Anda di halaman 1dari 21

Case Report Session

Dermatitis Seboroik

Oleh :
Berlian Naufal Adrinal 1840312637
Miranda Mardhatillah Ridwan 1940312073

Preseptor :
dr. Tutty Ariani, Sp.DV
dr. Rina Gustia, Sp.KK, FINSDV, FAADV

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


RSUP DR.M.DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Dermatitis seboroik adalah penyakit inflamatoir kulit yang biasanya dimulai
pada kulit kepala, dan kemudian menjalar ke muka, kuduk, leher dan badan.1 Istilah
dermatitis seboroik (D.S.) dipakai untuk segolongan kelainan kulit yang didasari
oleh faktor konstitusi dan bertempat predileksi di tempat-tempat seboroik.2
Penyakit ini sering kali dihubungkan dengan peningkatan produksi sebum
(seborrhea) dari kulit kepala dan daerah muka serta batang tubuh yang kaya akan
folikel sebaceous. Dermatitis seboroik sering ditemukan dan biasanya mudah
dikenali. Kulit yang terkena biasanya berwarna merah muda (eritema),
membengkak, ditutupi dengan sisik berwarna kuning kecoklatan dan berkerak.3,4
Penyakit ini dapat mengenai semua golongan umur, tetapi lebih dominan
pada orang dewasa. Pada orang dewasa penyakit ini cenderung berulang, tetapi
biasanya dengan mudah dikendalikan. Kelainan ini pada kulit kepala umumnya
dikenal sebagai ketombe pada orang dewasa dan “keluar saraf’ (cradle cap) pada
bayi.5
Tidak ada data pasti yang tersedia pada insiden dan prevalensi, tetapi
penyakit ini diyakini lebih banyak ditemukan daripada psoriasis, misalnya,
mempengaruhi minimal 2-5 % dari populasi. Dermatitis seboroik sedikit lebih
sering terjadi pada laki-laki dan berusia kepala dua, satu di bayi dalam 3 bulan
pertama kehidupan dan yang kedua sekitar dekade keempat sampai ketujuh
kehidupan. Prevalensinya 40-80 % pada pasien dengan acquired
immunodeficiency syndrome.3 Sedangkan di Amerika Serikat prevalensi dari
Dermatitis seboroik adalah sekitar 1-3% dari jumlah populasi umum, dan 3-5%
terjadi pada dewasa muda.

2
1.2 BATASAN MASALAH
Case Report Session ini membahas definisi, klasifikasi, epidemiologi,
etiologi, manifestasi klinis, diagnosis, tatalaksana, dan prognosis dari kolelitiasis.
1.3 TUJUAN PENULISAN
Laporan kasus ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman tentang Dermatitis Seboroik.
1.4 METODE PENULISAN
Laporan kasus ini ditulis setelah melakukan pemeriksaan pasien dan tinjauan
pustaka yang ada merujuk kepada berbagai literatur.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Dermatitis seboroik adalah penyakit inflamatoir kulit yang biasanya dimulai
pada kulit kepala, dan kemudian menjalar ke muka, kuduk, leher dan badan. 1 Istilah
dermatitis seboroik (D.S.) dipakai untuk segolongan kelainan kulit yang didasari
oleh faktor konstitusi dan bertempat predileksi di tempat-tempat seboroik.2
Penyakit ini sering kali dihubungkan dengan peningkatan produksi sebum
(seborrhea) dari kulit kepala dan daerah muka serta batang tubuh yang kaya akan
folikel sebaceous. Dermatitis seboroik sering ditemukan dan biasanya mudah
dikenali. Kulit yang terkena biasanya berwarna merah muda (eritema),
membengkak, ditutupi dengan sisik berwarna kuning kecoklatan dan berkerak.3,4
Penyakit ini dapat mengenai semua golongan umur, tetapi lebih dominan
pada orang dewasa. Pada orang dewasa penyakit ini cenderung berulang, tetapi
biasanya dengan mudah dikendalikan. Kelainan ini pada kulit kepala umumnya
dikenal sebagai ketombe pada orang dewasa dan “keluar saraf’ (cradle cap) pada
bayi.5

