Anda di halaman 1dari 30

Laporan Kasus

XANTOMA

Oleh:
Reynaldi Aulia Rahman, S. Ked
71 2017 020

Pembimbing:
dr. Nurita Bangun Hutahaean, Sp. KK

DEPARTEMEN ILMU KULIT DAN KELAMIN


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
PALEMBANG BARI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus
Xantoma

Oleh
Reynaldi Aulia Rahman, S. Ked
71 2017 020

Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan

Kepaniteraan Klinik di SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit

Umum Daerah Palemabang Bari Fakultas Kedokteran Universitas

Muhammadiyah Palembang

Palembang, Mei 2019


Pembimbing,

dr. Nurita Bangun Hutahaean, Sp. KK

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang
berjudul “Xantoma” sebagai syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)
di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Daerah
Palembang Bari Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
Salawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan kita, Nabi besar
Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya
sampai akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
perbaikan di masa mendatang.
Dalam penyelesaian laporan kasus ini, penulis banyak mendapat bantuan,
bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa
hormat dan terima kasih kepada :
1. Allah SWT, yang telah memberi kehidupan dengan sejuknya keimanan.
2. Kedua orang tua yang selalu memberi dukungan materil maupun
spiritual.
3. dr. Nurita Bangun Hutahaean, Sp. KK selaku pembimbing laporan kasus.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang
diberikan kepada semua orang yang telah mendukung penulis dan semoga laporan
kasus ini bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran.
Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.

Palembang, Mei 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iv
BAB I. PENDAHULUAN 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Xantoma ............................................................................... 2
2.1.1 Definisi.. ..................................................................... 2
2.1.2 Epidemiologi…. ......................................................... 2
2.1.3 Etiopatogenesis .......................................................... 3
2.1.4 Manifestasi Klinis ..................................................... 6
2.1.5 Diagnosis Banding ..................................................... 9
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang .............................................. 9
2.1.7 Tatalaksana................................................................. 10
2.1.8 Prognosis ..................................................................... 11
2.2 Kista Epidermal .................................................................... 12
2.3 Lipoma ................................................................................. 13

BAB III LAPORAN KASUS ..................................................................... 15


BAB IV ANALISA KASUS ....................................................................... 21
BAB V KESIMPULAN ............................................................................ 25
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 26

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kulit merupakan organ yang istimewa pada manusia. Berbeda dengan
organ lain, kulit yang terletak pada sisi terluar manusia ini memudahkan
pengamatan, baik dalam kondisi normal dan sakit.1
Xantoma adalah lesi yang terbatas pada jaringan ikat kulit, tendon atau
fascia yang sebagian besar terdiri dari foam cell, dimana sel-sel ini terbentuk
dari makrofag sebagai hasil dari pengambilan berlebihan partikel LDL dan
modifikasi oksidatifnya dan bermanifestasi dalam bentuk makula, papul, plak,
nodul yang kuning kecoklatan, merah muda, jingga atau dalam bentuk infiltrat
di tendon.2,3
Data epidemiologis yang tepat tentang prevalensi berbagai jenis
xanthoma masih sangat kurang dan dalam lipidologi klinis memberikan data
yang berbeda. Sebuah studi prospektif baru-baru ini menemukan prevalensi
xanthelasma 4,4% dalam populasi dengan distribusi yang merata antara pria
dan wanita. Xantoma tendon dapat ditemukan pada sekitar 30% pasien
hiperkolesterolemia familial dengan adanya mutasi pada gen LDLR.
Prevalensi meningkat dari 7% pada dekade ketiga menjadi 40% pada dekade
keenam. Data prevalensi serupa (20-50%) diberikan oleh penulis lain untuk
pasien yang didiagnosis secara klinis dengan hiperkolesterolemia familial.2
Penyebab xantoma dapat berupa normolipidemia xantoma,
hiperlipidemia primer yang sebagian besar disebabkan oleh faktor genetik. Dan
hiperlipidemia sekunder yang berkaitan dengan penyakit atau konsumsi obat-obatan
tertentu. Xanthoma dapat merupakan simptom dari suatu penyakit metabolik,
histiositosis, atau proses fagositosis simpanan lemak lokal.3
Berdasarkan pemaparan diatas, laporan kasus ini dibuat sebagai tugas
maupun bahan pembelajaran pada stase kulit kelamin di Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Palembang BARI.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Xantoma
2.1.1 Definisi
Xantoma adalah lesi yang terbatas pada jaringan ikat kulit, tendon
atau fascia yang sebagian besar terdiri dari foam cell, dimana sel-sel ini
terbentuk dari makrofag sebagai hasil dari pengambilan berlebihan partikel
LDL dan modifikasi oksidatifnya.2
Gambaran klinis xantoma bervariasi, dari makula atau papul hingga
nodul, biasanya berwarna kuning (xanthos = kuning) dikarenakan
kandungan karoten yang terdapat dalam lipid.2

