Naskah Psikiatri
BAGIAN PSIKIATRI
2020
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamiin, puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT dan
shalawat beserta salam untuk Nabi Muhammad S.A.W, berkat rahmat dan karunia-Nya penulis
dapat menyelesaikan tugas laporan case report session dengan judul “Gangguan Afektif
Organik” yang merupakan salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik Ilmu Psikiatri Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas RSUP Dr. M. Djamil Padang. Dalam usaha penyelesaian tugas
referat ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Taufik Ashal,
SpKJ selaku pembimbing dalam penyusunan tugas ini.
Kami menyadari bahwa didalam penulisan ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu
dengan segala kerendahan hati penulis menerima semua saran dan kritik yang membangun guna
penyempurnaan laporan case report session ini. Akhir kata, semoga laporanini dapat bermanfaat
bagi para pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB 1.........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................4
1.1 Latar belakang.............................................................................................................................4
1.2 Batasan Masalah..........................................................................................................................5
1.3 Metode Penulisan.........................................................................................................................5
1.4 Tujuan Penulisan.........................................................................................................................5
BAB II.........................................................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................................................6
2.1 Gangguan Mental Organik ................................................................................................................6
2.1.1 Definisi.......................................................................................................................................6
2.1.2 Klasifikasi...................................................................................................................................6
2.2 Gangguan Afektif Organik................................................................................................................9
2.2.3 Definisi.......................................................................................................................................9
2.2.4 Etiologi.....................................................................................................................................10
2.2.5 Diagnosis..................................................................................................................................11
2.2.6 Diagnosis Banding....................................................................................................................14
2.2.7 Tatalaksana...............................................................................................................................14
2.3 Perdarahan Intraserebral..................................................................................................................16
2.3.1 Definisi.....................................................................................................................................16
2.3.2 Epidemiologi............................................................................................................................16
2.3.3 Etiologi dan Faktor Risiko........................................................................................................16
2.3.4 Patofisiologi..............................................................................................................................17
2.3.6 Manifestasi Klinis.....................................................................................................................17
2.3.7 Diagnosis..................................................................................................................................18
2.3.8 Penatalaksanaan........................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................21
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Gangguan jiwa merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Gangguan
jiwa secara umum disebabkan karena adanya tekanan psikologis dari luar individu ataupun dari
dalam diri individu. Hal yang menjadi masalah adalah ketidaktahuan keluarga dan masyarakat
sekitar terhadap gangguan jiwa. Prevalensi masalah kesehatan jiwa saat ini cukup tinggi,
diperkirakan 25% penduduk dunia pernah menderita masalah jiwa dan 1% diantaranya adalah
gangguan jiwa berat. Setiap saat 450 juta diseluruh dunia terkena dampak permasalahan jiwa,
saraf, maupun perilaku. Salah satu gangguan jiwa yang terdapat di seluruh dunia adalah
gangguan mental organik. 1
Gangguan mental organik meliputi berbagai gangguan jiwa yang dikelompokkan atas dasar
penyebab yang lama dan dapat dibuktikan adanya penyakit, cedera atau ruda paksa otak, yang
berakibat disfungsi otak, disfungsi ini dapat primer seperti pada penyakit, cedera, dan ruda paksa
yang langsung atau diduga mengenai otak sebagai salah satu dari beberapa organ atau sistem
tubuh.1 Salah satu bentuk gangguan mental organik yaitu gangguan afektif organic.
Ganggguan afefktif organic adalah gangguan mood akibat kondisi medis umum, dikenal juga
sebagai gangguan mood sekunder, ditandai oleh perubahan mood prominen yang dianggap
merupakan efek fisiologis langsung dari penyakit medis atau zat spesifik, dan merupakan
klasifikasi dari F.06 Gangguan mental lainnya akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit
fisik seperti intoksifikasi obat, keadaan putus obat, tumor, trauma, infeksi, kardiak dan vaskuler,
endokrin, gizi dan neurodegenerative.2
Berdasarkan uraian diatas, case report session ini akan membahas gangguan depresif organik
karena perdarahan intraserebral.
1.2 Batasan Masalah
Laporan kasus ini membahas tentang definisi, epidemiologi, etiologi, gambaran klinis,
diagnosis, penatalaksanaan, dan prognosis Gangguan Afektif Organik.
