Anda di halaman 1dari 40

Case Report Session

Hari/Tanggal : Kamis/12 Desember 2019

NASKAH PSIKIATRI
F45.0 Gangguan Somatisasi

Oleh

Nor Azuan bin Mohd Salim P 2856 A


Mhd Igo Pratama P 2879 A

Preseptor : dr. Rini Gusya Liza, M.Ked(KJ), Sp. KJ

BAGIAN PSIKIATRI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS


ANDALAS
PADANG
2019
1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamiin, puji dan syukur penulis ucapkan kepada


Allah SWT dan shalawat beserta salam untuk Nabi Muhammad S.A.W, berkat
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas case report session
dengan judul “Gangguan Somatisasi”yang merupakan salah satu tugas dalam
kepaniteraan klinik Ilmu Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
RSUP Dr. M. Djamil Padang.
Dalam usaha penyelesaian tugas referat ini, penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Rini Gusya Liza, M.Ked (KJ), Sp.KJ
selaku pembimbing dalam penyusunan tugas ini.
Kami menyadari bahwa didalam penulisan ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis menerima semua saran dan
kritik yang membangun guna penyempurnaan case report ini. Akhir kata, semoga
case report ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Padang, 11 Desember 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………….……….....2

DAFTAR ISI………………………………………………………….3

BAB I PENDAHULUAN………………………………………........ 4

1.1 Latar Belakang………………………………….……...................4

1.2 Batasan Masalah……………………………………..................... 5

1.3 Tujuan Penulisan……………………………………….................5

1.4 Metode Penulisan………………………….………...................... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA …………………………..................6

2.1 Definisi……………………..………….…....................................6

2.2 Epidemiologi………….……….……............................................6

2.3 Etiologi………….……......………….…….....…......….…...........6

2.4 Manifestasi Klinis...........................................................................7

2.5 Diagnosis ...................….…….....….……....................................10

2.6 Tatalaksana ......….…......….……......….……......….……...........12

2.7 Prognosis….…….….……......….……......….……......….……...13

BAB 3 LAPORAN KASUS ………………………….......................14

BAB 4 DISKUSI………………………………….............................37

BAB 5 KESIMPULAN……………………………...........................42

DAFTAR PUSTAKA…………………….…….…….......................43

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Gangguan somatisasi termasuk dalam gangguan somatoform. Istilah
somatoform berasal dari bahasa Yunani yang artinya tubuh dan gangguan.
Somatoform adalah kelompok penyakit yang luas dan memiliki tanda serta gejala
yang berkaitan dengan tubuh sebagai komponen utama. Gangguan ini mencakup
interaksi pikiran tubuh.1 Di dalam interaksi ini, dengan cara yang masih belum
diketahui, otak mengirimkan berbagai sinyal yang mempengaruhi kesadaran
pasien dan menunjukkan adanya masalah serius di dalam tubuh. Di samping itu,
perubahan ringan neurokimia, neurofisiologi, dan neuroimunologi dapat terjadi
akibat mekanisme otak atau jiwa yang tidak diketahui yang menyebabkan
penyakit.2
Gambaran yang penting dari gangguan somatoform adalah adanya gejala
fisik, dimana tidak ada kelainan organik atau mekanisme fisiologik. Dan untuk hal
tersebut terdapat bukti positif atau perkiraan yang kuat bahwa gejala tersebut
terkait dengan adanya faktor psikologis atau konflik. Karena gejala tak spesifik
dari beberapa sistem organ dapat terjadi pada penderita anxietas maupun penderita
somatoform disorder, diagnosis anxietas sering disalah diagnosiskan menjadi
somatoform disorder, begitu pula sebaliknya. Adanya somatoform disorder, tidak
menyebabkan diagnosis anxietas menjadi hilang. Pada gangguan ini sering kali
terlihat adanya perilaku mencari perhatian (histrionik), terutama pada pasien yang
kesal karena tidak berhasil membujuk dokternya untuk menerima bahwa
keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa perlu adanya pemeriksaan fisik
yang lebih lanjut.3
Revisi teks edisi Keempat the Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders (DSM-IV-TR) memasukkan lima gangguan somatoform spesifik yaitu
(1) gangguan somatisasi, ditandai dengan banyak keluhan fisik yang mengenai
banyak sistem organ. (2) Gangguan konversi yaitu ditandai dengan satu atau dua
keluhan neurologis. (3) Hipokondriasis yaitu ditandai dengan lebih sedikit fokus

4
gejala daripada keyakinan pasien bahwa mereka memiliki suatu penyakit spesifik.
(4) Gangguan dismorfik tubuh yaitu ditandai dengan keyakinan yang salah atau
persepsi yang berlebihan bahwa suatu bagian tubuhnya cacat dan yang terakhir
adalah (5) gangguan nyeri, ditandai dengan gejala nyeri yang hanya disebabkan,
atau secara signifikan diperberat faktor psikologis. DSM-IV-TR juga memiliki
dua kategori diagnostik sisa untuk gangguan somatoform yaitu (1) gangguan
somatoform yang tidak terinci, mencakup gangguan somatoform yang tidak dapat
dijelaskan, telah ada selama 6 bulan atau lebih, dan (2) gangguan somatoform
yang tidak tergolongkan merupakan kategori untuk keadaan yang tidak memenuhi
diagnosis gangguan somatoform yang telah disebutkan di atas.2
Dari penjelasan tersebut kami tertarik untuk membahas tentang kasus
gangguan somatisasi.

1.2 Batasan Masalah


Laporan kasus ini membahas tentang definisi, etiologi, gambaran klinis,
diagnosis, penatalaksanaan,dan prognosis gangguan somatisasi.

1.3 Metode Penulisan


Metode yang dipakai dalam penulisan laporan kasus ini berupa tinjauan
kepustakaan yang merujuk kepada kasus dan berbagai literatur.

1.4 Tujuan Penulisan


Laporan kasus ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan
pemahaman mengenai etiologi, gambaran klinis, diagnosis, dan penatalaksanan,
prognosis gangguan somatisasi.

5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Gangguan somatisasi ditandai dengan banyak gejala somatik yang tidak
dapat dijelaskan dengan adekuat berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium.
Gangguan ini biasanya dimulai sebelum usia 30. dapat berlanjut hingga tahunan,
dan dikenali menurut DSM-IV-TR sebagai "kombinasi gejala nyeri,
gastrointestinal, seksual, serta pseudoneurologis”. Gangguan somatisasi berbeda
dengan gangguan somatoform lainnya karena banyaknya keluhan dan banyaknya
sistem organ yang terlibat (contohnya gastrointestinal dan neurologis). Gangguan
ini bersifat kronis dan disertai penderitaan psikologis yang signifikan, hendaya
fungsi sosial dan pekerjaan, serta perilaku mencari bantuan medis yang
berlebihan.1
Gangguan somatisasi telah dikenal sejak zamn Mesir Kuno. Nama
gangguan somatisasi adalah histeria yaitu suatu keadaan yang salah dianggap
hanya mengenai perempuan. (Kata histeria berasal dari kata Yunani untuk uterus,
hysteria). Pada abad ke-17, Thomas Sydenham mengenali bahwa faktor
psikologis yang ia sebut antecedent sorrows (duka-cita turunan), terlibat dalam
patogenesis gejala. Pada tahun 1859, Paul Briquet, seorang dokter dari Perancis,
mengamati keragaman gejala dan sistem organ yang terkena serta menguraikan
perjalanaan gangguan yang biasanya kronis. Kerena pengamatan klinis yang
tajam, gangguan ini disebut sindrom Briquet selama beberapa waktu, walaupun
istilah gangguan somatisasi menjadi standar di Amerika Serikat.4

2.2 Epidemiologi
Prevalensi seumur hidup gangguan somatisasi dalam umum diperkirakan
0,1 sampai 0,2 persen walaupun beberapa kelompok riset yakin bahwa angka
sebenarnya dapat lebih mendekati 0,5 persen. Perempuan dengan gangguan
somatisasi jumlahnya melebihi laki-laki 5 hingga 20 kali tetapi perkiraan tertinggi
dapat disebabkan adanya tendensi dini tidak mendiagnosis gangguan somatisasi
pada pasien laki-laki. Meskipun demikian. gangguan ini adalah gangguan yang