2.1.2 Epidemiologi
Data epidemiologis yang tepat tentang prevalensi berbagai jenis
xanthoma masih sangat kurang dan dalam lipidologi klinis memberikan
data yang berbeda. Namun sebagian besar kasus (> 95%) adalah
xanthelasma palpebrarum. Menurut penelitian sebelumnya, prevalensi
adalah 0,3-1,1%, pada wanita dua kali lebih tinggi pada pria dengan subjek
yang lebih tua dari 50 tahun. Sebuah studi prospektif baru-baru ini
menemukan prevalensi xanthelasma 4,4% dalam populasi dengan
distribusi yang merata antara pria dan wanita. 2
Pada beberapa wanita hamil, xanthelasma berkembang selama
trimester pertama kehamilan dan setelah melahirkan sebagian besar
menghilang. Xantoma tendon dapat ditemukan pada sekitar 30% pasien
hiperkolesterolemia keluarga dengan adanya mutasi pada gen LDLR.
Prevalensi meningkat dari 7% pada dekade ketiga menjadi 40% pada
dekade keenam. Data prevalensi serupa (20-50%) diberikan oleh penulis
lain untuk pasien yang didiagnosis secara klinis dengan
hiperkolesterolemia familial.2

2
2.1.3 Etiopatogenesis
Berdasarkan penyebabnya xantoma dapat dibagi menjadi
hiperlipidemia xantoma dan normolipidemia xantoma. Penyebab xantoma
dapat berupa hiperlipidemia primer yang sebagian besar disebabkan oleh
faktor genetik (Tabel 2.1), atau hiperlipidemia sekunder yang berkaitan
dengan penyakit tertentu, seperti sirosis billiar, diabetes melitus, gagal
ginjal kronik, alkoholisme, hipertiroid, dan monoclonal gammopathy, atau
dengan konsumsi obat-obatan tertentu seperti beta bloker dan terapi
estrogen.2,3
Pasien yang menderita DM tipe 1 memiliki kadar HDL, kolesterol
yang cukup tinggi, dan memiliki abnormalitas pada kadar LDLs dan
VLDLs. Sedangkan pasien yang menderita DM tipe 2 memiliki kadar
kolestrol total dan LDL yang relatif normal, namun cenderung memiliki
kadar trigliserid yang tinggi dan HDL yang rendah. Penyakit hepatoseluler
dapat menyebabkan kelainan lipoprotein spesifik, terutama HDL sekunder
akibat defisiensi progresif dari asin transferase kolesterol-lesitin dengan
hipertrigliseridemia ringan, tetapi tidak secara langsung menyebabkan
xantoma.4
Banyak obat dapat menyebabkan dislipidemia, alkohol mungkin
menjadi contoh paling umum dan sering menjadi kontributor dari
hipertrigliseridemia. Dari obat resep yang digunakan oleh dokter kulit, ada
baiknya mempertimbangkan kortikosteroid, siklosporin dan turunan asam
retinoat. Kortikosteroid dapat meningkatkan kadar kolesterol LDL dan
HDL total, sedangkan siklosporin dapat meningkatkan kadar kolesterol
LDL, terkadang cukup signifikan.4

Tabel 2.1 Klasifikasi Hiperlipidemia Genetik3


Tipe Klasifikasi Profil lipid
Frederiksen
I Familial lipoprotein lipase deficiency TG++, C normal, CM++,

3
(Hyperchylomicronemia, HDL-/normal
hipertrigliseridemia)
Iia Familial hypercholesterolemia (FH) TG normal, C+, LDL+

Iib Familial combined hyperlipidemia (FCHL) TG+, C+, LDL+, VLDL+

III Familial Dysbetalipidemia (remnnant TG+, C+,IDL+, CM remnants+


particle disease) (FD)
IV Familial Hypertriglyceridemia (FHTG) TG+, C normal/+, LDL++,
VLDL++

V Familial combined hipertriglyceridemia TG+, C+, VLDL++, CM++


(FHT)
Ket: TG, trigliserid; C, kolesterol; CM, kilomikron; HDL, high-density lipoproteins, LDL, low-
density lipoproteins; VLDL, very low-density lipoproteins’ IDL, intermediate-density lipoproteins;
+,meningkat; -,menurun.

Pembentukan xanthoma dimulai dengan peningkatan ekstravasasi


lokal lipid melalui dinding vaskular menuju ruang interstisial dari jaringan
ikat. Monosit dan makrofag yang berkumpul akan membawa partikel lipid
oleh reseptor spesifik atau dengan cara fagositosis agregat LDL dan
kompleks lipid dengan antibodi. Dengan cara ini, foam cell dapat
dibentuk.2
Berikut merupakan faktor yang berperan dalam pembentukan Xantoma,
yaitu konsentrasi lipid yang tinggi dalam jaringan ikat, adanya lipoprotein
yang berbeda secara kualitatif pada konsentrasi lipid plasma normal,
peningkatan ekstravasasi lipid (peningkatan permeabilitas pembuluh
darah, peningkatan sirkulasi lokal, peradangan kronis), sintesis dan deposit
lipid in situ dalam histiosit, serta disfungsi transport balik kolesterol.2
Lipoprotein tidak menginduksi pembentukan foam cell.
Katabolisme LDL intraseluler oleh reseptor LDL (reseptor apoB/E)
berlangsung lambat dan homeostasis kolesterol diatur secara efektif.
Kolesterol bebas, dilepaskan dari LDL setelah internalisasi, menghambat
sintesis de novo-nya. Selain itu, kolesterol bebas menghambat sintesis
reseptor LDL dan dengan demikian menekan sel endositosis LDL. Di sisi
lain, secara kimia, partikel LDL yang dimodifikasi secara oksidatif lebih