2.2 Epidemiologi
Tidak ada data pasti yang tersedia pada insiden dan prevalensi, tetapi
penyakit ini diyakini lebih banyak ditemukan daripada psoriasis, misalnya,
mempengaruhi minimal 2-5% dari populasi. Dermatitis seboroik sedikit lebih
sering terjadi pada laki-laki dan berusia kepala dua, satu di bayi dalam 3 bulan
pertama kehidupan dan yang kedua sekitar dekade keempat sampai ketujuh
kehidupan. Prevalensinya 40-80% pada pasien dengan acquired immunodeficiency
syndrome.3 Sedangkan di Amerika Serikat prevalensi dari Dermatitis seboroik
adalah sekitar 1-3% dari jumlah populasi umum, dan 3-5% terjadi pada dewasa
muda.4

2.3 Etiologi

4
Penyebabnya belum diketahui pasti. Faktor presdiposisinya ialah kelainan
konstitusi berupa status seboroik (seborrhoic state) yang rupanya diturunkan,
bagaimana caranya belum dipastikan. Penderita pada hakekatnya mempunyai kulit
yang berminyak (seborrhoea), tetapi mengenai hubungan antara kelenjar minyak
dan penyakit ini belum jelas sama sekali. Ada yang mengatakan kambuhnya
penyakit ini (yang sering menjadi chronis-recidivans) disebabkan oleh makanan
yang berlemak, tinggi kalori, akibat minum alkohol dan gangguan emosi.1,2
Penyakit ini berhubungan dengan kulit yang berminyak (seborrhea),
meskipun peningkatan produksi sebum tidak selalu dapat di deteksi pada pasien ini.
Seborrhea merupakan faktor predisposisi terjadinya dermatitis seboroik, namun
dermatitis seboroik bukanlah penyakit yang terjadi pada kelenjar sebasea. Kelenjar
sebasea tersebut aktif pada bayi baru lahir, kemudian menjadi tidak aktif selama 9-
12 tahun akibat stimulasi hormone androgen dari ibu berhenti. Dermatitis seboroik
pada bayi terjadi pada umur bulan-bulan pertama, kemudian jarang pada usia
sebelum akil balik dan insidensinya mencapai puncaknya pada umur 18–40 tahun,
dan kadang-kadang pada umur tua. Tingginya insiden dermatitis seboroik pada bayi
baru lahir setara dengan ukuran dan aktivitas kelenjar sebasea pada usia tersebut.
Hal ini menunjukkan bahwa bayi yang baru lahir memiliki kelenjar sebasea
dengan tingkat sekresi sebum yang tinggi. Pada masa kecil, terdapat hubungan yang
erat antara dermatitis seboroik dengan peningkatan produksi sebum. Kondisi ini
dikenal sebagai dermatitis seboroik pada bayi, hal tersebut normal ditemukan pada
bulan pertama kehidupan, berbeda dengan kondisi dermatitis seboroik yang terjadi
pada masa remaja dan dewasa. Pada dewasa sebaliknya, tidak ada hubungan yang
erat antara peningkatan produksi sebum dengan dermatitis seboroik, jika terjadi
puncak aktivitas kelenjar sebasea pada masa awal pubertas, dermatitis seboroik
mungkin terjadi pada waktu kemudian. Meskipun kematangan kelenjar sebasea
rupanya merupakan faktor predisposisi timbulnya Dermatitis seboroik, tetapi tidak
ada hubungan langsung secara kuantitatif antara keaktifan kelenjar tersebut dengan
sukseptibilitas untuk memperoleh Dermatitis seboroik.2, 3, 4
Tempat terjadinya dermatitis seboroik memiliki kecenderungan pada daerah
wajah, telinga, kulit kepala dan batang tubuh bagian atas yang sangat kaya akan

