Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikososial

“Proses Terjadinya Gangguan Jiwa Dalam Perspektif Keperawatan jiwa”

Disusun Oleh : Kelompok 5

1. Marsanda Lestari (2111311008)


2. Melinda Ulfa Aina (2111311029)
3. Muttaqwiyani Aliyya (2111311044)
4. Gerry Hardjana (2111311053)
5. Sri Monica Wulandari (2111312002)
6. Annisa Violita Suryani (2111312017)
7. Nabilah Yulviana Richarson (2111312035)
8. Nabilah Alfatanah (2111312044)
9. Kisnki Adinda Sab’a Yuza (2111312065)
10. Mezanechia Gheviranica (2111313002)
11. Zuria Arifa (2111313026)
12. Mutia Yunelda (2111313044)

Dosen Pengampu :
Dr. Ns. Rika Sarfika, M. Kep

KELAS A2
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS
TAHUN PELAJARAN
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa penulis mengucapkan
terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi penulis sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman. Untuk itu penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.

Padang, 01 September 2022

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................ 1
1.3 Tujuan .................................................................................................................. 2
BAB II KERANGKA TEORI ....................................................................................... 3
2.1 Defenisi Gangguan Jiwa ...................................................................................... 3
2.2 Perspektif Gangguan Jiwa .................................................................................... 4
2.3 Faktor Penyebab Gangguan Jiwa ......................................................................... 5
2.4 Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa ........................................................................ 5
2.5 Klasifikasi Gangguan Jiwa .................................................................................. 8
2.6 Macam Pengobatan-Pengobatan Jiwa .................................................................. 9
BAB III ANALISIS KASUS ......................................................................................... 13
BAB IV PENUTUP ........................................................................................................ 16
4.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 16
4.2 Saran .................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan jiwa adalah suatu penyakit yang bisa terjadi pada semua orang dan tanpa
mengenal ras, budaya, anak-anak, dewasa miskin ataupun kaya, gangguan jiwa merupakan
salah satu gangguan mental yang di sebabkan oleh beragam faktor yang berasal dari dalam
maupun luar. Gangguan mental ini dapat dikenali dengan perubahan pola pikir, tingkah laku
dan emosi yang berubah secara mendadak tanpa disertai alasan yang jelas. Stres yang menjadi
pemicu awal terjadinya gangguan jiwa akan membuat seseorang tidak mampu beraktivitas
secara normal. Jika stres ini tidak ditangani secara cepat maka akan berlanjut pada gejala
gangguan kejiwaan. Pada umumnya terdapat beberapa fakor yang mempengaruhi kejiwaan
seseorang yakni faktor keturunan, jika di dalam silsilah keluarga tersebut mempunyai riwayat
ganguan jiwa maka keturunan – keturunan dari keluarga tersebut bisa dan sangat mungkin
juga akan mengalami ganguan medis tersebut karena ada hubungan darah dari orangtua
mereka yang menyebabkan anak juga bisa mengalami gangguan jiwa tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penyusunan makalah ini adalah:
1. Apa definisi gangguan jiwa?