4
banyak diambil oleh makrofag.2
Makrofag mengekspresikan suatu reseptor yang memediasi
pengikatan dan penyerapan ox-LDL. Sebagai hasil dari struktur yang
dimodifikasi, afinitas terhadap reseptor LDL rendah dan sebagian besar
berikatan dengan reseptor [SR-A, SR-B1, CD36, lektin like oxydized LDL
(ox LDL)-1 (LOX-1)] . Kolesterol yang ditangkap oleh reseptor tersebut
tidak mengaktifkan regulasi umpan balik sintesis de novo. Ketika serapan
kolesterol melebihi kapasitas efluks kolesterol, akumulasi kolesterol
menghasilkan pembentukan droplet.2
Proses pengeluaran kolesterol dimediasi oleh Reverse Cholesterol
Ttransport (RCT). Dalam proses oksidasi lipid, minimally modified LDL
(mm-LDL) dibentuk oleh perubahan kimia yang terbatas pada komponen
lipid (denugasi terkonjugasi, aldehida). Partikel-partikel ini menginduksi
sintesis faktor perangsang koloni monosit (M-CSF) dan mendorong
diferensiasi makrofag. Setelah mengikat glikosaminoglikan, oksidasi
partikel LDL berlanjut, mempengaruhi komponen lipid dan apolipoprotein
dan menimbulkan LDL teroksidasi (ox-LDL) yang ditandai dengan efek
proinflamasi yang kuat. Banyak faktor telah terbukti berperan dalam
oksidasi lipid, termasuk ion logam (Cu2 +, Fe2 +) dan berbagai enzim
(myeloperoxidase, lipoxygenase, NADPH oksidase) yang dibebaskan dari
makrofag, fibroblast, dan sel endotel.2
Reverse Cholesterol transport (RCT) atau transport balik kolesterol
adalah proses dinamis yang menghasilkan pembuangan kolesterol
berlebihan dari jaringan perifer yang terdiri dari beebrapa langkah, yaitu
1) Transfer kolesterol dari ruang intraseluler makrofag ke membran sel,
2) Kolesterol eksternalisasi (penghabisan) melalui pengangkut spesifik
(ABCA1, ABCG1, ABCG4, SR-B1) atau dengan difusi sederhana,
3) Esterifikasi kolesterol bebas oleh lesitin: kolesterol asiltransferase
(LCAT), pembentukan partikel HDL bulat,
4) Transfer ester kolesterol dari HDL ke apoB lipoprotein (VLDL, IDL,
LDL) oleh protein transfer kolesterol (CETP ),
5) Pengikatan partikel lipid oleh reseptor spesifik di hepar (SR-B1 untuk

5
HDL, LRP untuk IDL, betaVLDL dan HDL besar, LDL-R untuk IDL
dan LDL).
6) Transfer kolesterol dari membran sel ke HDL.

Selain itu, pengangkutan partikel lipid dari ruang intraseluler ke aliran


darah tergantung pada integritas fungsional sirkulasi limfatik.
Hiperkolesterolemia dikaitkan dengan gangguan drainase limfatik dan
peningkatan akumulasi lipid dalam jaringan perifer.2

2.1.4 Manifestasi Klinis


Xanthoma dapat bermanifestasi dalam bentuk makula, papul, plak,
nodul yang kuning kecoklatan, merah muda, jingga atau dalam bentuk
infiltrat di tendon. Secara histologi adanya akumulasi sel Xanthoma-
makrofag yang mengandung droplet lipid. Xanthoma dapat merupakan
simptom dari suatu penyakit metabolik, histiositosis, atau proses
fagositosis simpanan lemak lokal.3

Beberapa macam tipe Xantoma:


1. Xantelasma
Adalah salah satu bentuk xantoma planum, merupakan jenis yang
paling sering dijumpai dari beberapa tipe klinik xantoma yang dikenal.
Dapat disebabkan oleh defek kimia genetik (herediter), proliferasi
limfo retikula yang diikuti disposisi lemak, penyakit sistemik yang
menimbulkan abnormaiitas kadar lipo protein darah. Dapat mengenai
semua usia. Pada wanita lebih banyak daripada pria. Faktor yang
mempengaruhi timbulnya xantelasma adalah pada orang yang banyak
mengkonsumsi lemak. Perjalanan penyakit yaitu timbul plak ireguler
di kulit, warna kekuningan seringkali di sekitar mata dengan ukuran
panjang/besar bervariasi, adakalanya simetris dan cenderung bersifat
permanen. Predileksi di sekitar mata (dekat kantus internus), dan
efluoresensi berupa papula, nodula atau plak dengan permukaan datar,

6
berwarna kuning-oranye dengan ukuran bervariasi antara 2-10 mm
terutama di sekitar mata.5

Gambar 2.1 Xantelasma

2. Xantoma Tuberosum
Adalah suatu xantoma berbentuk tuber kenyal dengan ukuran
bervariasi, dari kecil hingga lebih besar. Xantoma Tuberosum dapat
diisebabkan oleh kelainan metabolsime lipoprotein. Dapat mengenai
semua umur, dan kelainan ini dapat diturunkan secara autosomal
resesif. Perjalanan penyakit berupa timbulnya benjolan sebesar
kelereng yang makin lama makin besar, teraba kenyal warna kuning-
keunguan, tidak nyeri. Predileksi di siku, ketiak, lutut, dan bokong.
Efloresensi berupa tuber/tumor, plakat berwarna oranye kekuningan
lunak, besarnya bervariasi dari kepala jarum pentul hingga sebesar bola
tenis.5