5
kelenjar sebasea. Dua penyakit yang memiliki tempat predileksi yang sama di
daerah ini yaitu dermatitis seboroik dan Acne.3
Banyak percobaan telah dilakukan untuk menghubungkan penyakit ini
dengan infeksi oleh bakteri atau Pityrosporum ovale yang merupakan flora normal
kulit manusia. Pertumbuhan P.ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi
inflamasi, baik akibat produk metabolitnya yang masuk ke dalam epidermis
maupun karena sel jamur itu sendiri, melalui aktivasi sel limfosit T dan sel
Langerhans. Penelitian di Rosenberg telah menunjukkan bahwa 2% ketokonazole
kream dapat mengurangi jumlah dari organism yang terdapat pada lesi di kulit
kepala atau kulit yang berminyak, pada saat yang bersamaan juga dapat
menghilangkan gejala dermatitis seboroik. Penjelasan ini dimana jamur yang
menjadi penyebabnya dapat dilkakukan pencegahannya. Akan tetapi, penelitian
lain menunjukkan bahwa P. ovale dapat terjadi pada kulit kepala yang tidak
menunjukkan gejala klinis dari penyakit ini. Status seboroik sering berasosiasi
dengan meningginya sukseptibilitas terhadap infeksi piogenik, tetapi tidak terbukti
bahwa mikroorganisme inilah yang menyebabkan dermatitis seboroik.2,3
Dermatitis seboroik dapat diakibatkan oleh proliferasi epidermis yang
meningkat seperti psoariasis. Hal ini dapat menerangkan mengapa terapi dengan
sitostatik dapat memperbaikinya. Pada orang yang telah mempunyai factor
predisposisi, timbulnya D.S. dapat disebabkan oleh faktor kelelahan, stress,
emosional, infeksi, atau defisiensi imun.2
Kondisi ini dapat diperburuk dengan meningkatnya keringat. Stress
emosional dapat mempengaruhi penyakit ini juga. Dermatitis seboroik dapat juga
menjadi komplikasi dari Parkinsonisme, yang berhubungan dengan seborrhoea.
Pengobatan dari parkinson dengan levodopa mengurangi ekskresi sebum sejak
seborrhea pertama kali ditemukan, tetapi tidak ada efeknya pada kecepatan ekskresi
sebum yang normal. Obat neuroleptik yang digunakan untuk menginduksi
parkinsonsnisme, salah satunya haloperidol, dapat juga menginduksi terjadinya
dermatitis seboroik.

6
2.4 Gambaran Histologi
Gambaran histologi bermacam-macam sesuai dengan stadium penyakitnya.
Pada dermatitis seboroik akut dan subakut, tersebar superficial infiltrat perivascular
dari limfosit dan histiosit, dari spongiosis yang ringan sampai yang berat,
hiperplasia bentuk psoriasis ringan, Pinkus’s “spurting papilla” hampir sering
terlihat sebgai ciri khas dari dermatitis seboroik sama seperti psoariasis, tetapi abses
Munro tidak ada. Penyumbatan folikel oleh karena orthokeratosis dan parakeratosis
dan kerak-kerak yang mengandung neutrofil. Pada dermatitis seboroik yang kronis
terdapat dilatasi pembuluh darah kapiler dan vena pada plexus superficial.3

2.5 Gejala Klinis


Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan agak
kekuningan, batasnya agak kurang tegas. Dermatitis seboroik yang ringan hanya
mengenai kulit kepala berupa skuama-skuama yang halus, mulai sebagai bercak
kecil yang kemudian mengenai seluruh kulit kepala dengan skuama-skuama yang
halus dan kasar. Kelaianan tersebut disebut pitiriasis sika (ketombe, dandruff).
Bentuk yang berminyak disebut pitiriasis steatoides yang dapat disertai eritema dan
krusta-krusta yang tebal. Rambut pada tempat tersebut mempunyai kecenderungan
rontok, mulai di bagian vertex dan frontal.
Bentuk yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak yang berskuama
dan berminyak disertai eksudasi dan krusta tebal. Sering meluas ke dahi, glabela,
telinga postaurikular dan leher. Pada daerah dahi tersebut, batasnya sering
cembung.
Pada bentuk yang lebih berat lagi, seluruh kepala tertutup oleh krusta-krusta
yang kotor, dan berbau tidak sedap. Pada bayi, skuama-skuama yang kekuningan
dan kumpulan debris-debris epitel yang lekat pada kulit kepala disebut cradle cap.

