Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

Struma adalah pembesaran kelenjar tiroid yang disebabkan oleh penambahan


jaringan kelenjar tiroid itu sendiri. Pembesaran kelenjar tiroid ini ada yang
menyebabkan perubahan fungsi pada tubuh dan ada juga yang tidak mempengaruhi
fungsi. Struma merupakan suatu penyakit yang sering dijumpai sehari-hari, dengan
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti, struma dengan atau tanpa kelainan
fungsi metabolisme dapat didiagnosis secara tepat.1

Struma merupakan penyakit yang diakibatkan oleh kekurangan yodium


sebagai unsur utama dalam pembentukan hormon T3 dan T4 sehingga untuk
mengimbangi kekurangan tersebut, kelenjar tiroid bekerja lebih aktif dan
menimbulkan pembesaran yang mudah terlihat di kelenjar tiroid.1

Survei epidemiologi untuk struma endemik sering ditemukan di daerah


pegunungan seperti pegunungan Alpen, Himalaya, Bukit Barisan dan daerah
pegunungan lainnya. Untuk struma toksika prevalensinya 10 kali lebih sering pada
wanita dibanding pria. Pada wanita ditemukan 20-27 kasus dari 1.000 wanita,
sedangkan pria 1-5 dari 1.000 pria.1

Goiter nontoksik adalah pembesaran kelenjar tiroid yang difus atau nodular
yang tidak berawal dari proses inflamasi atau neoplastik dan tidak terkait dengan
fungsi tiroid yang abnormal. Gondok endemik didefinisikan sebagai pembesaran
tiroid yang terjadi pada lebih dari 10% populasi, dan gondok sporadis merupakan
hasil faktor lingkungan atau genetik yang tidak mempengaruhi populasi umum.2

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. D

Umur : 34 Tahun

Jenis kelamin : Wanita

Alamat : A. Abu Bakar, Kota Pare-pare

Pekerjaan : Wiraswasta

Status : Menikah

Tanggal MRS : 2 Januari 2018

No. MR : 06 42 96

Perawatan : Seruni 1

2.2 ANAMNESIS (AUTOANAMNESIS)

Keluhan utama : Benjolan di leher

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien masuk poli bedah Rumah Sakit Andi Makkasau dengan


keluhan benjolan pada leher yang dialami sejak ± 5 tahun yang lalu.
Awalnya berupa benjolan sekecil kelereng kemudian semakin lama makin
membesar hingga sebesar bola tenes. Benjolan tidak nyeri, tidak mengganggu
waktu bernafas ataupun menelan, namun benjolan dirasakan mengganjal.
Pasien tidak mengeluh adanya perubahan suara setelah terdapat benjolan

2
tersebut. Pasien juga menyangkal sering berkeringat banyak dan berdebar -
debar. Demam (-), sakit kepala (-), batuk (-), Sesak nafas (-), mual (-) muntah
(-) nyeri ulu hati (-), nyeri perut (-), nafsu makan baik. BAK lancar, BAB
biasa.
Riwayat Penyakit Dahulu : Hipertensi (-), DM (-), Asma (-), riwayat
radiasi (-)

Riwayat Penyakit keluarga : Riwayat benjolan di leher pada keluarga (-)

Riwayat Alergi Makanan : Tidak ada

Riwayat Alergi Obat : Tidak ada

2.3 PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Sakit sedang/gizi lebih/ composmentis (GCS E4M6V5)

Status gizi : BB = 55 kg

TB = 158 cm

𝐵𝐵 55
Status Gizi =𝑇𝐵2=1,58𝑥1,58 = 23,03 kg/m2=> Normal

Status Vitalis

Tekanan darah : 130/80 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Respirasi : 20 x/menit

Temperatur : 36,50 C

3
a. Kepala-Leher

- Konjungtiva : Anemis -/-

- Sclera : Ikterik -/-

- Mata : Pupil bulat, isokor, θ 2,5mm/2,5mm, RC +/+

- Telinga : Normotia, Sekret (-/-)

- Hidung : sekret (-/-), darah (-/-), deviasi septum(-)

- Faring : Hiperemis (-/-)

- Tonsil : T1-T1 Hiperemis (-/-)

- Bibir : tidak sianosis, stomatitis(-)

- Pembesaran KGB : Tidak ada

- Leher

Inspeksi : Tampak massa ukuran ± sebesar bola tenes, warna sama


dengan kulit sekitar, ikut bergerak saat menelan.

Palpasi : Teraba massa regio colli anterior permukaan rata, konsistensi


padat kenyal, mobile, nyeri tekan (-), massa tumor kanan
ukuran 6 cm x 5 cm x 4 cm, kiri ukuran 5 cm x 4 cm x 2 cm.

4
b. Thorax

Inspeksi : Bentuk dada normochest, Simetris kiri dan kanan, ikut gerak napas
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa tumor, vokal fremitus
kanan=kiri
Perkusi : BPH ICS VI dextra anterior, Sonor kanan=kiri
Auskultasi : Bunyi pernapasan : vesikuler kanan=kiri
Bunyi tambahan : ronkhi -/- Wheezing -/-

c. Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak


Palpasi : Ictus cordis teraba di Intercostal V midclavicularis Sinistra
Perkusi : Pekak, batas jantung kanan Intercostal 2 parasternalis kanan, batas
jantung kiri Intercostal VII 3 jari samping kiri linea midclavicularis
Auskultasi : S1/S2 reguler,tidak ada murmur

d. Abdomen

Inspeksi : Datar, ikut gerak nafas, ikterik (-), Distensi (-), Massa (-)
Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal
Palpasi : Nyeri tekan (-), Hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi : Timpani

e. Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan

f. Ekstremitas : Edema -/- deformitas -/- jejas -/-

5
2.4 Pemeriksaan penunjang :

Laboratorium :

- Darah lengkap (29 Desember 2017) :


Hasil Nilai rujukan
WBC 8,41 5,00-10,00 x 103/uL
Neutrofil 5,54 2,00-7,50 %
Limfosit 1,96 1,30-4,00 %
Monosit 0,37 0,15-0,70 %
Eosinofil 0,43 0,00-0,50
Basofil 0,11 0,00-0,15
RBC 4,28 4,00-5,50 x 106/uL
Hemoglobin 12,9 12,0-17,4
Hematokrit 37,7 36,0-52,0
MCV 88,0 76,0-96,0
MCH 30,1 27,0-32,0
MCHC 34,2 30,0-35,0
Platelet 320 150-400
SGOT 18 ≤31
SGPT 20 ≤31
Urea 11 10-50
Creatinine 0,6 0,5-0,9
Asam urat - 2,4-5,7
GDS 132 <140
CT 8’00’’ <15’00’’
BT 1’00’’ 1’00’’-3’00’’
FT4 1,51 0,82-1,51
TSHs 1,059 0,270-4,700

6
- USG Tiroid:
a) Thyroid dextra: membesar 8 cm x 3 cm x 2,8 cm ukuran, massa kistik
dengan bagian-bagian padat di dalamnya 2,6cm x 2,55cm x 3,36cm batas
tegas tepi rata. Massa kistik dengan bagian padat di dalamnya 1,1cm x 1,0
cm.
b) Thyroid sinistra: membesar 7,1 cm x 2,1 cm x 2,6cm, massa kistik dengan
bagian padat didalamnya ukuran 1,2cm x 1,3 cm dan massa padat 0,77 cm
x 0,95 cm batas tegas hipervascular. Massa kistik 0,5cm x 0,3 cm.

Kesan : Kista kompleks thyroid kanan dan kiri dan struma noduler kiri

2.5 RESUME

Pasien masuk poli bedah Rumah Sakit Andi Makkasau dengan


keluhan benjolan pada leher yang dialami sejak ± 5 tahun yang lalu.
Awalnya berupa benjolan sekecil kelereng kemudian semakin lama makin
membesar hingga sebesar bola tenes.
Dari hasil pemeriksaan fisis pasien datang dengan sakit sedang / gizi
cukup / composmentis. Status vitalis, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 88
x/menit, pernapasan 20 x/menit, dan suhu 36,50 C. Pada status lokalis inspeksi
tampak nodul di regio colli anterior ukuran ± sebesar bola tenes, warna sama
dengan kulit sekitar, ikut bergerak saat menelan. Pada palpasi teraba massa
regio colli anterior permukaan rata, konsistensi padat kenyal, mobile, nyeri
tekan (-), massa tumor kanan ukuran 6 cm x 5 cm x 4 cm, kiri ukuran 5 cm x
4 cm x 2 cm. Pada USG tiroid didpatkan kista kompleks thyroid kanan dan
kiri dan struma noduler kiri. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan
pemeriksaan penunjang dapat ditegakkan diagnosis Struma nodular non
toksik.