7
Gambar 2.2 Xantoma Tuberosum

3. Xantoma Tendinosum
Adalah suatu xantoma yang terdapat di tendon, berupa nodula yang
keras, ireguler, dengan pertumbuhan lambat. Xantoma Tendinosum
disebabkan adanya kelainan metabolisme lipoprotein, terutama
hiperproteinemia tipe II dan III, dapat mengenai semua umur, terutama
pada pria. Perjalanan penyakit berupa timbulnya benjolan sebesar
kacang ijo yang semakin lama semakin besar hingga sebesar
kelereng/duku, terabaan agak keras tanpa rasa sakit. Predileksi pada
tendo achilles, tendo ekstensor jari-jari, tuberositas tibia, dan maleoli.
Efluoresensinya berupa papula atau nodul berdiameter 5-25 mm di atas
tendon pada bagian ekstensor. Untuk menegakkan diagnosis ini dapat
dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa analisis lipoprotein darah.5

8
Gambar 2.3 Xantoma Tendinosum

4. Xantoma Erupive
Xantoma eruptive berbentuk papul multiple dimana tempat predileksi
biasanya terdapat pada permukaan ekstensor. Munculnya tipe xantoma
ini dapat dikaitkan dengan hipertrigliseridemia. Xantoma yang
berukuran kecil ini terdiri dari papul kuning dengan ukuran 2-5 mm
dengan adanya eritema pada dasarnya. Biasanya muncul dengan
jumlah yang banyak pada bokong, punggung, lengan, dan tungkai.
Pada kasus yang berat terdapat keluhan gatal dan papul tersebar lebih
luas. Untuk menegakkan diagnosis ini diperlukan pemeriksaan profil
lemak puasa (terutama trigliserid) dan kadar glukosa darah.4

Gambar 2.4. Xantoma Eruptive

9
2.1.5 Diagnosis Banding
Diagnosis Xantoma dapat ditegakan berdasarkan manifestasi atau
gambaran klinis. Xantelasma memiliki gambaran klinis sangat jelas,
namun harus dipikirkan diagnosis banding lipoma atau fibroma.
Xantoma tendinosum biasanya sangat khas, tetapi jika meragukan
harus dipikirkan tumor jinak kulit seperti ateroma, fibroma, lipoma,
atau kista. 4,5

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis Xantoma yaitu
dengan mengevaluasi penyebab xanthoma, pendekatan standar adalah
dengan melakukan pemeriksaan profil serum atau plasma lipid, yang
dilakukan setelah pasien berpuasa semalaman. Tes ini memberikan
pengukuran konsentrasi kolesterol total, trigliserida, kolesterol HDL,
dan kolesterol LDL yang dihitung.6
Pemeriksaan penunjang tersebut juga memungkinkan untuk
pertimbangan penyebab sekunder dari kelainan kelainan lipid,
terutama jika pasien memiliki peningkatan kolesterol LDL (> 160 mg /
dL) atau trigliserida (> 150 mg / dL), atau penurunan kadar kolesterol
HDL (<40 mg / dL) . Diabetes dan gangguan ginjal, terutama sindrom
nefrotik, keduanya dikaitkan dengan peningkatan trigliserida dan
penurunan kolesterol HDL. Hipotiroidisme dan penyakit hati obstruktif
(dengan peningkatan kadar alkali fosfatase) sering dikaitkan dengan
peningkatan kolesterol LDL. Penyakit hepatoselular dengan kadar
transaminase yang tinggi sering diamati pada pasien dengan
hipertrigliseridemia. Terapi estrogen oral dan konsumsi alkohol dapat
secara signifikan meningkatkan kadar trigliserida dan meningkatkan
HDL, sementara steroid anabolik biasanya secara nyata menurunkan
kadar kolesterol HDL. Apabila tidak terdapat penyebab sekunder yang
hadir maka kelainan keluarga mungkin terjadi, dan mengukur profil
lipid dalam kerabat derajat pertama diperlukan, terutama ketika
terdapat xanthoma yang diturunkan secara genetik.6

