NASKAH PSIKIATRI
F45.0 Gangguan Somatisasi
Oleh
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………….……….....2
DAFTAR ISI………………………………………………………….3
BAB I PENDAHULUAN………………………………………........ 4
2.1 Definisi……………………..………….…....................................6
2.2 Epidemiologi………….……….……............................................6
2.3 Etiologi………….……......………….…….....…......….…...........6
2.7 Prognosis….…….….……......….……......….……......….……...13
BAB 4 DISKUSI………………………………….............................37
BAB 5 KESIMPULAN……………………………...........................42
DAFTAR PUSTAKA…………………….…….…….......................43
3
BAB 1
PENDAHULUAN
4
gejala daripada keyakinan pasien bahwa mereka memiliki suatu penyakit spesifik.
(4) Gangguan dismorfik tubuh yaitu ditandai dengan keyakinan yang salah atau
persepsi yang berlebihan bahwa suatu bagian tubuhnya cacat dan yang terakhir
adalah (5) gangguan nyeri, ditandai dengan gejala nyeri yang hanya disebabkan,
atau secara signifikan diperberat faktor psikologis. DSM-IV-TR juga memiliki
dua kategori diagnostik sisa untuk gangguan somatoform yaitu (1) gangguan
somatoform yang tidak terinci, mencakup gangguan somatoform yang tidak dapat
dijelaskan, telah ada selama 6 bulan atau lebih, dan (2) gangguan somatoform
yang tidak tergolongkan merupakan kategori untuk keadaan yang tidak memenuhi
diagnosis gangguan somatoform yang telah disebutkan di atas.2
Dari penjelasan tersebut kami tertarik untuk membahas tentang kasus
gangguan somatisasi.
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Gangguan somatisasi ditandai dengan banyak gejala somatik yang tidak
dapat dijelaskan dengan adekuat berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium.
Gangguan ini biasanya dimulai sebelum usia 30. dapat berlanjut hingga tahunan,
dan dikenali menurut DSM-IV-TR sebagai "kombinasi gejala nyeri,
gastrointestinal, seksual, serta pseudoneurologis”. Gangguan somatisasi berbeda
dengan gangguan somatoform lainnya karena banyaknya keluhan dan banyaknya
sistem organ yang terlibat (contohnya gastrointestinal dan neurologis). Gangguan
ini bersifat kronis dan disertai penderitaan psikologis yang signifikan, hendaya
fungsi sosial dan pekerjaan, serta perilaku mencari bantuan medis yang
berlebihan.1
Gangguan somatisasi telah dikenal sejak zamn Mesir Kuno. Nama
gangguan somatisasi adalah histeria yaitu suatu keadaan yang salah dianggap
hanya mengenai perempuan. (Kata histeria berasal dari kata Yunani untuk uterus,
hysteria). Pada abad ke-17, Thomas Sydenham mengenali bahwa faktor
psikologis yang ia sebut antecedent sorrows (duka-cita turunan), terlibat dalam
patogenesis gejala. Pada tahun 1859, Paul Briquet, seorang dokter dari Perancis,
mengamati keragaman gejala dan sistem organ yang terkena serta menguraikan
perjalanaan gangguan yang biasanya kronis. Kerena pengamatan klinis yang
tajam, gangguan ini disebut sindrom Briquet selama beberapa waktu, walaupun
istilah gangguan somatisasi menjadi standar di Amerika Serikat.4
2.2 Epidemiologi
Prevalensi seumur hidup gangguan somatisasi dalam umum diperkirakan
0,1 sampai 0,2 persen walaupun beberapa kelompok riset yakin bahwa angka
sebenarnya dapat lebih mendekati 0,5 persen. Perempuan dengan gangguan
somatisasi jumlahnya melebihi laki-laki 5 hingga 20 kali tetapi perkiraan tertinggi
dapat disebabkan adanya tendensi dini tidak mendiagnosis gangguan somatisasi
pada pasien laki-laki. Meskipun demikian. gangguan ini adalah gangguan yang
6
lazim ditemukan. Dengan rasio perempuan banding laki-laki 5 banding 1,