7
2.6 DIAGNOSIS

Struma Noduler Non Toksik

2.7 DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

- Limfoma

2.8 PENATALAKSANAAN

 Operatif : Total Thyroidectomy

8
9
Post Operasi :
 IVFD RL 28 tpm
 Diet makanan cair
 Injeksi Ceftriaxone 1gr/12j/iv
 Injeksi Ketorolac 30mg/8j/iv
 Injeksi Ranitidin 50mg/8j/iv
 Coctail drips/tgc

10
2.9 FOLLOW UP

Tanggal Perjalanan Penyakit Tindakan


04/01/2018 S: Nyeri pada daerah - IVFD RL 28 tetes/menit
bekas operasi - Ceftriaxone 1gr/12 jam/iv
O: KU : Sakit Sedang/ - Ketorolac 30 mg/8jam/iv
Composmentis - Ranitidin 50 mg/ 12jam/ iv
TD: 140/90 mmHg - Coctail drips/tgc
N : 88 x/i - Diet bubur
SO2 :98% - Takar drain/24 jam
S: 36,70 C
Kepala: Anemis -/- Ikt -/-
Thorax : Rh -/- wh-/-
Abdomen : Peristaltik (+)
kesan normal
Ekstremitas: Edema -/-
A: - Struma noduler non
toksik
- POH1 Total
Thyroidectomy
05/01/2018 S: Nyeri pada daerah - IVFD RL 28 tetes/menit
bekas operasi - Ceftriaxone 1gr/12 jam/iv
O: KU : Sakit Sedang/ - Ketorolac 30 mg/8jam/iv
Composmentis - Ranitidin 50 mg/ 12jam/ iv
TD: 130/80 mmHg - Coctail drips/tgc
N : 80 x/i - Diet bubur
P : 20 x/i - Takar drain/24 jam
S: 36,50 C
Kepala: Anemis -/- Ikt -/-

11
Thorax : Rh -/- wh-/-
Abdomen : Peristaltik (+)
kesan normal
Ekstremitas: Edema -/-
A: - Struma noduler non
toksik
- POH2 Total
Thyroidectomy
06/01/2018 S: Nyeri pada daerah - IVFD RL 28 tetes/menit
bekas operasi, Batuk - Ceftriaxone 1gr/12 jam/iv
Berlendir (+) - Ketorolac 30 mg/8jam/iv
O: KU : Sakit Sedang/ - Ranitidin 50 mg/ 12jam/ iv
Composmentis - Coctail drips/tgc
TD: 130/80 mmHg - Diet bubur
N : 76 x/i - Takar drain/24 jam
P : 20 x/i
S: 36,80 C
Kepala: Anemis -/- Ikt -/-
Thorax : Rh -/- wh-/-
Abdomen : Peristaltik (+)
kesan normal
Ekstremitas: Edema -/-
A: - Struma noduler non
toksik
- POH3 Total
Thyroidectomy
07/01/2018 S: Nyeri pada daerah - IVFD RL 28 tetes/menit
bekas operasi berkurang - Ceftriaxone 1gr/12 jam/iv

12
O: KU : Sakit Sedang/ - Ketorolac 30 mg/8jam/iv
Composmentis - Ranitidin 50 mg/ 12jam/ iv
TD: 130/70 mmHg - Coctail drips/tgc
N : 78 x/i - Takar drain/24 jam
P : 22 x/i
S: 36,50 C
Kepala: Anemis -/- Ikt -/-
Thorax : Rh -/- wh-/-
Abdomen : Peristaltik (+)
kesan normal
Ekstremitas: Edema -/-
A: - Struma noduler non
toksik
- POH3 Total
Thyroidectomy

13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI KELENJAR TIROID


Untuk mengetahui penyakit dan kelainan tiroid, perlu diingat kembali tentang
anatomi tiroid. Anatomi dan fisiologis normal harus diketahui dan diingat kembali
sebelum terjadi perubahan anatomi dan fisiologi yang dapat berlanjut menjadi suatu
penyakit atau kelainan.1

3.1.1 Anatomi Tiroid


Kelenjar tiroid terdiri dari tiga lobus, yaitu lobus dextra, lobus sinistra dan
isthmus yang terletak di bagian tengah. Kadang- kadang dapat ditemukan bagian
keempat yaitu lobus piramidalis yang letaknya di atas isthmus agak ke kiri dari garis
tengah. Lobus ini merupakan sisa jaringan embrional tiroid yang masih tertinggal.1
Kelenjar tiroid mempunyai berat sekitar 25 – 30 gram dan terletak antara
tiroidea dan cincin trakea keenam. Seluruh jaringan tiroid dibungkus oleh suatu
lapisan yang disebut true capsule.1

14
Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari:1

1) A. Tiroidea superior yang merupakan cabang dari A. Carotis Externa

2) A. Tiroidea Inferior yang merupakan cabang dari A. Subclavia

3) A. Tiroidea Ima yang merupakan cabang dari Arcus Aorta

15
Saraf yang melewati tiroid adalah Nervus Rekurens. Saraf ini terletak di dorsal tiroid
sebelum masuk ke laring.1

3.1.3 Fisiologi Tiroid


Sel - sel sekretorik utama tersusun dari gelembung berongga yang membentuk
unit fungsional yang disebut sel folikel. Bagian dalam sel ini berisi koloid, yaitu
suatu bahan yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan hormon - hormon tiroid.
Konstituen utama koloid adalah molekul besar dari kompleks yang dikenal
sebagai tiroglobulin yang berisi hormon - hormon tiroid dalam berbagai tahapan
pembentukannya. Sel-sel folikel menghasilkan dua hormon yang mengandung
iodium, yang berasal dari asam amino tirosin : tetraiodotironin (T4 atau tiroksin)
dan triiodotironin (T3), kedua hormon tersebut adalah hormon tiroid.
Bahan dasar untuk hormon tiroid adalah tirosin dan iodium, yang keduanya
harus diserap oleh sel — sel folikel. Tirosin disintesis dalam jumlah cukup oleh
tubuh, tetapi iodium yang berguna untuk sintesis hormon harus diperoleh dari
makanan. Di dalam koloid, iodium dengan cepat melekat pada tirosin
menghasilkan monoiodotirosin (MIT) yaitu sebuah iodium yang melekat pada
sebuah tirosin dan diiodotirosin (DIT) yaitu dua buah iodium yang melekat pada

16
tirosin. Gabungan dua DIT menghasilkan T4, sedangkan gabungan DIT dengan
MIT menghasilkan T3. Dengan rangsangan yang sesuai hormon -hormon tersebut
akan disekresikan, tetapi MIT dan DIT yang belum melekat tidak memiliki nilai
endokrin sehingga sel-sel folikel memiliki enzim yang dapat mengeluarkan
iodium dan MIT dan DIT, sehingga iodium yang dibebaskan dapat didaur ulang
lagi.
Sekitar 90 % produk sekretorik adalah dalam bentuk T4, walaupun T3
memiliki aktivitas biologis empat kali lebih poten danipada T4. Namun sebagian
besar T4 diubah menjadi T3, melalui proses pengeluaran satu iodium dari hati dan
ginjal. Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh suatu hormon stimulator tiroid
(thyroid stimulating hormone, TSH) yang dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar
hipofisis. Kelenjar hipofisis secara langsung dipengaruhi dan diatur aktivitasnya
oleh kadar hormon tiroid dalam sirkulasi yang bertindak sebagai negative
feedback terhadap lobus anterior hipofisis, dan terhadap sekresi thyrothropine
releasing hormone (TRH) dari hipotalamus. Hormon tiroid mempunyai pengaruh
yang sangat bervariasi terhadap jaringan atau organ tubuh yang pada umumya
berhubungan dengan metabolisme sel.
Pada kelenjar tiroid juga didapatkan sel parafolikuler, yang menghasilkan
kalsitonin. Kalsitonin adalah suatu polipeptida yang turut mengatur metabolisme
kalsium, yaitu menurunkan kadar kalsium serum, melalui pengaruhnya terhadap
tulang.1,3