2. Bagaimana perspektif keperawatan jiwa?

3. Apa saja faktor penyebab gangguan jiwa?

4. Apa saja tanda dan gejala gangguan jiwa?

5. Apa saja klasifikasi gangguan jiwa?

6. Bagaimana macam pengobatan-pengobatan jiwa?

1
1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian gangguan jiwa

2. Untuk mengetahui perspektif keperawatan jiwa

3. Untuk mengetahui faktor penyebab gangguan jiwa

4. Untuk mengetahui tanda dan gejala gangguan jiwa

5. Untuk mengetahui klasifikasi gangguan jiwa

6. Untuk mengetahui macam pengobatan pada gangguan jiwa

2
BAB II

KERANGKA TEORI

2.1 Definisi Gangguan Jiwa


Gangguan jiwa merupakan masalah kesehatan jiwa berat yang menyebabkan
terganggunya kognitif, afektif dan hambatan fungsi sosialnya sehingga individu tidak mampu
melakukan akitivitas sehari-harinya (Keliat, Helena, & Nurhaeni, 2011). WHO (2019)
menyebutkan bahwa yang termasuk dalam gangguan jiwa adalah depresi, gangguan bipolar,
skizofrenia dan psikosis lain, demensia, dan gangguan perkembangan termasuk autisme.
Gangguan jiwa dapat dialami oleh seluruh kalangan mulai dari anak-anak. remaja, dewasa,
hingga lansia. Saat ini, prevalensi gangguan jiwa terus meningkat setiap tahunnya (Maulana et
al., 2019). Data WHO tahun 2018 menunjukkan bahwa lebih dari 300 juta penduduk dunia
mengalami depresi, lebih dari 60 juta penduduk dunia menderita bipolar dan 23 juta orang
mengalami masalah kejiwaaan berat seperti skizofrenia dan psikosis lainnya.
Gangguan jiwa adalah sindrom pola perilaku seseorang yang secara khas berkaitan dengan
suatu gejala penderitaan (distress) atau hendaya (impairment) di dalam satu atau lebih fungsi
yang penting dari manusia, yaitu fungsi psikologik, perilaku, biologik, dan gangguan itu tidak
hanya terletak di dalam hubungan antara orang itu tetapi juga dengan masyarakat (Yusuf, A.H.,
Rizky, F., dan Hanik, E.N. 2015).
Orang Dengan Gangguan Jiwa yang selanjutnya disebut ODGJ adalah seseorang yang
mengalami gangguan dalampikiran, perilaku dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk
sekumpulan gejala dan atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan
penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi sebagai manusia (Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2014).
Oleh karena itu gangguan jiwa ini masih menjadi perhatian yang sangat penting dari
berbagai lintas sektor baik pemerintah maupun masyarakat, hal ini dikarenakan gangguan jiwa
menghabiskan biaya pelayanan kesehatan yang besar (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2013).
Menurut Videbeck dalam Nasir, (2011) mengatakan bahwa kriteria umum gangguan
adalah sebagai berikut :
a. Tidak puas hidup di dunia.

3
b. Ketidak puasan dengan karakteristik, kemampuan dan prestasi diri.
c. Koping yang tidak afektif dengan peristiwa kehidupan.
d. Tidak terjadi pertumbuhan personal.

Menurut Keliat dkk dalam Prabowo, (2014) mengatakan ada juga ciri dari gangguan
jiwa yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:
a. Mengurung diri.
b. Tidak kenal orang lain.
c. Marah tanpa sebab.
d. Bicara kacau.
e. Tidak mampu merawat diri.

2.2 Perspektif Gangguan Jiwa


Perspektif keperawatan jiwa adalah pandangan dasar tentang hakikat manusia dan
esensi keperawatan yang menjadi kerangka dasar dalam praktik keperawatan jiwa. Setiap
individu memiliki harkat dan martabat, sehingga masing masing individu perlu dihargai.
Tujuan individu meliputi: tumbuh, sehat, otonomi dan aktualisasi diri. Masing masing individu
berpotensi untuk berubah, karena kita tahu bahwa manusia adalah makhluk holistik yang
kebutuhannya berbeda. Semua prilaku individu itu bermakna meliputi: pikiran, persepsi,
perasaan dan tindakan. Beberapa keyakinan mendasar yang digunakan dalam keperawatan jiwa
antara lain sebagai berikut (Depkes RI, 1998).
a. Individu memiliki harkat dan martabat, sehingga setiap individu perlu dihargai.
b. Tujuan individu meliputi tumbuh, sehat, otonomi, dan aktualisasi diri.
c. Setiap individu mempunyai potensi untuk berubah.
d. Manusia adalah makhluk holistik yang berinteraksi dan bereaksi dengan lingkungan
sebagai manusia yang utuh.
e. Setiap orang memiliki kebutuhan dasar yang sama.
f. Semua perilaku individu adalah bermakna.
g. Perilaku individu meliputi persepsi, pikiran, perasaan, dan tindakan.
h. Individu memiliki kapasitas koping yang bervariasi, yang dipengaruhi oleh kondisi
genetik, lingkungan, kondisi stres, dan sumber yang tersedia.
i. Sakit dapat menumbuhkan dan mengembangkan psikologis bagi individu.
j. Setiap orang mempunyai hak mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama.