10
2.1.7 Tatalaksana
Pencegahan xantoma berjalan seiring dengan pengelolaan
kelainan metabolisme lipid yang mendasarinya. Gaya hidup
merupakan landasan terapi untuk kelainan metabolisme lipid.
Peningkatan aktivitas fisik (setidaknya 30 menit / hari berjalan, naik
sepeda, atau aktivitas lain) serta pengendalian berat badan sangat
penting untuk menurunkan trigliserida, dan meningkatkan kadar
kolesterol HDL. Pada pasien dengan peningkatan kolesterol LDL dan
pasien berisiko tinggi, rujukan ke ahli gizi untuk pembatasan diet
sesuai.2,6
Manajemen diet melibatkan pembatasan lemak jenuh
makanan menjadi <7% dari kalori, minimal lemak trans, pembatasan
kolesterol makanan hingga <200 mg / hari, penggantian lemak hewani
dengan minyak nabati, dan peningkatan asupan ikan. Caranya adalah
dengan mengganti mentega dengan margarin tanpa lemak trans
(termasuk margarin sterol nabati tinggi) dan minyak nabati (terutama
minyak kedelai dan minyak canola), mengganti susu murni, dan krim
dengan 1% susu rendah lemak atau skim, mengganti daging merah
dengan ayam, kalkun (daging putih) atau ikan, dan menggantikan
makanan penutup tinggi lemak atau tinggi gula dengan buah-buahan,
sayuran, dan biji-bijian utuh. Mengganti lemak hewani dengan minyak
nabati telah terbukti menurunkan kolesterol LDL dan meningkatkan
transportasi balik kolesterol.6
Statin merupakan terapi pilihan pertama pada individu
dengan gangguan lipid serius (sesuai dengan prinsip EBM). Statin
adalah terapi terbaik yang tersedia untuk menurunkan kolesterol LDL,
diikuti oleh ezetimibe, dan kemudian resin. Fibrat, seperti fenofibrate,
merupakan terapi terbaik untuk menurunkan trigliserida, diikuti oleh
minyak ikan dan niacin. 2,6
Beberapa tipe xantoma seperti xantoma masif tendon
Achilles dapat membutuhkan rekonstruksi bedah. Dalam pengobatan

11
lokal bentuk xanthelasma dapat berupa tindakan eksisi operatif,
elektrokautery, asam trichloracetic topikal, atau laser, namun lesi
dapat muncul kembali setelah dilakukan terapi.2,4

2.1.8 Prognosis
Xanthelasma, jenis xanthoma yang paling umum, sampai saat ini
dianggap sebagai lesi kosmetik jinak. Namun, studi prospektif menunjukkan
bahwa kehadirannya secara signifikan terkait dengan rentang hidup yang
lebih pendek, rata-rata 15 tahun. Menurut studi prospektif yang dilakukan
terhadap 13.000 subjek yang diamati selama lebih dari 20 tahun di Denmark,
kehadiran xanthelasma dikaitkan dengan peningkatan risiko infark miokard
yang signifikan (sebesar 48%), penyakit jantung iskemik (sebesar 38%) , dan
penyakit iskemik pada ekstremitas bawah (hingga 70%), bahkan setelah
penyesuaian untuk beberapa kovariat, seperti usia, jenis kelamin, diabetes
mellitus, merokok, perawatan hipolipidemik, dan pasca menopause. Studi lain
mengkonfirmasi hubungan signifikan xanthelasma dengan prevalensi
penyakit fatty liver non-alcoholic, yang baru-baru ini dianggap sebagai faktor
risiko independen untuk penyakit jantung iskemik dan peningkatan ketebalan
media intima-media.2
Xantoma tendina dan tuberous dapat menandakan hiperkolesterolemia
familial dan akibatnya risiko kardiovaskular terkait dengan peningkatan
konsentrasi kolesterol LDL plasma. Menurut meta-analisis dari 22 studi pada
pasien dengan diagnosis genetik hiperkolesterolemia familial, kehadiran
xanthomas tendon dikaitkan dengan risiko 3,2 kali lebih tinggi penyakit
kardiovaskular. Demikian pula, risiko penyakit kardiovaskular dini lebih
tinggi pada pasien yang didiagnosis secara genetik dengan
hiperkolesterolemia familial dan xantoma tendina, 2,3 kali pada pria dan 4,5
kali pada wanita, terlepas dari jenis mutasi pada gen LDLR15. Xanthoma
tenden dan tuberous juga dapat ditemukan pada beberapa kelainan
metabolisme yang jarang terjadi; peningkatan konsentrasi plasma kolestanol
(dalam xanthomatosis serebrotendinous) atau fitosterol (dalam β
sitosterolemia familial) menyebabkan pengendapan zat-zat ini dalam jaringan

12
ikat. Xantoma tendon dapat menyebabkan rasa sakit, terutama jika
terlokalisasi dalam tendon Achilles (achillodynia). Kadang-kadang, dapat
menyebabkan ruptur tendon secara spontan. 2

2.2 Kista Epidermal


Kista epidermal adalah kista berisi keratin dengan dinding epidermis.
Kista sering ditemukan pada usia muda dan pertengahan di dekade 3 dan 4,
lebih banyak pada perempuan dibandingakn laki-laki dengan perbandingan
2:1. Kista epidermal terbentuk akibat peradangan folikel pilosebasea,
proliferasi sel epidermal dalam dermis, dan karena implatasi bagian epidermis
akibat trauma. Tempat perdileksi biasanya pada wajah, leher, punggung atas,
dan skrotum. Lesi biasanya soliter namun dapat multipel, serta berukuran 0,5 -
5 cm. Kista epidermal terletak dalam dermis dan menonjol membentuk papul
atau nodus berbentuk kubah, dan bebas dari dasarnya, yang biasanya terdapat
punktum berisi keratin. Dapat terjadi infeksi atau supurasi. Dinding kista
relatif tipis,dan apabila terjadi ruptur dan iritasi dapat terjadi reaksi inflamasi,
ukuran lesi bertambah besar, dan dapat terasa sangat nyeri.1,3
Pemeriksaan penunjang dapat berupa pemeriksaan histopatologi yaitu
biopsi kulit untuk melihat adanya kista yang berdinding sesuai dengan
susunan epidermis dengan masa kreatin didalamnya. Dinding terdiri dari
lapisan epidermis dan infundibulum folikel rambut dengan isi keratin yang
berlapis. Stratum granulosum jelas terlihat.1,3
Tatalaksana dapat berupa nonmedikamentosa, berupa tidak memegang
dan memencet untuk menghindari infeksi, dan medikamentosa berupa eksisi
kista (enukleasi). Dan kista yang mengalami inflamasi diberikan
kortikosteroid intralesi dan bila disertai infeksi dapat diinsisi serta dilakukan
drainasie selain pemberian antibiotik oral. Kista dapat berulang apabila
dinding kista tidak terangkat lengkap pada tindakan eksisi atau kista hanya
meradang dan infeksi.1

