DISTRES SPIRITUAL
Disusun oleh:
Kelompok 2
Rizky Nurheni Suharjo 191FK03058
Nurfitha Komala 191FK03059
Aghnisa Yulanda 191FK03061
Adinda Putri Sodikin
191FK03067
Putri Rawanda
191FK03069
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan
makalah ini. Semoga Allah SWT melimpahkan karunia dan rahmatNya kepada
semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa I. Dan
harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
PENDAHULUAN
1.2.Rumusan Masalah
1
5. Apa penatalaksanaan distres spirituak?
6. Bagaimana faktor pemicu distres spiritual?
7. Apa karakteristik distres spiritual?
8. Apa mekanisme koping?
9. Bagaimana askep teori distres spiritual?
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa definisi distres spiritual?
2. Untuk mengetahui apa etiologi distres spiritual?
3. Untuk mengetahui apa manifrstasi klinis distres spiritual?
4. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi distres spiritual?
5. Untuk mengetahui apa penatalaksanaan distres spirituak?
6. Untuk mengetahui bagaimana faktor pemicu distres spiritual?
7. Untuk mengetahui apa karakteristik distres spiritual?
8. Untuk mengetahui apa mekanisme koping?
9. Untuk mengetahui bagaimana askep teori distres spiritual?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Distress spiritual adalah suatu gangguan yang berkaitan dengan
prinsipprinsip kehidupan, keyakinan atau keagamaan
dari pasien yang menyebabkan gangguan pada aktivitas spiritual,
yang berubah akibat dari masalah masalah fisik atau psikososial yang
dialami. (dochterman, 2010:120) (Widiyawati,Wiwik.2020).
Distress spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami dan
mengintegrasikan arti dan dan tujuan ke hidup seseorang dengan dirinya,
orang lain, seni, musik, literatur, alam dan kekuatan yang lebih besar dari
dirinya. (Nanda,2005) (Widiyawati, Wiwik.2020).
2
Distress spiritual adalah gangguan pada prinsip hidup yang meliputi
aspek dari seseorang yang menggabungkan aspek psikososial dan biologis
seorang. (Wilkinson,Judith M,2011:490) (Widiyawati,Wiwik.2020).
2.2.Etiologi
Penyebab dari Distress spiritual bisa di sebabkan oleh (SDKI, 2017) :
a. Menjelang ajal
b. Kondisi penyakit kronis
c. Kematian orang terdekat
d. Perubahan pola hidup
e. Kesepian
f. Pengasingan diri
g. Pengasingan sosial
h. Gangguan sosio-kultural
i. Peningkatan ketergantungan pada orang lain
j. Kejadian hidup yang tidak diharapkan
2.3.Manifestasi Klinis
Menurut (SDKI,2017)
a. Tanda dan gejala mayor
1) Subjektif
a) Mempertanyakan makna/tujuan hidupnya
b) Menyatakan hidupnya terasa tidak/kurang bermakna
c) Merasa menderita/tidak berdaya
2) Objektif
a) Tidak mampu beribadah
b) Marah pada Tuhan
b. Tanda dan gejala minor
1) Subjektif
3
a) Menyatakan hidupnya terasa tidak/kurang tenang
b) Mengeluh tidak dapat menerima (kurang pasrah)
c) Merasa bersalah
d) Merasa terasing
e) Menyatakan telah diabaikan
2) Objektif
a) Menolak berinteraksi dengan orang terdekat/pemimpin spiritual
b) Tidak mampu berkreativitas (mis. Menyanyi, mendengarkan
musik, menulis)
c) Koping tidak efektif
d) Tidak berminat pada alam/literatur spiritual
2.4.Patofisiologi
Patofisiologi distress spiritual tidak bisa dilepaskan dari stres dan
struktur serta fungsi otak. Stres adalah realitas kehidupan manusia
seharihari. Setiap orang tidak dapat menghindari stres, namun setiap orang
dihadapkan melakukan penyesuaian terhadap perubahan akibat stress.
Ketika kita mengalami stres, otak kita akan merespon untuk terjadi.