6
lazim ditemukan. Dengan rasio perempuan banding laki-laki 5 banding 1,
prevalensi seumur hidup gangguan somatisasi pada perempuan di populasi umum
mungkin 1 atau 2 persen.5
Di antara pasien yang di praktik dokter umum dan dokter keluarga,
sebanyak 5 sampai 10 persen dapat memenuhi kriteria diagnostik gangguan
somatisasi. Gangguan ini berbanding terbalik dengan posisi sosial dan terjadi
paling sering pada pasien yang memiliki sedikit edukasi dan tingkat pendapatan
yang rendah. Gangguan somatisasi didefinisikan dimulai sebelum usia 30 tahun
dan paling sering dimulai selama masa remaja seseorang.6

2.3.1 Etiologi
Faktor Psikososial. Formula psikososial melibatkan interpretasi gejala
sebagai komunikasi sosial, akibatnya adalah menghindari kewajiban (contohnya
harus pergi ke tempat kerja yang tidak disukai), mengekspresikan emosi
(contohnya marah kepada pasangan), atau menyimbolkan suatu perasaan atau
keyakinan (contohnya nyeri di usus). Interpretasi gejala psikoanalitik yang kaku
bertumpu pada hipotesis bahwa gejala-gejala tersebut menggantikan impuls
berdasarkan insting yang ditekan.2
Perspektif perilaku pada gangguan somatisasi menekankan bahwa
pengajaran orang tua, contoh dari orang tua, dan adat-istiadat dapat mengajari
beberapa anak untuk lebih melakukan somatisasi daripada orang lain. Di samping
itu, sejumlah pasien dengan gangguan somatisasi datang dari keluarga yang tidak
stabil dan mengalami penyiksaan fisik.2
Sejumlah studi mengemukakan bahwa pasien memiliki perhatian yang
khas dan hendaya yang menghasilkan persepsi dan penilaian input somatosensori
yang salah. Hendaya ini mencakup perhatian mudah teralih, ketidakmampuan
menghabituasi stimulus berulang, pengelompokan konstruksi kognitif dengan
dasar impresionistik, hubungan parsial dan sirkumstansial, serta kurangnya
selektivitas seperti yang ditunjukkan sejumlah studi potensial bangkitan. Sejumlah
terbatas studi pencitraan otak melaporkan adanya penurunan metabolisme lobus
frontalis dan hemisfer nondominan.3
Data genetik menunjukkan bahwa gangguan somatisasi dapat memiliki

7
komponen genetik. Gangguan somatisasi cenderung menurun di dalam keluarga
dan terjadi pada 10 hingga 20 persen kerabat perempuan derajat pertama pasien
dengan gangguan somatisasi. Di dalam keluarga ini, kerabat laki-laki derajat
pertama rentan terhadap penyalahgunaan zat dan gangguan kepribadian antisosial.
Satu studi melaporkan bahwa angka kejadian bersama 29 persen pada kembar
monozigot dan 10 persen pada kembar dizigot, menunjukkan adanya efek genetik
Penelitian sitokin, suatu area baru studi ilmu neurologi dasar, dapat relevan
dengan gangguan somatisasi dan gangguan somatoform lain. Sitokin adalah
molekul pembawa pesan yang digunakan sistem imun untuk berkomunikasi di
dalam dirinya dan dengan sistem saraf, termasuk otak. Contoh sitokin adalah
interleukin, faktor nekrosis tumor, dan interferon. Beberapa percobaan
pendahuluan menunjukkan bahwa sitokin dapat berperan menyebabkan sejumlah
gejala nonspesifik penyakit, terutama infeksi, seperti hipersomnia, anoreksia,
lelah, dan depresi. Walaupun belum ada data yang menyokong hipotesis,
pengaturan abnormal sistem sitokin dapat mengakibatkan sejumlah gejala yang
ditemukan pada gangguan somatoform.4

2.4 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala
fisik yang berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah
berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan dokternya bahwa
tidak ada kelainan yang mendasari keluhannya. 5 Beberapa orang biasanya
mengeluhkan masalah dalam bernafas atau menelan, atau ada yang “menekan di
dalam tenggorokan”. Masalah-masalah seperti ini dapat merefleksikan aktivitas
yang berlebihan dari cabang simpatis sistem saraf otonomik, yang dapat
dihubungkan dengan kecemasan. Kadang kala, sejumlah simptom muncul dalam
bentuk yang lebih tidak biasa, seperti “kelumpuhan” pada tangan atau kaki yang
tidak konsisten dengan kerja sistem saraf. Dalam kasus lain, juga dapat ditemukan
manifestasi dimana seseorang berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita
penyakit yang serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat
ditemukan. 4
Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian

8
(histrionik), terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk
dokternya untuk menerima bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa
perlu adanya pemeriksaan fisik yang lebih lanjut. 3 Dalam kasus lain, orang
berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita penyakit serius, namun tidak
ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan.
Gambaran keluhan gejala somatoform:
1. Neuropsikiatri:
a. “Kedua bagian dari otak saya tidak dapat berfungsi dengan baik”
b. “Saya tidak dapat menyebutkan benda di sekitar rumah ketika ditanya”
2. Kardiopulmonal:
a “ Jantung saya terasa berdebar debar…. Saya kira saya akan mati”
3. Gastrointestinal:
a. “Saya pernah dirawat karena sakit maag dan kandung empedu dan belum
ada dokter yang dapat menyembuhkannya”
4. Genitourinaria:
a. “Saya mengalami kesulitan dalam mengontrol BAK, sudah dilakukan
pemeriksaan namun tidak di temukan apa-apa”
5. Musculoskeletal
a. “Saya telah belajar untuk hidup dalam kelemahan dan kelelahan
sepanjang waktu”
6. Sensoris:
a. “Pandangan saya kabur seperti berkabut, tetapi dokter mengatakan
kacamata tidak akan membantu”

Pasien dengan gangguan somatisasi memiliki banyak keluhan somatik dan


riwayat medis yang rumit dan panjang. Mual dan muntah (selain selama
kehamilan), kesulitan menelan, nyeri di lengan dan tungkai, napas pendek tidak
berkaitan dengan olah raga, amnesia, dan komplikasi kehamilan serta menstruasi
adalah gejala yang paling lazim ditemui. Pasien sering meyakini bahwa mereka
telah sakit selama sebagian besar hidup mereka.2 Gejala pseudoneurologis
mengesankan, tetapi tidak patognomonik, untuk adanya gangguan neurologis.
Menurut DSM-IV-TR. gejala pseudoneurologis mencakup gangguan koordinasi

9
atau keseimbangan. paralisis atau kelemahan lokal, kesulitan menelan atau
benjolan di tenggorok, afonia, retensi urine, halusinasi, hilangnya sensasi raba
atau nyeri, penglihatan ganda, buta, tuli, kejang, atau hilang kesadaran selain
pingsan.
Penderitaan psikologis dan masalah interpersonal menonjol pada
gangguan ini, ansietas dan depresi adalah keadaan psikiatri yang paling sering.
Ancaman bunuh diri lazim ada tetapi bunuh diri yang sesungguhnya jarang
terjadi. Jika terjadi bunuh diri biasanya sering terkait penyalahgunaan zat.
Riwayat medis pasien sering berbelit-belit, samar, tidak pasti, tidak konsisten, dan
kacau.7
Pasien secara klasik, tetapi tidak selalu, menggambarkan keluhannya
dengan cara yang dramatik, emosional, dan berlebihan, dengan bahasa yang jelas
dan berwarna; mereka dapat bingung dengan urutan waktu dan tidak dapat
membedakan dengan jelas gejala saat ini dengan yang lalu. Pasien perempuan
dengan gangguan somatisasi dapat berpakaian dengan cara yang ekshibisionistik.
Pasien dapat dianggap sebagai seseorang yang tidak mandiri. terpusat pada diri
sendiri, haus pemujaan, dan manipulatif.6

