Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

* Pendidikan Profesi Dokter / G1A216025 / Maret 2018


** Preseptor

INSECT BITE
*Tridesi Hutasoit, S.Ked, ** dr. Nuriyah, M. Biomed

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PUSKESMAS TAHTUL YAMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018

1
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

INSECT BITE

Oleh:

Tridesi Hutasoit, S.Ked


G1A216025

Sebagai salah satu tugas program pendidikan profesi dokter


Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Jambi
2018

Jambi, Maret 2018

Preseptor,

dr. Nuriyah, M.Biomed

2
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus yang berjudul “Insect Bite” sebagai kelengkapan persyaratan
dalam mengikuti Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
di Puskesmas Tahtul Yaman di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Jambi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Nuriyah, M.Biomed yang
telah meluangkan waktu dan pikirannya sebagai pembimbing sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat
diharapkan. Selanjutnya, penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat
dan menambah ilmu bagi para pembaca.

Jambi, Maret 2018

Penulis

3
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................... i


KATA PENGANTAR ........................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................... iii
BAB I STATUS PASIEN ....................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 10
BAB III ANALISA KASUS ................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 24

4
BAB I
STATUS PASIEN

1. Identitas Pasien
Nama : Tn. M
Umur : 43 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Nelayan
Pendidikan : SD
Alamat : RT 10 no. 04 Arab Melayu

2. Latar Belakang Sosial-Ekonomi-Demografi-Lingkungan Keluarga


a. Status perkawinan : Tidak Kawin
b. Jumlah anak :-
c. Saudara : anak ke dua dari lima bersaudara
d. Status ekonomi keluarga : cukup
e. Kondisi rumah :
Pasien tinggal dirumah panggung semipermanen berukuran 4x3m, lantai kayu,
dinding kayu, atap genteng dan seng. Rumah pasien terdiri dari 1 ruang tamu, 2
ruang tidur, 1 dapur, dan 1 kamar mandi di bagian belakang. Sumber air bersih
berasal dari PDAM air yang digunakan cukup bersih, jernih dan tidak berbau
sedangkan untuk minum dengan air yang dimasak. Pencahayaan di dalam rumah
cukup baik, dikarenakan banyaknya ventilasi di dalam rumah, sedangkan sumber
listrik dari PLN.

5
f. Kondisi lingkungan sekitar rumah
Lingkungan sekitar rumah padat penduduk.

3. Aspek Perilaku dan Psikologis dalam Keluarga


Pasien belum menikah dan tinggal bersama kedua orangtuanya. Tidak
ada masalah psikologis dalam keluarga, hubungan pasien dengan anggota
keluarga lainnya cukup baik.

4. Keluhan Utama :
Bentol-bentol kemerahan di tangan sejak 1 jam sebelum ke puskesmas

5. Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang dengan keluhan timbul bentol-bentol berwarna
kemerahan sejak 1 jam sebelum ke puskesmas. Bentol-bentol tersebut di
daerah tangan serta belakang telinga. Terasa panas, sedikit nyeri namun
tidak gatal. Awalnya bentol-bentol muncul saat pasien hendak memancing
kemudian ia disengat oleh beberapa ekor lebah. Pasien sebelumnya tetap
melanjutkan aktivitasnya namun bekas gigitan tersebut semakin
membengkak dan terasa panas. Bentol hanya muncul ditempat gigitan dan
tidak menyebar ke daerah tubuh lainnya. Sesak (+) nyeri ulu hati (-)

6
bengkak (+) mual (-) muntah (-) riwayat terkena cairan kimia (-) demam (-
).
.
6. Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat Hipertensi (-)
 Riwayat Alergi (+) amoxicilin
 Riwayat penyakit Diabetes Melitus (-)
 Keluhan serupa (-)
7. Riwayat penyakit keluarga
 Riwayat keluarga yang menderita penyakit seperti pasien (-)
 Riwayat Hipertensi (-)
 Riwayat Diabetes Melitus (-)
8. Riwayat Makan, Alergi dan Perilaku Kesehatan
 Riwayat alergi makanan atau obat-obatan (+)
 Riwayat penggunaan obat-obatan jangka panjang (-)

9. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Tanda vital :
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 80 x permenit
RR : 22 x permenit
Suhu : 36,80C
BB : 57 kg
TB : 163 cm
IMT :
Kepala :
Mata : Konjunctiva anemis (-/-). Sklera ikterik (-/-). Pupil
isokor. Refleks cahaya (+/+)
THT : Tidak ada kelainan

7
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)

Pulmo :
Pemeriksaan Kanan Kiri
Inspeksi Simetris Simetris
Palpasi Stem fremitus normal Stem fremitus normal
Perkusi Sonor Sonor
Auskultasi Vesikuler (+) Vesikuler (+)
Wheezing (-), rhonki (-) Wheezing (-), rhonki (-)

Jantung :
Inspeksi Ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi Ictus cordis teraba di ICS IV linea midclavicula kiri, tidak
kuat angkat.
Perkusi Batas-batas jantung :
Atas : ICS II kiri
Kanan : Linea sternalis kanan
Kiri : ICS IV linea midclavicula kiri
Auskultasi BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen :
Inspeksi Cembung, massa (-), jaringan parut (-), bekas operasi (-)
Palpasi Nyeritekan (-),defans musculer (-), hepatomegali (-),
splenomegali (-), nyeri ketok costovertebra (-/-)
Perkusi Timpani
Auskultasi Bising usus (+) normal

Ekstremitas Superior : akral hangat, edema (-/-)


Ekstremitas Inferior : akral hangat, edema (-/-)

8
Status Dermatologi
1. Inspeksi
o Lokasi : Regio Brachii Dextra dan Antebrachii Dextra, Regio
Mastoid

2. Palpasi : hangat pada perabaan

3. Auskultasi : tidak dilakukan

4. Lain-lain :

Efloresensi : Papul eritematous, nummular hingga plakat,


berbatas tegas, diskret, multiple, dibagian tengah lesi terdapat bitnik hitam, daerah
sekitar tidak terdapat kelainan

10. Pemeriksaan Penunjang


 Tidak Dilakukan
11. Usulan Pemeriksaan Penunjang
 Darah rutin
 Prick Test

9
12. Diagnosa Kerja
Insect Bite (T63.4)
13. Diagnosa Banding
 Reaksi anafilaksis (T78.2)
 Urtikaria (L50)
 Prurigo (L28)

14. Manajemen
a. Promotif
 Memberikan informasi kepada pasien bahwa keluhan yang dialaminya
adalah akibat reaksi dari gigitan serangga
 Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang penyakitnya dan
penatalaksanaannya
 Makan makanan yang sehat dan bergizi terutama yang banyak
mengandung antioksidan seperti sayur dan buah-buahan.
 Menjaga kebersihan diri, rumah dan lingkungan sekitar

b. Preventif
 Menggunakan baju lengan panjang serta celana panjang saat akan
bekerja (memancing)
 Jangan menggaruk daerah yang bengkak

c. Kuratif
Non farmakologi
 Diet makan makanan yang sehat dan bergizi terutama yang banyak
mengandung antioksidan seperti sayur dan buah-buahan.
 Mengompres dengan air dingin daerah yang bengkak dan merah

10
Farmakologi
Pengobatan yang diberikan di Puskesmas :
- Chlorpeniramin maleat 4mg 1x1
- Betametason salep 0,5% 2x1

d. Rehabilitatif
 Menjalani pengobatan sampai tuntas
 Menjalani perilaku hidup bersih dan sehat

11
Resep puskesmas Resep ilmiah 1

Dinas Kesehatan Kota Jambi Dinas Kesehatan Kota Jambi


Puskesmas Tahtul Yaman Puskesmas Tahtul Yaman
Jl. H. Tomok, Tahtul Yaman, Pelayangan, Jl. H. Tomok, Tahtul Yaman, Pelayangan,
Kota Jambi, Jambi 36265 Kota Jambi, Jambi 36265
dr. Tridesi Hutasoit dr. Tridesi Hutasoit
SIP. 123456 SIP. 123456
STR. 78910 STR. 78910
Tanggal : Tanggal :

Resep ilmiah 2 Resep ilmiah 3

Pro : Pro :
Umur : Umur :
BB : BB :
Alamat : Alamat :

