasil (PTU) atau karbimazol. Terapi definitif
dapat dipilih antara pengobatan anti-tiroid jangka panjang, ablasio dengan yodium
radiokatif, atau tiroidektomi. Pembedahan terhadap tiroid dengan hipertiroid
dilakukan terutama jika pengobatan dengan medikamentosa gagal dengan kelenjar
tiroid besar. Pembedahan yang baik biasanya memberikan kesembuhan yang
permanen meskipun kadang dijumpai terjadinya hipotiroid dan komplikasi yang
minimal.4
43
tidak juga mengecil maka pengobatan medikamentosa tidak berhasil dan harus
dilakukan tindakan operatif.4
3.10 KOMPLIKASI
44
Komplikasi pembedahan tiroid :3, 11
a) Perdarahan dari A. Tiroidea superior (Jika menekan jalan udara, segera buka
jahitan untuk mengevakuasi bekuan)
b) Krisis tiroid (gejala hipertiroidisme berat- obati dengan propanolol PO atau
IV, obat antitiroid dan ioudium)
c) Dispneu
d) Paralisis N. Rekurens Laryngeus. Akibatnya otot-oto laring terjadi kelemahan
e) Paralisis N. Laryngeus Superior. Akibatnya suara penderita menjadi lebih
lemah dan sukar mengontrol suara nada tinggi, karena terjadi pemendekan
pita suara oleh karena relaksasi M. Krikotiroid. Kemungkinan nervus terligasi
saat operasi
f) Hipoparatiroidisme (periksa Ca2+ plasma setiap hari; sering terjadi penurunan
sementara pada konsentrasi serum)
3.11 PROGNOSIS
Goiter jinak memiliki prognosis yang baik. Namun, semua gondok harus
dipantau dengan pemeriksaan dan biopsi untuk kemungkinan transformasi ganas,
yang mungkin ditandai oleh perubahan mendadak dalam ukuran, nyeri, atau
konsistensi. Untungnya, risikonya rendah. Pada pasien yang terpapar radiasi tingkat
rendah risikonya meningkat.Berdasarkan studi Wickham, beberapa gondok
meningkat dalam ukuran. Sebagian kecil gondok multinodular menyebabkan
hipertiroidisme. Pengawasan seumur hidup diperlukan.Pasien dengan tiroiditis
limfositik kronis umumnya memiliki kelenjar yang menjadi atrofik.8
Usia menjadi faktor prognosis yang penting, insidensi pada usia kurang dari
20 tahun atau lebih dari 45 tahun terkait dengan prognosis yang lebih buruk. Laki-laki
biasanya memiliki prognosis yang lebih buruk.10
45
3.12 PENCEGAHAN
a. Memberikan edukasi kepada masyarakat dalam hal merubah pola perilaku makan
dan memasyarakatkan pemakaian garam yodium.
b. Mengkonsumsi makanan yang merupakan sumber yodium seperti ikan laut
c. Mengkonsumsi yodium dengan cara memberikan garam beryodium setelah
dimasak, tidak dianjurkan memberikan garam sebelum memasak untuk menghindari
hilangnya yodium dari makanan
d. Iodisai air minum untuk wilayah tertentu dengan resiko tinggi. Cara ini
memberikan keuntungan yang lebih dibandingkan dengan garam karena dapat
terjangkau daerah luas dan terpencil. Iodisasi dilakukan dengan yodida diberikan
dalam saluran air dalam pipa, yodida yang diberikan dalam air yang mengalir, dan
penambahan yodida dalam sediaan air minum.
e. Memberikan kapsul minyak beryodium (lipiodol) pada penduduk di daerah
endemik berat dan endemik sedang. Sasaran pemberiannya adalah semua pria
berusia 0-20 tahun dan wanita 0-35 tahun, termasuk wanita hamil dan menyusui
yang tinggal di daerah endemis berat dan endemis sedang. Dosis pemberiannya
bervariasi sesuai umur dan kelamin.
f. Memberikan suntikan yodium dalam minyak (lipiodol 40%) diberikan 3 tahun
sekali dengan dosis untuk dewasa dan anak-anak di atas 6 tahun 1 cc dan untuk anak
kurang dari 6 tahun 0,2-0,8 cc.
46
BAB IV
KESIMPULAN
Struma adalah suatu penyakit yang sering kita jumpai sehari-hari. Sangat
penting untuk melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti dan cermat
untuk mengetahui ada tidaknya tanda-tanda toksisitas yang disebabkan oleh
perubahan kadar hormon tiroid dalam tubuh. Begitu juga dengan tanda-tanda
keganasan yang dapat diketahui secara dini.
47
DAFTAR PUSTAKA
1. Schteingert DE. Penyakit Kelenjar Tiroid. Patofisiologi. Jilid II. Edisi ke-4.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC. 2014.
2. Lee, Stephanie. Nontoxic goiter. USA: American College of Endocrinology,
American Thyroid Association, Endocrine Society. Updated: 12 December
2016. http://emedicine.medscape.com/article/120392-overview#showall
3. Widjosono, Garitno. Sistem Endokrin. Dalam: Sjamsuhidajat, de Jong,
penyunting. Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-3. Jakarta; Penerbit EGC; 2010.
4. Kariadi KS, Hartini S, Sumual A. Struma Nodosa Non Toksik &
Hipertiroidisme. Buku ajar ilmu penyakit dalam, Edisi ke-6. Jakarta: Interna
Publishing; 2014.
5. Batubara, Jose RL & dkk. Buku Ajar Endokrinologi Anak Edisi I. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI. 2010.
6. Liberty Kim H. Kelenjar Tiroid. Buku teks ilmu bedah. Jilid I. Jakarta:
Penerbit Binarupa Aksara; 1997.
7. Isselbacher & dkk. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Edisi 13.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC. 2013.
8. Mulinda, James R & dkk. Goiter. Department of Endocrinology,
Endocrinology Associates, Inc. American College of Physicians : USA.
Updated: 21 March 2017. http://emedicine.medscape.com/article/120034-
overview#a2)
9. Kumar, Vinay & dkk. Buku Ajar Patologi Robbins Edisi 7 Vol.2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2012.
10. Tanto, Chris & dkk. Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV Vol.1. Jakarta: Media
Aesculapius. 2016.
11. Logmore, Murray & dkk. Buku Saku Oxford Kedokteran Klinis Edisi 8.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC. 2014.
48