2.3.2 Klasifikasi dan Diagnosis

Untuk diagnosis gangguan somatisasi, DSM-IV mengharuskan awitan


gejala sebelum usia 30 tahun (Tabel 14-1). Selama perjalanan gangguan, pasien
harus memiliki keluhan sedikitnya empat gejala nyeri, dua gejala gastrointestinal,
satu gejala seksual, dan satu gejala pseudoneurologis, yang seluruhnya tidak dapat
dijelaskan dengan pemeriksaan fisik atau laboratorium.3
Berikut kriteria diagnosis dengan gangguan somatisai menurut DSM-IV :
a. Adanya riwayat keluhan-keluhan fisik yang dimulai sebelum usia
30 tahun yang berlangsung dalam periode beberapa tahun dan mencari-cari
penyembuhannya atau terjadi hambatan bermakna dalam fungsi-fungsi sosial,
pekerjaan, atau area penting lainnya.
b. Setiap kriteria berikut selama ini harus terpenuhi dimana gejala-
gejala individu terjadi pada suatu waktu dalam perjalanan gangguan:

10
- 4 gejala nyeri: riwayat nyeri pada minimal 4 tempat atau
fungsional (misalnya kepala, perut, punggung, sendi, ekstremitas, dada, rektum,
sewaktu coitus atau miksi).
- 2 gejala-gejala gastrointestinal: riwayat sedikitnya 2 gejala
gastrointestinal selain nyeri (misalnya nausea, meteorismus, vomitus diluar
kehamilan, diare, intoleransi beberapa jenis makanan).
- 1 gejala seksual: riwayat sedikitnya ada 1 gejala seksual atau ……
reproduksi selain nyeri (misalnya indiferen sexual, disfungsi ereksi atau ejakulasi,
haid irregular, hipermenorrhea, vomitus sepanjang masa kehamilan).
- 1 gejala pseudoneurologis: riwayat sedikitnya 1 gejala atau deficit
yang mengarah pada suatu kondisi neurologis yang tidak hanya nyeri (gejala-
gejala konversi seperti gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisa atau
kelemahan lokal, sukar menelan atau terasa adanya massa di tenggorok, aphonia,
retensi urinae, halusinasi, kehilangan sensasi nyeri dan raba, visus ganda,
kebutaan, tuli, kejang; gejala-gejala disosiatif seperti amnesia; kehilangan
kesadaran selain pingsan).
c. Adanya 1 atau 2:
- Setelah penelitian yang sesuai; gejala-gejala pada kriteria B tidak
dapat dijelaskan berdasarkan kondisi medis umum yang dikenal atau efek
langsung dari zat (penyalahgunaan obat atau medikasi).
- Ketika ada kaitan dengan suatu kondisi medis umum, keluhan-
keluhan fisik atau hambatan sosial atau pekerjaan adalah berlebihan berdasarkan
riwayat, pemeriksaan fisik atau temuan-temuan laboratorium.
d. Gejala-gejala tidak (dimaksudkan) dibuat-buat atau disengaja
(seperti pada gangguan buatan atau malingering.
DSM-IV juga memiliki dua kategori diagnostik residual untuk gangguan
somatoform. Undiferrentiated somatoform, termasuk gangguan somatoform, yang
tidak digolongkan salah satu diatas, yang ada selama enam bulan atau lebih.

11
2.6 Diagnosis Banding Gangguan Somatisasi 

F45.2 Gangguan Hipokondrik


Untuk diagnosis pasti, kedua hal ini harus ada:
a) Keyakinan yg menetap adanya sekurang-kurangnya satu penyakit fisik yg
serius yg melandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemerikasaan yg
berulang-ulang tidak menunjang adanya alasan fisik yg memadai, ataupun
adanya peokupasi yg menetap kemungkinan deformitas atau perubahan
bentuk penampakan fisiknya ( tidak sampai waham);
b) Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa 
dokter bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yg
melandasi keluhan.
F45.3 Disfungsi Otonomik Somatoform
Pedoman diagnostik
Diagnosis pasti, memerlukan semua hal berikut:
a. Adanya gejala-gejala bangkitan otonomik, seperti palpitasi, berkeringat,
tremor, muka panas/”flushing”, yg menetap dan mengganggu;
b. Gejala subjektif tambahan mengacu pada sistem atau organ tertentu (gejala
tidak khas).
c. Preokupasi dengan dan penderitaan (disterss) mengenai kemungkinan
adanya gangguan yang serius (sering tidak begitu khas)  dari sistem atau
organ tertentu, yg tidak terpengaruh oleh hasil pemeriksaan berulang,
maupun penjelasan dari para dokter;
d. Tidak terbukti adanya gangguan yg cukup berarti para struktur/fungsi dari
sistem atau organ yg dimaksud.
F45.4 Gangguan Nyeri Somatoform Menetap
Pedoman diagnostik
a) Keluhan utama adalah nyeri berat, menyiksa dan menetap, yang tidak
dapat dijelaskan sepenuhnya atas dasar  proses fisiologik maupun
adanya gangguan fisik.
b) Nyeri timbul dalam hbungan dengan adanya konflik emosional atau
problem psikososial  yg cukup jelas untuk dapat dijadikan alasan
dalam mempengaruhi terjadinya gangguan tersebut.
12
c) Dampaknya adalah meningkatnya perhatian dan dukungan, baik
personal maupun medis, untuk yang bersangkutan.

F45.8 Gangguan Somatoform lainnya


Pedoman diagnostik
1. Pada gangguan ini keluhan-keluhannya tidak melalui sistem saraf otonom,
dan terbatas secara spesifik pada bagian tubuh atau sistem tertentu. Ini
sangat berbeda dengan gangguan Somatisasi (F45.0) dan Gangguan
Somatoform Tak Terinci (F45.1) yg menunjukkan keluhan yg banyak dan
berganti-ganti
2. Tidak ada kaitan dengan adanya kerusakan jaringan.
3. Gangguan berikut juga dimasukkan dalam kelompok ini:
a) “globus hystericus” (perasaan ada benjolan di kerongkongan yg
menyebabkan disfagia) dan bentuk disfagia lainnya.
b) Tortikolis psikogenik, dan gangguan gerakan spasmodik lainnya
(kecuali sindrom Tourette);
c) Pruritus psikogenik;
d) Dismenore psikogenik;
e) “teet grinding”
F45.9 Gangguan Somatoform YTT

2.7 Tatalaksana
Berikut adalah penanganan pada gangguan somatisasi.1
1. Farmakoterapi
Tidak ada percobaan klinis terapi obat yang adekuat untuk somatoform
primer. Obat-obat yang yang efektif dalam situasi-situasi sebagai berikut;
a. Gejala-gejala spesifik yang sulit disembuhkan seperti nyeri kepala,
mialgia, dan bentuk-bentuk penyakit kronik lainnya dapat hilang dengan
antidepresan trisiklik. Demikian pula pasien-pasien cemas dengan terapi
aprazolam, benzodiazepin, atau beta-bloker. Walaupun pasien-pasien
tersebut tidak memnuhi kriteria gangguan panik atau kecemasan.
b. Obat-obat simtomatik murni (misal: analgetik, antasida)
2. Konsultasi psikiatrik

13
Kita harus merujuk pasien pada suatu pelayanan hubungan konsultasi
atau kepada seorang dokter ahli jiwa.konsultasi mengakibatkan intervensi
psikiatrik jangka pendek selain strategi-strategi penatalaksanaan yang
dianjurkan oleh dokter di perawatan primer.
Pasien dengan somatoform kronik berat mungkin mendapatkan
perbaikan dengan program-program terapi rawat inap. 7
3. Strategi penatalaksanaan
Terapi perilaku kognitif (CBT, cognitive behavior therapy) akan
bermanfaat jika diadaptasi untuk keluhan somatoform utama.
Terapi kognitif-behavioral, untuk mengurangi pemikiran atau sifat
pesimis pada pasien. Teknik behavioral, terapis bekerja secara
lebih langsung dengan si penderita gangguan somatoform,
membantu orang tersebut belajar dalam menangani stress atau
kecemasan dengan cara yang lebih adaptif. Terapi kognitif, terapis
menantang keyakinan klien yang terdistorsi mengenai penampilan
fisiknya dengan cara menyemangati mereka untuk mengevaluasi
keyakinan mereka dengan bukti yang jelas