prevalensi seumur hidup gangguan somatisasi pada perempuan di populasi umum
mungkin 1 atau 2 persen.5
Di antara pasien yang di praktik dokter umum dan dokter keluarga,
sebanyak 5 sampai 10 persen dapat memenuhi kriteria diagnostik gangguan
somatisasi. Gangguan ini berbanding terbalik dengan posisi sosial dan terjadi
paling sering pada pasien yang memiliki sedikit edukasi dan tingkat pendapatan
yang rendah. Gangguan somatisasi didefinisikan dimulai sebelum usia 30 tahun
dan paling sering dimulai selama masa remaja seseorang.6
2.3.1 Etiologi
Faktor Psikososial. Formula psikososial melibatkan interpretasi gejala
sebagai komunikasi sosial, akibatnya adalah menghindari kewajiban (contohnya
harus pergi ke tempat kerja yang tidak disukai), mengekspresikan emosi
(contohnya marah kepada pasangan), atau menyimbolkan suatu perasaan atau
keyakinan (contohnya nyeri di usus). Interpretasi gejala psikoanalitik yang kaku
bertumpu pada hipotesis bahwa gejala-gejala tersebut menggantikan impuls
berdasarkan insting yang ditekan.2
Perspektif perilaku pada gangguan somatisasi menekankan bahwa
pengajaran orang tua, contoh dari orang tua, dan adat-istiadat dapat mengajari
beberapa anak untuk lebih melakukan somatisasi daripada orang lain. Di samping
itu, sejumlah pasien dengan gangguan somatisasi datang dari keluarga yang tidak
stabil dan mengalami penyiksaan fisik.2
Sejumlah studi mengemukakan bahwa pasien memiliki perhatian yang
khas dan hendaya yang menghasilkan persepsi dan penilaian input somatosensori
yang salah. Hendaya ini mencakup perhatian mudah teralih, ketidakmampuan
menghabituasi stimulus berulang, pengelompokan konstruksi kognitif dengan
dasar impresionistik, hubungan parsial dan sirkumstansial, serta kurangnya
selektivitas seperti yang ditunjukkan sejumlah studi potensial bangkitan. Sejumlah
terbatas studi pencitraan otak melaporkan adanya penurunan metabolisme lobus
frontalis dan hemisfer nondominan.3
Data genetik menunjukkan bahwa gangguan somatisasi dapat memiliki
7
komponen genetik. Gangguan somatisasi cenderung menurun di dalam keluarga
dan terjadi pada 10 hingga 20 persen kerabat perempuan derajat pertama pasien
dengan gangguan somatisasi. Di dalam keluarga ini, kerabat laki-laki derajat
pertama rentan terhadap penyalahgunaan zat dan gangguan kepribadian antisosial.
Satu studi melaporkan bahwa angka kejadian bersama 29 persen pada kembar
monozigot dan 10 persen pada kembar dizigot, menunjukkan adanya efek genetik
Penelitian sitokin, suatu area baru studi ilmu neurologi dasar, dapat relevan
dengan gangguan somatisasi dan gangguan somatoform lain. Sitokin adalah
molekul pembawa pesan yang digunakan sistem imun untuk berkomunikasi di
dalam dirinya dan dengan sistem saraf, termasuk otak. Contoh sitokin adalah
interleukin, faktor nekrosis tumor, dan interferon. Beberapa percobaan
pendahuluan menunjukkan bahwa sitokin dapat berperan menyebabkan sejumlah
gejala nonspesifik penyakit, terutama infeksi, seperti hipersomnia, anoreksia,
lelah, dan depresi. Walaupun belum ada data yang menyokong hipotesis,
pengaturan abnormal sistem sitokin dapat mengakibatkan sejumlah gejala yang
ditemukan pada gangguan somatoform.4
8
(histrionik), terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk
dokternya untuk menerima bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa
perlu adanya pemeriksaan fisik yang lebih lanjut. 3 Dalam kasus lain, orang
berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita penyakit serius, namun tidak
ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan.
