Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

DISTRES SPIRITUAL

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas

Mata Ajar Keperawatan Jiwa I

Dosen: Imam Abidin, S.Kep., Ners., M.Kep

Disusun oleh:

Kelompok 2
Rizky Nurheni Suharjo 191FK03058
Nurfitha Komala 191FK03059
Aghnisa Yulanda 191FK03061
Adinda Putri Sodikin
191FK03067
Putri Rawanda
191FK03069

PROGRAM STUDI SARJANA


KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
JUNI 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan
makalah ini. Semoga Allah SWT melimpahkan karunia dan rahmatNya kepada
semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa I. Dan
harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.

Bandung, 21 Juni 2021

Penyusun
i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang ............................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah........................................................................ 1

1.3 Tujuan penyusun ......................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian ................................................................................... 3

2.2 Etiologi ....................................................................................... 3

2.3 Manifestasi klinis ........................................................................ 4

2.4 Patofisiologi ................................................................................ 4

2.5 Penatalaksanaan .......................................................................... 5

2.6 Faktor pemicu distres spiritual ..................................................... 6

2.7 Karakteristik distres spiritual ....................................................... 6

2.8 Mekanisme koping ...................................................................... 7

2.9 Asuhan keperawatan secara teori ................................................. 8

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ................................................................................. 16
3.2 Saran ........................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Spiritual adalah dimensi manusia, dan dengan demikan dimensi praktek
keperawatan (Burkhart & Solari-Twadell, tahun 2001; MeSherry, uang
tunai, & Ross, 2004). Fokus pada tanggung jawab perawat untuk
menyediakan kerohanian meliputipenilaian diagnosis, perencanaan,
intervensi dan evaluasi. Ini adalah langkah langkah yang mendefinisikan
proses keperawatan, yang memrupakan scien- tifie metode pelayanan
keperawatan adalah diterapkan dalam praktek. Dalam spiritualitas,
penelitian telah cenderung berfokus pada fase pertama dan ketiga proses
keperawatan yaitu penilaian spiritual) dan perawat spiritual, masing-
masing kedua dipahami sebagai intervensi keperawatan untuk memenuhi
kebutuhan spiritual. Menurut pesut (2008), pemahaman yang lebih jelas
tentang kebutuhan spiritual, dimana tanpa memperhatikan kebutuhan
spiritual dan perawatan spiritual tidak akan tercapai. Spiritualitas telah
terbukti kompleks untuk menentukan. Iru hadir diantara penganutdan
agnostics. Mengint egresikan semua didemsi individu yang meliputi lebih
dari agama, melibatkan hubunganinterpersonal, dan berkaitan dengan arti
kehiduopan, terutama pada saat krisis dan penyakit (Baldacchino, 2006).
Distres spiritual telah direrima sebagai diagnosiskeperawatan nanda sejak
tahun 1978 dan direvisi pada tahun 2012. Dalam taksonomi I, diagnosis ini
diklasifikasikan dalam domain menilai sebagai gangguan dalam prinsip
hidup yang meliputi seluruh keberadaan aeaeorang, dan yang terintegritas
dan melampaui satu sifat biologis dan psikososial

1.2.Rumusan Masalah

1. Apa definisi distres spiritual?


2. Apa etiologi distres spiritual?
3. Apa manifrstasi klinis distres spiritual?
4. Bagaimana patofisiologi distres spiritual?

1
5. Apa penatalaksanaan distres spirituak?
6. Bagaimana faktor pemicu distres spiritual?
7. Apa karakteristik distres spiritual?
8. Apa mekanisme koping?
9. Bagaimana askep teori distres spiritual?

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa definisi distres spiritual?
2. Untuk mengetahui apa etiologi distres spiritual?
3. Untuk mengetahui apa manifrstasi klinis distres spiritual?
4. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi distres spiritual?
5. Untuk mengetahui apa penatalaksanaan distres spirituak?
6. Untuk mengetahui bagaimana faktor pemicu distres spiritual?
7. Untuk mengetahui apa karakteristik distres spiritual?
8. Untuk mengetahui apa mekanisme koping?
9. Untuk mengetahui bagaimana askep teori distres spiritual?