Terapi ini dapat berfokus pada menghilangkan sumber-sumber


reinforcement sekunder (keuntungan sekunder), memperbaiki
perkembangan keterampilan untuk menangani stress, dan
memperbaiki keyakinan yang berlebihan atau terdistorsi mengenai
kesehatan atau penampilan seseorang. Terapi ini berusaha untuk
membantu individu melakukan perubahan-perubahan, tidak hanya
pada perilaku nyata tetapi juga dalam pemikiran, keyakinan dan
sikap yang mendasarinya.
Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik :
1) Diberikan hanya bila indikasinya jelas
2) Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi
3) Anti anxietas dan antidepresan

14
2.8 Prognosis
Sebagian besar pasien dengan gejala-gejala somatisasi sembuh tanpa
intervensi khusus. Faktor-faktor yang lebih prognostik antara lain awitan yang
akut dan durasi gejala yang singkat, usia muda, kelas sosioekonomi tinggi, tidak
ada penyakit organik, dan tidak ada gangguan kepribadian.
Gejala mungkin dapat hilang secara spontan bila sudah tidak diperlukan
lagi atau berespons baik terhadap psikoterapi spesifik. 7

15
BAB 3
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas
3.1.1 Identitas Pasien
Nama (inisial) : Ny. P
MR : 00.85.28.64
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 29 tahun
Status perkawinan : Menikah
Kewarganegaraan : Indonesia
Suku bangsa : Melayu Kerinci
Negeri Asal : Kerinci
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : D3 Keperawatan
Pekerjaan : Perawat
Alamat : Kecamatan Sungai Penuh, Kerinci

3.2 Riwayat Psikiatri

Keterangan/ anamnesis di bawah ini diperoleh dari (lingkari angka di bawah ini)
1. Autoanamnesis dengan pasien pada hari Kamis tanggal 28 November 2019
di Poliklinik Jiwa RSUP Dr. M. Djamil Padang

1. Pasien datang ke fasilitas kesehatan ini atas keinginan (lingkari pada huruf
yang sesuai)
a. Sendiri
b. Keluarga
c. Polisi
d. Jaksa/ Hakim

16
3.2.1 Sebab Utama
Pasien datang ke Poliklinik Jiwa RSUP Dr.M. Djamil Padang pertama kali
karena pasien sering merasakan nyeri perut yang menjalar ke dada dan membuat
sesak sejak 1 tahun yang lalu. Pasien sudah berobat ke beberapa dokter spesialis
Penyakit Dalam namun tidak ada perbaikan.

3.2.2 Keluhan Utama


Pasien datang ke Poliklinik Jiwa RSUP Dr.M. Djamil Padang karena
pasien sering merasakan nyeri perut yang menjalar ke dada dan membuat sesak
sejak 1 tahun yang lalu. Selain itu pasien juga merasakan tangan sering keram dan
kesemutan, kaki terasa lemas, mual-mual, pandangan gelap dan berkunang-
kunang. Pasein sudah beberapa kali berobat ke Dokter Spesialis Penyakit Dalam,
tapi tidak ada perbaikan

3.2.3 Riwayat Penyakit Sekarang


Autoanamnesa
Pasien datang ke Poliklinik Jiwa RSUP Dr.M. Djamil Padang karena
pasien sering merasakan nyeri perut yang terjadi setiap saat. Biasanya terjadi jika
pasien telat makan. Awalnya pasien mengira sakit maag dan berobat ke dokter
dan mendapat pengobatan. Sekitar 1 tahun yang lalu nyeri perut pasien semakin
tidak tertahankan lagi. Pasien juga mengeluhkan keluhan lain seperti rasa panas
seperti terbakar di dada, sampai menjalar ke leher sehingga membuat pasien sesak
napas. Selain itu sekitar 1 tahun ini pasien juga merasakan tangan sering keram
dan kesemutan, kaki terasa lemas, mual-mual, pandangan gelap, dan berkunang-
kunang. Pasein sudah beberapa kali berobat ke Dokter Spesialis Penyakit Dalam,
dan mendapatkan obat seperti ranitidine dan lansoprazole tapi tidak hanya
memberikan sedikit efek dan setelah itu rasa nyeri yang dirasakan pasien kambuh
lagi.

Pasien pernah berpikir tentang kematian karena menganggap penyakit


yang dideritanya parah dan tidak bisa disembuhkan. Namun pasien menyangkal
adanya keinginan untuk bunuh diri. Pasien sudah 2 bulan cuti dari pekerjaannya

17
sebagai perawat karena pikiran pasien tentang penyakitnya. Selain itu selama 1
tahun ini pasien juga sering malas-malasan, kurang nafsu makan, kurang minat
mengerjakan sesuatu, dan sering tidur-tiduran di rumah karena cuti bekerja.
Pasien menyangkal merasakan sering melihat bayangan dan mendengar
suara-suara. Pasien juga menyangkal ada permasalahan yang berat dengan suami,
dengan orang tua, maupun dengan mertua. Pasien juga menyangkal ada
permasalahan perekonomian. Pasien merasa pengobatannya dengan dokter
spesialis penyakit dalam belum optimal, karena pasien belum dicek darah
lengkap, belum di usg atau di endoskopi. Pasien juga bingung mengapa dokter
spesialis penyakit dalamnya merujuk pasien ke dokter spesialis penyakit jiwa.

3.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu


a. Riwayat Gangguan Psikiatri
Tidak ada riwayat gangguan psikiatri sebelumnya

b. Riwayat Gangguan Medis


Pasien tidak pernah mengalami kecelakaan yang mengenai kepalanya.
Pasien tidak pernah mengalami kejang. Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi,
diabetes mellitus, penyakit jantung, tumor, HIV, dan penyakit fisik lainnya

c. Riwayat Penggunaan Napza


Pasien tidak merokok dan tidak menggunakan obat-obatan narkotika
ataupun psikotropika.

3.2.5 Riwayat Keluarga


a. Identitas orang tua/ pendamping

Identitas Orang Tua Keterangan


Ayah Ibu
Kewarganegaraan Indonesia Indonesia
Suku bangsa Melayu Melayu
Pendidikan S1 SMA

18
Pekerjaan PNS Ibu Rumah Tangga
Umur 67 tahun 63 tahun
Alamat Kecamatan Sungai Kecamatan Sungai
Penuh, Kerinci Penuh, Kerinci

Hubungan Akrab Akrab

b. Sifat / Perilaku Orang Tua Kandung


1. Ayah kandung (Dijelaskan oleh pasien dan dapat dipercaya / diragukan)
**Pemalas (-), Pendiam (-), Pemarah (-), Mudah tersinggung (-), Tak suka bergaul
(-), Banyak teman (+), Pemalu (-), Perokok (+), Penjudi (-), Peminum (-),
Pencemas (+), Penyedih (-), Perfeksionis (-), Dramatisasi (-), Pencuriga (-),
Pencemburu (-), Egois (-), Penakut (-), Tidak bertanggung jawab (-).
2. Ibu (Dijelaskan oleh pasien dapat dipercaya / diragukan)
**Pemalas (-), Pendiam (-), Pemarah (-), Mudah tersinggung (-), Tak suka bergaul
(-), Banyak teman (+), Pemalu (-), Perokok berat (-), Penjudi (-), Peminum (-),
Pencemas (-), Penyedih (+), Perfeksionis (-), Dramatisasi (-), Pencuriga (-),
Pencemburu (-), Egois (-), Penakut (-), Tidak bertanggung jawab (-).
Ket: ** diisi dengan tanda (+) atau (-)
c. Saudara
Jumlah bersaudara dua orang dan pasien anak pertama
d. Urutan bersaudara dan cantumkan usianya
1. Lk/ Pr (42 tahun) 2. Lk/ Pr ( 40 tahun) 3. Lk/Pr(33 tahun) 4.Lk/Pr (29
tahun)
e. Gambaran sikap/prilaku masing-masing saudara pasien dan hubungan
pasien terhadap masing-masing saudara tersebut