Gambaran keluhan gejala somatoform:
1. Neuropsikiatri:
a. “Kedua bagian dari otak saya tidak dapat berfungsi dengan baik”
b. “Saya tidak dapat menyebutkan benda di sekitar rumah ketika ditanya”
2. Kardiopulmonal:
a “ Jantung saya terasa berdebar debar…. Saya kira saya akan mati”
3. Gastrointestinal:
a. “Saya pernah dirawat karena sakit maag dan kandung empedu dan belum
ada dokter yang dapat menyembuhkannya”
4. Genitourinaria:
a. “Saya mengalami kesulitan dalam mengontrol BAK, sudah dilakukan
pemeriksaan namun tidak di temukan apa-apa”
5. Musculoskeletal
a. “Saya telah belajar untuk hidup dalam kelemahan dan kelelahan
sepanjang waktu”
6. Sensoris:
a. “Pandangan saya kabur seperti berkabut, tetapi dokter mengatakan
kacamata tidak akan membantu”
9
atau keseimbangan. paralisis atau kelemahan lokal, kesulitan menelan atau
benjolan di tenggorok, afonia, retensi urine, halusinasi, hilangnya sensasi raba
atau nyeri, penglihatan ganda, buta, tuli, kejang, atau hilang kesadaran selain
pingsan.
Penderitaan psikologis dan masalah interpersonal menonjol pada
gangguan ini, ansietas dan depresi adalah keadaan psikiatri yang paling sering.
Ancaman bunuh diri lazim ada tetapi bunuh diri yang sesungguhnya jarang
terjadi. Jika terjadi bunuh diri biasanya sering terkait penyalahgunaan zat.
Riwayat medis pasien sering berbelit-belit, samar, tidak pasti, tidak konsisten, dan
kacau.7
Pasien secara klasik, tetapi tidak selalu, menggambarkan keluhannya
dengan cara yang dramatik, emosional, dan berlebihan, dengan bahasa yang jelas
dan berwarna; mereka dapat bingung dengan urutan waktu dan tidak dapat
membedakan dengan jelas gejala saat ini dengan yang lalu. Pasien perempuan
dengan gangguan somatisasi dapat berpakaian dengan cara yang ekshibisionistik.
Pasien dapat dianggap sebagai seseorang yang tidak mandiri. terpusat pada diri
sendiri, haus pemujaan, dan manipulatif.6
10
- 4 gejala nyeri: riwayat nyeri pada minimal 4 tempat atau
fungsional (misalnya kepala, perut, punggung, sendi, ekstremitas, dada, rektum,
sewaktu coitus atau miksi).
- 2 gejala-gejala gastrointestinal: riwayat sedikitnya 2 gejala
gastrointestinal selain nyeri (misalnya nausea, meteorismus, vomitus diluar
kehamilan, diare, intoleransi beberapa jenis makanan).
- 1 gejala seksual: riwayat sedikitnya ada 1 gejala seksual atau ……
reproduksi selain nyeri (misalnya indiferen sexual, disfungsi ereksi atau ejakulasi,
haid irregular, hipermenorrhea, vomitus sepanjang masa kehamilan).
- 1 gejala pseudoneurologis: riwayat sedikitnya 1 gejala atau deficit
yang mengarah pada suatu kondisi neurologis yang tidak hanya nyeri (gejala-
gejala konversi seperti gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisa atau
kelemahan lokal, sukar menelan atau terasa adanya massa di tenggorok, aphonia,
retensi urinae, halusinasi, kehilangan sensasi nyeri dan raba, visus ganda,
kebutaan, tuli, kejang; gejala-gejala disosiatif seperti amnesia; kehilangan
kesadaran selain pingsan).
c. Adanya 1 atau 2:
- Setelah penelitian yang sesuai; gejala-gejala pada kriteria B tidak
dapat dijelaskan berdasarkan kondisi medis umum yang dikenal atau efek
langsung dari zat (penyalahgunaan obat atau medikasi).