2.2.3 Definisi
Gangguan mood akibat kondisi medis umum, dikenal juga sebagai gangguan mood
sekunder, ditandai oleh perubahan mood prominen yang dianggap merupakan efek fisiologis
langsung dari penyakit medis atau zat spesifik. Gangguan ini seringkali sulit didefinisikan,
namun gambaran kuncinya adalah mood depresif (anhedonia) atau mood elevasi, ekspansif, atau
iritabel yang prominen, persisten, menyusahkan, atausecara fungsional menyebabkan hendaya,
dan dianggap disebabkan baik oleh penyakit medis maupun bedah atau oleh intoksikasi atau
keadaan putus zat.2
2.2.4 Etiologi
Terdapat beberapa kausa yang berpotensi menyebabkan sindrom depresif maupun manik,
yaitu:2
Tabel 1. Kausa Gangguan Mood Sekunder
KAUSA
Intoksikasi obat
Alkohol atau hipnotik sedative
Antipsikotik
Antidepresan
Metoklopramid; penyekat reseptor H2
Antihipertensi (terutama agen yang bekerja
sentral, cth. Metildopa, klonidin, reserpine)
Steroid seks (cth. Obat kontrasepsi oral, steroid
anabolic)
Glukokortikoid
Levodopa
Bromokriptin
Keadaan putus obat
Nikotin, kafein, alkohol atau hipnotik-sedatif,
kokain, amfetamin
Tumor
Serebral primer, Neoplasma sistemik
Trauma
Kontusio serebri, Hematoma subdural
Infeksi
Serebral (cth. Meningitis, ensefalitis, HIV,
sifilis) Sistemik (cth. Sepsis, infeksi saluran
kemih, pneumonia)
Kardiak dan Vaskular
Serebrovaskular (cth. Infark, perdarahan,
vaskulitis), Kardiovaskular (cth. Keadaancurah
jantung yang rendah, gagal jantung kongestif,
syok)
Fisiologis atau metabolic
Hipoksemia, gangguan elektrolit, gagal ginjal
atau hati, hipo atau hiperglikemia, keadaan
pascakejang
Endokrin
Gangguan tiroid atau glukokortikoid
Gizi
Defisiensi folat, vitamin B12
Neurodegeneratif
Penyakit Parkinson, penyakit hutington
2.2.5 Diagnosis3
F06.3 Gangguan Afektif Organik
Pedoman Diagnostik:
- Kriteria umum tersebut diatas (F06).
- Disertai kondisi yang sesuai dengan salah satu diagnosis dari gangguan yang tercantum
dalam F30-F33.
F30 Episode Manik
Kesamaan karakteristik dalam afek yang meningkat, disertai peningkatan dalam jumlah
dan kecepatan aktivitas fisik dan mental, dalam berbagai derajat keparahankategori ini hanya
untuk satu episode manik tunggal (yang pertama), termasuk gangguan afektif bipolar, episode
manik tunggal. Jika ada episode afektif (depresif, manik, atau hipomanik) sebelumnya atau
sesudahnya, termasuk gangguan afektif bipolar (F31.-).
F31 Gangguan Afektif Bipolar
Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (sekurang-kurangnya dua episode) dimana
afek pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, pada waktu tertentu terdiri dari peningkatan
afek disertai penambahan energi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain
berupa penurunan afek disertai pengurangan energi dan aktivitas (depresif).
Yang khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sepurna antar episode. Episode
manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara 2 minggu sampai 4 – 5 bulan,
episode depresi cenderung berlangsung lebih lama (rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun jarang
melebihi 1 tahun kecuali pada orang usia lanjut. Kedua macam episode itu seringkali terjadi
setelah peristiwa hidup yang penuh stress atau trauma mental lain (adanya stress tidak esensial
untuk penegakkan diagnosis).
F32 Episode Depresif
Gejala utama:
- Afek depresif
- Kehilangan minat dan kegembiraan, dan
- Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah Lelah (rasa Lelah yang
nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.