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi
Distress spiritual adalah suatu gangguan yang berkaitan dengan
prinsipprinsip kehidupan, keyakinan atau keagamaan
dari pasien yang menyebabkan gangguan pada aktivitas spiritual,
yang berubah akibat dari masalah masalah fisik atau psikososial yang
dialami. (dochterman, 2010:120) (Widiyawati,Wiwik.2020).
Distress spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami dan
mengintegrasikan arti dan dan tujuan ke hidup seseorang dengan dirinya,
orang lain, seni, musik, literatur, alam dan kekuatan yang lebih besar dari
dirinya. (Nanda,2005) (Widiyawati, Wiwik.2020).

2
Distress spiritual adalah gangguan pada prinsip hidup yang meliputi
aspek dari seseorang yang menggabungkan aspek psikososial dan biologis
seorang. (Wilkinson,Judith M,2011:490) (Widiyawati,Wiwik.2020).

2.2.Etiologi
Penyebab dari Distress spiritual bisa di sebabkan oleh (SDKI, 2017) :
a. Menjelang ajal
b. Kondisi penyakit kronis
c. Kematian orang terdekat
d. Perubahan pola hidup
e. Kesepian
f. Pengasingan diri
g. Pengasingan sosial
h. Gangguan sosio-kultural
i. Peningkatan ketergantungan pada orang lain
j. Kejadian hidup yang tidak diharapkan

2.3.Manifestasi Klinis
Menurut (SDKI,2017)
a. Tanda dan gejala mayor
1) Subjektif
a) Mempertanyakan makna/tujuan hidupnya
b) Menyatakan hidupnya terasa tidak/kurang bermakna
c) Merasa menderita/tidak berdaya
2) Objektif
a) Tidak mampu beribadah
b) Marah pada Tuhan
b. Tanda dan gejala minor
1) Subjektif

3
a) Menyatakan hidupnya terasa tidak/kurang tenang
b) Mengeluh tidak dapat menerima (kurang pasrah)
c) Merasa bersalah
d) Merasa terasing
e) Menyatakan telah diabaikan
2) Objektif
a) Menolak berinteraksi dengan orang terdekat/pemimpin spiritual
b) Tidak mampu berkreativitas (mis. Menyanyi, mendengarkan
musik, menulis)
c) Koping tidak efektif
d) Tidak berminat pada alam/literatur spiritual

2.4.Patofisiologi
Patofisiologi distress spiritual tidak bisa dilepaskan dari stres dan
struktur serta fungsi otak. Stres adalah realitas kehidupan manusia
seharihari. Setiap orang tidak dapat menghindari stres, namun setiap orang
dihadapkan melakukan penyesuaian terhadap perubahan akibat stress.
Ketika kita mengalami stres, otak kita akan merespon untuk terjadi.
Konsep ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Cannon,W.B dalam
Darvies
M,dkk,1998 yang menguraikan respon melawan atau melarikan diri sebagai
suatu rangkaian perubahan biokimia di dalam otak yang menyiapkan
seseorang menghadapi ancaman yaitu stress.(Widiyawati, Wiwik.2020).
Stres akan menyebabkan konteks cerebri mengirimkan tanda bahaya
hipotalamus. Hipotalamus kemudian akan menstimulus saraf simpati untuk
melakukan perubahan. Sinyal dari hipotalamus kemudian ditangkap oleh
sistem limbik dimana salah satu bagian pentingnya adalah amygdala yang
bertanggung jawab terhadap status emosional seseorang gangguan pada
sistem limbik menyebabkan perubahan emosional, perilaku dan
kepribadian. Gejalanya adalah perubahan status mental, masalah ingatan,
kecemasan dan perubahan kepribadian. (Bleach ET Al,1991), (Widiyawati,
Wiwik. 2020).

4
Kegagalan otak untuk melakukan fungsi konvensasi terhadap stesor
akan menyebabkan seseorang mengalami perilaku maladaptif dan sering
dihubungkan dengan munculnya gangguan jiwa. Kegagalan fungsi
konvensasi dapat ditandai dengan munculnya gangguan pada perilaku
sehari-hari baik secara fisik psikologis, sosial termasuk spiritual.
(Widiyawati, Wiwik. 2020).