2.6 Diagnosis Banding


Gambaran klinis yang khas pada dermatitis seboroik ialah skuama yang
berminyak dan kekuningan dan berlokasi di tempat-tempat seboroik.
Psoariasis berbeda dengan dermatitis seboroik karena terdapat skuama-
skuama yang berlapis-lapis, disertai tanda tetesan lilin dan Auspitz. Tempat

7
predileksinya juga berbeda. Jika psoariasis mengenai scalp dibedakan dengan
dermatitis seboroik Perbedaannya ialah skuamanya lebih tebal dan putih seperti
mika, kelaianan kulit juga pada perbatasan wajah dan scalp dan tempat-tempat lain
sesuai dengan tempat predileksinya. Psoariasis inversa yang mengenai daerah
fleksor juga dapat menyerupai dermatitis seboroik.
Pada lipatan paha dan perianal dapat menyerupai kandidosis. Pada
kandidosis terdapat eritema berwarna merah cerah berbatas tegas dengan satelit-
satelit di sekitarnya.
Dermatitis seboroik yang menyerang saluran telinga luar mirip otomikiosis
dan otitis eksterna. Pada otomikosis akan terlihat elemen jamur pada sediaan
langsung. Otitis eksterna menyebabkan tanda-tanda radang, jika kaut terdapat pus.
Diffrensial diagnosis dari penyakit ini beragam di setiap tempatnya.
Kepala : dandruff, psoriasis, dermatitis atopic, impetigo
Saluran telinga : psoriasis atau dermatitis kontak, irritant atau alergi
Wajah : rosacea, dermatitis kontak, psoriasis, impetigo
Dada dan punggung : pityriasis versicolor, pityriasis rosea, psoriasis
Kelopak mata : dermatitis atopic, psoriasis, demodex folliculorum
(demodicosis)
Daerah intertriginosa : psoriasis dan candidiasis

2.7 Penatalaksanaan
Kasus-kasus yang telah mempunyai faktor konstitusi agak sukar
disembuhkan, meskipun penyakitnya dapat terkontrol. Faktor predisposisi
hendaknya diperhatikan, misalnya stres emosional dan kurang tidur. Mengenai diet,
dianjurkan rendah lemak.
Pada Bayi
1. Kulit kepala
Pengobatan terdiri dari 3-5% asam salisilat dalam minyak zaitun atau air,
diaplikasikan emollientngan glukokortikosteroid dalam cream atau lotion selama
beberapa hari, sampo bayi, perawatan kulit yang teratur dengan emollient, cream,
dan pasta.
2. Area intertriginosa

8
Pengobatan meliputi lotion pengering, seperti 0,2-0,5 % clioquinol dalam
zinc lotion atau zinc oil. Pada kandidiasis lotion atau cream nistatin atau
amphotericin B dapat dicampur dengan pasta lembut.
Pada dewasa
1. Kulit kepala
Dianjurkan sampo yang mengandung selenium sulfide, imidazoles, zinc
pyrithion, benzoyl peroxide, asam salisilat, tar atau deterjen. Keraknya dapat
diperbaiki dengan pemberian glucocorticosteroid pada malam hari, atau asam
salisilat dalam larutan air. Tinctura, larutan alkohol, tonik rambut, dan produk
sejenis biasanya memicu terjadinya inflamasi dan harus dihindari.3
2. Wajah dan badan
Pasien harus menghindari salep berminyak dan mengurangi penggunaan
sabun. Larutan alkohol, penggunaan lotion sebelum dan sesudah cukur tidak
dianjurkan. Glucocorticosteroid dosis rendah (hydrocortison) cepat membantu
pengobatan penyakit ini, penggunaan yang tidak terkontrol akan menyebabkan
dermatitis steroid, rebound phenomenon steroid, steroid rosacea dan dermatitis
perioral.3
Dermatitis seboroik adalah salah satu manifestasi klinis yang sering terjadi pada
pasien dengan AIDS. Sehingga merupakan salah satu lesi tanda dan harus lebih
hati-hati dalam menangani pasien dengan resiko tinggi.
3. Antifungal
Pengobatan antifungal seperti imidazole dapat memberikan hasil yang baik.
Biasanya digunakan 2 % dalam sampo dan cream. Dalam pengujian yang berbeda
menunjukkan 75-95 % terdapat perbaikan. Dalam percobaan ini hanya ketokonazol
dan itakonazol yang dipelajari, imidazole yang lain seperti econazole, clotrimazol,
miconazol, oksikonazol, isokonazol, siklopiroxolamin mungkin juga efektif.
Imidazol seperti obat antifungal lainnya, memiliki spektrum yang luas, anti
inflamasi dan menghambat sintesis dari sel lemak.3
4. Metronidazole
Metronidazol topikal dapat berguna sebagai pengobatan alternatif untuk
dermatitis seboroik. Metronidazol telah berhasil digunakan pada pasien dengan