Gejala lainnya:
1. Konsentrasi dan perhatian berkurang
2. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
3. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
4. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
5. Gagasan atau perbuatan membhayakan diri atau bunuh diri
6. Tidur terganggu
7. Nafsu makan berkurang
Untuk episode depresif dari ketiga tingkatan keparahan tersebut diperlukan masa
sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek
dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.
Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.0), sedangkan (F32.1) dan berat (F32.2)
haya digunakan untuk episode depresif tunggal (yang pertama). Episode depresif berikutnya
harus diklasifikasikan bahwa alah satu diagnosis gangguan depresif berulang.
Berdasarkan pedoman dan penggolangan diagnosis gangguan jiwa III tingkat deperis
dibedakan menjadi tiga:3
1. Depresi ringan
- Memiliki 2 dari 3 gejala depresi
- Memiliki sekurang2nya duan dari gejala lainnya
- Tidak memiliki gejala yang berat
- Geja berulang sekitar 2 minggu
- Sedikit memiliki kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan social
2. Depresi sedang
- Memiliki 2 dari 3 gejala utam depresi
- Ditambah 3 dari gejala lainnya
- Gejala berlangsung minimal sekita 2 minggu
- Memiliki kesulitan nyata dalam kegiatan social, pekerjaan dan urusan rumah tangga
3. Depresi berat
- Memiliki 3 gejala utama depresi
- Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya
- Gejala berlangsung minimal sekita 2 minggu, tetapi jika ditemukan gejala yang berat dan
berlangsung cepat bias ditegakkan dalam waktu kurang dari 2 minggu
- Memiliki kesulitan yang nyata.
F33 Gangguan depresif berulang
Gangguan ini bersifat dengan episode berulang dari:
Episode depresi ringan (F32.0)
Episode depresi sedang (F32.1)
Episode depresi berat (F32.2 dan F32.3)
Episode masing-masing rata-rata lamanya sekitar 6 bulan, akan tetapi frekuensinya lebih
jarang dibandingkan dengan gangguan bipolar.
Tanpa riwayat adanya episode tersendiri dari peninggian afek dan hiperaktivitas yang
memenuhi kriteria mania (F30.1 dan F30.2) Namun kategori ini tetap harus digunakanjika
tenyata ada episode singkat dari peninggian afek dan hiperaktivitas yang memenuhi kriteria
hipomania (F30.0) segera sesudah suatu episode depresif (kadang-kadang tampaknya dicetuskan
oleh tindakan pengobatan depresif).
Pemulihan keadaan biasanya sempurna diantara episode namun sebagian kecil pasien
mungkin mendapat depresi yang akhirnya menetap, terutama pada usia lanjut (untuk keadaan ini,
kategori ini harus tetap digunakan).
Episode masing-masing, dalam berbagai tingkatkeparahan, seringkali dicetuskan oleh
peristiwa kehidupan yang penuh stress atau trauma mental lain (adanya stress tidak esensial
untuk penegakkan diagnosis)
2.2.7 Tatalaksana2,4
Obat antidepresan standar (termasuk antidepresan trisiklik penghambat oksidase
monoamine (MAOI, SSRI) efektif pada banyak pasien. Terapi elektrokonvulsif (ECT) dapat
bermanfaat pada pasien yang tidak merespon pengobatan. Pada tingkat minimum psikoterapi
sebaiknya terfokus pada masalah psikoedukasional.