17
Fungsi Hormon - Hormon Tiroid :
1. Efek pada laju metabolisme
Hormon tiroid meningkatkan laju metabolisme basal tubuh, sebagai
regulator terpenting bagi tingkat konsumsi 02 dan pengeluaran energi tubuh
pada waktu istirahat.
2. Efek kalorigenik
Sebagai penghasil panas, peningkatan laju metabolisme menyebabkan
peningkatan produksi panas.
3. Efek pada metabolisme perantara
Sebagai metabolisme bahan bakar, yaitu mempengaruhi sintesis dan
penguraian karbohidrat,lemak dan protein. Hipersekresi tiroid akan lebih
menimbulkan efek peningkatan konsumsi bahan bakar dibandingkan
dengan efek penyimpanan bahan bakar.
4. Efek simpatomimetik
Yaitu memiliki efek serupa dengan sistem saraf simpatis. Hormon
tiroid meningkatkan ketanggapan sel sasaran terhadap katekolamin
(epinefrin dan norepinefrin), zat perantara kimiawi yang digunakan oleh
sistern saraf simpatis. Hormon tiroid diperkirakan memiliki efek permisif
dengan menyebabkan proliferasi reseptor spesifik katekolamin di sel
sasaran, sehingga menimbulkan efek yang menyertai peningkatan aktivitas
saraf simpatis.
5. Efek pada sistem kardiovaskuler
Melalui efeknya terhadap katekolamin, hormon tiroid meningkatkan
kecepatan denyut dan kekuatan kontraksi jantung, sehingga curah jantung
meningkat. Selain itu respon terhadap beban panas terjadi vasodilatasi
perifer untuk menyalurkan kelebihan panas tersebut ke permukaan tubuh
untuk dieliminasi lingkungan.

18
6. Efek pada pertumbuhan dan sistem saraf
Hormon tiroid merangsang sekresi hormon pertumbuhan dan juga
mendorong efek hormon pertumbuhan pada sintesis protein struktural baru
dan pada pertumbuhan rangka. Hormon tiroid berperan penting dalam
perkembangan normal sistem saraf, terutama SSP, yang bila mengalami
defisiensi sejak lahir menyebabkan gannguan pada anak. Selain itu kecepata
saraf perifer dalam menghantarkan impuls berkaitan secara langsung
dengan ketersediaan hormon tiroid.

19
3.2 DEFINISI

Struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran


kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau
perubahan susunan kelenjar dan morfologinya. Struma adalah reaksi adaptasi
terhadap kekurangan yodium yang ditandai dengan pembesaran kelenjar tyroid.4

Struma (goiter,gondok) merupakan pembesaran kelenjar tiroid. Anak dengan


kelenjar tiroid yang membesar bisa memperlihatkan fungsi tiroid yang normal
(eutiroid), fungsi tiroid yang kurang (hipotiroid) atau produksi hormon tiroid yang
berlebih (hipertiroid).5

3.3 EPIDEMIOLOGI

Survei epidemiologi untuk gondok endemik sering ditemukan di daerah


pegunungan seperti pengunungan Alpen, Himalaya, Bukit Barisan, dan sebagainya
dan juga terlihat di dataran rendah seperti Finlandia, Belanda, dan sebagainya.4

Untuk struma toksika prevalensinya 10 kali lebih sering pada wanita


dibanding pria. Di Inggris, prevalensi Hypertiroidisme pada praktek umum adalah 25
– 35 kasus dalam 10.000 wanita, sedang di rumah sakit didapatkan 3 kasus dalam
10.000 pasien. 2 Pada wanita ditemukan 20 – 27 kasus dalam 1.000 wanita,
sedangkan pria 1 – 5 per 1.000 pria. Data dari Whickham Survey pada pemeriksaan
penyaring kesehatan dengan menggunakan Free Thyroxine Index (FT4) menunjukkan
prevalensi Hipertiroidisme pada masyarakat sebanyak 2%.4

Struma endemik sering terdapat di daerah-daerah yang air minumnya kurang


sekali mengandung yodium. Daerah-daerah dimana banyak terdapat struma endemik
adalah di Eropa, pegunungan Alpen, pegunungan Andes, Himalaya di mana iodinasi
profilaksis tidak menjangkau masyarakat. Di Indonesia banyak terdapat di daerah
Minangkabau, Dairi, Jawa, Bali dan Sulawesi.6

20
Kelompok usia terbanyak pada usia 36-45 tahun (33,9 %) , 35,9 % di wilayah
pedalaman pada usia 15-25 tahun (39,6 %) dan 44,9 % diantara pedalaman dan
pesisir pantai pada usia 26-35 tahun (54,3 %). Berdasarakan penelitian Juan di
Spanyol pada tahun 2004 terhadap 634 orang yang berusia 55-91 tahun diperiksa
ditemukan 325 orang (51,3 %) mengalami goiter multinodular non toxic, 151 orang
(23,8 %) goiter multinodular toxic, 27 orang (4,3%) Graves disease, dan 8 orang (1,3
%) simple goiter.6

3.4 ETIOLOGI

Struma simpleks kadang-kadang disebabkan oleh penyebab yang dapat


didefinisikan dari sintesis hormon yang teganggu, misalnya defisiensi yodium,
masukan goitrogen dari makanan, atau defek pada jalur biosintetik hormon, tetapi
pada banyak kasus penyebabnya tidak diketahui. Struma simpleks terjadi jika satu
atau lebih faktor yang menganggu kapasitas tiroid untuk mensekresikan hormon yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan perifer.7

Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh:4

1) Hiperplasia dan Hipertrofi


Setiap organ apabila dipicu untuk bekerja akan mengalami kompensasi dengan
cara memperbesar dan memperbanyak jumlah selnya. Demikian juga dengan
kelenjar tiroid pada saat pertumbuhan akan dipacu untuk bekerja memproduksi
hormon tiroksin sehingga lama kelamaan akan membesar, misalnya saat pubertas
dan kehamilan.4
2) Inflamasi atau Infeksi
Proses peradangan pada kelenjar tiroid seperti pada tiroiditis akut, tiroiditis
subakut (de Quervain) dan tiroiditis kronis (Hashimoto).4
3) Neoplasma
Jinak dan ganas

21
Mekanisme etiologi yang berbeda yang dapat menyebabkan struma meliputi:2,8

a) Kekurangan yodium
Goiter terjadi dengan asupan yodium kurang dari kurang dari 50 mcg / hari.
Defisiensi yodium berat yang terkait dengan asupan kurang dari 25 mcg / d
dikaitkan dengan hipotiroidisme dan kretinisme.2
b) Tiroiditis autoimun - tiroiditis Hashimoto atau postpartum
c) Kelebihan yodium (efek Wolff-Chaikoff) atau konsumsi lithium, yang
menurunkan pelepasan hormon tiroid
d) Goitrogen2
- Obat : Propiltiourasil, litium, fenilbutazon, aminoglutetimida,
ekspektoran mengandung yodium
- Agen lingkungan: Turunan ester dan fenolik dan resorkinol ditemukan
di hilir tambang batubara dan serpih
- Makanan: Sayuran dari genus Brassica (misalnya kubis, lobak,
brussels sprout, rutabagas), rumput laut, millet, singkong, dan goitrin
di rumput dan gulma.
e) Stimulasi reseptor TSH oleh TSH dari tumor hipofisis, resistensi hormon
tiroid pituitary, gonadotropin, dan / atau imunoglobulin tiroid
f) Kesalahan metabolisme bawaan menyebabkan kerusakan pada biosintesis
hormon tiroid
g) Paparan radiasi
h) Penyakit deposisi / penyakit infiltratif
i) Resistansi hormon tiroid (resistensi hormon tiroid pituitary dengan TSH yang
ditinggikan)
j) Tiroiditis subakut (de Quervain thyroiditis)
k) Silent tiroiditis
l) Tiroiditis riedel

22
m) Agen infeksi : Supuratif akut oleh bakteri, Kronis oleh Mycobacteria, jamur,
atau parasit
n) Penyakit Granulomatous
o) Keganasan tiroid
p) Tingkat selenium rendah: Hal ini mungkin terkait dengan prevalensi gondok.

3.5 PATOFISIOLOGI

Aktifitas utama kelenjar tiroid adalah untuk berkonsentrasi yodium dan darah
untuk membuat hormon tiroid. Kelenjar tersebut tidak dapat membuat hormon tiroid
cukup jika tidak memiliki cukup yodium. Oleh karena itu, dengan defisiensi yodium
individu akan menjadi hipotiroid. Akibatnya, tingkat hormon tiroid terlalu rendah dari
mengirim sinyal ke tiroid. Sinyal ini disebut thyroid stimulating hormone (TSH).
Seperti namanya, hormon ini merangsang tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid
dan tumbuh dalam ukuran yang besar. Pertumbuhan abnormal dalam ukuran
menghasilkan apa yang disebut sebuah struma.