4
k. Kesehatan mental adalah komponen kritis dan penting dari pelayanan kesehatan yang
komprehensif.
l. Individu mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan untuk
kesehatan fisik dan mentalnya.
m. Tujuan keperawatan adalah meningkatkan kesejahteraan, memaksimalkan fungsi
(meminimalkan kecacatan/ketidakmampuan), dan meningkatkan aktualisasi diri.
n. Hubungan interpersonal dapat menghasilkan perubahan dan pertumbuhan pada
individu.

2.3 Faktor Penyebab Gangguan Jiwa

Gejala yang paling utama pada gangguan jiwa terdapat pada unsur kejiwaan, biasanya
tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi terdapat beberapa penyebab dari beragai unsur
yang saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu muncul gangguan kejiwaan.
Ada beberapa faktor penyebab gangguan jiwa yaitu:

1. Faktor somatik (somatogenik), yakni akibat gangguan pada neuroanatomi,


neurofisiologi, dan neurokimia, termasuk tingkat kematangan dan perkembangan
organik, serta faktor pranatal dan perinatal.
2. Faktor psikologik (psikogenik), yang terkait dengan interaksi ibu dan anak, peranan
ayah, persaingan antarsaudara kandung, hubungan dalam keluarga, pekerjaan,
permintaan masyarakat. Selain itu, faktor intelegensi, tingkat perkembangan emosi,
konsep diri, dan pola adaptasi juga akan memengaruhi kemampuan untuk menghadapi
masalah. Apabila keadaan ini kurang baik, maka dapat mengakibatkan kecemasan,
depresi, rasa malu, dan rasa bersalah yang berlebihan.
3. Faktor sosial budaya, yang meliputi faktor kestabilan keluarga, pola mengasuh anak,
tingkat ekonomi, perumahan, dan masalah kelompok minoritas yang meliputi
prasangka, fasilitas kesehatan, dan kesejahteraan yang tidak memadai, serta pengaruh
rasial dan keagamaan. (Yusuf, 2017)

2.4 Tanda Dan Gejala Gangguan Jiwa

Tanda dan gejala yang muncul pada pasien dengan gangguan jiwa menurut Maramis
tahun 2010 diantaranya :

5
a. Normal dan Abnormal

Abnormal berarti menyimpang dari yang normal. Seseuatu dikatakan abnormal


apabila terdapat suat norma, dan seseorang tersebut telah menyimpang dari batas-batas
norma

b. Gangguan Kesadaran

Kesadaran mrupakan kemampuan individu dalam mengadakan pembatasan


terhadap lingkungannya serta dengan dirinya sendiri (melalui panca inderanya).
Apabila kesadaran tersebut baik maka orientasi (waktu, tempat, dan orang) dan
pengertian yang baik serta pemakaian informasi yang masuk secara efektif (melalui
ingatan dan pertimbangan). Kesadaran menurun adalah suatu keadaan dengan
kemampuan persepsi, perhatian dan pemikiran yang berkurang secara keseluruhan
(secara kwantitatif). Kesadaran yang berubah atau tidak normal merupakan
kemampuan dalam mengadakan hubungan dengan dunia luar dan dirinya sendiri sudah
terganggu dalam taraf tidak sesuai kenyataan.

c. Gangguan Ingatan

Ingatan berdasarkan tiga proses yaitu, pencatatan atau regristasi (mencatat atau
meregristasi sesuatu pengalaman didalam susunan saraf pusat); penahanan atau retensi
(menyimpan atau menahan catatan tersebut) ; dan pemanggilan kembali atau “recall”
(mengigat atau mengeluarkan kembali catatan itu). Gangguan ingatan terjadi apabila
terdapat gangguan pada salah satu atau lebih dari ketiga usnsur diatas.

d. Gangguan Orientasi

Gangguan orientasi atau Disorientasi timbul sebagai akibat gangguan


kesadarandan dapat menyangkut waktu, tempat, atau orang. Gangguan Afek dan
Emosi. Afek ialah nada perasaan, menyenangkan atau tidak (seperti kebanggan,
kekecewaan, kasih sayang) yang menyertai suatu pikiran dan biasanya bermanifestasi
afek ke luar dan disertai oleh banyak komponen fisiologik. Emosi adalah manifestasi
fek ke luar dan dsertai oleh banyak komponen fisiologi dan berlansung relatif tidak
lama. Seseorang dikatakan telah mengalami gangguan afek atau emosi yaitu dapat
berupa depresi, kecemasan, eforia, anhedonia, kesepian, kedangkalan, labil, dan
ambivalensi.