9
rosacea. Tidak ada studi yang formal, dan obat ini hanya terdaftar sebagai
pengobatan untuk rosacea. Rekomendasi ini berdasarkan pengalaman pribadi.3
Pengobatan sistemik
Kortikosteroid digunakan pada bentuk yang berat, dosis prednisone 20-30
mg sehari. Jika telah ada perbaiakn, dosis diturunkan perlahan-lahan. Kalau disertai
infeksi sekunder diberi antibiotic.
Isotretinoin dapat digunakan pada kasus yang rekalsitran. Efeknya
mengurangi aktivitas kelenjar sebasea. Ukuran kelenjar tersebut dapat dikurangi
sampai 90%, akibatnya terjadi pengurangan produksi sebum. Dosinya 0,1-0,3 mg
per kg berat badan per hari, perbaikan tapmak setelah 4 minggu. Sesudah itu
diberikan dosis pemeliharaan 5-10 mg per hari selama beberapa tahun yang ternayta
efektif untuk mengontrol penyakitnya.
Pada D.S. yang parah juga dapat diobati dengan narrow band UVB (TL-01)
yang cukup aman dan efektif. Setelah pemberian terapi 3 x seminggu selama 8
minggu, sebagian besar penderita mengalami perbaikan.
Bila pada sediaan langsung terdapat P. ovale yang banyak dapat diberikan
ketokonazol, dosisnya 200 mg per hari.
Pengobatan topical
Pada pitiriasis sika dan oleosa, seminggu 2 – 3 kali scalp dikeramasi selama
5 – 15 menit, misalnya dengan selenium sufida (selsun). Jika terdapat skuama dan
krusta diberi emolien, misalnya krim urea 10%. Obat lain yang dapat dipakai untuk
D.S. ialah :
- ter, misalnya likuor karbonas detergens 2-5% atau krim pragmatar
- resorsin 1-3%
- sulfur praesipitatum 4 – 20%, dapat digabung dengan asam salisilat 3 - 6%
- Kortikostreroid, misalnya krim hidrokortison 2½ %. Pada kasus dengan
inflamasi yang berat dapat dipakai kostikosteroid yang lebih kuat, misalnya
betametason valerat, asalkan jangan dipakai terlalu lama karena efek
sampingnya.
- Krim ketokonasol 2% dapat diaplikasikan, bila pada sediaan langsung
terdapat banyak P. ovale.
Obat-obat tersebut sebaiknya dipakai dalam krim

10
2.8 Prognosis
Seperti telah dijelaskan pada sebagian kasus yang mempunyai faktor
konstitusi penyakit ini agak sukar disembuhkan, meskipun terkontrol.2

11
BAB III
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. M
Umur/ TTL : 11 tahun/ 8 Mei 2008
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Kerinci, Jambi
Agama : Islam
Negeri Asal : Indonesia
Tanggal Pemeriksaan : 2 Januari 2020

II. ANAMNESIS
Seorang pasien perempuan berusia 11 tahun dating dengan ayah dan
ibunya ke Klinik Kulit dan Kelamin RSUP. M. Djamil Padang pada tanggal
2 Januari 2020 dengan;
a. Keluhan Utama
Bercak bersisik putih kasar yang terasa sangat gatal di kepala sejak kurang
lebih 1 minggu yang lalu
b. Riwayat Penyakit Sekarang
• Awalnya sekitar 7 hari yang lalu pasien mengeluhkan rasa yang sangat
gatal di bagian kepala dan bersamaan dengan timbulnya ketombe pada
kepala
• Gatal dikatakan terasa bertambah ketika berkeringat dan dengan cuaca
yang lembab
• Pasien merasa tidak nyaman ketika membilas kepalanya dengan
sampo biasa yang beredar di pasaran
• Pasien sering menggaruk kepalanya hingga gatal berkurang.
• Terhadap keluhan gatal di kepala, pasien pernah berobat ke
puskesmas setempat lalu diberikan obat oles yang keluarga pasien
tidak ingat obat apa, serta diberikan sampo merek Selsun,namun
keluhan tidak berkurang.