Gangguan pada jalur TRH-TSH hormon tiroid ini menyebabkan perubahan


dalam struktur dan fungsi kelenjar tiroid gondok. Rangsangan TSH reseptor tiroid
oleh TSH, TSH-Resepor Antibodi atau TSH reseptor agonis, seperti chorionic
gonadotropin, akan menyebabkan struma difusa. Jika suatu kelompok kecil sel tiroid,
sel inflamasi, atau sel maligna metastase ke kelenjar tiroid, akan menyebabkan struma
nodusa. Defesiensi dalam sintesis atau uptake hormon tiroid akan menyebabkan
peningkatan produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan jumlah dan
hiperplasi sel kelenjar tyroid untuk menormalisir level hormon tiroid. Jika proses ini
terus menerus, akan terbentuk struma. Penyebab defisiensi hormon tiroid termasuk
inborn error sintesis hormon tiroid, defisiensi iodida dan goitrogen.6

23
Kekurangan dalam sintesis hormon tiroid atau asupan menyebabkan produksi
TSH meningkat. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan cellularity dari
hiperplasia kelenjar tiroid dalam upaya untuk menormalkan kadar hormon tiroid. Jika
proses ini berkelanjutan, maka akan mengakibatkan struma. Penyebab kekurangan
hormon tiroid termasuk kesalahan bawaan sintesis hormon tiroid, defisiensi yodium,
dan goitrogens.

Struma mungkin bisa diakibatkan oleh sejumlah reseptor agonis TSH. Yang
termasuk stimulator reseptor TSH adalah reseptor antibodi TSH, kelenjar hipofise
yang resisten terhadap hormon tiroid, adenoma di hipotalamus atau di kelenjar
hipofise, dan tumor yang memproduksi human chorionic gonadotropin.6

Homeostasis pertumbuhan dalam diferensiasi sel epitel mencerminkan suatu


keseimbangan antara peningkatan dan penekanan pembelahan sel. Sesuai dengan
model ini, epitel folikel kelenjar tiroid orang dewasa berada dalam keadaan diam dan
proses apoptosis sel folikel tiroid berada dalam keseimbangan dengan neogenesis
folikel kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid merupakan salah satu organ yang paling sering
mengalami hiperplasia sel. Saat ini terbukti adanya keterlibatan sejumlah stimulator
pertumbuhan autokrin dan reseptor dalam pertumbuhan struma, yaitu; insulin-like
growth factors, fibroblast growth factors, TGFβ1, HGF, VGEF.5

Patogenesis gondok adalah hipertrofi dan hiperplasia sel folikel tiroid akibat
meningkatnya kadar TSH. Pada sebagian besar kasus, perubahan tersebut pada
awalnya menyebabkan pembesaran difus simetrik kelenjar (gondok nontoksik difus).
Folikel dilapisi oleh sel kolumnar yang berdesakan yang mungkin bertumpuk-tumpuk
dan membentuk tonjolan serupa dengan yang ditemukan dengan penyakit graves. Jika
kemudian yodium dalam makanan ditingkatkan, atau jika kebutuhan hormon tiroid
berkurang, epitel folikel yang terstimulasi tersebut akan mengalami involusi
membentuk kelenjar besar yang kaya koloid (gondok koloid). Seiring dengan waktu,
episode stimulasi dan involusi yang berulang menyebabkan pembesaran tiroid yang

24
irreguler dan disebut gondok nodular atau multinodular. Dasar pembentukan nodul
ini masih belum jelas. Hal ini mungkin berkaitan dengan kemampuan diferensiasi sel
epitel tiroid normal untuk membelah diri sebagai respons terhadap TSH. Mungkin
variasi potensi pertumbuhan sel ini dapat menyebabkan terbentuknya nodul jika
terjadi pajanan TSH kadar tinggi yang siklis dan berkepanjangan.9

3.6 GEJALA KLINIS

Struma menimbulkan gejala klinis dikarenakan oleh perubahan kadar hormon


tiroid di dalam darah. Kelenjar tiroid dapat menghasilkan hormon tiroid dalam kadar
berlebih atau biasa disebut hipertiroid maupun dalam kadar kurang dari normal atau
biasa disebut hipotiroid. Gejala yang timbul pada hipertiroid adalah:4

 Peningkatan nafsu makan dan penurunan berat badan


 Tidak tahan panas dan hiperhidrosis
 Palpitasi, sistolik yang tinggi dan diastolik yang rendah sehingga
menghasilkan tekanan nadi yang tinggi (pulsus celler) dan dalam jangka
panjang dapat menjadi fibrilasi atrium

25
 Tremor
 Diare
 Infertilitas, amenorrhae pada wanita dan atrofi testis pada pria
 Exophtalmus
Keadaan hipermetabolik akibat kelebihan hormon tiroid maupun perubahan yang
berkaitan dengan aktivitas berlebihan sistem saraf simpatis:9

 Gejala konstitusi: kulit pasien tirotoksik cenderung lunak, hangat, dan


kemerahan; pasien sering tidak tahan panas dan banyak berkeringat.
Peningkatan aktivitas simpatis dan hipermetabolisme menyebabkan
penurunan berat walaupun nafsu makan meningkat.
 Saluran cerna: stimulasi usus menyebabkan hipermotilitas malabsorpsi dan
diare.
 Jantung: palpitasi dan takikardi sering terjadi; pasien lanjut usia dapat
mengalami gagal jantung kongestif akibat bertambahnya parahnya penyakit
jantung yang sudah ada.
 Neuromuskulus: pasien sering mengalami kecemasan, tremor, dan iritabilitas.
 Manifestasi mata: tatapan yang lebar dan melotot serta kelopak mata
membuka akibat stimulasi berlebihan saraf simpatis terhadap otot levator
palpebra superior.

Gejala yang timbul pada hipotiroid adalah kebalikan dari hipertiroid:4

 Nafsu makan menurun dan berat badan bertambah

 Tidak tahan dingin dan kulit kering bersisik

 Bradikardi, tekanan sistolik yang rendah dan tekanan nadi yang lemah

 Gerak tubuh menjadi lamban dan edema pada wajah, kelopak mata dan
tungkai

26
Gambaran klinis hipotiroidisme adalah kretinisme dan miksedema.
Kretinisme adalah hipotiroidisme yang terjadi pada masa bayi atau masa anak awal.
Gambaran klinis kretinisme adalah gangguan perkembangan sistem tulang dan
susunan saraf pusat, disertai retardasi mental berat, tubuh pendek, wajah kasar, lidah
menonjol, dan hernia umbilikalis. Sedangkan pasien dengan miksedema tampak lesu,
tidak tahan dingin dan sering kegemukan.9

3.7 KLASIFIKASI

Pembesaran kelenjar tiroid atau struma diklasifikasikan berdasarkan efek


fisiologisnya, klinis, dan perubahan bentuk yang terjadi. Struma dapat dibagi
menjadi:1,3,4

1) Struma Toksik, yaitu struma yang menimbulkan gejala klinis pada tubuh,
berdasarkan perubahan bentuknya dapat dibagi lagi menjadi

a. Diffusa, yaitu jika pembesaran kelenjar tiroid meliputi seluruh lobus,


seperti yang ditemukan pada Grave’s disease.

b. Nodosa, yaitu jika pembesaran kelenjar tiroid hanya mengenai salah satu
lobus, seperti yang ditemukan pada Plummer’s disease.