2.5.Penatalaksanaan
Menurut (SDKI, 2017) :
a. Psikofarmako
1) Memberikan obat - obatan sesuai program pengobatan
pasien.Psikofarmaka pada distres spiritual tidak dijelaskan secara
tersendiri. Berdasarkan dengan Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) di Indonesia III aspek spiritual
tidak digolongkan secara jelas abuah masuk kedalam aksis satu,
dua, tiga, empat atau lima.
2) Memantau keefektifan dan efek samping obat yang diminum.
3) Mengukur vital sign secara periodik.
b. Manipulasi lingkungan
1) Memodifikasi ruangan dengan menyediakan tempat ibadah.
2) Menyediakan sarana dan prasarana untuk melakukan kegiatan
spiritual.

3) Melibatkan pasien dalam kegiatan spiritual secara berkelompok

2.6.Faktor Pemicu Distres Spiritual


Terdapat tiga faktor pemicu distres spiritual, diantaranya faktor
patofisiologis, faktor tindakan dan faktor situasional. Faktor patofisiologis
yaitu gangguan yang berhubungan dengan fisik seperti kehilangan bagian
atau fungsi tubuh, penyakit terminal, penyakit yang membuat kondisi
lemah, nyeri, trauma, keguguran, kelahiran mati. Faktor tindakan yaitu
faktor yang berhubungan dengan konflik antara program yang ditentukan

5
dengan keyakinan, seperti tindakan aborsi, isolasi, pembedahan, amputasi,
transfusi, pengobatan, pembatasan diet, dan prosedur medis
Faktor situasional berkaitan dengan personal atau lingkungan akibat
kematian atau penyakit dari orang terdekat, berhubungan dengan keadaan
memalukan saat melakukan ritual keagamaan, hambatan melakukan ritual
keagamaan (pembatasan perawatan intensif, kurangnya privasi,
pembatasan ke kamar tidur/ ruangan, kurang tersedia makanan atau diet
spesial), berhubungan dengan keyakinan ditentang oleh keluarga, teman/
perawat, berhubungan dengan perpisahan dengan orang yang dicintai
(Chotimah,2014).

2.7.Karakteristik Distres Spiritual


Karakteristik disstres spiritual menurut nanda (2005) meliputi empat
hubungan dasar, yaitu :
a. Hubungan dengan diri
1) Ungkapan kekurangan
a) Harapan
b) Arti dan tujuanhidup
c) Perdamaian atau ketenangan
d) Penerimaan
e) Cinta
f) Memaafkan diri sendiri
g) Keberanian
2) Marah
a) Kesalahan
b) Koping yang buruk
b. Hubungan dengan orang lain
1) Menolak hubungan dengan tokoh agama
2) Menolak interaksi dengan tuhan dan keluarga
3) Mengungkapkan pengasingan diri
4) Mengungkapkan terpisah dari system penduduk
c. Hubungan dengan seni, music, literatur dan alam

6
1) Ketidak mampuan mengungkapkan kreativitas
(bernyanyi, mendengarkan music, menulis).
2) Tidak tertarik dengan alam
3) Tidak tertarik dengan bacaan kegamaan
d. Hubungan dengan kekuatan yang lebih besar dari dirinya
1) Ketidak mampuan untuk berdoa
2) Ketidak mampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan
3) Mengungkapkan terbuang karena kemarahan tuhan
4) Meminta untuk bertemu dengan tokoh agama
5) Tiba-tibaberubah praktis agama
6) Ketidak mampuan untuk introspeksi
7) Mengungkapkan hidup tanpa harapan,menderita. (Wiwik,2020)

2.8.Mekanisme Koping
Menurut Aldwin dan Reverson bentuk koping antara lain dalam
(Habibi,2018):
a. Problem focused coping merupakan strategi koping yang berpusat pada
masalah atau situasi yang menyebabkan stres. Strategi ini meliputi
cara– cara yang dilakukan individu secara konsruktif terhadap stres
yang dialami individu dapat terbebas dari masalah tersebut.
b. Emotional focused coping (strategi koping berfokus pada emosi).
Strategi ini mengikutsertakan usaha mengubah emosi, berdasarkan
pengalaman yang disebabkan oleh peristiwa yang menimbulkan stres.