6
e. Gangguan Psikomotor

Psikomotor merupakan gerakan badan yang dipengaruhi oleh keadaan jiwa,


gangguan psikomotor dapat berupa :

 Hipokinesia atau hipoaktivitas : gerakan atau aktivitas berkurang

 Stupor Katatonic : reaksi terhadap lingkungan sangat berkurang, gerakan dan


aktivitas menjadi sangat lambat.

 Katalepsi : mempertahankan posisi tubuh secara kaku posisi badan tertentu.

 Fleksibilitas serea : memetahankan posisi badan yang dibuat padanya oleh


orang lain.

 Hiperkinesia : pergerakan atau aktivitas yang berlebihan

 Gaduh gelisah katatonik : aktivtas motorik yang kelihatannya tidak bertujuan,


yang berkali-kali dan seakan-akan tidak dipengaruhi oelh rangsangan dari luar

 Berisikap aneh : dengan sengaja mengambil sikap atau posisi badan yang tidak
wajar

 Grimas : miik yang aneh dan ebrulang-ulang

 Stereotype : gerakan salah satu anggota badan yang berkali-kali dan tidak
bertujuan.

f. Gangguan proses berfikir

Proses berfikir meliputi proses pertimbangan, pemahaman, ingatan serta


penalaran.

g. Gangguan persepsi

h. Gangguan intelegensi

i. Gangguan kepribadian.

7
2.5 Klasifikasi Gangguan Jiwa

Klasifikasi diagnosis gangguan jiwa telah mengalami berbagai penyempurnaan. Pada


tahun1960-an, World Health Organization (WHO) memulai menyusun klasifikasi diagnosis
seperti tercantum pada International Classification of Disease (ICD). Klasifikasi ini masih terus
disempurnakan, yang saat ini telah sampai pada edisi ke sepuluh (ICD X). Asosiasi dokter
psikiatri Amerika juga telah mengembangkan sistem klasifikasi berdasarkan diagnosis dan
manual statistik dari gangguan jiwa (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder—
DSM).Saat ini, klasifikasi DSM telah sampai pada edisi DSM-IV-TR yang diterbitkan tahun
2000. Indonesia menggunakan pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ),
yang saat ini telah sampai pada PPDGJ III (Maslim, 2002; Cochran, 2010; Elder, 2012; Katona,
2012).

Sistem klasifikasi pada ICD dan DSM menggunakan sistem kategori. ICD
menggunakan sistem aksis tunggal (uniaksis), yang mencoba menstandarkan diagnosis
menggunakan definisi deskriptif dari berbagai sindroma, serta memberikan pertimbangan
untuk diagnosis banding. Kriteria diagnosis pada DSM menggunakan sistem multiaksis, yang
menggambarkan berbagai gejala yang harus ada agar diagnosis dapat ditegakkan (Katona,
2012). Multiaksis tersebut meliputi hal sebagai berikut.

- Aksis 1 : sindroma klinis dan kondisi lain yang mungkin menjadi fokus perhatian klinis.
- Aksis 2 : gangguan kepribadian dan retardasi mental.
- Aksis 3 : kondisi medis secara umum.
- Aksis 4 : masalah lingkungan dan psikososial.
- Aksis 5 : penilaian fungsi secara global.

Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa di Indonesia (PPDGJ) pada


awalnya disusun berdasarkan berbagai klasifikasi pada DSM, tetapi pada PPDGJ III ini disusun
berdasarkan ICD X. Secara singkat, klasifikasi PPDGJ III meliputi hal berikut.

- F00 – F09 : gangguan mental organik (termasuk gangguan mental simtomatik).


- F10 – F19 : gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif.
- F20 – F29 : skizofrenia, gangguan skizotipal, dan gangguan waham

8
- F30 – F39 : gangguan suasana perasaan (mood/afektif).
- F40 – F48 : gangguan neurotik, gangguan somatoform, dan gangguan terkait stres.
- F50 – F59 : sindroma perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor
fisik.
- F60 – F69 : gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa.
- F70 – F79 : retardasi mental.
- F80 – F89 : gangguan perkembangan psikologis
- F90 – F98 : gangguan perilaku danemosional dengan onset biasanya pada anak dan
remaja.