2) Struma Nontoksik, yaitu struma yang tidak menimbulkan gejala klinis pada
tubuh, berdasarkan perubahan bentuknya dapat dibagi lagi menjadi

a. Diffusa, seperti yang ditemukan pada endemik goiter

b. Nodosa, seperti yang ditemukan pada keganasan tiroid

27
3.7.1 Struma Difusa Toksik

3.7.1.1 Definisi

Struma difusa toksik dapat kita temukan pada Grave’s Disease. Penyakit ini
juga biasa disebut Basedow. Trias Basedow meliputi pembesaran kelenjar tiroid
difus, hipertiroidi dan eksoftalmus. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada orang
muda dengan gejala seperti berkeringat berlebihan, tremor tangan, menurunnya
toleransi terhafap panas, penurunan berat badan, ketidakstabilan emosi, gangguan
menstruasi berupa amenorrhea, dan polidefekasi ( sering buang air besar ). Klinis
sering ditemukan adanya pembesaran kelenjar tiroid, kadang terdapat juga
manifestasi pada mata berupa exophthalmus dan miopatia ekstrabulbi. Walaupun
etiologi penyakit Graves tidak diketahui pasti, tampaknya terdapat peran dari suatu
antibodi yang dapat ditangkap reseptor TSH, yang menimbulkan stimulus terhadap
peningkatan hormon tiroid. Penyakit ini juga ditandai dengan peningkatan absorbsi
yodium radiokatif oleh kelenjar tiroid.4

Gambar : penderita penyakit Graves

28
3.7.1.2 Patofisiologi

Grave’s Disease merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh kelainan


system imun dalam tubuh, di mana terdapat suatu zat yang disebut sebagai Thyroid
Receptor Antibodies. Zat ini menempati reseptor TSH di sel-sel tiroid dan
menstimulasinya secara berlebiham, sehingga TSH tidak dapat menempati
reseptornya dan kadar hormone tiroid dalam tubuh menjadi meningkat.4

3.7.1.3 Gejala Klinis

Gejala dan tanda yang timbul merupakan manifestasi dari peningkatan


metabolisme di semua sistem tubuh dan organ yang mungkin secara klinis terlihat
jelas. Peningkatan metabolisme menyebabkan peningkatan kebutuhan kalori, dan
seringkali asupan (intake) kalori tidak mencukupi kebutuhan sehingga terjadi
penurunan berat badan secara drastis.4

Peningkatan metabolisme pada sistem kardiovaskuler terlihat dalam bentuk


peningkatan sirkulasi darah, antara lain dengan peningkatan curah jantung/ cardiac
output sampai dua-tiga kali normal, dan juga dalam keadaan istirahat. Irama nadi
meningkat dan tekanan denyut bertambah sehingga menjadi pulsus celer; penderita
akan mengalami takikardia dan palpitasi. Beban pada miokard, dan rangsangan saraf
autonom dapat mengakibatkan kekacauan irama jantung berupa ektrasistol, fibrilasi
atrium, dan fibrilasi ventrikel.4

Pada saluran cerna sekresi maupun peristaltik meningkat sehingga sering


timbul polidefekasi dan diare.4

Hipermetabolisme susunan saraf biasanya menyebabkan tremor, penderita


sulit tidur, sering terbangun di waktu malam. Penderita mengalami ketidakstabilan
emosi, kegelisahan, kekacauan pikiran, dan ketakutan yang tidak beralasan yang
sangat menggangu.4

29
Pada saluran napas, hipermetabolisme menimbulkan dispnea dan takipnea
yang tidak terlalu mengganggu. Kelemahan otot terutama otot-otot bagian proksimal,
biasanya cukup mengganggu dan sering muncul secara tiba-tiba. Hal ini disebabkan
oleh gangguan elektrolit yang dipicu oleh adanya hipertiroidi tersebut.4

Gangguan menstruasi dapat berupa amenorea sekunder atau metrorhagia.


Kelainan mata disebabkan oleh reaksi autoimun berupa ikatan antibodi terhadap
reseptor pada jaringan ikat dan otot ekstrabulbi dalam rongga mata. Jaringan ikat dan
jaringan lemaknya menjadi hiperplastik sehingga bola mata terdorong ke luar dan otot
mata terjepit. Akibatnya terjadi eksoftalmus yang dapat menyebabkan kerusakan bola
mata akibat keratitis. Gangguan gerak otot akan menyebabkan strabismus.4

Gambar : Skema patogenesis penyakit Graves

30
3.7.2 Struma Nodosa Toksik

3.7.2.1 Definisi

Struma nodosa toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada salah satu lobus
yang disertai dengan tanda-tanda hipertiroid. Pembesaran noduler terjadi pada usia
dewasa muda sebagai suatu struma yang nontoksik. Bila tidak diobati, dalam 15-20
tahun dapat menjadi toksik. Pertama kali dibedakan dari penyakit Grave’s oleh
Plummer, maka disebut juga Plummer’s disease.4

3.7.2.2 Patofisiologi

Penyakit ini diawali dengan timbulnya pembesaran noduler pada kelenjar


tiroid yang tidak menimbulkan gejala-gejala toksisitas, namun jika tidak segera
diobati, dalam 15-20 tahun dapat menimbulkan hipertiroid. Faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan dari nontoksik menjadi toksik antara lain adalah nodul
tersebut berubah menjadi otonom sendiri (berhubungan dengan penyakit autoimun),
pemberian hormon tiroid dari luar, pemberian yodium radioaktif sebagai pengobatan.

3.7.2.3 Gejala Klinis

Saat anamnesis, sulit untuk membedakan antara Grave’s disease dengan


Plummer’s disease karena sama-sama menunjukan gejala-gejala hipertiroid. Yang
membedakan adalah saat pemeriksaan fisik di mana pada saat palpasi kita dapat
merasakan pembesaran yang hanya terjadi pada salah satu lobus.4

31
3.7.3 Struma Difusa Nontoksik

3.7.3.1 Definisi

Struma endemik adalah penyakit yang ditandai dengan pembesaran kelenjar


tiroid yang terjadi pada suatu populasi, dan diperkirakan berhubungan dengan
defisiensi diet dalam harian. Epidemologi Endemik goiter diperkirakan terdapat
kurang lebih 5% pada populasi anak sekolah dasar/preadolescent (6-12 tahun), seperti
terbukti dari beberapa penelitian. Goiter endemik terjadi karena defisiensi yodium
dalam diet. Kejadian goiter endemik sering terjadi di derah pegnungan, seperti di
himalaya, alpens, daerah dengan ketersediaan yodium alam dan cakupan pemberian
yodium tambahan belum terlaksana dengan baik.4

3.7.3.2 Patofisiologi

Umumnya, mekanisme terjadinya goiter disebabkan oleh adanya


defisiensi intake iodin oleh tubuh. Selain itu, goiter juga dapat disebabkan oleh
kelainan sintesis hormon tiroid kongenital ataupun goitrogen (agen penyebab goiter
seperti intake kalsium berlebihan maupun sayuran familiBrassica). Kurangnya iodin
menyebabkan kurangnya hormon tiroid yang dapat disintesis. Hal ini akan memicu
peningkatan pelepasan TSH (thyroid-stimulating hormone) ke dalam darah sebagai
efek kompensatoriknya. Efek tersebut menyebabkan terjadinya hipertrofi dan
hiperplasi dari sel folikuler tiroid, sehingga terjadi pembesaran tiroid secara
makroskopik. Pembesaran ini dapat menormalkan kerja tubuh, oleh karena pada efek
kompensatorik tersebut kebutuhan hormon tiroid terpenuhi. Akan tetapi, pada
beberapa kasus, seperti defisiensi iodin endemik, pembesaran ini tidak akan dapat
mengompensasi penyakit yang ada. Kondisi itulah yang dikenal dengan goiter
hipotiroid. Derajat pembesaran tiroid mengikuti level dan durasi defisiensi hormon
tiroid yang terjadi pada seseorang.4
Goiter difus adalah bentuk goiter yang membentuk satu buah pembesaran
yang tampak tanpa membentuk nodul. Benttuk ini biasa ditemukan dengan sifat non-

32
toksik (fungsi tiroid normal), oleh karena itu bentuk ini disebut juga goiter simpel.
Dapat juga disebut sebagai goiter koloid karena sel folikel yang membesar tesebut
umumnya dipenuhi oleh koloid. Kelainan ini muncul pada goiter endemik dan
sporadik.4
Goiter endemik muncul di tempat yang tanah, air, maupun suplai makanannya
mengandung sedikit iodin, sehingga terjadi defisiensi iodin secara meluas di daerah
teresebut. Contoh daerahnya adalah daerah pegunungan Alps, Andes atau Himalaya.4
Sementara itu, goiter sporadik muncul lebih jarang dan dapat disebabkan oleh
berbagai hal, yaitu konsumsi bahan yang menghambat sintesis hormon tiroid atau
gangguan enzim untuk sintesis hormon tiroid yang turun secara herediter.4
Pada goiter simpel, terdapat dua fase evolusinya, yaitu hiperplastik dan
involusi koloid. Pada fase hiperplastik, kelenjar tiroid membesar secara difus dan
simetris, walaupun pembesarannya tidak terlalu besar (hingga 100-150 gram).
Folikel-folikelnya dilapisi oleh sel kolumner yang banyak dan berdesakan.
Akumulasi sel ini tidak sama di keseluruhan kelenjar. Apabila setelah itu konsumsi
iodin ditingkatkan atau kebutuhan tubuh akan hormon tiroid menurun, terjadi involusi
sel epitel folikel sehingga terbentuk folikel yang besar dan dipenuhi oleh koloid.
Biasanya secara makroskopik tiroid akan terlihat coklat dan translusen, sementara
secara histologis akan terlihat bahwa folikel dipenuhi oleh koloid serta sel epitelnya
gepeng dan kuboid.4
3.7.3.3 Gejala Klinis