Tabel 2. Obat Anti Depresan
No Golongan Nama Obat Sediaan Dosis Anjuran
Amitriptyline Drag 25 mg 75-150 mh/h
Imipramine Tab 25 mg 75-150mg/h
1 Trisiklik Clomipramine Tab 25 mg 75-150 mg/h
Tianeptine Tab 12,5 mg 25-50 mg/h
Opipramol Tab 50 mg 50-150 mg/h
2 Tetrasiklik Maprotiline tab 10 mg 75-150 mg/h
tab 25 mg
tab 50 mg
tab 75 mg
Mianserine tab 10 mg 30-60 mg/h
tab 30 mg
Amoxapine tab 100 mg 200-300 mg/h
3 MAOI- Reversible Moclobemide Tab 150 mg 300-600 mg/h
Trazodone Tab 50 mg 100-200 mg/h
Tab 100mg
4 Atypical
Tianeptine Tab 12,5 mg 25-50 mg/h
Mirtazapine Tab 30 mg 15-45 mg/h
Sertraline Tab 50 mg 50-100 mg/h
Paroxetine Tab 20 mg 20-40 mg/h
Fluvoxamine Tab 50 mg 50 100 mg/h
Fluoxetine Cap 20 mg 20-40 mg/h
5 SSRI
Caplet 20 mg
Cap 20 mg
Cap 10-20 mg
Citalopram Tab 20 mg 20-60 mg/h
Sedangkan untuk gejala afektik manik, dapat diberikan obat anti-mania dengan dosis yang
dianjurkan. Berikut tabel daftar obat anti-mania:
Tabel 3. Daftar Obat Anti Mania
No Golongan Nama Obat Sediaan Dosis Anjuran
1 Lithium Carbonate 250-500 mh/h
2 Haloperidol HALDOL Tab. 0,5-2,5 mg 4,5-15 mg/h
SERENACE Tab. 0,5-1,5-5
mg Liq. 2 mg/ml
Amp. 5 mg/ml 5mg(ml) tiap 30
menit, maks.
45mg/h
GOVOTIL Tab. 2-5 mg 4,5-15 mg/h
TEGRETOL Tab 200 mg 400-600mg/h 2-
3 Carbamazepine
BAMGETOL Caplet 200 mg 3x perhari
4 Valproic Acid DEPAKENE Syr. 250 mg/5 ml 3 x 250 mg/h
5 Divalproex Na DEPAKOTE Tab 250 mg 3 x 250 mg/h
2.3 Perdarahan Intraserebral
2.3.1 Definisi
Pendarahan intrakranial merupakan pendarahan yang terjadi didalam kubah tengkorak
meliputi pendarahan intraserebral (PIS) dan pendarahan sekitar ruang meningeal. 5 Berdasarkan
etiologi pendarahan intrasereblar dibagi atas pendarahan intraserebral non-traumatic (spontan)
dan pendarahan intrasereblar traumatic. Pendarahan intraserebral dapat disebebakan stroke
hemoragik dengan ditemukan sindrom defisit neurologi.5
2.3.2 Epidemiologi
Pendarahan intraserbral merupakan masalah kesehatan yang penting menyebabkan
peningkatan angka kematian dan disabilitas pada orang dewasa. Pendarahan intraserebral merupakan
masalah kesehatan utama dengan isiden 10-30 per 100.000 populasi setiap tahun. 6 Di amerika serikat
ditemuakn 40.000 - 67.000 kasus per tahun. 7 Walaupun penerimaan pasien untuk pendarahan
intraserbral pada sejumlah rumah sakit mengalami peningkatan 18% diseluruh dunia selama 10 tahun
belakangan ini, mortalitas yang disebabkan pendarahan intraserbral belum juga menurun. 5 Hal ini
disebabkan peningkatan jumlah populasi usia tua, peningkatan pengontrolan tekanan darah,
peningkatan penggunaan antikoagulan, trombolitik, dan agen anti pletelet. 6 Mortalitas dalam 30 hari
berkisar 35 % - 52 % dengan hanya 20 % yang bertahn dengan seperti sebelumnnya. Sekitar setengah
dari kematinn ini terjdi dalam 24 jam pertama. 6
2. Merokok
4. Diabetes mellitus
5. Konsumsi alkohol tinggi
6. Penggunaan obat-obatan yang tidak tepat (kokain, amfetamin), terapi antikoagulan yang
berlebihan, dan terapi trombolitik yeng berlebihan.9
2.3.4 Patofisiologi
Perdarahan intraserebral (PIS) merupakan penyakit yang didasari pada gangguan
pembuluh darah.8 Pertama, hipertensi kronik menyebabkan vaskulopati hipertensi yang
menyebabkan perubahan degenerative mikroskopis dinding pembuluh darah.9 Kedua, Cerebral
Amyloid Angiopathy ditandai dengan pengedapan Amyloid-beta pada dinding leptomeningal
dan kortek pembuluh darah. Walaupun mekanisme yang menyebabkan akumulasi amyloid masih
belum diketahui, namun pada akhirnya perubahan degenerative dinding pembuluh darah yang
ditandai bekurangnya elastisitas pembuluh darah, penebalan dinding pembuluh darah,
penyempitan luminal pembentukan mikroaunerisma dan microhemorrhagic.10
Pecahnya pembuluh darah akan mebentuk hematom yang akan secara langsung
menyebabakan cedera mekanik pada parenkim otak. Edem perihematom berkembang dalam 3
jam pertama dari onset gejala dan mencapai puncaknya antara 10 sampai 20 hari.11 Kemudian,
komponen darah dan plasma memediasi proses cedera sekunder termasuk proses inflamasi,
aktivasi kaskade koagulasi, dan deposisi besi dari degradasi hemoglobin. 11 Akhirnya, hematom