Saudara ke Gambaran sikap dan prilaku Kualitas hubungan dengan saudara


1 Baik Biasa
2
3

Skema Pedegree

19
AYAH IBU

Keterangan :
: Keluarga yang sudah meninggal
: Keluarga yang sudah meninggal
: Keluarga yang sakit
: Laki-laki
: Perempuan

f. Orang lain yang tinggal di rumah pasien dengan gambaran sikap dan
tingkah laku dan bagaimana pasien dengan mereka
No Hubungan dengan pasien Gambaran sikap Kualitas hubungan
dan tingkah laku
1. Ibu Baik Akrab
2. Ayah Baik Akrab
3. Suami Baik Akrab

g. Riwayat penyakit jiwa, kebiasaan-kebiasaan dan penyakit fisik pada anggota


keluarga
Anggota Penyakit Jiwa Kebiasaan- Penyakit fisik
Keluarga Kebiasaan
20
Bapak Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Ibu Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Saudara Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Nenek Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Kakek Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Paman Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Tante Tidak ada Tidak ada Tidak ada

h. Riwayat tempat tinggal yang pernah di diami pasien

No. Rumah Tempat Keadaan Rumah


Tinggal Tenang Cocok Nyaman Tidak Nyaman
1 Rumah Orang Tua V V

3.2.6 Riwayat Kehidupan Pribadi

a) Riwayat sewaktu dalam kandungan dan dilahirkan


- Keadaan ibu sewaktu hamil (sebutkan penyakit-penyakit fisik dan atau kondisi-
kondisi mental yang diderita si ibu)
o Kesehatan fisik : baik
o Kesehatan mental : baik
- Keadaan melahirkan
o Aterm (+), Partus spontan (+)
o Pasien adalah anak yang direncanakan/diinginkan (Ya / Tidak)
b) Riwayat masa bayi dan kanak-kanak
- Pertumbuhan Fisik : baik, biasa, kurang*
- Minum ASI : (+) sampai usia 2 tahun
**Sukar makan (-), anoreksia nervosa (-), bulimia (-), pika (-), gangguan
hubungan ibu-anak (-), pola tidur baik (+), cemas terhadap orang asing sesuai
umum (-), cemas perpisahan (-), dan lain-lain.
c) Simptom-simptom sehubungan dengan problem perilaku yang dijumpai
pada masa kanak-kanak, misalnya: **mengisap jari (-), ngompol (-), BAB di

21
tempat tidur (-), night terror (-), temper tantrum (-), gagap (-), tik (-), masturbasi
(-), mutisme selektif (-), dan lain.lain.
b) Kesehatan fisik masa kanak-kanak: **demam tinggi disertai mengigau (-),
kejang-kejang (-), demam berlangsung lama (-), trauma kapitis disertai hilangnya
kesadaran (-), dan lain-lain.
c) Tempramen sewaktu kanak-kanak: **pemalu (-), gelisah (-), overaktif (-),
menarik diri (-), suka bergaul (-), suka berolahraga (-), dan lain-lain.

d) Masa sekolah

Perihal SD SMP SMA D3 Keperawatan


Umur 6 - 12 tahun 12-15 tahun 15-18 18-20
Prestasi* Baik Baik Baik Baik
Sedang Sedang Sedang Sedang
Kurang Kurang Kurang Kurang
Aktivitas sekolah* Baik Baik Baik Baik
Sedang Sedang Sedang Sedang
Kurang Kurang Kurang Kurang
Sikap terhadap Baik Baik Baik Baik
teman* Kurang Kurang Kurang Kurang
Sikap terhadap Baik Baik Baik Baik
guru* Kurang Kurang Kurang Kurang
Kemampuan khusus - - - -
(bakat)
Tingkah laku Baik Baik Baik Baik
g) Masa remaja: **Fobia (-), masturbasi (-), ngompol (-), lari dari rumah (-),
kenakalan remaja (-), perokok berat (-), penggunaan obat terlarang (-), peminum
minuman keras (-), problem berat badan (-), anoreksia nervosa (-), bulimia (-),
perasaan depresi (-), rasa rendah diri (-), cemas (-), gangguan tidur (-), sering sakit
kepala (-), dan lain-lain.
e) Riwayat pekerjaan
Pasien bekerja sebagai perawat di salah satu puskesmas di sungai penuh kerinci

22
f) Percintaan, perkawinan, kehidupan seksual dan rumah tangga
- Pasien sudah menikah
j) Situasi sosial saat ini:
- Tempat tinggal: rumah sendiri (-), rumah kontrak (-), rumah susun (-), apartemen
(-), rumah orang tua (+), serumah dengan mertua (-), di asrama (-), dan lain-lain.
- Polusi lingkungan: bising (-), kotor (-), bau (-), ramai (+), dan lain-lain.

k) Ciri kepribadian sebelumnya/ gangguan kepribadian (untuk aksis II)


Keterangan : Beri tanda (+) atau (-)

Kepribadian Gambaran Klinis


Skizoid Emosi dingin (-), tidak acuh pada orang lain (-), perasaan
hangat atau lembut pada orang lain (-), peduli terhadap pujian
maupun kecaman (-), kurang teman (-), pemalu (-), sering
melamun (-), kurang tertarik untuk mengalami pengalaman
seksual (- ), suka aktivitas yang dilakukan sendiri (-)
Paranoid Merasa akan ditipu atau dirugikan (-), kewaspadaan
berlebihan (-), sikap berjaga-jaga atau menutup-nutupi (-),
tidak mau menerima kritik (-), meragukan kesetiaan orang lain
(-), secara intensif mencari-cari kesalahan dan bukti tentang
prasangkanya (-), perhatian yang berlebihan terhadap motif-
motif yang tersembunyi (-), cemburu patologik (-),
hipersensitifitas (-), keterbatasan kehidupan afektif (-)
Skizotipial Pikiran gaib (-), ideas of reference (-). Isolasi sosial (-), ilusi
berulang (-), pembicaraan yang ganjil (-), bila bertatap muka
dengan orang lain tampak dingin atau tak acuh (-)
Siklotimik Ambisi berlebihan (-), optimis berlebihan (-), aktivitas seksual
berlebihan tanpa menghiraukan akibat yang merugikan (-),
melibatkan dirinya secara berlebihan dalam aktivitas yang
menyenangkan tanpa menghiraukan kemungkinan yang
merugikan dirinya (-), melucu berlebihan (-), kurangnya
kebutuhan tidur (-), pesimis (-), putus asa (-), insomnia (-),

23
hipersomnia (-), kurang bersemangat (+) rasa rendah diri (-),
penurunan aktivitas (+), mudah merasa sedih dan menangis
(-) dan lain-lain
Histrionik Dramatisasi (-), selalu berusaha menarik perhatian bagi
dirinya (-), mendambakan rangsangan aktivitas yang
menggairahkan (-), bereaksi berlebihan terhadap hal-hal yang
sepele (-), egosentris (-), suka menuntut (-), dependen (-), dan
lain-lain
Narsisistik Merasa bangga berlebihan terhadap kehebatan dirinya (-),
preokupasi dengan fantasi tentang sukses, kekuasaan, dan
kecantikan (-), ekshibisionisme (-), membutuhkan perhatian
dan pujian yang terus menerus (-) hubungan interpersonal
yang eksploitatif (-), merasa marah, malu, terhina, dan rendah
diri bila dikritik (-), dan lain-lain
Dissosial Tidak peduli dengan perasaan orang lain (-), sikap yang amat
tidak bertanggung jawab dan berlangsung terus menerus (-),
tidak mampu mengalami rasa bersalah dan menarik manfaat
dari pengalaman (-), tidak peduli pada norma-norma,
peraturan dan kewajiban seseorang (-), tidak mampu
memelihara suatu hubungan agar berlangsung lama (-),
iritabilitas (-), agresivitas (-), impulsif (-),sering berbohong (-),
sangat cenderung menyalahkan orang lain atau menawarkan
rasionalisasi yang masuk akal untuk perlaku yang membuat
pasien konfil dengan masyarakat (-)
Ambang Pola hubungan interpersonal yang mendalam dan tidak stabil
(-), kurangnya pengendalian terhadap kemarahan (-),
gangguan identitas (-), afek yang tidak mantap (-), tidak tahan
untuk berada sendirian (-), tindakan mencederai diri sendiri(-),
rasa bosan kronik (-), dan lain-lain
Menghindar Perasaan tegang dan takut yang pervasif (-), merasa dirinya
tidak mampu (-), tidak menarik atau lebih rendah dari orang