Sebagian besar manifestasi klinik berhubungan dengan pembesaran kelenjar


tiroid. Sebagian besar pasien tetap menunjukkan keadaan eutiroid, namun sebagian
lagi mengalami keadaaan hipotiroid. Hipotiroidisme lebih sering terjadi pada anak-
anak dengan defek biosintetik sebagai penyebabnya, termasuk defek pada transfer
yodium.4

33
3.7.4 Struma Nodosa Nontoksik

3.7.4.1 Definisi

Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid yang secara
klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme. Istilah
struma nodosa menunjukkan adanya suatu proses, baik fisiologis maupun patologis
yang menyebabkan pembesaran asimetris dari kelenjar tiroid. Karena tidak disertai
tanda-tanda toksisitas pada tubuh, maka pembesaran asimetris ini disebut sebagai
struma nodosa nontoksik. Kelainan ini sangat sering dijumpai sehari-hari, dan harus
diwaspadai tanda-tanda keganasan yang mungkin ada.4
3.7.4.2 Patofisiologi
SNNT dapat juga disebut sebagai goiter sporadis. Jika goiter endemis terjadi
10% populasi di daerah dengan defisiensi yodium, maka goiter sporadis terjadi pada
seseorang yang tidak tinggal di daerah endemik beryodium rendah. Penyebabnya
sampai sekarang belum diketahui dengan jelas, bisa terdapat gangguan enzim yang
penting dalam sintesis hormon tiroid atau konsumsi obat-obatan yang mengandung
litium, propiltiourasil, fenilbutazone, atau aminoglutatimid.4

3.7.4.3 Gejala Klinis

Pada umumnya struma nodosa non toksik tidak mengalami keluhan karena
tidak ada hipo- atau hipertiroidisme. Yang penting pada diagnosis SNNT adalah tidak
adanya gejala toksik yang disebabkan oleh perubahan kadar hormon tiroid, dan pada
palpasi dirasakan adanya pembesaran kelenjar tiroid pada salah satu lobus. Biasanya
tiroid mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada
saat dewasa. Karena pertumbuhannya berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar
tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian besar penderita dengan struma
nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa keluhan. Walaupun sebagian struma
nodosa tidak mengganggu pernafasan karena menonjol ke depan, sebagian lain dapat
menyebabkan penyempitan trakea bila pembesarannya bilateral. Struma nodosa

34
unilateral dapat menyebabkan pendorongan sampai jauh ke arah kontra lateral.
Pendorongan demikian mungkin tidak mengakibatkan gangguan pernafasan.
Penyempitan yang berarti menyebabkan gangguan pernafasan sampai akhirnya terjadi
dispnea dengan stridor inspiratoar. Keluhan yang ada ialah rasa berat di leher.
Sewaktu menelan trakea naik untuk menutup laring dan epiglotis sehingga terasa
berat karena terfiksasi pada trakea.4

3.7.5 Karsinoma Tiroid

3.7.5.1 Definisi

Karsinoma tiroid adalah suatu keganasan (pertumbuhan tidak terkontrol dari


sel) yang terjadi pada kelenjar tiroid. Kanker tiroid adalah sutu keganasan pada tiroid
yang memiliki 4 tipe yaitu: papiler, folikuler, anaplastik dan meduller. Kanker tiroid
jarang menyebabkan pembesaran kelenjar, lebih sering menyebabkan pertumbuhan
kecil (nodul) dalam kelenjar. Sebagian besar nodul tiroid bersifat jinak, biasanya
kanker tiroid bisa disembuhkan.3,4
Kanker tiroid sering kali membatasi kemampuan menyerap yodium dan
membatasi kemampuan menghasilkan hormon tiroid, tetapi kadang menghasilkan
cukup banyak hormon tiroid sehingga terjadi hipertiroidisme.3,4

3.7.5.2 Klasifikasi karsinoma tiroid3


1. Karsinoma papiler, karsinoma ini berasal dari sel-sel tiroid dan merupakan
jenis paling umum dari karsinoma tiroid. Lebih sering terdapat pada anak
dan dewasa muda dan lebih banyak pada wanita. Terkena radiasi semasa
kanak ikut menjadi sebab keganasan ini. Pertama kali muncul berupa
benjolan teraba pada kelenjar tiroid atau sebagai pembesaran kelenjar
limfe didaerah leher. Metastasis dapat terjadi melalui limfe ke daerah lain
pada tiroid atau, pada beberapa kasus, ke paru.

35
2. Karsinoma folikuler, karsinoma ini berasal dari sel-sel folikel dan
merupakan 20-25 % dari karsinoma tiroid. Karsinoma folikuler terutama
menyerang pada usia di atas 40 tahun.Karsinoma folikuler juga
menyerang wanita 2 sampai 3 kali lebih sering daripada pria. Pemaparan
terhadap sinar X semasa kanak-kanak meningkatkan resiko jenis
keganasan ini. Jenis ini lebih infasif daripada jenis papiler.
3. Karsinoma anaplastik, karsinoma ini sangat ganas dan merupakan 10%
dari kanker tiroid. Sedikit lebih sering pada wanita daripada pria.
Metastasis terjadi secara cepat, mula-mula disekitarnya dan kemudian
keseluruh bagian tubuh. Pada mulanya orang yang hanya mengeluh
tentang adanya tumor didaerah tiroid. Dengan menyusupnya kanker
ini disekitar, timbul suara serak, stridor, dan sukar menelan. Harapan
hidup setelah ditegakkan diagnosis, biasanya hanya beberapa bulan.
4. Karsinoma parafolikular, karsinoma parafolikular atau meduller adalah
unik diantara kanker tiroid. Karsinoma ini umumnya lebih banyak pada
wanita daripada pria dan paling sering di atas 50 tahun. Karsinoma ini
dengan cepat bermetastasis, sering ketempat jauh seperti paru, tulang, dan
hati. Ciri khasnya adalah kemampuannya mensekresi kalsitonin karena
asalnya. Karsinoma ini sering dikatakan herediter.

36
3.7.5.3 Perbedaan Nodul Tiroid Jinak dan Ganas

Sekitar 5% struma nodosa mengalami keganasan. Di klinik perlu dibedakan


nodul tiroid jinak dan nodul ganas yang memiliki karakteristik:4

1. Konsistensi keras pada beberapa bagian atau menyeluruh pada nodul dan
sukar digerakkan, walaupun nodul ganas dapat mengalami degenerasi kistik
dan kemudian menjadi lunak.

2. Sebaliknya nodul dengan konsistensi lunak lebih sering jinak, walaupun nodul
yang mengalami kalsifikasi dapat ditemukan pada hiperplasia adenomatosa
yang sudah berlangsung lama.

3. Infiltrasi nodul ke jaringan sekitarnya merupaka tanda keganasan, walaupun


nodul ganas tidak selalu melakukan infiltrasi. Jika ditemukan ptosis, miosis,
dan enoftalmus merupakan tanda infiltrasi ke jaringan sekitar

4. 20% nodul soliter bersifat ganas sedangkan nodul multipel jarang yang ganas.

5. Nodul yang muncul tiba-tiba atau cepat membesar perlu dicurigai ganas
terutama yang tidak disertai nyeri. Atau nodul lama yang tiba-tiba membesar
progresif

6. Nodul dicurigai ganas bila disertai dengan pembesaran kelenjar getah bening
regional atau perubahan suara menjadi serak.