12
• Riwayat alergi obat disangkal
• Riwayat alergi makanan berupa ikan laut
• Riwayat bersin-bersin pagi hari disangkal
• Riwayat asma bronkial disangkal
• Riwayat mata sering berair, gatal dan merah disangkal
• Riwayat berketombe sekitar satu tahun yang lalu, terjadinya hilang
timbul, riwayat muncul bercak merah disertai sisik di sekitar telinga
ada. Tidak ada riwayat lesi bercak merah atau putih bersisik yang
serupa di bagian tubuh yang lain.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
• Riwayat timbul bercak kulit bersisik yang serupa di kepala
sebelumnya diakui
• Riwayat timbul bercak merah yang bersisik di bagian telingan diakui
• Riwayat timbul kerontokan rambut diakui
d. Riwayat Pengobatan
Orangtua pasien mengakui telah membawa pasien ke puskesmas terdekat
dan di puskesmas tersebut telah diberikan obat berupa salep namun
orangtua pasien tidak ingat nama, warna, dan dosis dari obat salep
tersebut. Pasien juga diberikan sampo Selsun namun keluhan gatal di
kepala diakui pasien tidak berkurang.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga lain yang mengeluh kelainan yang seperti ini
f. Riwayat Alergi dan Atopi
• Riwayat alergi makanan berupa ikan laut
• Riwayat bersin di pagi hari (-), asma bronkial (-), mata yang sering
merah dan gatal serta berair (-), alergi obat (-), eksim (-), kaligata (-),
biring susu (-).
• Tidak ada riwayat atopi pada keluarga
g. Riwayat Pekerjaan, social, dan kebiasaan
• Pasien dan kakak kandung pasien memakai pakaian yang sama
bergantian
• Pasien jarang keramas dan mandi

13
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
• Keadaan Umum : Tidak tampak sakit
• Kesadaran : Composmentis Cooperatif
• Tekanan darah : Dalam Batas Normal
• Nadi : Dalam Batas Normal
• Frekuensi Nafas : 18 kali per menit
• Suhu : Afebris
• Berat Badan : 45 kg
• Tinggi Badan : 148 cm
• IMT : Dalam Batas Ideal
• Status gizi : Baik

Pemeriksaan Thoraks : Dalam Batas Normal


Pemeriksaan Abdomen : Dalam Batas Normal
Pemeriksaan Ekstremitas: Dalam Batas Normal
Status Dermatologikus
• Lokasi : Pada kulit kepala regio parietalis dan frontalis
• Distribusi : Terlokalisir
• Bentuk/ susunan: Tidak Khas
• Batas : Tidak tegas
• Ukuran : Plakat
• Efflorosensi : Patch putih yang ditutupi skuama putih halus.
Terdapat ketombe yang difus.

14
Status Venerologikus : Tidak dilakukan pemeriksaan
Kelainan Kuku : Tidak terdapat kelainan
Kelainan Rambut : Tidak terdapat kelainan
Kelainan kalenjar limfe : Tidak terdapat pembesaran/ kelainan kalenjar limfe

IV. RESUME
Seorang pasien perempuan, Nn M, berusia 11 tahun datang dengan ayah dan
ibunya ke Klinik Kulit dan Kelamin RSUP. M. Djamil Padang pada tanggal 2
Januari 2020 dengan keluhan utama berupa bercak bersisik putih kasar yang terasa
sangat gatal di kepala sejak kurang lebih 1 minggu yang lalu. Awalnya sekitar 7
hari yang lalu pasien mengeluhkan rasa yang sangat gatal di bagian kepala dan
bersamaan dengan timbulnya ketombe pada kepala. Gatal dikatakan terasa
bertambah ketika berkeringat dan dengan cuaca yang lembab dan pasien merasa
tidak nyaman ketika membilas kepalanya dengan sampo biasa yang beredar di