24
lain (-), keengganan untuk terlibat dengan orang lain kecuali
merasa yakin disukai (-), preokupasi yang berlebihan terhadap
kritik dan penolakan dalam situasi sosial (-), menghindari
aktivitas sosial atau pekerjaan yang banyak melibatkan
kontak interpersonal karena takut dikritik, tidak didukung,
atau ditolak (-)
Anankastik Perasaan ragu-ragu yang hati-hati dan berlebihan (-),
preokupasi pada hal-hal yang rinci (details), peraturan daftar,
urutan, organisasi dan jadwal (-), perfeksionisme (-), ketelitian
yang berlebihan (-), kaku dan keras kepala (-), pengabdian
yang berlebihan terhadap pekerjaan sehingga menyampingkan
kesenangan dan nilai-nilai hubungan interpersonal (-),
pemaksaan yang berlebihan agar orang lain mengikuti persis
caranya melakukan sesuatu (-), keterpakuan yang berlebihan
pada kebiasaan sosial (-), dan lain-lain
Dependen Mengalami kesulitan untuk membuat keputusan sehari-hari
tanpa nasehat dan masukan dari orang lain (-), membutuhkan
orang lain untuk mengambil tanggung jawab pada banyak hal
dalam hidupnya (-), perasaan tidak enak atau tidak berdaya
apabila sendirian, karena ketakutan yang dibesar-besarkan
tentang ketidakmampuan mengurus diri sendiri (-), takut
ditinggalkan oleh orang yang dekat dengannya (-)

3.2.7 Stressor Psikososial (Aksis IV)

Pertunangan ( - ), perkawinan ( - ), perceraian ( - ), kawin paksa ( - ), kawin lari ( -


), kawin terpaksa ( - ), kawin gantung ( - ), kematian pasangan ( - ), problem
punya anak ( - ), anak sakit ( - ), persoalan dengan anak ( - ), persoalan dengan
orang tua ( - ), persoalan dengan mertua ( - ), masalah dengan teman dekat ( - ),
masalah dengan atasan/ bawahan ( - ), mulai pertama kali bekerja ( - ), masuk
sekolah ( - ), pindah kerja ( - ), persiapan masuk pension ( - ), pensiun ( - ),
berhenti bekerja ( - ), masalah di sekolah ( -), masalah jabatan/ kenaikan pangkat

25
( - ), pindah rumah ( - ), pindah ke kota lain ( - ), transmigrasi ( - ), pencurian ( -
), perampokan ( - ), ancaman ( - ), keadaan ekonomi yang kurang ( - ), memiliki
hutang ( - ), usaha bangkrut ( - ), masalah warisan ( - ), mengalami tuntutan
hukum ( - ), masuk penjara ( - ), memasuki masa pubertas( - ), memasuki usia
dewasa ( - ), menopause ( - ), mencapai usia 50 tahun ( - ), menderita penyakit
fisik yang parah ( - ), kecelakaan ( - ), pembedahan ( - ), abortus ( - ), hubungan
yang buruk antar orang tua ( - ), terdapatnya gangguan fisik atau mental dalam
keluarga ( - ), cara pendidikan anak yang berbeda oleh kedua orang tua atau kakek
nenek ( - ), sikap orang tau yang acuh tak acuh pada anak ( - ), sikap orang tua
yang kasar atau keras terhadap anak ( - ), campur tangan atau perhatian yang lebih
dari orang tua terhadap anak ( - ), orang tua yang jarang berada di rumah ( - ),
terdapat istri lain ( - ), sikap atau kontrol yang tidak konsisten ( - ), kontrol yang
tidak cukup ( - ), kurang stimulasi kognitif dan sosial ( - ), bencana alam ( - ),
amukan masa ( - ), diskriminasi sosial ( - ), perkosaan ( - ), tugas militer ( - ),
kehamilan ( - ), melahirkan di luar perkawinan ( - ), dan lain-lain.

3.2.8 Riwayat Suicide


Tidak pernah ada riwayat tentamen suicide

3.2.9 Riwayat psikoseksual


Tidak ada
3.2.10 Riwayat pelanggaran hukum: tidak pernah ditangkap ataupun terlibat
masalah hukum.
3.2.11 Persepsi dan Harapan Keluarga: keluarga pasien berharap pasien
sembuh dan dapat lebih bergaul dengan temannya.
3.2.12 Persepsi dan Harapan Pasien: pasien berharap dapat menghilangkan
cemasnya dan lebih terbuka terhadap orang lain.

26
GRAFIK PERJALANAN PENYAKIT

Tahun 2017-2019
Tahun 2018 Pasien sudah beberapa kali Berobat
Pasien merasakan nyeri rutin dan terkontrol ke beberapa
perut, rasa panas di dokter spesialis penyakit dalam tapi
dada, rasa tercekik di tidak ada perbaikan .
leher sejak Agustus
2018

27
3.3 Status Internus
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Komposmentis Kooperatif
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : Teraba kuat, teratur, frekuensi 80x/menit
Nafas : Pernapasan abdominothoracal, simetris kiri dan kanan
Teratur, frekuensi 18x/menit
Suhu : 36,50 C
Tinggi Badan : 160 cm
Berat Badan : 67 kg
Bentuk Badan : Normal
Status Gizi : Gizi baik
Sistem respiratorik : Inspeksi : simetris kiri dan kanan, statis dan dinamis
Palpasi : fremitus kiri dan kanan simetris
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi (-), wheezing
(-)
Kardiovaskular : Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus tidak teraba
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1,S2 reguler, Murmur (-)
Abdomen : Inspeksi : distensi (-)
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba

28
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Kelainan Khusus : tidak ada

3.4 Status Neurologikus


GCS : 15 (E4M6V5)
Tanda Rangsang Meningeal : kaku kuduk (-)
Tanda-tanda efek samping ekstrapiramidal
a) Tremor tangan : tidak ada
b) Akatisia : tidak ada
c) Bradikinesia : tidak ada
d) Cara berjalan : Normogait
e) Keseimbangan : tidak terganggu
f) Rigiditas : tidak ada
Motorik :
a) Tonus : eutonus
b) Turgor : baik
c) Kekuatan : 555 555
555 555
d) Koordinasi : baik
Sensorik : proprioseptif dan eksterioseptif normal
Refleks :
a) Refleks Fisiologis : ++/++
b) Refleks Patologis : -/-

3.5 Status Mental (pemeriksaan tanggal 9 Desember 2019)

29
3.5.1 Keadaan Umum
1. Kesadaran / sensorium: composmentis (+), somnolen (-), stupor (-), kesadaran
berkabut (-), koma (-), delirium (-), kesadaran berubah (-), dan lain-lain.

2. Penampilan:
· Sikap tubuh: biasa (+), diam (-), aneh (-), sikap tegang (-), kaku (-), gelisah (-),
kelihatan seperti tua (-), kelihatan seperti muda (-), berpakaian sesuai gender (+)
· Cara berpakaian: rapi (+), biasa (+) , tak menentu (-), sesuai dengan situasi (-),
kotor (-), kesan (dapat/tidak dapat mengurus diri)
· Kesehatan fisik: sehat (-), pucat (-), lemas (+), apatis (-), telapak tangan basah (-),
dahi berkeringat (-), mata terbelalak (-)
3. Kontak psikis: Dapat dilakukan (+), tidak dapat dilakukan (-), wajar (+), kurang
wajar (-), sebentar (-), cukup lama (+)
3. Sikap: kooperatif (+), penuh perhatian (-), berterus terang (-), menggoda (-),
bermusuhan (-), suka main-main (-), berusaha supaya disayang (-), selalu
menghindar (-), berhati-hati (+), dependen (-), infantil (-), curiga (-), pasif (-), dan
lain-lain.
4. Tingkah laku dan aktifitas psikomotor
· Cara berjalan: biasa (+), sempoyongan (-), kaku (-), dan lain-lain
· Ekhopraksia (-), katalepsi (-), luapan katatonik (-), stupor katatonik (-), rigiditas
katatonik (-), posturing katatonik (-), cerea fleksibilitas (-), negativisme (-),
katapleksi (-), stereotipik (-), mannerisme (-), otomatisme (-), otomatisme perintah
(-), mutisme (-), agitasi psikomotor (-), hiperaktivitas/hiperkinesis (-), tik (-),
somnabulisme (-), akathisia (-), kompulsi (-), ataksia (-), hipoaktivitas (-), mimikri
(-)
· Agresi (-), acting out (-), abulia (-), tremor (-), ataksia (-), chorea (-), distonia (-),
bradikinesia (-), rigiditas otot (-),diskinesia (-),konvulsi (-), seizure (-), piomanisa
(-), vagabondage (-)