13
2.3 Lipoma
Lipoma adalah tumor jinak subkutan multiple atau soliter yang mudah
dikenali karena kenyal, tidak nyeri, soliter, nodul subkutan yang bersifat
mobile. Lipoma dapat berukuran kecil dari ukuran 2 cm hingga lebih dari 6 cm.
Tempat predileksi biasanya terdapat pada leher, punggung, dan ekstremitas,
namun dapat muncul di seluruh regio tubuh. Lipoma terdiri dari sel- sel lemak
yang memiliki morfologi yang sama dengan sel lemak normal dalam jaringan
ikat. Lipoma biasanya teletak di jaringan adiposa subkutan. Wanita memiliki
jaringan lemak subkutan lebih banyak dibandingkan pria, sehingga wanita
lebih banyak menderita lipoma.3,7
Penyebab pasti dari lipoma tidak diketahui. Genetik tampaknya lebih
beperan karena 2% hingga 3% pasien yang terkena memiliki lesi multipel yang
diturunkan dari keluarga. Ada juga beberapa sindrom genetik yang
menonjolkan lipoma sebagai manifestasi klinis. Insiden lipoma meningkat pada
pasien dengan obesitas, hiperlipidemia, dan diabetes mellitus.7
Patofisiologi pasti lipoma belum jelas. Namun, beberapa kelainan
sitogenetik telah diidentifikasi termasuk yang berikut:7

 Mutasi pada kromosom 12q13-15, 65% dari kasus


 delesi 13q (10% dari kasus), Rearaggement 6p21-33, 5% dari kasus
 Mutasi tidak teridentifikasi atau kariotipe normal, 15% hingga 20% dari
kasus
Tatalaksan tergantung pada banyak faktor termasuk ukuran lesi, lokasi
anatomi, gejala seperti nyeri, dan komorbiditas pasien. Tindakan bedah yang
dilakukan berupa eksisi tumor.7

14
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien


Nama : Nn.D
Usia : 21 tahun
TTL : Palembang, 14 Desember 1997
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Belum menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswi
Bangsa : Indonesia
Alamat : Jl. Panca Usaha Lr. Anggrek II No. 2334C RT 051
RW 011, Palembang
Tanggal Pemeriksaan : 21 Mei 2019

3.2. Anamnesis
Autoanamnesis (21 Mei 2019 pukul 12.00 WIB)
3.2.1. Keluhan Utama
Timbul benjolan berwarna kuning pada punggung, sisi kiri leher,
dan ketiak kiri sejak dua tahun yang lalu.
3.2.2. Keluhan Tambahan
Tidak ada

3.2.3. Riwayat Perjalanan Penyakit


Sejak dua tahun yang lalu timbul benjolan sebesar biji
jagung pada punggung yang bertambah banyak. Benjolan tidak terasa
gatal ataupun nyeri.
Satu tahun yang lalu benjolan bertambah banyak dimulai
dari ukuran sebesar kepala jarum pentul hingga sebesar biji jagung.
Benjolan juga timbul di ketiak kiri pasien.

15
Tiga bulan kemudian timbul benjolan yang sama di leher
sebelah kiri, gatal tidak ada, nyeri tidak ada.
Pasien tidak memiliki riwayat keluhan yang sama
sebelumnya, riwayat mengonsumsi obat sebelumnya disangkal. Pasien
memiliki kebiasaan mengkonsumsi gorengan setiap hari, dan sering
mengkonsumsi makanan bersantan, kebiasaan mengkonsumsi alkohol
disangkal.

3.2.4. Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat penyakit kulit yang sama disangkal
 Riwayat trauma disangkal
 Riwayat konsumsi obat sebelumnya disangkal
 Riwayat penyakit diabetes melitus disangkal

3.2.5. Riwayat Penyakit Keluarga


 Ayah pasien memiliki keluhan yang sama

3.2.6. Riwayat Kebiasaan


 Sering mengkonsumsi makanan berlemak seperti gorengan dan
santan

3.2.7. Riwayat Sosioekonomi


Pasien merupakan mahasiswi tinggal bersama kedua orangtuanya
dengan tingkat ekonomi yang menengah ke atas.