2.6 Macam Macam Pengobatan Gangguan JiwaTerapi Modalitas dalam Keperawatan Jiwa

Terapi modalitas merupakan terapi utama dalam keperawatan jiwa. Sebagai seorang
terapis, perawat harus mampu mengubah perilaku maladaftif pasien menjadi perilaku yang
adaptif serta meningkatkan potensi yang dimiliki pasien. Ada bermacam-macam terapi modalitas
dalam keperawatan jiwa seperti terapi individu, terapi keluarga, terapi bermain, terapi lingkungan
dan terapi aktifitas kelompok. Terapi modalitas dapat dilakukan secara individu maupun
kelompok atau dengan memodifikasi lingkungan dengan cara mengubah seluruh lingkungan
menjadi lingkungan yang terapeutik untuk klien, sehingga memberikan kesempatan klien untuk
belajar dan mengubah perilaku dengan memfokuskan pada nilai terapeutik dalam aktivitas dan
interaksi.

Ada beberapa jenis terapi modalitas dalam keperawatan jiwa seperti:

1. Terapi Individu
Adalah suatu hubungan yang terstruktur yang terjalin antara perawat dan klien
untuk mengubah perilaku klien. Diaman hubungan yang terjalin merupakan hubungan
yang disengaja dengan tujuan terapi, dilakukan dengan tahapan sistematis (terstruktur)
sehingga melalui hubungan ini diharapkan terjadi perubahan tingkah laku klien sesuai
dengan tujuan yang ditetapkan di awal hubungan. Hubungan terstruktur dalam terapi
individual ini, bertujuan agar klien mampu menyelesaikan konflik yang dialaminya.
Selain itu klien Selain itu klien juga diharapkan mampu meredakan penderitaan (distress)
emosional, serta mengembangkan cara yang sesuai dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
Tahapan hubungan dalam terapi individual meliputi :

9
a. Tahap Orientasi
Tahap orientasi dilakukan ketika perawat pertama kali berinteraksi dengan
klien.dilaksanakan pada tahap ini, tindakan yang pertama kali harus dilakukan adalah
membina hubungan saling percaya dengan klien.

b. Tahap kerja
Pada tahap ini juga sangat penting seorang terapis Pada tahap ini, klien dibantu
untuk dapat mengembangkan pemahaman tentang dirinya, dan apa yang terjadi dengan
dirinya.

c. Tahap terminasi
Tahap terminasi terjadi bila klen dan perawat menyepakati bahwa masalah yang
mengawali terjalinnya hubungan terapeutik telah terselesaikan dan klien telah mempu
mengubah perilaku dari maladaptif menjadi adaptif.

d. Terapi Lingkungan
Terapi lingkungan adalah suatu terapi yang dilakukan dengan cara mengubah atau
menata lingkungan agar tercipta perubahan perilaku pada klien dari perilaku maladaptive
menjadi perilaku adaptif. Dengan lingkungan yang terapeutik akan memberikan
kesempatan klienuntuk belajar dan mengubah perilaku dengan memfokuskan pada nilai
terapeutik dalam aktivitas dan interaksi. Dengan terapi lingkungan klein belajar
ketrampilan baru seperti mentaati aturan yang berlaku, selain itu klien belajar untuk
mewujudkan haarapan dari lingkungan sekitar yang telah disepakti bersamaserta belajar
untuk menghadapi dan menyelesaikan tekanan dari teman, serta belajar berinteraksi
dengan orang lain.

e. Terapi Biologis
Penerapan terapi biologis atau terapi somatic didasarkan pada model medical di
mana gangguan jiwa dipAndang sebagai penyakit. Proses terapi dilakukan dengan
melakukan pengkajian spesifik dan pengelompokkasn gejala dalam sindroma spesifik.
Beberapa jenis terapi somatic gangguan jiwa seperti: pemberian obat , intervensi nutrisi,
electro convulsive therapy, foto terapi, dan bedah otak.