15
pasaran. Pasien sering menggaruk kepalanya hingga gatal berkurang. Terhadap
keluhan gatal di kepala, pasien pernah berobat ke puskesmas setempat lalu
diberikan obat oles yang keluarga pasien tidak ingat obat (nama, warna dan dosis)
apa, serta diberikan sampo merek Selsun, namun keluhan tidak berkurang.
Dari pemeriksaan fisik status dermatologikus didapatkan adanya lesi di
bagian kulit kepala pasien yang tempat tumbuh rambut, terlokalisir dengan bentuk
yang tidak khas dan batas yang tidak tegas yang berukuran plakat, serta efflorosensi
berupa plak putih yang ditutupi skuama putih halus-kasar.

V. DIAGNOSIS KERJA
Suspek Dermatitis Seboroik

VI. DIAGNOSA BANDING


Dermatofitosis
VII. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN ANJURAN
Pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH 10-20%
VIII. DIAGNOSIS
Dermatitis Seboroik
IX. PENATALAKSANAAN
a. Umum
• Menjelaskan terhadap pasien dan keluarga (orangtua) terhadap
kondisi penyakit yang dimiliki pasien berhubungan dengan produksi
sebum. Penyakit ini dapat timbul karena multifaktor seperti stress,
nutrisi, kelainan neurologis, kelembaban, faktor fisik, dan genetik.
Semua faktor tersebut adalah yang dapat mencetuskan terjadinya
Dermatitis Seboroik.
• Menghindari udara dengan kelembaban rendah yang menambah
intensitas gatal
• Hindari garukan yang terlalu keras sehingga dapat menyebabkan lesi
yang iritasi lebih luas
• Menjaga hieginitas kulit dan kulit kepala dengan mandi serta keramas
yang teratur seperti contoh dua hingga tiga kali sehari, mengelap jika

16
berkeringat banyak agar kulit kepala kering sehingga ketombe tidak
muncul.
• Menjelaskan cara penggunaan shampo dan minum obat agar pasien
dapat memakai obat secara teratur dan tidak menghentikan
pengobatan tanpa seizing dokter
• Mulai tidak lagi bertukar pakaian dengan orang lain walaupun itu
saudara kandung sendiri.
b. Khusus
• Sistemik : Cetirizin tab 10 mg untuk sekali sehari
• Topikal : Sampo Ketokonazol 2% yang dipakai untuk dua
kali dalam seminggu. Digunakan sebelum keramas, diamkan 5-10
menit sebelum akhirnya dibilas dan keramas seperti biasa.

X. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad sanationam : Bonam
Quo ad cosmetikum : Bonam
Quo ad functionam : Bonam

17
XI. RESEP
dr. Umum
Praktik Umum
SIP: 1940312073
Jadwal Praktik Setiap Hari Kerja
Jam 19.00-21.00
Alamat Jalan Jati Nomor 1 Padang
No HP 088807315795
Padang, 2 Januari 2020
R/ Cetirizine Tab 10mg No. XIV
S.1.d.d
R/ Ketokonazol Shampo 2% 100ml fls. No I
S.u.e 2x seminggu o.m