Konsep ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Cannon,W.B dalam
Darvies
M,dkk,1998 yang menguraikan respon melawan atau melarikan diri sebagai
suatu rangkaian perubahan biokimia di dalam otak yang menyiapkan
seseorang menghadapi ancaman yaitu stress.(Widiyawati, Wiwik.2020).
Stres akan menyebabkan konteks cerebri mengirimkan tanda bahaya
hipotalamus. Hipotalamus kemudian akan menstimulus saraf simpati untuk
melakukan perubahan. Sinyal dari hipotalamus kemudian ditangkap oleh
sistem limbik dimana salah satu bagian pentingnya adalah amygdala yang
bertanggung jawab terhadap status emosional seseorang gangguan pada
sistem limbik menyebabkan perubahan emosional, perilaku dan
kepribadian. Gejalanya adalah perubahan status mental, masalah ingatan,
kecemasan dan perubahan kepribadian. (Bleach ET Al,1991), (Widiyawati,
Wiwik. 2020).
4
Kegagalan otak untuk melakukan fungsi konvensasi terhadap stesor
akan menyebabkan seseorang mengalami perilaku maladaptif dan sering
dihubungkan dengan munculnya gangguan jiwa. Kegagalan fungsi
konvensasi dapat ditandai dengan munculnya gangguan pada perilaku
sehari-hari baik secara fisik psikologis, sosial termasuk spiritual.
(Widiyawati, Wiwik. 2020).
2.5.Penatalaksanaan
Menurut (SDKI, 2017) :
a. Psikofarmako
1) Memberikan obat - obatan sesuai program pengobatan
pasien.Psikofarmaka pada distres spiritual tidak dijelaskan secara
tersendiri. Berdasarkan dengan Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) di Indonesia III aspek spiritual
tidak digolongkan secara jelas abuah masuk kedalam aksis satu,
dua, tiga, empat atau lima.
2) Memantau keefektifan dan efek samping obat yang diminum.
3) Mengukur vital sign secara periodik.
b. Manipulasi lingkungan
1) Memodifikasi ruangan dengan menyediakan tempat ibadah.
2) Menyediakan sarana dan prasarana untuk melakukan kegiatan
spiritual.
5
dengan keyakinan, seperti tindakan aborsi, isolasi, pembedahan, amputasi,
transfusi, pengobatan, pembatasan diet, dan prosedur medis
Faktor situasional berkaitan dengan personal atau lingkungan akibat
kematian atau penyakit dari orang terdekat, berhubungan dengan keadaan
memalukan saat melakukan ritual keagamaan, hambatan melakukan ritual
keagamaan (pembatasan perawatan intensif, kurangnya privasi,
pembatasan ke kamar tidur/ ruangan, kurang tersedia makanan atau diet
spesial), berhubungan dengan keyakinan ditentang oleh keluarga, teman/
perawat, berhubungan dengan perpisahan dengan orang yang dicintai
(Chotimah,2014).
6
1) Ketidak mampuan mengungkapkan kreativitas
(bernyanyi, mendengarkan music, menulis).
2) Tidak tertarik dengan alam
3) Tidak tertarik dengan bacaan kegamaan
d. Hubungan dengan kekuatan yang lebih besar dari dirinya
1) Ketidak mampuan untuk berdoa
2) Ketidak mampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan
3) Mengungkapkan terbuang karena kemarahan tuhan
4) Meminta untuk bertemu dengan tokoh agama
5) Tiba-tibaberubah praktis agama
6) Ketidak mampuan untuk introspeksi
7) Mengungkapkan hidup tanpa harapan,menderita. (Wiwik,2020)
2.8.Mekanisme Koping
Menurut Aldwin dan Reverson bentuk koping antara lain dalam
(Habibi,2018):
a. Problem focused coping merupakan strategi koping yang berpusat pada
masalah atau situasi yang menyebabkan stres. Strategi ini meliputi
cara– cara yang dilakukan individu secara konsruktif terhadap stres
yang dialami individu dapat terbebas dari masalah tersebut.
b. Emotional focused coping (strategi koping berfokus pada emosi).
Strategi ini mengikutsertakan usaha mengubah emosi, berdasarkan
pengalaman yang disebabkan oleh peristiwa yang menimbulkan stres.