dapat terus berkembang hingga 38 % pada pasien selama 24 jam pertama.12
2.3.7 Diagnosis
Diagnosis perdarahan intraserebral ditegakkan berdasarkan keluhan dan gejala yang
didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, kemudian dikonfirmasi dengan ditemukannya
darah berupa gambaran opak pada brain CT scan.13 Brain CT scan merupakan pemeriksaan
diagnostic lini pertama untuk pendarahan intraserebral. Namun MRI dengan gradient echo dapat
mendeteksi pendarahan intraserebral hiperakut dengan sama sensititf dan akurat dan lebih akurat
untuk mendeteksi mikrohemoragik. CT Scan dengan kontras intravena dapat mendeteksi
pendarahan yang sedang berlangsung. Cerebral Angiography dibutuhkan untuk medeteksi
penyebab sekunder pendarahan intraserebral seperti anuerisma, arteriovenous malformation,
dural venous thrombosis dan vasculitis. MRI dan magnetic-resonance angiography Berikut
adalah gambaran CT scan pada perdarahan intraserebral.13,15
Pada fasilitas yang tidak memiliki CT scan, dapat digunakan sistem skoring diagnostik
seperti algoritma gajah mada dan skor siriraj untuk membedakan pendarahan intraserebral
(stroke hemoragik) dan stoke infraction (stroke iskemi).16,17
Komponen dari Algoritma Stroke Gadjah Mada (ASGM) adalah penurunan kesadaran, nyeri
kepala, dan refleks Babinski. Algoritma ini membedakan pendarahan intrasrebral dan stroke
infraction dengan cara apabila ditemukan salah satu ditemukan ≥ 2 positif, hanya nyeri kepala yang
positif atau hanya penurunan kesadaran yang positif, maka diagnosis mengarah kepada pendarahan
intraserebral dan apabila hanya reflex Babinski yang ditemukan makan diagnosa mengarah kepada
stroke infrak. 17
Pada skor siriraj dengan bentuk rumus persamaan sebagai berikut :
Skor Siriraj :
(2,5xPenurunan kesadaran) + (2 x muntah) + (2x nyeri kepala) + (0,1xtekanan darah sistolik) –
(3-Atheroma) -12
Keterarngan :
Penurnanan kesadaran : 0 = komposmentis kooperatif
1 = somnolen
2 = stupor/koma
Muntah : 0 = tidak ada
1 = ada
Atheroma : 0 = tidak ada
1 = salah satu atau lebih (DM, angina, penyakit
pembuluh darah)
Jika jumlah skor > 1 : pendarahan intracerebral
Jika jumlah skor < -1 : stroke infraction
Jika jumlah skor -1 s/d 1 : meragukan18
2.3.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Pendarahan Intraserebal di Instalasi Gawat Darurat
Pendarahan intacerberal adalah kegawatadaruratan medis yang memerlukan terapi segera
karena > 20% pasien mengalami penurunan 2 atau lebih. poin Skala Koma Glasgow mereka
(GCS) setelah penilaian awal oleh Emergency Medical Services (EMS). Selain itu, 15-23%
pasien terjadi ekspansi hematom dan penurunan neurologis pada beberpa jam pertama.18
Stabilisasi airway, breathing, circulation (ABCs) merupakan hal penting hipoksemia, hipertensi
dan hematom ekspansi.18 Intubasi untuk mempertahankan jalan nafas di indikasikan pada pasien
dengan GCS <= 8 dan pasien yang mengalami respiratory distres yang signifikan. 19 Pasein
dengan penurunan kesadaran akibat pendarahan intraventikuler dengan hidrosefalus dan herniasi
batang otak sebaiknya di ventrikulotomy, terapi manitol 0.5-1 g/kgBB atau hypertonic saline
infusion.20
Intervensi bedah
The International Surgical Trial in Intrcerebral Hemorrhage (ISTICH) dan STICH II
selanjutnya menunjukkan ada manfaat untuk evakuasi hematoma dini pada pasien dengan ICH
supratentorial. Analisis sub kelompok menunjukkan manfaat bertahan hidup yang kecil pada
pasien dengan perdarahan lobus superfisial tanpa peningkatan signifikan pada hasil fungsional. 20
Indikasi pembedahan pada perdarahan intraserebral antara lain:
a. Defisit neurologis yang progresif sesuai dengan lokasi lesi - Peningkatan tekanan intrakranial
yang tidak bisa diatasi dengan pemberian obat-obatan
b. GCS 6-8 dengan perdarahan di frontal atau temporal >20 ml dengan midline shift 5 mm atau
lebih, dengan atau terdapat penekanan sisterna pada CT scan
c. Setiap ICH dengan volume ≥50 ml
d. Hematoma cerebellar dengan diameter > 3 cm yang disertai penekanan batang otak atau
hidrosefalus akibat obstruksi ventrikel seharusnya dilakukan sesegera mungkin.