Pro : Nn. M
Usia : 11 tahun
Alamat : Kerinci, Jambi

18
BAB IV
DISKUSI
Telah dilaporkan kasus seorang pasien perempuan berumur 11 tahun dating
dengan orangtuanya ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP M. Djamil Padang pada
tanggal 2 Januari 2020 dengan diagnosis Dermatitis Seboroik.
Diagnosis pasien ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Berdasarkan anamnesis diketahui bahwa timbul bercak bersisik putih kasar yang
terasa sangat gatal di kepala sejak kurang lebih 1 minggu yang lalu. Awalnya sekitar
7 hari yang lalu pasien mengeluhkan rasa yang sangat gatal di bagian kepala dan
bersamaan dengan timbulnya ketombe pada kepala dan gatal bertambah saat
berkeringat. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan lesi pada anak yang
menjadi keluhan utama adalah bercak merah hingga putih yang disertai dengan sisik
di kulit kepala dan area yang terkena akan terasa gatal. Timbulnya ketombe
merupakan tanda awal manifestasi klinis dermatitis seboroik. Keluhan juga
memburuk jika terdapat pencetus seperti faktor kelembaban dan stress.
Dari pemeriksaan status dermatologikus ditemukan lesi di kulit kepala
region parietalis kanan dan kiri serta frontalis, dengan distribusi terlokalisir, bentuk
dan susunan tidak khas, batas tidak tegas, ukuran plakat, efflorosensi patch putih
yang ditutupi skuama putih halus serta ditemukan ketombe yang difus di kulit
kepala. Hal ini sesuai dengan teori tentang gambaran klinis pasien Dermatitis
Seboroik yang dialami oleh pasien anak dan dewasa. Pasien diberikan tatalaksana
umum dan khusus.
Tatalaksana umum padapasien ini berupa edukasi mengenai kondisi
penyakit yang dimiliki pasien berhubungan dengan produksi sebum. Penyakit ini
dapat timbul karena multifaktor seperti stress, nutrisi, kelainan neurologis,
kelembaban, faktor fisik, dan genetik. Semua faktor tersebut adalah yang dapat
mencetuskan terjadinya Dermatitis Seboroik. Serta edukasi tentang menghindari
udara dengan kelembaban rendah yang menambah intensitas gatal, menghindari
garukan yang terlalu keras sehingga dapat menyebabkan lesi yang iritasi lebih luas,
menjaga hieginitas kulit dan kulit kepala dengan mandi serta keramas yang teratur
seperti contoh dua hingga tiga kali sehari, mengelap jika berkeringat banyak agar
kulit kepala kering sehingga ketombe tidak muncul, menjelaskan cara penggunaan

19
shampo dan minum obat agar pasien dapat memakai obat secara teratur dan tidak
menghentikan pengobatan tanpa seizing dokter dan mulai tidak lagi bertukar
pakaian dengan orang lain walaupun itu saudara kandung sendiri.
Tatalaksana khusus yang diberikan berupa pemberian antihistamin sistemik
untuk mengatasi rasa gatal yang hebat pada pasien berupa pemberian tablet
Cetirizine 10mg satu kali sehari, dan obat topikal berupa sampo Ketokonazol 2%
untuk pemakaian dua kali seminggu. Prognosis pada pasien ini adala quo ad vitam
bonam, quo ad sanationam bonam, quo ad kosmetikum bonam dan quo ad
functionam bonam.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Juanda A, Dermatosis eritroskuamosa. Dalam Juanda A, Hamzah M, Aisah S,


Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi keempat. Cetakan kedua. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2005 : 200-2

2. Plewig G. Seborrheic dermatitis. In Fitzpatrick TB, Eisen AZ, Wolff K,


Freedberg IM, Austen KF. Dermatology in general medicine. Volume 1. Fourth
edition. United States of America : Mc Grow Hill ; 1993 : 1569-73

3. Champion RH, Burton JL, Ebling FJG. Seborrhoic dermatitis. Textbook of


dermatology. Volume 1. Fifth edition. Oxford : Blackwell Scientific
Publications ; 1992 : 545-51

4. Goldstein BG, Goldstein AO. Dalam Dematologi praktis. Cetakan pertama.


Jakarta : Hipokrates ; 1998 : 188-90

5. Barakbah J, Pohan SS, Sukanto H, Martodihardjo S, Agusni I, Lumintang H, et


al. Dermatitis seboroik. Atlas penyakit kulit dan kelamin. Cetakan ketiga.
Surabaya : Airlangga University Press ; 2007 : 112-6

6. Arnold HL, Odom RB, James WD. Seborrheic dermatitis. Diseases of the skin.
Eighth edition. Philadelphia : WB Saunders Company ; 1990 : 194-98

7. Reeves JRT, Maibach H. Dermatitis seboroika. Atlas dermatologi klinik.


Cetakan pertama. Jakarta : Hipokrates ; 1990 : 1-3

8. Clark AF, Hopkins TT. Dermatitis seboroik. In Moscella SL, Hurley HJ,
Dermatology, third edition. Fourth edition. United states of america : WB
Saunders Company ; 1992 : 465-72

21

Anda mungkin juga menyukai