3.3. Pemeriksaan Fisik


3.3.1. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Berat Badan : 55 kg
Tinggi Badan : 150 cm
Nadi : 90 x/menit

16
Suhu : tidak dilakukan
Pernapasan : 18x/menit

Keadaan Spesifik
Kepala : Tidak ada kelainan
Leher : Tidak ada kelainan
Thoraks : Tidak ada kelainan
Abdomen : Tidak ada kelainan
Genitalia : Tidak ada kelainan
Ekstremitas : Tidak ada kelainan

17
3.3.2. Status Dermatologikus

Papul

Nodul

Gambar 3.1. Regio scapularis dextra et sinistra


Pada regio scapularis dextra et sinistra terdapat papul dan nodul
berwarna kuning, multipel, berbentuk bulat, berukuran miliar hingga
lentikular, penyebaran diskret.

18
Nodul

Gambar 3.2. Regio cervicalis lateralis sinistra

Pada regio cervicalis lateralis sinistra terdapat nodul berwarna kuning,


multipel, berbentuk bulat, ukuran lentikular, penyebaran diskret.

Nodul
eritema

Gambar 3.3. Regio axillaris sinistra

Pada regio axillaris sinistra terdapat Nodul eritema, soliter


berbentuk bulat berukuran lentikular penyebaran diskret

19
3.4 Diagnosa Banding
1. Xantoma
2. Kista Epidermoid
3. Lipoma

3.5 Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaan profil lipid
Pemeriksaan Laboratorium pada tanggal 22 Mei 2019
No Parameter Hasil Nilai Normal Interpretasi
1. Kimia Darah
Kholesterol 204 < 200 mg/dl Meningkat
HDL (Direct) 36 40-60 mg/dl Menurun
LDL 152 < 150 mg/dl Meningkat
Trigliserida 80 < 150 mg/dl Normal
Total Lemak 472 450 – 1000 mg/dl Normal

 Histopatologi

3.6 Diagnosis Kerja


Xantoma

3.7 Penatalaksanaan
Non Farmakologi
Edukasi pasien untuk diet rendah lemak dan kolesterol serta olahraga
secara teratur.

3.8 Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : bonam
Quo ad cosmetica : dubia ad bonam

20
BAB IV
ANALISIS KASUS

Diagnosis pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan


fisik pada pasien: Pada kasus ini memaparkan seorang perempuan berumur 21
tahun. Berdasarkan teori xantoma dapat terjadi pada orang-orang dari segala usia,
tetapi penyakit ini paling umum pada wanita dimana prevalensi adalah 0,3-1,1%,
pada wanita dua kali lebih tinggi pada pria.2
Dari hasil anamnesis didapatkan Sejak dua tahun yang lalu timbul
benjolan sebesar biji jagung pada punggung yang bertambah banyak. Benjolan
tidak terasa gatal ataupun nyeri. Satu tahun yang lalu benjolan bertambah banyak
dimulai dari ukuran sebesar kepala jarum pentul hingga sebesar biji jagung.
Benjolan juga timbul di ketiak kiri pasien. Tiga bulan kemudian timbul benjolan
yang sama di leher sebelah kiri, gatal tidak ada, nyeri tidak ada.
Berdasarkan teori, lesi Xantoma adalah bervariasi, dari makula atau papul
hingga nodul, biasanya berwarna kuning dikarenakan kandungan karoten yang
terdapat dalam lipid. lesi terbatas pada jaringan ikat kulit, yang sebagian besar
terdiri dari foam cell, dimana sel-sel ini terbentuk dari makrofag sebagai hasil dari
pengambilan berlebihan partikel LDL dan modifikasi oksidatifnya. Pada
Xantoma tuberosum predileksi di siku, ketiak, lutut, dan bokong.2
Pasien memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan berlemak, hal ini
dapat menjadi penyebab timbulnya keadaan hiperlipidemia dari diet tinggi lemak
yang merupakan salah satu faktor risiko timbulnya xantoma. riwayat
mengonsumsi obat sebelumnya disangkal, yang menandakan bahwa penyebab
xantoma pada pasien bukan dikarenakan hiperlipidemia sekunder, yaitu karena
penggunaan obat-obatan seperti kortikosteroid, siklosporin, obat golongan 𝛽-
blocker dan obat yang mengandung hormon estrogen.

21
Pada kasus ini didiagnosis banding dengan Kista Epidermal dan Lipoma
Kasus Xantoma Kista Lipoma
Epidermal
Epidemiologi Berjenis perempuan Perempuan Perempuan lebih
kelamin lebih lebih banyak banyak
perempuan banyak dari dibandingkan dibandingkan
laki-laki
dengan usia laki-laki, laki-laki,
22 tahun dapat mengenai usia
Umur
mengenai muda,
pertengahan
semua umur pertengahan
dekade 3 dan 4
Anamnesis Timbul Efloresensi Efloresensi Efloresensi
benjolan berupa berupa papul Nodus pipih,
berwarna makula, atau nodus bulat, atau oval,
kuning pada papul, plak, berbentuk kekuningan,
punggung, nodul yang kubah, dan dapat
leher kiri, kuning bebas dari digerakkan
dan ketiak kecoklatan, dasarnya, yang
kiri sejak merah biasanya -Tidak Nyeri
dua tahun muda, atau terdapat
yang lalu. jingga punktum berisi
keratin
-Tidak -Tidak nyeri
disertai dan gatal -Nyeri bila
nyeri dan radang
gatal -Pada orang
yang banyak
-Kebiasaan mengkonsu
konsumsi msi lemak,
gorengan atau
dan alkohol,
makanan atau obat