- Ketika ada kaitan dengan suatu kondisi medis umum, keluhan-
keluhan fisik atau hambatan sosial atau pekerjaan adalah berlebihan berdasarkan
riwayat, pemeriksaan fisik atau temuan-temuan laboratorium.
d. Gejala-gejala tidak (dimaksudkan) dibuat-buat atau disengaja
(seperti pada gangguan buatan atau malingering.
DSM-IV juga memiliki dua kategori diagnostik residual untuk gangguan
somatoform. Undiferrentiated somatoform, termasuk gangguan somatoform, yang
tidak digolongkan salah satu diatas, yang ada selama enam bulan atau lebih.
11
2.6 Diagnosis Banding Gangguan Somatisasi
2.7 Tatalaksana
Berikut adalah penanganan pada gangguan somatisasi.1
1. Farmakoterapi
Tidak ada percobaan klinis terapi obat yang adekuat untuk somatoform
primer. Obat-obat yang yang efektif dalam situasi-situasi sebagai berikut;
a. Gejala-gejala spesifik yang sulit disembuhkan seperti nyeri kepala,
mialgia, dan bentuk-bentuk penyakit kronik lainnya dapat hilang dengan
antidepresan trisiklik. Demikian pula pasien-pasien cemas dengan terapi
aprazolam, benzodiazepin, atau beta-bloker. Walaupun pasien-pasien
tersebut tidak memnuhi kriteria gangguan panik atau kecemasan.
b. Obat-obat simtomatik murni (misal: analgetik, antasida)
2. Konsultasi psikiatrik
13
Kita harus merujuk pasien pada suatu pelayanan hubungan konsultasi
atau kepada seorang dokter ahli jiwa.konsultasi mengakibatkan intervensi
psikiatrik jangka pendek selain strategi-strategi penatalaksanaan yang
dianjurkan oleh dokter di perawatan primer.
Pasien dengan somatoform kronik berat mungkin mendapatkan
perbaikan dengan program-program terapi rawat inap. 7
3. Strategi penatalaksanaan
Terapi perilaku kognitif (CBT, cognitive behavior therapy) akan
bermanfaat jika diadaptasi untuk keluhan somatoform utama.
Terapi kognitif-behavioral, untuk mengurangi pemikiran atau sifat
pesimis pada pasien. Teknik behavioral, terapis bekerja secara
lebih langsung dengan si penderita gangguan somatoform,
membantu orang tersebut belajar dalam menangani stress atau
kecemasan dengan cara yang lebih adaptif. Terapi kognitif, terapis
menantang keyakinan klien yang terdistorsi mengenai penampilan
fisiknya dengan cara menyemangati mereka untuk mengevaluasi
keyakinan mereka dengan bukti yang jelas
14
2.8 Prognosis
Sebagian besar pasien dengan gejala-gejala somatisasi sembuh tanpa
intervensi khusus. Faktor-faktor yang lebih prognostik antara lain awitan yang
akut dan durasi gejala yang singkat, usia muda, kelas sosioekonomi tinggi, tidak
ada penyakit organik, dan tidak ada gangguan kepribadian.
Gejala mungkin dapat hilang secara spontan bila sudah tidak diperlukan
lagi atau berespons baik terhadap psikoterapi spesifik. 7
15
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas
3.1.1 Identitas Pasien
Nama (inisial) : Ny. P
MR : 00.85.28.64
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 29 tahun
Status perkawinan : Menikah
Kewarganegaraan : Indonesia
Suku bangsa : Melayu Kerinci
Negeri Asal : Kerinci
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : D3 Keperawatan
Pekerjaan : Perawat
Alamat : Kecamatan Sungai Penuh, Kerinci
Keterangan/ anamnesis di bawah ini diperoleh dari (lingkari angka di bawah ini)
1. Autoanamnesis dengan pasien pada hari Kamis tanggal 28 November 2019
di Poliklinik Jiwa RSUP Dr. M. Djamil Padang
1. Pasien datang ke fasilitas kesehatan ini atas keinginan (lingkari pada huruf
yang sesuai)
a. Sendiri
b. Keluarga
c. Polisi
d. Jaksa/ Hakim
16
3.2.1 Sebab Utama
Pasien datang ke Poliklinik Jiwa RSUP Dr.M. Djamil Padang pertama kali
karena pasien sering merasakan nyeri perut yang menjalar ke dada dan membuat
sesak sejak 1 tahun yang lalu. Pasien sudah berobat ke beberapa dokter spesialis
Penyakit Dalam namun tidak ada perbaikan.