7
2008). Pengkajian adalah proses sistematis berupa pengumpulan,
verifikasi, dan komunikasi data tentang klien.
a. Pengkajian data subjektif
Pedoman pengkajian yang disusun oleh Stoll (dalam Kozier, 2010)
mencakup:
1) konsep tentang ketuhanan,
2) sumber kekuatan dan harapan,
3) praktik agama dan ritual, dan
4) hubungan antara keyakinan spiritual dan kondisi kesehatan.
b. Pengkajian data objektif
Isyarat mengenai pilihan, kekuatan, kekhawatiran, atau distres
spiritual dan agama dapat terungkap melalui satu (atau lebih) faktor
berikut:
1) Lingkungan
Apakah pasien memiliki Alquran, Injil, Taurat, atau kitab suci
yang lain, literatur keagamaan, liontin keagamaan, salib,
rosario, bintang David, atau kartu-kartu keagamaan untuk
kesembuhan dalam ruangan? Apakah pasien menerima kiriman
tanda simpati dari unsur keagamaan dan apakah klien memakai
tanda keagamaan (misalnya memakai jilbab?).
2) Perilaku
Apakah pasien tampak berdoa sebelum makan atau pada waktu
lain atau membaca kitab suci atau buku keagamaan? Apakah
pasien mengalami mimpi buruk dan gangguan tidur atau
mengekspresikan rasa marah terhadap perwakilan keagamaan
atau terhadap Tuhan?
3) Verbalisasi
Apakah pasien menyebutkan Tuhan atau Yang Maha Kuasa,
doadoa, keyakinan, rumah ibadah, atau topik-topik keagamaan?
Apakah pasien pernah minta dikunjungi oleh pemuka agama?
Atau apakah pasien mengekspresikan rasa takutnya terhadap
kematiannya?
8
4) Afek dan sikap
Apakah pasien tampak sendiri, depresi, marah, cemas, agitasi,
apatis, atau khusyuk?
5) Hubungan interpersonal
Siapa yang berkunjung? Bagaimana respon pasien terhadap
pengunjung? Apakah pemuka agama dapat mengunjungi
pasien? Dan bagaimana pasien berhubungan dengan pasien
yang lain dan juga dengan personel keperawatan?
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis
mengenai respon pasien terhadap masalah kesehatan atau proses
kehidupan yang dialaminya baik berlangsung aktual maupun potensial.
Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon pasien
individu,keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan
dengan kesehatan (PPNI, 2016).
Dalam mendiagnosis kesehatan spiritual, perawat dapat menemukan
bahwa masalah spiritual dapat dijadikan judul diagnostic, atau bahwa
distress spiritual adalah etiologi masalah. Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia (SDKI, 2016) mengakui diagnosis yang
berhubungan dengan spiritual: Distress Spiritual, Resiko Distress
Spiritual.
Sedangkan Menurut Carpenito (1999), ada 3 diagnosa keperawatan
yang termasuk dalam lingkup nilai/kepercayaan/spiritual : Distress
spiritual, Resiko Distress Spiritual, dan Kesiapan Peningkatan
Kesejahteraan Spiritual. Distress spiritual telah diterima sebagai
diagnosis keperawatan di NANDA sejak tahun 1978 dan direvisi pada
tahun 2002 (Herdman, 2009).