22
bersantan obatan
tertentu

Predileksi Di leher, Siku, ketiak wajah, leher, leher,


ketiak, dan lutut, punggung atas, punggung, dan
punggung bokong dan skrotum ekstremitas,
namun dapat
muncul di
seluruh regio
tubuh
Faktor resiko Hiperlipide Hiperlipide Infeksi folikel Faktor genetik,
penyakit mia, faktor mia, faktor piloserbasea faktor lokal
genetik genetik akibat trauma

Kista Epidermal terbentuk akibat peradangan folikel pilosebasea,


proliferasi sel epidermal dalam dermis, dan karena implantasi bagian
epidermis akibat trauma. Kista epidermal terletak dalam dermis dan menonjol
membentuk papul atau nodus berbentuk kubah, dan bebas dari dasarnya, yang
biasanya terdapat punktum berisi keratin. Dapat terjadi infeksi atau supurasi.
Dinding kista relatif tipis,dan apabila terjadi ruptur dan iritasi dapat terjadi
reaksi inflamasi, ukuran lesi bertambah besar, dan dapat terasa sangat nyeri.1
Pada kasus Nn.D memiliki efluoresensi yang sama dengan kista
epidermal yaitu berupa papul dan nodul dan tempat presileksi yang sama yaitu
pada punggung atas dan leher, namun pada nodul tidak ditemukan punktum
berisi keratin serta pasien menyangkal sebelumnya terdapat riwayat trauma,
pasien juga tidak merasa nyeri, sehingga diagnosis kista epidermal dapat
disingkirkan.
Lipoma adalah tumor jinak subkutan multiple atau soliter yang mudah
dikenali karena kenyal, tidak nyeri, soliter, nodul subkutan yang bersifat
mobile. Tempat predileksi biasanya terdapat pada leher, punggung, dan
ekstremitas, namun dapat muncul di seluruh regio tubuh.5

23
Pada Nn. D ditemukan efluoresensi yang sama dan tempat predileksi
yang sama pada kasus yaitu pada leher dan punggung dan faktor risiko yaitu
genetik dan hiperlipidemia, namun pada lipoma tidak ditemukan efluoresensi
berupa papul hingga nodul berwarna kekuningan yang merupakan efluoresensi
khas pada xantoma sehingga diagnosis lipoma dapat disingkirkan.
Pada Nn. D dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan
laboratorium profil lipid. Didapatkan pengingkatan kadar kolesterol, dan LDL,
penurunan kadar HDL, dan trigliserid yang normal. Hal ini menandakan
adanya hubungan keluhan pasien dengan kadar lipid dalam darah dengan
interpretasi berupa hiperlipidemia sehingga diagnosis xantoma dapat
ditegakkan.
Tatalaksana pada kasus ini berupa non medikamentosa. Tatalaksana
non medikamentosa yaitu melakukan edukasi pasien harus menurunkan kadar
profil lipid menjadi normal dengan melakukan diet rendah lemak dan
kolesterol, pasien juga dianjurkan untuk melakukan aktivitas olahraga secara
teratur. Peningkatan aktivitas fisik serta pengendalian berat badan sangat
penting untuk menurunkan trigliserida, dan meningkatkan kadar kolesterol
HDL. Prognosis pada pasien ini adalah bonam, karena keadaan umum pasien
baik serta klinis yang tidak menganggu aktivitas sehari-hari.

24
BAB V
KESIMPULAN

1. Diagnosis pada pasien Nn.D, 21 tahun adalah Xantoma


2. Penegakkan diagnosis berdasarkan gambaran klinis berupa benjolan berwarna
kuning pada punggung, ketiak kiri, dan leher kiri pasien. Tidak terdapat
keluhan gatal dan nyeri. Serta dari anamnesis pasien memiliki kebiasaan
konsumsi makanan berlemak.
3. Tatalaksana non farmakologi berupa edukasi terhadap pasien
4. Prognosis quo ad vitam, quo ad functionam dan quo ad sanationam adalah
bonam. Prognosis quo ad cosmetic adalah dubia ad bonam

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Menaldi SLS, Bramono K, Indriatmi W, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan


Kelamin. Edisi 7. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2016. Hal 325-327.
2. Zak, Ales, et al. Xantomas: Clinical and Pathophysiology relations.
Biomed Pap Med Fac Univ Palacky Olomouc Czech Repub. 2014: 158(2):
181-188.
3. Wolff, Klaus., Johnson, R.A,. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of
Clinical Dermatology. Sixth edition. US; 2009.p: 434-439
4. Cristopher, Griffith,. et al. Rook’s Textbook of Dermatology Vol. 2 .
Ninth Edition. UK; 2016. c: 62.1
5. Siregar, R.S., Saripati Penyakit Kulit. Edisi Keenam, Jakarta: EGC; 2004.
P: 202-206
6. Wolff, Klaus,. et al. Fitzpatricks’s Dermatology in General Medicine.
Vol.1. Eight edition. US;2012. p; 1600-1612
7. Kolb, Logan., Barrazi, Hasana., Rosalio-colazo., Juan A. [Update 2019
April 10]. In: StatPearls [internet]. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing; 2019

26

Anda mungkin juga menyukai