3.5.2 Verbalisasi dan cara berbicara


· Arus pembicaraan* : biasa
· Produktivitas pembicaraan* : biasa
30
· Perbendaharaan* : biasa
· Nada pembicaraan* : biasa
· Volume pembicaraan* : biasa
· Isi pembicaraan* : sesuai
· Penekanan pada pembicaraan* : tidak ada
· Spontanitas pembicaraan * : spontan
· Logorrhea (- ), poverty of speech (-), diprosodi (-), disatria (-), gagap(-), afasia (-),
bicara kacau (-)

3.5.3 Emosi
Hidup emosi*: stabilitas (stabil), pengendalian (adekuat), arus emosi (biasa)
1. Afek
Afek appropriate/ serasi (+), afek inappropriate/ tidak serasi(-), afek tumpul (-),
afek yang terbatas (-), afek datar (-), afek yang labil (-).
2. Mood
Mood eutimik (-), mood disforik (+), mood yang meluap-luap (expansive mood)
(-), mood yang iritabel (-), mood yang labil (swing mood) (-), mood meninggi
(elevated mood/ hipertim) (-), euforia (-), ectasy (-), mood depresi (hipotim) (+),
anhedonia (-), dukacita (-), aleksitimia (-), elasi (-), hipomania (-), mania(-),
melankolia(-), La belle indifference (-), tidak ada harapan (-).
3. Emosi lainnya
Ansietas (-), free floating anxiety (-), ketakutan (-), agitasi (-), tension
(ketegangan) (-), panic (-), apati (-), ambivalensi (-), abreaksional (-), rasa malu
(-), rasa berdosa/ bersalah (-), kontrol impuls (-).
4. Gangguan fisiologis yang berhubungan dengan mood
Anoreksia (-), hiperfagia (-), insomnia (-), hipersomnia (-), variasi diurnal (-),
penurunan libido (-), konstispasi (-), fatigue (-), pica (-), pseudocyesis (-), bulimia
(-).

3.5.4 Pikiran/ Proses Pikir (Thinking)


Kecepatan proses pikir (biasa/cepat/lambat)
Mutu proses pikir (jelas/tajam)
31
1. Gangguan Umum dalam Bentuk Pikiran
Gangguan mental (-), psikosis (-), tes realitas (terganggu/tidak), gangguan pikiran
formal (-), berpikir tidak logis (-), pikiran autistik (-), dereisme (-), berpikir magis
(-), proses berpikir primer (-).
2. Gangguan Spesifik dalam Bentuk Pikiran
Neologisme (-), word salad (-), sirkumstansialitas (-), tangensialitas (-),
inkohenrensia (-), perseverasi (-), verbigerasi (-), ekolalia (-), kondensasi (-),
jawaban yang tidak relevan (-), pengenduran asosiasi (-), derailment (-), flight of
ideas (-), clang association (-), blocking (-), glossolalia (-).
3. Gangguan Spesifik dalam Isi Pikiran
· Kemiskinan isi pikiran (-), Gagasan yang berlebihan (-)
· Delusi/ waham
Waham bizarre (-), waham tersistematisasi (-), waham yang sejalan dengan mood
(-), waham yang tidak sejalan dengan mood (-), waham nihilistik (-), waham
kemiskinan (-), waham somatik (-), waham persekutorik (-), waham kebesaran (-),
waham referensi (-), though of withdrawal (-), though of broadcasting (-), though
of insertion (-), thought of control (-), waham cemburu/ waham ketidaksetiaan (-),
waham menyalahkan diri sendiri (-), erotomania (-), pseudologia fantastika (-),
waham agama (-)
· Idea of reference (-)
· Preokupasi pikiran (-), egomania (-), hipokondria (-), obsesi (-), kompulsi
(-), koprolalia (-), hipokondria (-), obsesi (-), koprolalia (-), fobia (-), noesis (-),
unio mystica (-).

3.5.5 Persepsi
· Halusinasi
Non patologis: Halusinasi hipnagogik (-), halusinasi hipnopompik (-), Halusinasi
auditorik (-), halusinasi visual (-), halusinasi olfaktorik (-), halusinasi gustatorik
(-), halusinasi taktil (-), halusinasi somatik (-), halusinasi liliput (-), halusinasi
sejalan dengan mood (-), halusinasi yang tidak sejalan dengan mood (-),
halusinosis (-), sinestesia (-), halusinasi perintah (command halusination), trailing
phenomenon (-).
32
· Ilusi (-)
· Depersonalisasi (-), derealisasi (-)

3.5.6 Mimpi dan Fantasi


Mimpi : -
Fantasi : -

3.5.7 Fungsi kognitif dan fungsi intelektual


1. Orientasi waktu (baik), orientasi tempat (baik), orientasi personal (baik),
orientasi situasi (baik).
2. Atensi (perhatian) baik (+), distractibilty (-), inatensi selektif (-), hipervigilance
(-), dan lain-lain.
3. Konsentrasi (baik), kalkulasi (baik)
4. Memori (daya ingat) : gangguan memori jangka lama/ remote (-), gangguan
memori jangka menengah/ recent past (-), gangguan memori jangka pendek/ baru
saja/ recent (-), gangguan memori segera/ immediate (-), amnesia (-), konfabulasi
(-), paramnesia (-).
5. Luas pengetahuan umum: baik
6. Pikiran konkrit: baik
7. Pikiran abstrak: baik
8. Kemunduran intelek: (tidak), retardasi mental (-), demensia (-), pseudodemensia
(-).
3.5.8 DI / DJ
Discriminative insight : derajat VI
Discriminative Judgment : judgment tes tidak terganggu

3.6 Ikhtisar Penemuan Bermakna


Telah diperiksa Ny. P usia 29 tahun jenis kelamin perempuan. Pada
pemeriksaan status mental didapatkan pasien dengan penampilan biasa,
berpakaian sesuai gender, sikap cukup kooperatif, psikomotor normoaktif,
33
verbalisasi spontan, jelas dan lancar, orientasi cukup baik, kontak psikis dapat
dilakukan, afek sesuai , proses pikir koheren, isi pikir waham tidak ada,.
Halusinasi auditorik ada dan visual tidak ada. Discriminative insight VI dan
discriminative judgement tidak terganggu.

3.7 Diagnosis Multiaksial


Aksis I :F.45.0 Gangguan somatisasi
Aksis II : Tdak ada
Aksis III : Tidak ada
Aksis IV : Tidak ada
Aksis V : GAF 80-51

3.8 Diagnosis Banding Axis I


- F.32.1 Episode depresi tanpa gejala psikotik
-F41.0 Gangguan panik
-F.41.1 Gangguan anxietas menyeluruh

3.9 Daftar Masalah


a) Organo biologik : Tidak ada
b) Psikologis : Tidak ada
c) Lingkungan dan psikososial : Tidak ada masalah
d) Ekonomi : Tidak ada

3.10 Penatalaksanaan
a) Farmakoterapi
alprazolam 0,5 mg 2x 0,5
b) Psikoterapi
1. Kepada pasien

34
Terapi perilaku kognitif (CBT, cognitive behavior therapy)
2. Kepada keluarga
 Psikoedukasi pada keluarga mengenai penyakit yang diderita pasien
 Dukungan sosial dan perhatian keluarga terhadap pasien