17
sebagai perawat karena pikiran pasien tentang penyakitnya. Selain itu selama 1
tahun ini pasien juga sering malas-malasan, kurang nafsu makan, kurang minat
mengerjakan sesuatu, dan sering tidur-tiduran di rumah karena cuti bekerja.
Pasien menyangkal merasakan sering melihat bayangan dan mendengar
suara-suara. Pasien juga menyangkal ada permasalahan yang berat dengan suami,
dengan orang tua, maupun dengan mertua. Pasien juga menyangkal ada
permasalahan perekonomian. Pasien merasa pengobatannya dengan dokter
spesialis penyakit dalam belum optimal, karena pasien belum dicek darah
lengkap, belum di usg atau di endoskopi. Pasien juga bingung mengapa dokter
spesialis penyakit dalamnya merujuk pasien ke dokter spesialis penyakit jiwa.
18
Pekerjaan PNS Ibu Rumah Tangga
Umur 67 tahun 63 tahun
Alamat Kecamatan Sungai Kecamatan Sungai
Penuh, Kerinci Penuh, Kerinci
Skema Pedegree
19
AYAH IBU
Keterangan :
: Keluarga yang sudah meninggal
: Keluarga yang sudah meninggal
: Keluarga yang sakit
: Laki-laki
: Perempuan
f. Orang lain yang tinggal di rumah pasien dengan gambaran sikap dan
tingkah laku dan bagaimana pasien dengan mereka
No Hubungan dengan pasien Gambaran sikap Kualitas hubungan
dan tingkah laku
1. Ibu Baik Akrab
2. Ayah Baik Akrab
3. Suami Baik Akrab
21
tempat tidur (-), night terror (-), temper tantrum (-), gagap (-), tik (-), masturbasi
(-), mutisme selektif (-), dan lain.lain.
b) Kesehatan fisik masa kanak-kanak: **demam tinggi disertai mengigau (-),
kejang-kejang (-), demam berlangsung lama (-), trauma kapitis disertai hilangnya
kesadaran (-), dan lain-lain.
c) Tempramen sewaktu kanak-kanak: **pemalu (-), gelisah (-), overaktif (-),
menarik diri (-), suka bergaul (-), suka berolahraga (-), dan lain-lain.
d) Masa sekolah
22
f) Percintaan, perkawinan, kehidupan seksual dan rumah tangga
- Pasien sudah menikah
j) Situasi sosial saat ini:
- Tempat tinggal: rumah sendiri (-), rumah kontrak (-), rumah susun (-), apartemen
(-), rumah orang tua (+), serumah dengan mertua (-), di asrama (-), dan lain-lain.
- Polusi lingkungan: bising (-), kotor (-), bau (-), ramai (+), dan lain-lain.