Dinas Kesehatan Kota Jambi Dinas Kesehatan Kota Jambi


Puskesmas Tahtul Yaman Puskesmas Tahtul Yaman
Jl. H. Tomok, Tahtul Yaman, Pelayangan, Jl. H. Tomok, Tahtul Yaman, Pelayangan,
Kota Jambi, Jambi 36265 Kota Jambi, Jambi 36265
dr. Tridesi Hutasoit dr. Tridesi Hutasoit
SIP. 123456 SIP. 123456
STR. 78910 STR. 78910
Tanggal : Tanggal :

Pro : Pro :
Umur : Umur :
BB : BB :
Alamat : Alamat :

12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Insect bite ( gigitan serangga) adalah kelainan akibat gigitan atau tusukan
serangga yang disebabkan reaksi terhadap toksin atau allergen yang
dikeluarkan artropoda penyerang.2
Insect bite reaction (reaksi gigitan serangga) adalah reaksi yang disebabkan
oleh gigitan yang biasanya berasal dari bagian mulut serangga dan terjadi saat
serangga berusaha untuk mempertahankan diri atau saat serangga tersebut
mencari makanannya.1

2.2 Epimediologi
Gigitan dan sengatan serangga mempunyai prevalensi yang sama diseluruh
dunia. Dapat terjadi pada iklim tertentu dan hal ini juga merupakan fenomena
musiman, meskipun tidak menutup kemungkinan kejadian ini dapat terjadi di
sekitar kita. Prevalensi antara pria dan wanita sama. Bayi dan anak-anak lebih
rentan terkena gigitan serangga dibandingkan orang dewasa. Salah satu faktor
yang mempengaruhi timbulnya penyakit ini adalah lingkungan sekitar seperti
tempat mencari mata pencaharian yaitu perkebunan, persawahan dan lain-lain.1

2.3 Etiologi
Insect bite reaction disebabkan oleh artropoda kelas insekta. Insekta
memiliki tahap dewasa dengan karakter eksoskeleton yang keras, 3 pasang
kaki, dan tubuh bersegmen dimana kepala, toraks, dan abdomennya menyatu.
Insekta merupakan golongan hewan yang memiliki jenis paling banyak dan
paling beragam. Oleh karena itu, kontak antara manusia dan serangga sulit
dihindari. Paparan terhadap gigitan atau sengatan serangga dan sejenisnya
dapat berakibat ringan atau hampir tidak disadari ataupun dapat mengancam
nyawa.2

10
Secara sederhana gigitan dan sengatan serangga dibagi menjadi 2 grup
yaitu Venomous (beracun) dan non-venomous (tidak beracun). Serangga yang
beracun biasanya menyerang dengan cara menyengat, misalnya tawon atau
lebah. Ini merupakan salah satu mekanisme pertahanan diri yakni dengan cara
menyuntikkan racun atau bisa melalui alat penyengatnya. Sedangkan
serangga yang tidak beracun menggigit atau menembus kulit dan masuk
menghisap darah, ini biasanya yang menimbulkan rasa gatal.1
Ada 30 lebih jenis serangga tetapi hanya beberapa saja yang bisa
menimbulkan kelainan kulit yang signifikan. Kelasa arthopoda yang
melakukan gigitan dan sengatan pada manusia terbagi atas :
1. Kelas Arachnida
a. Acarina
b. Araniae (Laba-laba)
c. Scorpionidae (Kalajengking)
2. Kelas Chilopoda (Lipan) dan Diplopoda (Luing)
3. Kelas Insekta
a. Anoplura (Pthyreus pubis, Pediculus humanus, Capitis et corporis)
b. Coleoptera (Kumbang)
c. Dipthera (Nyamuk dan Lalat)
d. Hemiptera (Kutu busuk)
e. Hymenoptera (Semut, Lebah dan Tawon)
f. Lepidoptera (Kupu-kupu)

2.4 Patogenesis
Gigitan atau serangan serangga akan menyebabkan kerusakan kecil pada
kulit, lewat gigian atau sengatan antigen yang akan masuk langsung direspon
oleh sistem imun tubuh. Racun dari serangga mengandung zat-zat yang
kompleks. Reaksi terhadap antigen tersebut biasanya akan melepaskan
histamin, serotonin, asam formic atau kinin. Lesi yang timbul disebabkan
oleh respon imun tubuh terhadap antigen yang dihasilkan melalui gigitan atau
sengatan serangga. Reaksi yang timbul melibatkan mekanisme imun. Reaksi