7. Pulsasi arteri karotis teraba dari arah tepi belakang muskulus


sternokleidomastoideus karena desakan pembesaran nodul (Berry’s Sign)

37
3.8 DIAGNOSIS

3.8.1 Anamnesis
Pada anamnesis, keluhan utama yang diutarakan oleh pasien bisa berupa
benjolan di leher yang sudah berlangsung lama, maupun gejala-gejala hipertiroid atau
hipotiroidnya. Jika pasien mengeluhkan adanya benjolan di leher, maka harus digali
lebih jauh apakah pembesaran terjadi sangat progresif atau lamban, disertai dengan
gangguan menelan, gangguan bernafas dan perubahan suara. Setelah itu baru
ditanyakan ada tidaknya gejala-gejala hiper dan hipofungsi dari kelenjer tiroid. Perlu
juga ditanyakan tempat tinggal pasien dan asupan garamnya untuk mengetahui
apakah ada kecendrungan ke arah struma endemik. Sebaliknya jika pasien datang
dengan keluhan ke arah gejala-gejala hiper maupun hipofungsi dari tiroid, harus
digali lebih jauh ke arah hiper atau hipo dan ada tidaknya benjolan di leher.4

3.8.2 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik status lokalis pada regio coli anterior, yang paling
pertama dilakukan adalah inspeksi, dilihat apakah pembesaran simetris atau tidak,
timbul tanda-tanda gangguan pernapasan atau tidak, ikut bergerak saat menelan atau
tidak.4

Pada palpasi sangat penting untuk menentukan apakah bejolan tersebut benar
adalah kelenjar tiroid atau kelenjar getah bening. Perbedaannya terasa pada saat
pasien diminta untuk menelan. Jika benar pembesaran tiroid maka benjolan akan ikut
bergerak saat menelan, sementara jika tidak ikut bergerak maka harus dipikirkan
kemungkinan pembesaran kelenjar getah bening leher. Pembesaran yang teraba harus
dideskripsikan:4

- Lokasi: lobus kanan, lobus kiri, ismus


- Ukuran: dalam sentimeter, diameter panjang
- Jumlah nodul: satu (uninodosa) atau lebih dari satu (multinodosa)

38
- Konsistensinya: kistik, lunak, kenyal, keras
- Nyeri: ada nyeri atau tidak pada saat dilakukan palpasi
- Mobilitas: ada atau tidak perlekatan terhadap trakea, muskulus
sternokleidomastoidea
- Kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada pembesaran atau tidak

3.8.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium yang digunakan dalam mendiagnosis penyakit


tiroid terbagi atas:

1) Pemeriksaan untuk mengukur fungsi tiroid. Pemeriksaan untuk mengetahui


kadar T3 dan T4 serta TSH paling sering menggunakan teknik
radioimmunoassay (RIA) dan ELISA dalam serum atau plasma darah. Kadar
normal T4 total pada orang dewasa adalah 50-120 ng/dl. Kadar normal untuk
T3 pada orang dewasa adalah 0,65-1,7 ng/dl.4
2) Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid. Antibodi
terhadap macam-macam antigen tiroid yang ditemukan pada serum penderita
dengan penyakit tiroid autoimun. Seperti antibodi tiroglobulin dan thyroid
stimulating hormone antibody.4
3) Pemeriksaan radiologis
 Foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasi trakea atau
pembesaran struma retrosternal yang pada umumnya secara klinis pun
sudah bisa diduga. Foto rontgen leher posisi AP dan lateral biasanya
menjadi pilihan.4
 USG tiroid yang bermanfaat untuk menentukan jumlah nodul,
membedakan antara lesi kistik maupun padat, mendeteksi adanya
jaringan kanker yang tidak menangkap iodium dan bisa dilihat dengan
scanning tiroid.4

39
 Scanning Tiroid dasarnya adalah presentasi uptake dari I 131 yang
didistribusikan tiroid. Dari uptake dapat ditentukan teraan ukuran,
bentuk lokasi dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid
(distribusi dalam kelenjar). Uptake normal 15-40% dalam 24 jam. Dari
hasil scanning tiroid dapat dibedakan 3 bentuk, yaitu cold nodule bila
uptake nihil atau kurang dari normal dibandingkan dengan daerah
disekitarnya, ini menunjukkan fungsi yang rendah dan sering terjadi
pada neoplasma. Bentuk yang kedua adalah warm nodule bila
uptakenya sama dengan sekitarnya, menunjukkan fungsi yang nodul
sama dengan bagian tiroid lain. Terakhir adalah hot nodule bila uptake
lebih dari normal, berarti aktifitasnya berlebih dan jarang pada
neoplasma.4
4) FNAB. Pemeriksaan histopatologis akurasinya 80%. Hal ini perlu diingat agar
jangan sampai menentukan terapi definitif hanya berdasarkan hasil FNAB
saja.4
5) Biopsi aspirasi jarum halus merupakan pemeriksaan penunjang dengan
pengambilan sampel yang mudah dan aman. Kesulitannya terletak pada
bagaimana memastikan lokasi yang tepat untuk pengambilan sampel sehingga
sebaiknya dipandu dengan USG dan dalam bentuk operasi. Interpretasi hasil
sebaiknya dilakukan oleh sitolog yang sudah berpengalaman.10

3.8.4 Tindakan Pembedahan

Indikasi operasi pada struma adalah:3,6

1. Struma difus toksik yang gagal dengan terapi medikamentosa

2. Struma uni atau multinodosa dengan kemungkinan keganasan

3. Struma dengan gangguan kompresi

4. Kosmetik

40
Kontraindikasi pada operasi struma:3,6

1. Struma toksika yang belum dipersiapkan sebelumnya

2. Struma dengan dekompensasi kordis dan penyakit sistemik lain yang


belum terkontrol

3. Struma besar yang melekat erat ke jaringan leher sehingga sulit


digerakkan yang biasanya karena karsinoma. Karsinoma yang demikian
biasanya sering dari tipe anaplastik yang jelek prognosisnya. Perlekatan
pada trakea ataupun laring dapat sekaligus dilakukanreseksi trakea atau
laringektomi, tetapi perlekatan dengan jaringan lunak leher yang luas
sulit dilakukan eksisi yang baik.

Pertama-tama dilakukan pemeriksaan klinis untuk menentukan apakah nodul


tiroid tersebut suspek maligna atau suspek benigna. Bila nodul tersebut suspek
maligna, maka dibedakan apakah kasus tersebut operable atau inoperable.3,6

Bila kasus yang dihadapi adalah inoperable maka dilakukan tidakan biopsi
insisi untuk keperluan pemeriksaan histopatologis. Dilanjutkan dengan tindakan
debulking dan radiasi eksterna atau kemoradioterapi. Bila nodul tiroid suspek
maligna yang operable atau suspek benigna dapat dilakukan tindakan
isthmolobektomi atau lobektomi. Jika setelah hasil PA membuktikan bahwa lesi
tersebut jinak maka operasi selesai, tetapi jika ganas maka harus ditentukan terlebih
dahulu jenis karsinoma yang terjadi.3,6

41
42
3.9 PENATALAKSANAAN

3.9.1 Tatalaksana Struma difus toksik

Terapi penyakit Graves ditujukan pada pengendalian keadaan tirotoksisitas/


hipertiroid dengan pemberian antitiroid, seperti propil-tiourasil (PTU) atau
karbimazol. Terapi definitif dapat dipilih antara pengobatan anti-tiroid jangka
panjang, ablasio dengan yodium radiokatif, atau tiroidektomi. Pembedahan terhadap
tiroid dengan hipertiroidi dilakukan terutama jika pengobatan dengan medikamentosa
gagal dengan kelenjar tiroid besar. Pembedahan yang baik biasanya memberikan
kesembuhan yang permanen meskipun kadang dijumpai terjadinya hipotiroid dan
komplikasi yang minimal.4

3.9.2 Tatalaksana Struma nodosa toksik

Terapi yang diberikan pada Plummer’s Disease juga sama dengan Grave’s
yaitu ditujukan pada pengendalian keadaan tirotoksisitas/ hipertiroid dengan
pemberian antitiroid, seperti propil-tiourasil (PTU) atau karbimazol. Terapi definitif
dapat dipilih antara pengobatan anti-tiroid jangka panjang, ablasio dengan yodium
radiokatif, atau tiroidektomi. Pembedahan terhadap tiroid dengan hipertiroid
dilakukan terutama jika pengobatan dengan medikamentosa gagal dengan kelenjar
tiroid besar. Pembedahan yang baik biasanya memberikan kesembuhan yang
permanen meskipun kadang dijumpai terjadinya hipotiroid dan komplikasi yang
minimal.4