23
hipersomnia (-), kurang bersemangat (+) rasa rendah diri (-),
penurunan aktivitas (+), mudah merasa sedih dan menangis
(-) dan lain-lain
Histrionik Dramatisasi (-), selalu berusaha menarik perhatian bagi
dirinya (-), mendambakan rangsangan aktivitas yang
menggairahkan (-), bereaksi berlebihan terhadap hal-hal yang
sepele (-), egosentris (-), suka menuntut (-), dependen (-), dan
lain-lain
Narsisistik Merasa bangga berlebihan terhadap kehebatan dirinya (-),
preokupasi dengan fantasi tentang sukses, kekuasaan, dan
kecantikan (-), ekshibisionisme (-), membutuhkan perhatian
dan pujian yang terus menerus (-) hubungan interpersonal
yang eksploitatif (-), merasa marah, malu, terhina, dan rendah
diri bila dikritik (-), dan lain-lain
Dissosial Tidak peduli dengan perasaan orang lain (-), sikap yang amat
tidak bertanggung jawab dan berlangsung terus menerus (-),
tidak mampu mengalami rasa bersalah dan menarik manfaat
dari pengalaman (-), tidak peduli pada norma-norma,
peraturan dan kewajiban seseorang (-), tidak mampu
memelihara suatu hubungan agar berlangsung lama (-),
iritabilitas (-), agresivitas (-), impulsif (-),sering berbohong (-),
sangat cenderung menyalahkan orang lain atau menawarkan
rasionalisasi yang masuk akal untuk perlaku yang membuat
pasien konfil dengan masyarakat (-)
Ambang Pola hubungan interpersonal yang mendalam dan tidak stabil
(-), kurangnya pengendalian terhadap kemarahan (-),
gangguan identitas (-), afek yang tidak mantap (-), tidak tahan
untuk berada sendirian (-), tindakan mencederai diri sendiri(-),
rasa bosan kronik (-), dan lain-lain
Menghindar Perasaan tegang dan takut yang pervasif (-), merasa dirinya
tidak mampu (-), tidak menarik atau lebih rendah dari orang
24
lain (-), keengganan untuk terlibat dengan orang lain kecuali
merasa yakin disukai (-), preokupasi yang berlebihan terhadap
kritik dan penolakan dalam situasi sosial (-), menghindari
aktivitas sosial atau pekerjaan yang banyak melibatkan
kontak interpersonal karena takut dikritik, tidak didukung,
atau ditolak (-)
Anankastik Perasaan ragu-ragu yang hati-hati dan berlebihan (-),
preokupasi pada hal-hal yang rinci (details), peraturan daftar,
urutan, organisasi dan jadwal (-), perfeksionisme (-), ketelitian
yang berlebihan (-), kaku dan keras kepala (-), pengabdian
yang berlebihan terhadap pekerjaan sehingga menyampingkan
kesenangan dan nilai-nilai hubungan interpersonal (-),
pemaksaan yang berlebihan agar orang lain mengikuti persis
caranya melakukan sesuatu (-), keterpakuan yang berlebihan
pada kebiasaan sosial (-), dan lain-lain
Dependen Mengalami kesulitan untuk membuat keputusan sehari-hari
tanpa nasehat dan masukan dari orang lain (-), membutuhkan
orang lain untuk mengambil tanggung jawab pada banyak hal
dalam hidupnya (-), perasaan tidak enak atau tidak berdaya
apabila sendirian, karena ketakutan yang dibesar-besarkan
tentang ketidakmampuan mengurus diri sendiri (-), takut
ditinggalkan oleh orang yang dekat dengannya (-)
25
( - ), pindah rumah ( - ), pindah ke kota lain ( - ), transmigrasi ( - ), pencurian ( -
), perampokan ( - ), ancaman ( - ), keadaan ekonomi yang kurang ( - ), memiliki
hutang ( - ), usaha bangkrut ( - ), masalah warisan ( - ), mengalami tuntutan
hukum ( - ), masuk penjara ( - ), memasuki masa pubertas( - ), memasuki usia
dewasa ( - ), menopause ( - ), mencapai usia 50 tahun ( - ), menderita penyakit
fisik yang parah ( - ), kecelakaan ( - ), pembedahan ( - ), abortus ( - ), hubungan
yang buruk antar orang tua ( - ), terdapatnya gangguan fisik atau mental dalam
keluarga ( - ), cara pendidikan anak yang berbeda oleh kedua orang tua atau kakek
nenek ( - ), sikap orang tau yang acuh tak acuh pada anak ( - ), sikap orang tua
yang kasar atau keras terhadap anak ( - ), campur tangan atau perhatian yang lebih
dari orang tua terhadap anak ( - ), orang tua yang jarang berada di rumah ( - ),
terdapat istri lain ( - ), sikap atau kontrol yang tidak konsisten ( - ), kontrol yang
tidak cukup ( - ), kurang stimulasi kognitif dan sosial ( - ), bencana alam ( - ),
amukan masa ( - ), diskriminasi sosial ( - ), perkosaan ( - ), tugas militer ( - ),
kehamilan ( - ), melahirkan di luar perkawinan ( - ), dan lain-lain.