2.9.Asuhan Keperawatan secara Kasus


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Pengkajian
harus dilakukan secara komperhensif terkait dengan aspek biologis,
psikologis, sosial, maupun spiritual. Tujuan pengkajian adalah untuk
mengumpulkan informasi dan membuat data dasar pasien. Metode
utama yang dapat digunakan dalam pengumpulan data adalah
wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik serta diagnostik (Asmadi,

7
2008). Pengkajian adalah proses sistematis berupa pengumpulan,
verifikasi, dan komunikasi data tentang klien.
a. Pengkajian data subjektif
Pedoman pengkajian yang disusun oleh Stoll (dalam Kozier, 2010)
mencakup:
1) konsep tentang ketuhanan,
2) sumber kekuatan dan harapan,
3) praktik agama dan ritual, dan
4) hubungan antara keyakinan spiritual dan kondisi kesehatan.
b. Pengkajian data objektif
Isyarat mengenai pilihan, kekuatan, kekhawatiran, atau distres
spiritual dan agama dapat terungkap melalui satu (atau lebih) faktor
berikut:
1) Lingkungan
Apakah pasien memiliki Alquran, Injil, Taurat, atau kitab suci
yang lain, literatur keagamaan, liontin keagamaan, salib,
rosario, bintang David, atau kartu-kartu keagamaan untuk
kesembuhan dalam ruangan? Apakah pasien menerima kiriman
tanda simpati dari unsur keagamaan dan apakah klien memakai
tanda keagamaan (misalnya memakai jilbab?).
2) Perilaku
Apakah pasien tampak berdoa sebelum makan atau pada waktu
lain atau membaca kitab suci atau buku keagamaan? Apakah
pasien mengalami mimpi buruk dan gangguan tidur atau
mengekspresikan rasa marah terhadap perwakilan keagamaan
atau terhadap Tuhan?
3) Verbalisasi
Apakah pasien menyebutkan Tuhan atau Yang Maha Kuasa,
doadoa, keyakinan, rumah ibadah, atau topik-topik keagamaan?
Apakah pasien pernah minta dikunjungi oleh pemuka agama?
Atau apakah pasien mengekspresikan rasa takutnya terhadap
kematiannya?

8
4) Afek dan sikap
Apakah pasien tampak sendiri, depresi, marah, cemas, agitasi,
apatis, atau khusyuk?
5) Hubungan interpersonal
Siapa yang berkunjung? Bagaimana respon pasien terhadap
pengunjung? Apakah pemuka agama dapat mengunjungi
pasien? Dan bagaimana pasien berhubungan dengan pasien
yang lain dan juga dengan personel keperawatan?

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis
mengenai respon pasien terhadap masalah kesehatan atau proses
kehidupan yang dialaminya baik berlangsung aktual maupun potensial.
Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon pasien
individu,keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan
dengan kesehatan (PPNI, 2016).
Dalam mendiagnosis kesehatan spiritual, perawat dapat menemukan
bahwa masalah spiritual dapat dijadikan judul diagnostic, atau bahwa
distress spiritual adalah etiologi masalah. Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia (SDKI, 2016) mengakui diagnosis yang
berhubungan dengan spiritual: Distress Spiritual, Resiko Distress
Spiritual.
Sedangkan Menurut Carpenito (1999), ada 3 diagnosa keperawatan
yang termasuk dalam lingkup nilai/kepercayaan/spiritual : Distress
spiritual, Resiko Distress Spiritual, dan Kesiapan Peningkatan
Kesejahteraan Spiritual. Distress spiritual telah diterima sebagai
diagnosis keperawatan di NANDA sejak tahun 1978 dan direvisi pada
tahun 2002 (Herdman, 2009).