11
yang timbul dapat dibagi dalam dua kelompok : reaksi imediate dan reaksi
delayed.1,2
Reaksi imediate merupakan reaksi yang sering terjadi dan ditandai dengan
reaksi lokal atau reaksi sistemik. Lesi juga timbul karena adanya toksin yang
dihasilkan oleh gigitan atau sengatan serangga. Nekrosis jaringan yang lebih
luas dapat disebabkan karena trauma endotel yang dimediasi oleh pelepasan
neutrofil. Spingomyelinase D adalah toksin yang berperan dalam timbulnya
reaksi neutrofilk. Enzim hyluronidase yang juga ada pada racun serangga
akan merusak lapisan dermis sehingga dapat mempercepat penyebaran racun
tersebut.3

2.5 Diagnosis
a. Anamnesis
Kebanyakan pasien sadar dengan adanya gigitan serangga ketika terjadi
reaksi atau tepat setelah gigitan, namun paparannya sering tidak diketahui
kecuali terjadi reaksi yang berat atau berakibat sistemik. Pasien yang
memiliki sejarah tidak memiliki rumah atau pernah tinggal di tempat
penampungan mungkin mengalami paparan terhadap organisme, seperti
serangga kasur. Pasien dengan penyakit mental juga memungkinkan
adanya riwayat paparan dengan parasit serangga. Paparan dengan binatang
liar maupun binatang peliharaan juga dapat menyebabkan paparan
terhadap gigitan serangga.3

b. Gejala Klinis
Pada reaksi lokal, pasien mungkin akan mengeluh tidak nyaman, gatal,
nyeri sedang maupun berat, eritema, panas, dan edema pada jaringan
sekitar gigitan. Pada reaksi lokal berat, keluhan terdiri dari eritema yang
luas, urtikaria, dan edema pruritis. Reaksi lokal yang berat dapat
meningkatkan kemungkinan terjadinya reaksi sistemik serius pada paparan
berikutnya.1

12
Gambar : Papular urtikaria: Bekas gigitan kutu, sangat gatal, urtikaria seperti
papula di lokasi gigitan kutu pada lutut dan kaki seorang anak, papula biasanya
berdiameter <1 cm serta memiliki vesikel di atasnya, Bila tergoreskan
mengakibatkan erosi maupun krusta.

Gambar : pada bagian tengah lesi tampak ekskoriasi dikelilingi daerah yang
edem dan eritem.

Pada reaksi sistemik atau anafilaktik, pasien bisa mengeluhkan adanya


gejala lokal sebagaimana gejala yang tidak terkait dengan lokasi gigitan.
Gejala dapat bervariasi dari ringan sampai fatal. Keluhan awal biasanya
termasuk ruam yang luas, urtikaria, pruritus, dan angioedema. Gejala ini
dapat berkembang dan pasien dapat mengalami ansietas, disorientasi,
kelemahan, gangguan gastrointestinal, kram perut pada wanita,

13
inkontinensia urin atau alvi, pusing, pingsan, hipotensi, stridor, sesak, atau
batuk. Seiring berkembangnya reaksi, pasien dapat mengalami kegagalan
napas dan kolaps kardiovaskuler.1

c. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium jarang dibutuhkan. Pemeriksaan laboratorium
yang sesuai harus dilakukan apabila pasien mengalami reaksi yang berat
dan membutuhkan penanganan di rumah sakit atau dicurigai mengalami
kegagalan organ akhir atau membutuhkan evaluasi akibat infeksi sekunder,
seperti sellulitis.
Pemeriksaan mikroskopis dari apusan kulit dapat bermanfaat pada
diagnosis scabies atau kutu, namun tidak berguna pada kebanyakan gigitan
serangga.
Pemeriksaan serologis mungkin berguna dalam menentukan infeksi
yang diakibatkan oleh vektor serangga, namun jarang tersedia dan
membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan hasilnya.3