10
f. Terapi Kognitif
Prinsip terapi ini adalah memodifikasi keyakinan dan sikap yang mempengaruhi
perasaan dan perilaku klien. Terapi kognitif berkeyakinan bahwa gangguan perilaku
terjadi akibat pola keyakinan dan berfikir klien yang tidak akurat. Pemberian terapi
kognitif bertujuan untuk :
- Mengembangkan pola berfikir yang rasional. Mengubah pola berfikir tak rasional yang
sering mengakibatkan gangguan perilaku menjadi pola berfikir rasional berdasarkan fakta
dan informasi yang actual.
- Membiasakan diri selalu menggunakan cara berfikir realita dalam menanggapi setiap
stimulus sehingga terhindar dari distorsi pikiran.
- Membentuk perilaku baru dengan pesan internal. Perilaku dimodifikasi dengan terlebih
dahulu mengubah pola berfikir. Bentuk intervensi dalam terapi kognitif meliputi
mengajarkan untuk mensubstitusi pikiran klien, belajar penyelesaian masalah dan
memodifikasi percakapan diri negatif.

g. Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh anggota keluarga
dimana setiap anggota keluarga memiliki peran dan fungsi sebagai terapis. Terapi ini
bertujuan agar keluarga mampu melaksanakan fungsinya dalam merawat klien dengan
gangguan jiwa.
Dalam terapi keluarga semua masalah keluarga yang dirasakan diidentifikasi
selanjutnya setiap anggota keluarga mengidentifikasi penyebab masalah tersebut dan
kontribusi setiap anggota keluarga terhadap munculnya masalah untuk kemudian mencari
solusi untuk mempertahankan keutuhan keluarga dan meningkatkan atau mengembalikan
fungsi keluarga seperti yang seharusnya. Kegiatan di fase kedua atau fase kerja adalah
keluarga dengan dibantu oleh perawat sebagai terapis berusaha mengubah pola interaksi
antar anggota keluarga, meningkatkan kompetensi masing-masing anggota keluarga, dan
mengeksplorasi batasan-batasan dalam keluarga serta peraturan-peraturan yang selama
ini ada.

h. Terapi aktivitas Kelompok


Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang diberikan kepada sekelompok
pasien dilakukan dengan cara berdiskusi antar sesama pasien dan dipimpin atau diarahkan
oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih.

11
Secara umum terapi aktivitas kelompok mempunyai manfaat:
- Meningkatkan kemampuan menilai dan menguji kenyataan (reality testing) melalui
komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain.
- Meningkatkan kemampuan sosialisasi pasien
- Meningkatkan kesadaran tentang pentingnya hubungan antara reaksi emosional diri
sendiri dengan perilaku defensive (bertahan terhadap stress) dan adaptasi.
- Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis seperti kognitif dan
afektif

Secara khusus tujuan terapi aktifitas kelompok adalah :


- Meningkatkan identitas diri pasien.
- Menyalurkan emosi pasien secara konstruktif.
- Meningkatkan keterampilan hubungan sosial yang akan membantu pasien didalam
kehidupan sehari-hari.
- Bersifat rehabilitatif: meningkatkan kemampuan ekspresi diri, keterampilan sosial,
kepercayaan diri, kemampuan empati, dan meningkatkan kemampuan tentang masalah-
masalah kehidupan dan pemecahannya

12
BAB III

ANALISIS KASUS

Menurut Townsend (2010), isolasi sosial ialah kondisi kesendirian yang di alami oleh
individu dan dipersepsikan disebabkan orang lain sebagai kondisi yang negatif dan
mengancam. Kondisi isolasi sosial seseorang merupakan ketidakmampuan klien dalam
mengungkapkan perasaan yang dapat menimbulkan pengungkapan perasaan secara kekerasan.
Perilaku kekerasan merupakan respon destruktif individu terhadap stresor (Stuart, 2013). Klien
dengan isolasi sosial tidak mampunyai kemampuan untuk bersosialisasi dan sulit untuk
mengungkapkan keinginan serta tidak mampu berkomunikasi dengan baik sehingga klien tidak
mampu mengungkapkan marah dengan cara yang baik. Terapi Aktivitas Kelompok, terapi
spesialis yang diberikan adalah dengan memberikan terapi Social Skill Training.