26
GRAFIK PERJALANAN PENYAKIT
Tahun 2017-2019
Tahun 2018 Pasien sudah beberapa kali Berobat
Pasien merasakan nyeri rutin dan terkontrol ke beberapa
perut, rasa panas di dokter spesialis penyakit dalam tapi
dada, rasa tercekik di tidak ada perbaikan .
leher sejak Agustus
2018
27
3.3 Status Internus
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Komposmentis Kooperatif
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : Teraba kuat, teratur, frekuensi 80x/menit
Nafas : Pernapasan abdominothoracal, simetris kiri dan kanan
Teratur, frekuensi 18x/menit
Suhu : 36,50 C
Tinggi Badan : 160 cm
Berat Badan : 67 kg
Bentuk Badan : Normal
Status Gizi : Gizi baik
Sistem respiratorik : Inspeksi : simetris kiri dan kanan, statis dan dinamis
Palpasi : fremitus kiri dan kanan simetris
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi (-), wheezing
(-)
Kardiovaskular : Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus tidak teraba
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1,S2 reguler, Murmur (-)
Abdomen : Inspeksi : distensi (-)
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba
28
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Kelainan Khusus : tidak ada
29
3.5.1 Keadaan Umum
1. Kesadaran / sensorium: composmentis (+), somnolen (-), stupor (-), kesadaran
berkabut (-), koma (-), delirium (-), kesadaran berubah (-), dan lain-lain.
2. Penampilan:
· Sikap tubuh: biasa (+), diam (-), aneh (-), sikap tegang (-), kaku (-), gelisah (-),
kelihatan seperti tua (-), kelihatan seperti muda (-), berpakaian sesuai gender (+)
· Cara berpakaian: rapi (+), biasa (+) , tak menentu (-), sesuai dengan situasi (-),
kotor (-), kesan (dapat/tidak dapat mengurus diri)
· Kesehatan fisik: sehat (-), pucat (-), lemas (+), apatis (-), telapak tangan basah (-),
dahi berkeringat (-), mata terbelalak (-)
3. Kontak psikis: Dapat dilakukan (+), tidak dapat dilakukan (-), wajar (+), kurang
wajar (-), sebentar (-), cukup lama (+)
3. Sikap: kooperatif (+), penuh perhatian (-), berterus terang (-), menggoda (-),
bermusuhan (-), suka main-main (-), berusaha supaya disayang (-), selalu
menghindar (-), berhati-hati (+), dependen (-), infantil (-), curiga (-), pasif (-), dan
lain-lain.
4. Tingkah laku dan aktifitas psikomotor
· Cara berjalan: biasa (+), sempoyongan (-), kaku (-), dan lain-lain
· Ekhopraksia (-), katalepsi (-), luapan katatonik (-), stupor katatonik (-), rigiditas
katatonik (-), posturing katatonik (-), cerea fleksibilitas (-), negativisme (-),
katapleksi (-), stereotipik (-), mannerisme (-), otomatisme (-), otomatisme perintah
(-), mutisme (-), agitasi psikomotor (-), hiperaktivitas/hiperkinesis (-), tik (-),
somnabulisme (-), akathisia (-), kompulsi (-), ataksia (-), hipoaktivitas (-), mimikri
(-)
· Agresi (-), acting out (-), abulia (-), tremor (-), ataksia (-), chorea (-), distonia (-),
bradikinesia (-), rigiditas otot (-),diskinesia (-),konvulsi (-), seizure (-), piomanisa
(-), vagabondage (-)
3.5.3 Emosi
Hidup emosi*: stabilitas (stabil), pengendalian (adekuat), arus emosi (biasa)
1. Afek
Afek appropriate/ serasi (+), afek inappropriate/ tidak serasi(-), afek tumpul (-),
afek yang terbatas (-), afek datar (-), afek yang labil (-).