e. Perdarahan dengan kelainan struktur seperti aneurisma atau AVM.
f. Hematoma lobaris dengan ukuran sedang-besar yang terletak dekat dengan korteks (<1cm)
pada penderita dengan usia < 45 tahun dengan GCS 9-12.
g. Evakuasi rutin ICH supratentorial dengan kraniotomi standar dalam 96 jam tidak
direkomendasikan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sari MN, Sulyaman, Sulistino A, Ramadhian MR. Gangguan Kepribadian dan Perilaku
Akibat Penyakit, Kerusakan, dan Disfungsi Otak pada Pria Usia 45 Tahun. J Medula
Unila. 2016; 6 (1): 83-87.
2. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa
FK-Unika Atmajaya. 2013.
3. Harold I Kaplan M, Benjamin J Sadock, Jack A Grebb MD. Sinopsis Psikiatri Ilmu
Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jakarta: Binarupa Aksara. 2010: 70-71.
4. Maslim R. Penggunaa Klinis Obat Psikoterapi Edisi Ke-3. Jakarta: Direktorat Kesehatan
Jiwa DEPKES RI. 1997.
5. Caceres JA , Goldstein JN,. Intracranial Hemorrhage. Emerg Med Clin North Am. 2012;
30 (3): 771-794.
6. Qureshi AI, Tuhrim S, Broderick JP, Batjer HH, Hondo H, Hanley DF. Spontaneous
intracerebral hemorrhage. N Engl J Med. 2001;344:1450–60
8. Gelb DJ. Introduction to clinical Neurology fifth edition. Oxford University Press.
2016;110-112.
9. Labovitz DL, et al. The incidence of deep and lobar intracerebral hemorrhage in whites,
blacks, and Hispanics. Neurology. 2005;65(4):518–522
13. Manji, et al. Oxford Handbook of Neurology Second Edition. Oxford University Press.
204;84-85
14. Anderson CS, et al. Intensive blood pressure reduction in acute cerebral haemorrhage trial
(INTERACT): a randomised pilot trial. The Lancet Neurology. 2008;7(5):391–399
15. Aguilar MI, Brott TG. Update in intracerebral hemorrhage. Neurohospitalist. 2011;1(3):148-
59.
16. Widiastuti P, Bagus Nuartha AABN,. Sistem Skoring Diagnostik untuk Stroke: Skor Siriraj.
Kalbemed. 2015; CDK-233/ vol. 42 no. 10
17. Kidwell CS, Chalela JA, Saver JL, et al. Comparison of MRI and CT for detection of acute
intracerebral hemorrhage. JAMA. 2004;292:1823–30.
19. Rodriguez-Luna D, Piñeiro S, Rubiera M, et al. Impact of blood pressure changes and course
on hematoma growth in acute intracerebral hemorrhage. Eur J Neurol 2013;20:1277–83
20. Chan S, Hemphill JC. Critical care management of intracerebral hemorrhage. Crit Care Clin
2014;30:699–717