3.9.3 Tatalaksana Struma difusa nontoksik

Tujuan dari pengobatan struma endemik adalah untuk mengecilkan struma


dan mengatasi hipotiroidisme yang mungkin ada, yaitu dengan pemberian SoL Lugoli
selama 4-6 bulan. Bila ada perbaikan, pengobatan dilanjutkan sampai tahun dan
kemudian tapering off dalam 4 minggu. Bila 6 bulan sesudah pengobatan struma

43
tidak juga mengecil maka pengobatan medikamentosa tidak berhasil dan harus
dilakukan tindakan operatif.4

3.9.4 Tatalaksana Struma nodosa nontoksik

Tindakan operatif masih merupakan pilihan utama pada SNNT. Macam-macam


teknik operasinya antara lain:4

a. Lobektomi, yaitu mengangkat satu lobus, bila subtotal maka kelenjar


disisakan seberat 3 gram

b. Isthmolobektomi, yaitu pengangkatan salah satu lobus diikuti oleh isthmus

c. Tiroidektomi total, yaitu pengangkatan seluruh kelenjar tiroid

d. Tiroidektomi subtotal bilateral, yaitu pengangkatan sebagian lobus kanan


dan sebagian kiri, sisa jaringan 2-4 gram di bagian posterior dilakukan
untuk mencegah kerusakan pada kelenjar paratiroid atau N. Rekurens
Laryngeus

3.10 KOMPLIKASI

Potensi komplikasi meliputi: Goiters besar dapat menyebabkan kompresi


trakea, dengan trakeomalacia dan sesak napas. Hipertiroidisme terjadi pada beberapa
pasien yang terpapar yodium (yaitu fenomena Jodbasedow). Seorang pasien dengan
goiter autoimun dapat mengalami limfoma. Goiter multinodular mungkin mengalami
transformasi ganas. nodular goiter dapat menyebabkan rasa sakit, nekrosis
intranodular, atau perdarahan. Abses tiroid dapat dikaitkan dengan rasa sakit, demam,
bakteremia, atau sepsis.8

44
Komplikasi pembedahan tiroid :3, 11

a) Perdarahan dari A. Tiroidea superior (Jika menekan jalan udara, segera buka
jahitan untuk mengevakuasi bekuan)
b) Krisis tiroid (gejala hipertiroidisme berat- obati dengan propanolol PO atau
IV, obat antitiroid dan ioudium)
c) Dispneu
d) Paralisis N. Rekurens Laryngeus. Akibatnya otot-oto laring terjadi kelemahan
e) Paralisis N. Laryngeus Superior. Akibatnya suara penderita menjadi lebih
lemah dan sukar mengontrol suara nada tinggi, karena terjadi pemendekan
pita suara oleh karena relaksasi M. Krikotiroid. Kemungkinan nervus terligasi
saat operasi
f) Hipoparatiroidisme (periksa Ca2+ plasma setiap hari; sering terjadi penurunan
sementara pada konsentrasi serum)

3.11 PROGNOSIS

Goiter jinak memiliki prognosis yang baik. Namun, semua gondok harus
dipantau dengan pemeriksaan dan biopsi untuk kemungkinan transformasi ganas,
yang mungkin ditandai oleh perubahan mendadak dalam ukuran, nyeri, atau
konsistensi. Untungnya, risikonya rendah. Pada pasien yang terpapar radiasi tingkat
rendah risikonya meningkat.Berdasarkan studi Wickham, beberapa gondok
meningkat dalam ukuran. Sebagian kecil gondok multinodular menyebabkan
hipertiroidisme. Pengawasan seumur hidup diperlukan.Pasien dengan tiroiditis
limfositik kronis umumnya memiliki kelenjar yang menjadi atrofik.8

Usia menjadi faktor prognosis yang penting, insidensi pada usia kurang dari
20 tahun atau lebih dari 45 tahun terkait dengan prognosis yang lebih buruk. Laki-laki
biasanya memiliki prognosis yang lebih buruk.10

45
3.12 PENCEGAHAN

Edukasilah seorang pasien tentang etiologi potensial, misalnya asupan iodium


diet yang memadai, penghindaran goitrogen, pemeriksaan leher pribadi secara teratur,
dan pemeriksaan dokter. Bagi pasien yang menjalani terapi medis, menguatkan
kebutuhan untuk minum obat secara teratur. Tinjau kembali gejala hipertiroidisme.8

Pencegahan primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari


diri dari berbagai faktor resiko. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk
mencegah terjadinya struma adalah :

a. Memberikan edukasi kepada masyarakat dalam hal merubah pola perilaku makan
dan memasyarakatkan pemakaian garam yodium.
b. Mengkonsumsi makanan yang merupakan sumber yodium seperti ikan laut
c. Mengkonsumsi yodium dengan cara memberikan garam beryodium setelah
dimasak, tidak dianjurkan memberikan garam sebelum memasak untuk menghindari
hilangnya yodium dari makanan
d. Iodisai air minum untuk wilayah tertentu dengan resiko tinggi. Cara ini
memberikan keuntungan yang lebih dibandingkan dengan garam karena dapat
terjangkau daerah luas dan terpencil. Iodisasi dilakukan dengan yodida diberikan
dalam saluran air dalam pipa, yodida yang diberikan dalam air yang mengalir, dan
penambahan yodida dalam sediaan air minum.
e. Memberikan kapsul minyak beryodium (lipiodol) pada penduduk di daerah
endemik berat dan endemik sedang. Sasaran pemberiannya adalah semua pria
berusia 0-20 tahun dan wanita 0-35 tahun, termasuk wanita hamil dan menyusui
yang tinggal di daerah endemis berat dan endemis sedang. Dosis pemberiannya
bervariasi sesuai umur dan kelamin.
f. Memberikan suntikan yodium dalam minyak (lipiodol 40%) diberikan 3 tahun
sekali dengan dosis untuk dewasa dan anak-anak di atas 6 tahun 1 cc dan untuk anak
kurang dari 6 tahun 0,2-0,8 cc.

46
BAB IV
KESIMPULAN

Struma adalah suatu penyakit yang sering kita jumpai sehari-hari. Sangat
penting untuk melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti dan cermat
untuk mengetahui ada tidaknya tanda-tanda toksisitas yang disebabkan oleh
perubahan kadar hormon tiroid dalam tubuh. Begitu juga dengan tanda-tanda
keganasan yang dapat diketahui secara dini.

Selanjutnya adalah menentukan pemeriksaan penunjang yang tepat untuk


menentukan diagnosis pasti dari jenis struma yang ada. Dengan menegakkan
diagnosis pasti maka kita dapat mnentukkan tatalaksana yang tepat bagi struma yang
dialami oleh pasie. Apakah memerlukan tindakan pembedahan, atau cukup diberi
pengobatan dalam jangka waktu tertentu.

47
DAFTAR PUSTAKA

1. Schteingert DE. Penyakit Kelenjar Tiroid. Patofisiologi. Jilid II. Edisi ke-4.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC. 2014.
2. Lee, Stephanie. Nontoxic goiter. USA: American College of Endocrinology,
American Thyroid Association, Endocrine Society. Updated: 12 December
2016. http://emedicine.medscape.com/article/120392-overview#showall
3. Widjosono, Garitno. Sistem Endokrin. Dalam: Sjamsuhidajat, de Jong,
penyunting. Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-3. Jakarta; Penerbit EGC; 2010.
4. Kariadi KS, Hartini S, Sumual A. Struma Nodosa Non Toksik &
Hipertiroidisme. Buku ajar ilmu penyakit dalam, Edisi ke-6. Jakarta: Interna
Publishing; 2014.
5. Batubara, Jose RL & dkk. Buku Ajar Endokrinologi Anak Edisi I. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI. 2010.
6. Liberty Kim H. Kelenjar Tiroid. Buku teks ilmu bedah. Jilid I. Jakarta:
Penerbit Binarupa Aksara; 1997.
7. Isselbacher & dkk. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Edisi 13.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC. 2013.
8. Mulinda, James R & dkk. Goiter. Department of Endocrinology,
Endocrinology Associates, Inc. American College of Physicians : USA.
Updated: 21 March 2017. http://emedicine.medscape.com/article/120034-
overview#a2)
9. Kumar, Vinay & dkk. Buku Ajar Patologi Robbins Edisi 7 Vol.2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2012.
10. Tanto, Chris & dkk. Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV Vol.1. Jakarta: Media
Aesculapius. 2016.
11. Logmore, Murray & dkk. Buku Saku Oxford Kedokteran Klinis Edisi 8.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC. 2014.

48

Anda mungkin juga menyukai