2.6 Diagnosis Banding


Diagnosis banding insect bite reaction didasarkan oleh reaksi pada tempat
gigitan (papula eritema, vesikel), organisme yang menggigit serta nekrosis
kutaneus yang menyebabkan timbulnya lesi yang berbeda:
a. Scabies
Scabies adalah infeksi parasit yang umumnya terjadi di dunia.
Arthropoda Sarcoptes scabiei var hominis menyebabkan pruritus
berat dan merupakan penyakit kulit yang sangat menular, dapat
menyerang pria dan wanita dari semua tingkat status social ekonomi
dan etnik. Gejala dan tanda biasanya berkembang perlahan sekitar 2-3
minggu sebelum pasien mencari penanganan medis untuk
mengatasinya. Scabies muncul dalam bentuk cluster, pada individu
terlihat sebagai ruam yang gatal dan papul. Diagnose scabies dapat
dipertimbangkan apabila ada riwayat banyak anggota keluarga yang

14
mengalaminya. Pruritus nocturnal merupakan keluhan utama yang
khas pada scabies. Lesi primer scabies berbentuk liang, papul, nodul,
biasanya pustul dan plak urtikaria yang bertempat di sela-sela jari,
area fleksor pergelangan tangan, axilla, area antecubiti, umbilicus,
area genital dan gluteal, serta kaki. Lesi sekunder berbentuk urtikaria,
impetigo, dan plak eksematous.4,5

15
Gambar: Predileksi scabies
b. Prurigo
Merupakan reaksi kulit yang bersifat residif dengan efloresensi

beranekaragam. Diduga ada pengaruh dari luar seperti gigitan

serangga, sinar matahari, udara dingin, dan pengaruh dari dalam tubuh

seperti infeksi kronik. Wanita lebih banyak dari pria. Biasanya

dicetuskan oleh infeksi kronik dan keganasan, kekurangan makan

protein dan kalori. Dari anamnesis didahului oleh gigitan serangga

(nyamuk,semut), selanjutnya timbul urtikaria papular. Kemudian

timbul rasa gatal, dan karena digaruk timbul bintik-bintik. Gatal

bersifat kronik, akibatnya kulit menjadi hitam dan menebal. Penderita

mengeluh selalu gelisah, gatal dan mudah dirangsang.3

Gambar: A. Predileksi. B. papula-papula pada daerah ekstensor

ekstremitas.

2.7 Penatalaksanaan

16
a. Perawatan Pra Rumah Sakit
Kebanyakan gigitan serangga dapat dirawat pada saat akut dengan
memberikan kompres setelah perawatan luka rutin dengan sabun dan air
untuk meminimalisasi kemungkinan infeksi. Untuk reaksi lokal yang luas,
kompres es dapat meminimalisasi pembengkakan. Pemberian kompres es
tidak boleh dilakukan lebih dari 15 menit dan harus diberikan dengan
pembatas baju antara es dan kulit untuk mencegah luka langsung akibat
suhu dingin pada kulit. Epinefrin merupakan kunci utama untuk penanganan
pra rumah sakit pada reaksi sistemik. Antihistamin sistemik dan
kortikosteroid, bila tersedia, dapat membantu mengatasi reaksi sistemik.1

b. Medikamentosa
- Topikal : Jika reaksi lokal ringan, dikompres dengan larutan asam borat
3%, atau kortikosteroid topikal seperti krim hidrokortison 1-
2%. Jika reaksi berat dengan gejala sistemik, lakukan
pemasangan torniket proksimal dari tempat gigitan dan diberi
obat sistemik.
- Sistemik : Injeksi antihistamin seperti klorfeniramin 10 mg atau
difenhidramin 50mg. Adrenalin 1% 0,3-0,5 ml subkutan.
Kortikosteroid sistemik diberikan pada penderita yang tak
tertolong dengan antihistamin atau adrenalin.
c. Perawatan Unit Gawat Darurat (keadaan berat)
Intubasi endotrakeal dan ventilator mungkin diperlukan untuk menangani
anafilaksis berat atau angioedema yang melibatkan jalan napas. Penanganan
anafilaksis emergensi pada individu yang atopik dapat diberikan dengan
injeksi awal intramuskular 0,3-0,5 ml epinefrin dengan perbandingan
1:1000. Dapat diulang setiap 10 menit apabila dibutuhkan. Bolus intravena
epinefrin (1:10.000) juga dapat dipertimbangkan pada kasus berat. Begitu
didapatkan respon positif, bolus tadi dapat dilanjutkan dengan infus
dicampur epinefrin yang kontinu dan termonitor. Eritema yang tidak
diketahui penyebabnya dan pembengkakan mungkin sulit dibedakan dengan