3.11 Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia at bonam

BAB 4
DISKUSI

Diagnosis pasien ditegakkan berdasarkan anamnesis, riwayat perjalanan


penyakit dan pemeriksaan pada pasien, dapat ditarik kesimpulan bahwa pada
pasien ini ditemukan gejala gangguan somatisasi yaitu kecemasan yang
dimanifestasikan dalam keluhan fisik, sehingga orang lain tidak akan mengerti
jika individu tidak mengeluh. Somatisasi juga merupakan suatu bentuk gangguan
yang ditunjukkan dengan satu atau beberapa macam keluhan fisik akan tetapi
secara medis tidak mempunyai dasar yang jelas. gangguan somatisasi adalah suatu
gangguan fisik kronis yang tidak dapat diterangkan secara medis dan
berhubungan dengan masalah ketegangan psikologis. Individu yang mengalami
gangguan somatisasi tidak hanya mengeluh adanya gangguan fisik akan tetapi
individu tersebut ingin mendapatkan bantuan dan penanganan secara medis.
Gangguan ini bersifat kronis dengan gejala ditemu¬kan selama beberapa
tahun, dimulai sebelum usia 30 tahun dan disertai dengan penderitaan psikologis
yang bermakna, seperti gangguan fungsi sosial, pekerjaan, dan perilaku mencari
bantuan medis yang berlebihan.
Diagnosis gangguan somatisasi menurut DSM-IV memberi syarat awitan
gejala muda sebelum usia 30 tahun. Selama perjalanan gangguan, keluhan pasien
harus memenuhi minimal 4 gejala nyeri, 2 gejala gastrointestinal, 1 gejala seksual,
dan 1 gejala pseudoneurologik, serta tak satu pun dapat dijelaskan melalui
35
peemeriksaan fisik dan laboratorik. Berikut kriteria diagnosis dengan gangguan
somatisai menurut DSM-IV :8
a. Adanya riwayat keluhan-keluhan fisik yang dimulai sebelum usia 30 tahun
yang berlangsung dalam periode beberapa tahun dan mencari-cari
penyembuhannya atau terjadi hambatan bermakna dalam fungsi-fungsi sosial,
pekerjaan, atau area penting lainnya.
b. Setiap kriteria berikut selama ini harus terpenuhi dimana gejala-gejala
individu terjadi pada suatu waktu dalam perjalanan gangguan:
- 4 gejala nyeri: riwayat nyeri pada minimal 4 tempat atau fungsional
(misalnya kepala, perut, punggung, sendi, ekstremitas, dada, rektum, sewaktu
coitus atau miksi).
- 2 gejala-gejala gastrointestinal: riwayat sedikitnya 2 gejala gastrointestinal
selain nyeri (misalnya nausea, meteorismus, vomitus diluar kehamilan, diare,
intoleransi beberapa jenis makanan).
- 1 gejala sexual: riwayat sedikitnya ada 1 gejala sexual atau ……
reproduksi selain nyeri (misalnya indiferen sexual, disfungsi ereksi atau ejakulasi,
haid irregular, hipermenorrhea, vomitus sepanjang masa kehamilan).
- 1 gejala pseudoneurologis: riwayat sedikitnya 1 gejala atau deficit yang
mengarah pada suatu kondisi neurologis yang tidak hanya nyeri (gejala-gejala
konversi seperti gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisa atau kelemahan
lokal, sukar menelan atau terasa adanya massa di tenggorok, aphonia, retensi
urinae, halusinasi, kehilangan sensasi nyeri dan raba, visus ganda, kebutaan, tuli,
kejang; gejala-gejala disosiatif seperti amnesia; kehilangan kesadaran selain
pingsan).

c. Adanya 1 atau 2:
- Setelah penelitian yang sesuai; gejala-gejala pada kriteria B tidak dapat
dijelaskan berdasarkan kondisi medis umum yang dikenal atau efek langsung dari
zat (penyalahgunaan obat atau medikasi).
- Ketika ada kaitan dengan suatu kondisi medis umum, keluhan-keluhan
fisik atau hambatan sosial atau pekerjaan adalah berlebihan berdasarkan riwayat,
pemeriksaan fisik atau temuan-temuan laboratorium.

36
d. Gejala-gejala tidak (dimaksudkan) dibuat-buat atau disengaja (seperti pada
gangguan buatan atau malingering.

Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di


Indonesia PPDGJ-III, dikatakan Gangguan Somatisasi (F45.0) jika memenuhi
pedoman diagnostik:
- Diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut:
a. Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak
dapat dijelaskan atau dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung
sedikitnya 2 tahun;
b. Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa
tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya;
c. Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga, yang
berkaitan dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak perilakunya.
Pada pasien ini ditemukan keluhan gastrointestinal, seperti nyeri perut,
menjalar ke dada, sampai terasa sesak napas. Pasien juga merasa tangan keram
dan kaki lemas. Pandangan kabur dan terasa pusing.
Pasien dengan gangguan somatisasi paling baik diobati jika mereka
memiliki seorang dokter tunggal sebagai perawat kesehatan umumnya. Klinisi
primer harus memeriksa pasien selama kunjungan terjadwal yang teratur, biasanya
dengan interval satu bulan.
Jika gangguan somatisasi telah didiagnosis, dokter yang mengobati pasien
harus mendengarkan keluhan somatik sebagai ekspresi emosional, bukannya
sebagai keluhan medis. Tetapi, pasien dengan gangguan somatisasi dapat juga
memiliki penyakit fisik, karena itu dokter harus mempertimbangkan gejala mana
yang perlu diperiksa dan sampai sejauh mana.
Strategi luas yang baik bagi dokter perawatan primer adalah meningkatkan
kesadaran pasien tentang kemungkinan bahwa faktor psikologis terlibat dalam

37
gejala penyakit. Psikoterapi dilakukan baik individual dan kelompok. Dalam
lingkungan psikoterapetik, pasien dibantu untuk mengatasi gejalanya, untuk
mengekspresikan emosi yang mendasari dan untuk mengembangkan strategi
alternatif untuk mengekspresikan perasaan mereka. Spesifik terapi dengan
cognitive-behavior approach adalah efektif dan sering digunakan dalam
membantu pasien untuk melihat gejala-gejala fisik yang dialaminya dan
memahami keadaan gangguan yang dihadapinya.
Pengobatan psikofarmakologis diindikasikan bila gangguan somatisasi
disertai dengan gangguan penyerta (misalnya: gangguan mood, gangguan depresi
yang nyata, gangguan anxietas. Medikasi harus dimonitor karena pasien dengan
gangguan somatisasi cenderung menggunakan obat secara berlebihan dan tidak
dapat dipercaya. Obat anti depresi biasanya efektif untuk gejala-gejala somatik
termasuk rasa sakit dan insomnia.
Terapi farmakologis pada pasien diberikan alprazolam 0,5 mg 2x 0,5.
Pada pasien ini hanya diberikan 1 anti ansietas dengan efek sedasi untuk
mengatasi keadaan susah tidurnya.

38
BAB 5

KESIMPULAN

Gangguan somatisasi adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki


gejala fisik (sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat
ditemukan penjelasan medis yang adekuat. Gambaran yang penting dari gangguan
somatisasi adalah adanya gejala fisik, dimana tidak ada kelainan organik atau
mekanisme fisiologik. Dan untuk hal tersebut terdapat bukti positif atau perkiraan
yang kuat bahwa gejala tersebut terkait dengan adanya faktor psikologis atau
konflik.
Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala
fisik yang berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah
berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan dokternya bahwa
tidak ada kelainan yang mendasari keluhannya.

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan, Hl dan Saddock BJ. 2004. Comprehensive Textbook of Psychiatry


vol.2 2nd edition. USA: Benjamin and Virginia A.Saddock.
2. Wiguna, IM (editor). 1997. Sinopsis Psikiatri jilid II. Ed 7. Jakarta:
BinanupaAksara. Hal 276-303.
3. Departemen Kesehatan R.I. 1993.Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia III cetakan pertama. Direktorat Jenderal
Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI : Jakarta
4. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. 2001. Media Aesculapicus : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
5. Nevid, JS, dkk. 2005. Psikologi Abnormal Jilid I.Edisi 5. PenerbitErlangga :
Jakarta
6. Maslim R, Buku Saku Diagnosis Gangguan jiwa, Rujukan Ringkasan dari
PPDGJ III dan DSM-5, jakarta: 2013, hal 84-86
7. Mangel MB. Dkk, Referensi Manual Kedokteran Keluarga, Editor edisi
bahasa Indonesia, perpustakaan Nasional, jakarta:2001 hal 701-709
8. American Psychiatric Association. Task Force on DSM-IV. (2000).
Diagnostic and statistical manual of mental disorders: DSM-IV-TR. American
Psychiatric Pub. ISBN 978-0-89042-025-6. pp 485

40

Anda mungkin juga menyukai