Penelitian pada kasus ini dilakukan dengan metode “Quasi Eksperimental Pre-post test,
responden berjumlah 30 klien dengan rancangan pre- post test yang dilakukan untuk mengukur
tanda dan gejala klien isolasi sosial serta mengukur kemampuan klien. Setelah dilakukan
tindakan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) pada klien isolasi sosial terjadi peningkatan
sebesar 55.4%. Dapat disimpulkan klien dengan isolasi sosial yang dilakukan tindakan

13
keperawatan mengalami peningkatan kemampuan dalam bersosialisasi dengan orang lain baik
secara individu maupun kelompok.

Hubungan Interpersonal Peplau dimulai dari fase identifikasi dan fase orientasi, pada
tahap ini sebagian besar klien berusia dewasa yaitu antara 25-29 tahun (87%). Jenis kelamin
klien yang dirawat 100% berjenis kelamin laki-laki, hal ini disebabkan karena ruang yang
digunakan merupakan ruang rawat intermediate laki-laki. Menyatakan laki-laki lebih mungkin
memunculkan gejala negatif dibandingkan dengan wanita, dan wanita tampak memiliki fungsi
sosial yang lebih baik di bandingkan dengan laki-laki (Kaplan, Sadock, & Grebb, 2010).

Klien yang telah lama mengalami gangguan jiwa cenderung mempunyai perilaku
menarik diri dan komunikasi terbatas hal ini merupakan respon maladaptif dari klien. Semakin
lama klien yang mengalami kekambuhan semakin berpeluang mendapatkan stressor dari
berbagai aspek kehidupan. Stuart (2013), menyatakan jumlah stressor yang dialami seseorang
pada kurun waktu tertentu akan semakin memperburuk akibat yang diterima individu tersebut.

Respons afektif pada klien dengan isolasi sosial adalah merasa sedih, afek tumpul,
merasa tidak diperdulikan orang lain, malu kesepian, merasa ditolak orang lain dan merasa
tertekan atau depresi. Hal ini sesuai dengan Nanda (2012) respons afektif pada klien isolasi
sosial adalah merasa bosan, dan lambat dalam menghabiskan waktu, sedih afek tumpul dan
kurang motivasi. Respons fisiologis pada klien dengan isolasi sosial adalah sulit tidur, wajah
murung, kurang bergairah dan merasa letih. Respons perilaku pada klien dengan isolasi sosial
adalah banyak melamun, melakukan pekerjaan tidak tuntas, banyak berdiam diri dikamar,
dipenuhi oleh pikiran sendiri dan tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari.

Sebelum pemberian terapi generalis perawat melakukan pengkajian dan melakukan pre
test kepada pasien dengan menanyakan beberapa tanda gejala isolasi sosial, serta kemampuan
klien dalam bersosialisasi. Pemberian terapi generalis diberikan bersamaan dengan pemberian
terapi aktivitas kelompok dan terapi spesialis. Tujuan pemberian terapi ini adalah supaya klien
menpunyai kemampuan berkomunikasi yang baik, dan klien mampu merubah peilaku klien
yang masih kurang baik dimana hasil akhirnya adalah klien mampu asertif dalam mengatasi
semua stessor yang dihadapi oleh klien.

Kemampuan klien setelah dilakukan tindakan social skill training meningkat sebesar
53.4%, diantaranya kemampuan berkenalan, sikap tubuh dan menjalin persahabatan. Hal ini
sejalan dengan penelitian Libermen dan Martin (2005), bahwa sosial skill training membuat
klien dengan Skizofrena dapat lebih optimal secara fisik, emosi, sosial dan vocasional,

14
kekeluargaan, dapat memecahkan masalahnya sendiri, meningkatkan kemampuan intelektual
dalam mensuport diri.

Psycoedukasi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada keluarga, peningkatan


kemampuan keluarga meningkat sebesar 73 %. Hal ini sejalan dengan pernyataan Rufono,
Kuhn dan Evans (2005), yang menyatakan family psikoedukasi dapat meningkatkan
kemampuan keluarga dalam problem solving, koping keluarga, serta mengasuh klien dengan
gangguan jiwa. Psycoedukasi bermanfaat untuk klien dengan Skizofrenia sesuai dengan
penelitian yang dilakukan Kulhara at all (2008), psikoedukasi yang rutin dilakukan kepada
keluarga dapat meningkatkan kemampuan keluarga dalam merawat pasien.