3. Intervensi

9
Diagnosa Keperawatan Perencanaaan Keperawatan
Intervensi Utama Intervensi Pendukung
Distres Spiritual 1.Dukungan Spiritual • Dukungan emosional 
Definisi : Observasi Dukungan keyakinan
gangguan pada keyakinan atau • Identifikasi • Dukungan pengambilan
sistem nilaiberupa kesulitan Perasaan Khawatir keputusan
merasakan makna dan tujuan • Identifikasi pandangan • Dukungan pelaksanaan
hidup melalui hubungan tentang hubungan antara ibadah
dengan diri,orang lain, spiritual dan kesehatan • Dukungan
lingkungan, dan tuhan. • Identifikasi harapan dan pengungkapan
Tujuan : kekuatan pasien kebutuhan
Setelah dilakukan Intervensi • Identifikasi ketaatan • Dukungan
Keperawatan selama ... maka dalam beragama pengungkapan perasaan
status spiritual Terapeutik • Dukungan
membaik dengan • Berikan kesempatan perasaan bersalah
kriteria hasil : mengekspresikan • Dukungan
1. Verbalisasi makna dan
perasaan tentang perlindungan
tujuan hidup meningkat penyakit dan kematian penganiayaan agama
2. Verbalisasi kepuasan • Berikan kesempatan • Dukungan
terhadap makna hidup mengekspresikan dan Perkembangan
meningkat meredakan marah secara Spiritual
3. Verbalisasi perasaan tepat • Dukungan Perlindungan
keberdayaan meningkat • Yakinkah bahwa perawat Penganiayaan Lansia
4. Perilaku marah pada tuhan bersedia mendukung
• Dukungan
menurun Proses
5. Kemampuan
beribadah

10
membaik  selama masa  Berduka
ketidakberdayaan •  Konseling
Penyebab : Sediakan privasi dan  Manajemen Stres
1. Menjelang ajal  waktu tenang untuk •  Mediasi Konflik
2. Kondisi penyakit kronis aktivitas Pelibatan Keluarga
3. Kematian orang terdekat Diskusikan Promosi Harapan

4. Perubahan pola hidup  Promosi Dukungan
keyakinan
5. Kesepian Spiritual
tentang makna 
6. Pengasingan diri
dan Promosi Sistem
7. Pengasingan sosial  •  Pendukung
8. Gangguan sosio kultural tujuan hidup, jika
Teknik Imajinasi
9. Peningkatan perluFasilitasi
Terbimbing
ketergantungan pada melakukan
Teknik Menenangkan
orang lain kegiatan ibadah
 Terapi Reminisens
10. Kejadian hidup yang Edukasi
tidak di harapkan Anjurkan berinteraksi

 dengan keluarga,
Batasan Karakteristik teman,dan/atau orang
1.Gejala dan tanda mayor lain
Subjektif :
 Anjurkan berpartisipasi
a. Mempertanyakan  dalam kelompok
makna/
pendukung
tujuan Hidup
Ajarkan metode
b. Menyatakan hidupnya
relaksasi, meditasi, dan
merasa/ kurang bermakna
 imajinasi terbimbing
c. Merasa menderita atau
 Kolaborasi
tidak berdaya Objektif :
 Atur kunjungan
a. Tidak Mampu beribadah
dengan rohaniawan
b. Marah pada tuhan
(mis. Ustadz, pendeta,
romo, biksu)
2.Gejala dan tanda Minor
Promosi Koping
a.Menyatakan hidupnya
merasa tidak/kurang Observasi

11
Identifikasi kegiatan
jangka pendek dan
panjang sesuai tujuan

tenang  Identifikasi kemampuan


b. Mengeluh tidak dapat yang dimiliki
menerima (kurang pasrah  Identifikasi sumber daya
) yang tersedia
c. Merasa bersalah untuk memenuhi
d. Merasa terasing  tujuan Identifikasi
e. Menyatakan telah di
pemahaman proses
abaikan Objectif :  penyakit
a. Menolak berinteraksi
Identifikasi dampak
dengan orang terdekat/
situasi terhadap peran
pemimpin spiritual 
dan hubungan
b. Tidak mampu berkreativitas
Identifikasi metode
c. Koping tidak efektif 
penyelesaian masalah
d. Tidak bermint
pada Identifikasi
alam/literatur spiritual kebutuhan dan

keinginan terhadap
dukungan sosial
Terapeutik
 Diskusikan
perubahan peran
yang dialami
 Gunakan pendekatan
yang tenang dan
menyakinkan
 Diskusikan alasan
mengkritik diri sendiri