3. Intervensi
9
Diagnosa Keperawatan Perencanaaan Keperawatan
Intervensi Utama Intervensi Pendukung
Distres Spiritual 1.Dukungan Spiritual • Dukungan emosional
Definisi : Observasi Dukungan keyakinan
gangguan pada keyakinan atau • Identifikasi • Dukungan pengambilan
sistem nilaiberupa kesulitan Perasaan Khawatir keputusan
merasakan makna dan tujuan • Identifikasi pandangan • Dukungan pelaksanaan
hidup melalui hubungan tentang hubungan antara ibadah
dengan diri,orang lain, spiritual dan kesehatan • Dukungan
lingkungan, dan tuhan. • Identifikasi harapan dan pengungkapan
Tujuan : kekuatan pasien kebutuhan
Setelah dilakukan Intervensi • Identifikasi ketaatan • Dukungan
Keperawatan selama ... maka dalam beragama pengungkapan perasaan
status spiritual Terapeutik • Dukungan
membaik dengan • Berikan kesempatan perasaan bersalah
kriteria hasil : mengekspresikan • Dukungan
1. Verbalisasi makna dan
perasaan tentang perlindungan
tujuan hidup meningkat penyakit dan kematian penganiayaan agama
2. Verbalisasi kepuasan • Berikan kesempatan • Dukungan
terhadap makna hidup mengekspresikan dan Perkembangan
meningkat meredakan marah secara Spiritual
3. Verbalisasi perasaan tepat • Dukungan Perlindungan
keberdayaan meningkat • Yakinkah bahwa perawat Penganiayaan Lansia
4. Perilaku marah pada tuhan bersedia mendukung
• Dukungan
menurun Proses
5. Kemampuan
beribadah
10
membaik selama masa Berduka
ketidakberdayaan • Konseling
Penyebab : Sediakan privasi dan Manajemen Stres
1. Menjelang ajal waktu tenang untuk • Mediasi Konflik
2. Kondisi penyakit kronis aktivitas Pelibatan Keluarga
3. Kematian orang terdekat Diskusikan Promosi Harapan
4. Perubahan pola hidup Promosi Dukungan
keyakinan
5. Kesepian Spiritual
tentang makna
6. Pengasingan diri
dan Promosi Sistem
7. Pengasingan sosial • Pendukung
8. Gangguan sosio kultural tujuan hidup, jika
Teknik Imajinasi
9. Peningkatan perluFasilitasi
Terbimbing
ketergantungan pada melakukan
Teknik Menenangkan
orang lain kegiatan ibadah
Terapi Reminisens
10. Kejadian hidup yang Edukasi
tidak di harapkan Anjurkan berinteraksi
dengan keluarga,
Batasan Karakteristik teman,dan/atau orang
1.Gejala dan tanda mayor lain
Subjektif :
Anjurkan berpartisipasi
a. Mempertanyakan dalam kelompok
makna/
pendukung
tujuan Hidup
Ajarkan metode
b. Menyatakan hidupnya
relaksasi, meditasi, dan
merasa/ kurang bermakna
imajinasi terbimbing
c. Merasa menderita atau
Kolaborasi
tidak berdaya Objektif :
Atur kunjungan
a. Tidak Mampu beribadah
dengan rohaniawan
b. Marah pada tuhan
(mis. Ustadz, pendeta,
romo, biksu)
2.Gejala dan tanda Minor
Promosi Koping
a.Menyatakan hidupnya
merasa tidak/kurang Observasi
11
Identifikasi kegiatan
jangka pendek dan
panjang sesuai tujuan
12
Diskusikan untuk
mengklarifikasi
kesalahpahaman dan
mengevaluasi perilaku
sendiri
Diskusikan konsekuensi
tidak menggunakan rasa
bersalah dan rasa malu
Motivasi
mengidentifikasi sistem
pendukung yang tersedia
13
Dampingi saat berduka
(mis. penyakit kronis,
kecacatan)
Perkenalkan dengan
orang atau kelompok
yang berhasil
mengalami pengalaman
sama
Dukung penggunaan
14
mekanisme pertahanan
yang tepat
• Kurangi rangsangan
lingkungan yang
mengancam
Edukasi
• Anjurkan menjalin
hubungan yang
memiliki kepentingan
dan tujuan sama
• Anjurkan penggunaan
sumber spiritual, jika
perlu
• Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan persepsi
• Anjurkan
keluarga
terlibat
• Anjurkan membuat
tujuan yang lebih
spesifik
• Ajarkan cara
memecahkan
masalahsecara
konstruktif
• Latih penggunaan
teknik relaksasi
• Latih keterampilan
sosial, sesuai
kebutuhan
15
• Latih
mengembangkan
penilaian obyektif
16
BAB III
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
Chotimah, B.K. (2014) Bimbingan keagamaan Islami dalam Mnegatasi Distres Spiritual
Pasien Kanker di RSUD & Holistik Sejahtera Bhakti Salatiga
Doctoral Dissertation, UIN Walisongo