17
sellulitis. Sebagai aturan umum, infeksi jarang terjadi dan antibiotik
profilaksis tidak direkomendasikan untuk digunakan.1

2.8 Prognosis
Prognosis dari insect bite reaction bergantung pada jenis insekta yang
terlibat dan seberapa besar reaksi yang terjadi. Pemberian topikal berbagai
jenis analgetik, antibiotik, dan pemberian oral antihistamin cukup membantu,
begitupun dengan kortikosteroid oral maupun topikal. Pemberian insektisida,
mencegah pajanan ulang, dan menjaga higienitas lingkungan juga perlu
diperhatikan. Sedangkan untuk reaksi sistemik berat, penanganan medis
darurat yang tepat memberikan prognosis baik.3

18
BAB III
ANALISA KASUS

a. Hubungan diagnosis dengan keadaan rumah dan lingkungan sekitar


Berdasarkan hasil pengamatan mengenai keadaan rumah pasien, dapat
disimpulkan bahwa keadaan/kondisi rumah pasien tidak mempengaruhi atau
memperberat penyakit yang diderita oleh pasien saat ini.
Hubungan diagnosis dengan lingkungan sekitar pada kasus ini, diagnosis
penyakit pada pasien ini tidak ada pengaruhnya terhadap lingkungan
disekitarnya, karena penyakit pasien ini bukan merupakan penyakit berbasis
lingkungan.

b. Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan dalam


keluarga
Dari hasil lingkungan keluarga dan hubungan keluarga yang baik dan
harmonis dapat disimpulkan bahwa penyakit yang diderita pasien tidak
berhubungan dengan keadaan lingkungan keluarga dan hubungan keluarga.

c. Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan


lingkungan sekitar
Derajat kesehatan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
perilaku kesehatan dan lingkungan di sekitar tempat tinggal kita. Diantara
faktor – faktor tersebut pengaruh perilaku terhadap status kesehatan, baik
kesehatan individu maupun keluarga sangatlah besar.
Pada pasien ini perilaku kesehatan keluarganya cukup baik begitu juga
lingkungan sekitar yang baik. Sehingga tidak ada hubungan antara diagnosis
penyakit dengan perilaku kesehatan dan lingkungan sekitar.

19
d. Analisis kemungkinan berbagai faktor risiko atau etiologi penyakit pada
pasien ini
Dan dari hasil anamesis dan pemeriksaan fisik didapatkan bahwa
kemungkinan terbesar penyebab dari penyakit pasien adalah karena gigitan
serangga.

e. Analisis untuk mengurangi paparan atau memutus rantai penularan


dengan faktor risiko atau etiologi pada pasien ini
 Memakai baju lengan panjang serta celana panjang saat bekerja
 Mengkonsumsi makan makanan yang sehat dan bergizi terutama
makanan yang banyak mengandung antioksidan seperti buah dan sayuran
untuk meningkatkan daya tahan tubuh

f. Edukasi yang diberikan pada pasien atau keluarga


 Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga bahwa pasien
menderita reaksi akibat gigitan serangga. Dimana hal ini dapat dihindari
dengan memakai pengamanan pada diri sendiri
 Memberikan edukasi bahwa pasien harus tetap dipantau apakah akan
terjadi tanda-tanda kegawatan seperti sesak nafas hebat, bentol-entol
semakin banyak, mual, muntah hingga penurunan kesadaran

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Moffitt, John E. MD. Allergic Reactions to Insect Bites and Stings on Southern
Medical Journal, November 2003.

2. Insect Bites and Infestations. In : Freedberg IM at al, eds, Fitzpatrick’s


Dermatology in General Medicine 5th. 2007. USA: McGrawHill.

3. Amiruddin MD. Skabies. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.1.
Makassar: Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin ; 2003.

4. McCroskey, Amy L. MD. Scabies. [Posted : 6 October 2010] Taken from :


http://emedicine.medscape.com/article/785873-overview#showall

5. Chosidow O. Scabies. New England J Med. 2006. P. 1718-27

21

Anda mungkin juga menyukai