2. Mood
Mood eutimik (-), mood disforik (+), mood yang meluap-luap (expansive mood)
(-), mood yang iritabel (-), mood yang labil (swing mood) (-), mood meninggi
(elevated mood/ hipertim) (-), euforia (-), ectasy (-), mood depresi (hipotim) (+),
anhedonia (-), dukacita (-), aleksitimia (-), elasi (-), hipomania (-), mania(-),
melankolia(-), La belle indifference (-), tidak ada harapan (-).
3. Emosi lainnya
Ansietas (-), free floating anxiety (-), ketakutan (-), agitasi (-), tension
(ketegangan) (-), panic (-), apati (-), ambivalensi (-), abreaksional (-), rasa malu
(-), rasa berdosa/ bersalah (-), kontrol impuls (-).
4. Gangguan fisiologis yang berhubungan dengan mood
Anoreksia (-), hiperfagia (-), insomnia (-), hipersomnia (-), variasi diurnal (-),
penurunan libido (-), konstispasi (-), fatigue (-), pica (-), pseudocyesis (-), bulimia
(-).
3.5.5 Persepsi
· Halusinasi
Non patologis: Halusinasi hipnagogik (-), halusinasi hipnopompik (-), Halusinasi
auditorik (-), halusinasi visual (-), halusinasi olfaktorik (-), halusinasi gustatorik
(-), halusinasi taktil (-), halusinasi somatik (-), halusinasi liliput (-), halusinasi
sejalan dengan mood (-), halusinasi yang tidak sejalan dengan mood (-),
halusinosis (-), sinestesia (-), halusinasi perintah (command halusination), trailing
phenomenon (-).
32
· Ilusi (-)
· Depersonalisasi (-), derealisasi (-)
3.10 Penatalaksanaan
a) Farmakoterapi
alprazolam 0,5 mg 2x 0,5
b) Psikoterapi
1. Kepada pasien
34
Terapi perilaku kognitif (CBT, cognitive behavior therapy)
2. Kepada keluarga
Psikoedukasi pada keluarga mengenai penyakit yang diderita pasien
Dukungan sosial dan perhatian keluarga terhadap pasien
3.11 Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia at bonam
BAB 4
DISKUSI
c. Adanya 1 atau 2:
- Setelah penelitian yang sesuai; gejala-gejala pada kriteria B tidak dapat
dijelaskan berdasarkan kondisi medis umum yang dikenal atau efek langsung dari
zat (penyalahgunaan obat atau medikasi).
- Ketika ada kaitan dengan suatu kondisi medis umum, keluhan-keluhan
fisik atau hambatan sosial atau pekerjaan adalah berlebihan berdasarkan riwayat,
pemeriksaan fisik atau temuan-temuan laboratorium.
36
d. Gejala-gejala tidak (dimaksudkan) dibuat-buat atau disengaja (seperti pada
gangguan buatan atau malingering.
37
gejala penyakit. Psikoterapi dilakukan baik individual dan kelompok. Dalam
lingkungan psikoterapetik, pasien dibantu untuk mengatasi gejalanya, untuk
mengekspresikan emosi yang mendasari dan untuk mengembangkan strategi
alternatif untuk mengekspresikan perasaan mereka. Spesifik terapi dengan
cognitive-behavior approach adalah efektif dan sering digunakan dalam
membantu pasien untuk melihat gejala-gejala fisik yang dialaminya dan
memahami keadaan gangguan yang dihadapinya.
Pengobatan psikofarmakologis diindikasikan bila gangguan somatisasi
disertai dengan gangguan penyerta (misalnya: gangguan mood, gangguan depresi
yang nyata, gangguan anxietas. Medikasi harus dimonitor karena pasien dengan
gangguan somatisasi cenderung menggunakan obat secara berlebihan dan tidak
dapat dipercaya. Obat anti depresi biasanya efektif untuk gejala-gejala somatik
termasuk rasa sakit dan insomnia.
Terapi farmakologis pada pasien diberikan alprazolam 0,5 mg 2x 0,5.
Pada pasien ini hanya diberikan 1 anti ansietas dengan efek sedasi untuk
mengatasi keadaan susah tidurnya.
38
BAB 5
KESIMPULAN
39
DAFTAR PUSTAKA
40