KUSTA
Disusun Oleh :
Narumi Anastasya Kakiuchi - 1102015159
Pembimbing :
dr. Hadi Firmansyah, Sp.KK, M.Kes
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. B
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 30 tahun
Alamat : Tangerang
Pekerjaan : Karyawan swasta
Status Pernikahan : Menikah
Suku Bangsa : Sunda
Tanggal pemeriksaan : 23 November 2020
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Bercak kemerahan yang tidak terasa gatal dan tidak nyeri serta dirasakan
mati rasa sejak 3 bulan yang lalu.
B. Keluhan Tambahan
Tidak ada keluhan tambahan.
1
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga tidak ada yang memiliki penyakit serupa.
F. Riwayat Pengobatan
Pasien mengatakan belum pernah diobati.
B. Tanda Vital
Tekanan Darah : 120/70 mmHg.
Frekuensi Nadi : 80x / menit.
Frekuensi Napas : 20x / menit.
Suhu : 36,5 derajat celcius.
C. Status Lokalis
Kepala : Normocephal, alopesia (-), wajah simetris.
Mata : isokor, konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, RCL +/+,
RCTL +/+.
Hidung : Sekret (-), Deformasi (-).
Telinga : Sekret (-), Deformasi (-).
Mulut : Arcus faring hiperemis (-), tonsil hiperemis (-).
Leher : Pembesaran KGB (-).
Thorax : Rhonki (-), wheezing (-).
Jantung : BK I-II reguler, gallop (-), murmur (-).
Abdomen : Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-).
Ekstremitas : Lesi (+), edema (-).
2
D. Status dermatologikus
3
V. RESUME
Pasien datang ke poli kulit dan kelamin RSUD Tangerang dengan keluhan
muncul bercak kemerahan dikaki sejak 3 bulan yang lalu. Pasien mengatakan
tidak terasa gatal dan tidak nyeri serta dirasakan mati rasa pada daerah kemerahan.
Pada tungkai bawah ditemukan Makula dibatasi infiltrat, multiple, kering bersisik,
sirkumskrip, asimetris.
VIII. TATALAKSANA
Terapi Kusta MB
- Minum di depan petugas :
o Rifampisin 600mg/bulan
o Dapson 100mg/bulan
o Klofazimin 300mg/bulan
- Minum dirumah :
o Dapson 100mg/hari
o Klofazimin 50mg/hari
Diberikan selama 12-18 bulan
IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam hingga dubia ad malam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam hingga dubia ad malam
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kusta
2.1.1. Definisi
Kusta adalah infeksi granulomatosa kronis yang disebabkan oleh
Mycobacterium leprae, yang menginfeksi jaringan kutaneus, mukosa dan saraf
tepi, yang menyebabkan hilangnya sensasi pada. WHO menyatakan bahwa setiap
individu di negara endemik dengan lesi kulit dengan kehilangan sensorik pasti
atau pemeriksaan kulit positif dapat didiagnosis dengan kusta (Salgado, CG. et al.,
2019).
2.1.2. Epidemiologi
Kusta terdapat di seluruh dunia , terutama di Asia, Afrika, Amerika Latin,
daerah tropis dan subtropis , serta masyarakat yang sosial ekonominya rendah.
Makin rendah sosial ekonomi makin berat penyakitnya, sebaliknya faktor sosial
ekonomi tinggi sangat membantu penyembuhan. Didapatkan variasi reaksi
terhadap infeksi M. leprae yang mengakibatkan variasi gambaran klinis (spektrum
dan lain-lain) di berbagai suku bangsa. Hal ini diduga disebabkan oleh faktor
genetik yang berbeda (Wisnu, I Made. et al., 2016).
2.1.3. Etiologi
Kuman penyebab adalah Mycobacterium leprae yang ditemukan oleh G.A.
HANSEN pada tahun 1874 di Norwegia, yang sampai bekarang belum juga dapat
dibiakkan dalam media artifisial. M. leprae berbentuk kuman dengan ukuran 3-8
μm x 0,5 μm, tahan asam dan alkohol serta positif-Gram (Wisnu, I Made. et al.,
2016).
5
2.1.4. Klasifikasi
Klasifikasi WHO
Tanda Utama PB MB
Bercak kusta Jumlah 1-5 Jumlah > 5
Penebalan saraf disertai 1 saraf >1 saraf
gangguan fungsi saraf
Sediaan Apusan BTA negatif BTA Positif
2.1.5. Patogenesis
6
2.1.6. Manifestasi Klinis
Bila kuman M. leprae masuk kedalam tubuh seseorang, dapat timbul
gejala klinis sesuai dengan kerentanan orang tersebut. Bentuk tipe klinis
bergantung pada sistem imunitas selular (SIS) penderita. Bila SIS baik akan
tampak gam-baran klinis ke arah tuberkuloid, sebaliknya SIS rendah memberikan
gambaran lepromatosa (Wisnu, I Made. et al., 2016).
Diagnosis didasarkan pada temuan tanda kardinal (tanda utama) menurut WHO,
yaitu:
1. Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa
Bercak hipopigmentasi atau eritematosa, mendatar (makula) atau
meninggi (plak).
7
Mati rasa pada bercak bersifat total atau sebagian saja terhadap
rasa raba, suhu, dan nyeri.
2. Penebalan saraf tepi disertai gangguan fungsi saraf
Gangguan fungsi sensoris: mati rasa
Gangguan fungsi motoris: paresis atau paralisis
Gangguan fungsi otonom: kulit kering, retak, edema, pertumbuhan
rambut yang terganggu.
3. Ditemukan kuman tahan asam
Bahan pemeriksaan berasal dari apusan kulit cuping telinga dan lesi kulit
pada bagian yang aktif. Kadang-kadang bahan diperoleh dari biopsi saraf.
8
1. Makula hipopigmentasi: leukoderma, vitiligo, tinea versikolor, pitiriasis
alba, morfea dan parut
2. Plak eritema: tinea korporis, lupus vulgaris, lupus eritematosus, granuloma
anulare, sifilis sekunder, sarkoidosis, leukemia kutis dan mikosis
fungoides
3. Ulkus: ulkus diabetik, ulkus kalosum, frambusia, dan penyakit Raynaud &
Buerger
Gangguan saraf
Neuropati perifer: neuropati diabetik, amiloidosis saraf, dan trauma
Pemeriksaan Penunjang
1. Bakterioskopik: sediaan slit skin smear atau kerokan jaringan kulit dengan
pewarnaan Ziehl Neelsen.
2. Bila diagnosis meragukan, dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan biopsi
dan histopatologi, serta pemeriksaan serologi (PGL-1) atau PCR (Wisnu, I
Made. et al., 2016).
2.1.8. Tatalaksana
Nonmedikamentosa
1. Rehabilitasi medik, meliputi fisioterapi, penggunaan protese, dan terapi
okupasi.
2. Rehabilitias non-medik, meliputi : rehabilitasi mental, karya dan sosial.
3. Edukasi kepada pasien, keluarga dan masyarakat: menghilangkan stigma
dan penggunaan obat.
4. Setiap kontrol, harus dilakukan pemeriksaan untuk pencegahan disabilitas.
Medikamentosa
1. Pengobatan dengan multidrug therapy (MDT) WHO (1998,
2012)7,8 Pengobatan dengan MDT disesuaikan dengan indikasi
sebagai berikut:
9
2.1.9. Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam hingga dubia ad malam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam hingga dubia ad malam
10
DAFTAR PUSTAKA
Wisnu, IM, Emmy S, Sri L, Kusta. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-7,
Cetakan Kedua. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2016: h 87-102.
11