Klien dengan isolasi sosial cenderung sulit untuk dapat mengungkapkan perasaannya
dengan baik kepada orang yang belum dikenal, dengan adanya fase-fase dalam hubungan
interpersonal. Peplau memungkinkan perawat dapat membina hubungan saling percaya dengan
klien, sehingga klien dapat mengungkapkan perasaan dengan baik dan masalah dapat
terselesaikan.

15
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Gangguan jiwa merupakan masalah kesehatan jiwa berat yang menyebabkan


terganggunya kognitif, afektif dan hambatan fungsi sosialnya sehingga individu tidak mampu
melakukan akitivitas sehari-harinya (Keliat, Helena, & Nurhaeni, 2011). WHO (2019)
menyebutkan bahwa yang termasuk dalam gangguan jiwa adalah depresi, gangguan bipolar,
skizofrenia dan psikosis lain, demensia, dan gangguan perkembangan termasuk autisme.4
kriteria umum gangguan jiwa menurut Videbeck dalam Nasir, (2011) yaitu, tidak puas hidup
di dunia, ketidakpuasan dengan karakteristik, kemampuan dan prestasi diri, koping yang tidak
efektif dengan peristiwa kehidupan, tidak terjadi pertumbuhan personal. Perspektif
keperawatan jiwa adalah pandangan dasar tentang hakikat manusia dan esensi keperawatan
yang menjadi kerangka dasar dalam praktik keperawatan jiwa.
Ada beberapa faktor penyebab gangguan jiwa yaitu, factor somatic ( somatogenik ),
factor psikologic ( psikogenik ), factor social budaya. Ada beberapa faktor penyebab gangguan
jiwa yaitu, normal dan abnormal, gangguan kesadaran, gangguan ingatan, gangguan orientasi
dan gangguan psikomotor.

4.2 Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan
dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya
pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul
makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman sudi memberikan kritik dan
saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah
di kesempatan- kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada
khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Kusumawati, F., Hartono, Y. (2011). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba
Medika

Palupi, dkk. (2019). Karakteristik Keluarga ODGJ dan Kepesertaan JKN Hubungannya
dengan Tindakan Pencarian Pengobatan bagi ODGJ. Jurnal Kesehatan, 7(2), 82-92.
https://doi.org/10.25047/j-kes.v7i2.81

Syahputra, E., Rochadi, K., Pardede, J. A., Nabahan, D., dan Linatarigan, F. (2021).
Determinan Peningkatan Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di Kota Langsa.
Journal of Healhtcare Technology and Medicine, 7(2), 2615-109.

Yusuf, A. (2017). Buku Ajar Keperawaran Jiwa. May

Maramis, W.F. (2010). Ilmu Kedokteran Jiwa. Jakarta : Universitas Press

Herdman, T.H. (2012). NANDA International Nursing Diagnoses Definition and


Classification, 2012-2014. Oxford

Wiley-Blackwell Keliat, B.A., dkk. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas (CMHN
- Basic Course). Jakarta: EGC

Stuart,G.W. (2009). Principles and Practice of Psychiatric Nursing. 8th edition. Missouri:
Mosby

Sukaesti, S. (2019). Sosial Skill Training pada Klien Isolasi Sosial. Jurnal Keperawatan Jiwa,
6(1), 19. https://doi.org/10.26714/jkj.6.1.2018.19-24

Townsend, M.C. (2009). Psychiatric mental health nursing: concepts of care in evidance-
based practice. Philadelphia: F.A Davis Company

Akip, L. M. (2019). Gambaran Sikap Keluarga Pada Anggota Keluarga yang Mengalami
Gangguan Jiwa Di Desa Bantur Kecamatan Bantur Kabupaten Malang (Doctoral
dissertation, Poltekkes RS dr. Soepraoen).

Sudarmana, L., & Lestari, F. (2018). Sistem Pakar Untuk mendiagnosis Gangguan Jiwa
Schizophrenia. Jurnal Informatika: Jurnal Pengembangan IT, 3(1), 40-44.

17
18

Anda mungkin juga menyukai