12
 Diskusikan untuk
mengklarifikasi
kesalahpahaman dan
mengevaluasi perilaku
sendiri

Diskusikan konsekuensi
tidak menggunakan rasa
bersalah dan rasa malu

 Diskusikan risiko yang


menimbulkan bahaya
pada diri sendiri

Fasilitasi dalam
memperoleh informasi
yang dibutuhkan

 Berikan pilihan realitas


mengenai aspek-aspek
tertentu dalam
perawatan
 Motivasi untuk
menentukan harapan
yang realistis
 Tinjau kembali
kemampuan dalam
pengambilan keputusan
 Hindari mengambil
keputusan saat pasien
berada di bawah tekanan

 Motivasi terlibat dalam


kegiatan sosial

 Motivasi
mengidentifikasi sistem
pendukung yang tersedia

13

Dampingi saat berduka
(mis. penyakit kronis,
kecacatan)

 Perkenalkan dengan
orang atau kelompok
yang berhasil
mengalami pengalaman
sama
 Dukung penggunaan

14
mekanisme pertahanan
yang tepat
• Kurangi rangsangan
lingkungan yang
mengancam

Edukasi
• Anjurkan menjalin
hubungan yang
memiliki kepentingan
dan tujuan sama
• Anjurkan penggunaan
sumber spiritual, jika
perlu
• Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan persepsi
• Anjurkan
keluarga
terlibat
• Anjurkan membuat
tujuan yang lebih
spesifik
• Ajarkan cara
memecahkan
masalahsecara
konstruktif
• Latih penggunaan
teknik relaksasi
• Latih keterampilan
sosial, sesuai
kebutuhan

15
• Latih
mengembangkan
penilaian obyektif

16
BAB III

PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan

Distress spiritual adalah suatu gangguan yang berkaitan dengan


prinsipprinsip kehidupan, keyakinan atau keagamaan dari pasien yang
menyebabkan gangguan pada aktivitas spiritual, yang berubah akibat dari
masalah masalah fisik atau psikososial yang dialam. Penyebab dari Distress
spiritual bisa di sebabkan oleh menjelang ajal, kondisi penyakit kronis,
Kematian orang terdekat, perubahan pola hidup, Kesepian, pengasingan
diri, pengasingan sosial, gangguan sosio-kultural, peeningkatan
ketergantungan pada orang lain, kejadian hidup yang tidak diharapkan.
Tanda gejalanya yaitu: Mempertanyakan makna/tujuan hidupnya,
menyatakan hidupnya terasa tidak/kurang bermakna, merasa
menderita/tidak berdaya, tidak mampu beribadah, marah pada Tuhan.

3.2 Saran

Demikian makalah yang telah kami susun, semoga dengan adanya


makalah distres spiritual ini dapat berguna khususnya kami sebagai
penyusun dan umumnya bagi pembaca. Kami selalu penyusun mengharap
kritikan yang konstruktif maupun saran dari pembaca untuk perbaikan
makalah ini.

17
DAFTAR PUSTAKA

PPNI,T.P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan


indikator diagnosistik Cetakan IIII Ed. Jakarta: DPP PPNI.

Chotimah, B.K. (2014) Bimbingan keagamaan Islami dalam Mnegatasi Distres Spiritual
Pasien Kanker di RSUD & Holistik Sejahtera Bhakti Salatiga
Doctoral Dissertation, UIN Walisongo

Widiyawati wiwik. (2020). Keperawatan Jiwa. Malang : Penerbit CV. Literasi


Nusantara Abadi.

Habibi, N. I. (2018). Hubungan perlaku spiritual dengan mekanisme koping


klien di Rumah Sakit Perkebunan Jember Klinik (Doctoral dissertation,
Universitas Muhammadiyah Jember).

Burkhart, L., & Solari-Twadell, A. (2001). Spirituality and religiousness:


Differentiating the diagnoses through a review of the nursing literature.
Nursing Diagnosis, 12(2), 45-54.

Pesut, B. (2008).A conversation on diverse perspectives of spirituality innursing


literature. Nursing Philosophy, 9 (2), 98-109.

Baldacchino, D. (2006). Nursing competencies for spititual care. Journal of clincal


nursing, 15(7), 885-896.

Anda mungkin juga menyukai