Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN JIWA TENTANG DISTRESS SPIRITUAL

Mata Kuliah Keperawatan Jiwa I

Dosen Pembimbing : Rizka Yunita, S.kep.,Ns.,M.kep

Disusun Oleh Kelompok 03

1. Akidah Ahlak 9. Lenny Riska Januaristina


2. Ayu Lestari 10.Luluk Wahyuni
3. Dedy Saputra 11. Mila Amelia
4. Faidatul Jannah 12. Moh. Jefri BMH
5. Hozaimatul Hilaliah 13. Moch. Sholehuddin Tuffa
6. Husnul Khotimah 14. Musthafa
7. Ike Fitriah 15. Muti’atun Nafisah
8. Khaliqatul Bariyah 16. Nur Mutmainnah

PROGRAM STUDY SARJANA KEPERAWATAN

STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN

PROBOLINGGO

2019

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas segala
limpah rahmat dan hidayahnya. Sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini, dan sholawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada proklamator sedunia,
pejuang tangguh yang tak gentar menghadapi segala rintangan demi umat manusia, yakni
Nabi Muhammad SAW.

Adapun maksud penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas di STIKES
Hafshawaty, kami susun dalam bentuk kajian ilmiah dengan judul ”KONSEP ASUHAN
KEPERAWATAN JIWA TENTANG DISTRESS SPIRITUAL ” dan dengan selesainya
penyusunan makalah ini, kami juga tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah, SH.MM sebagai pengasuh pondok pesantren
Zainul Hasan Genggong.
2. Dr. H. Nur hamim, M.Kep.,S.Kep.Ns sebagai ketua STIKES Hafshawaty Zainul
Hasan Genggong.
3. Shinta wahyusari S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.Kep.Mat sebagai Ketua Prodi S1
Keperawatan.
4. Rizka Yunita, S.kep.,Ns.,M.kep Sebagai Wali Kelas Prodi S1 Keperawatan.
5. Rizka Yunita, S.kep.,Ns.,M.kep sebagai dosen mata kuliah keperawatan jiwa I.

Pada akhirnya atas penulisan materi ini kami menyadari bahwa sepenuhnya belum
sempurna. Oleh karena itu, kami dengan rendah hati mengharap kritik dan saran dari pihak
dosen dan para audien untuk perbaikan dan penyempurnaan pada materi makalah ini.

Genggong , 15 Desember 2019

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...........................................................................................................i

Daftar Isi.....................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................................2
1.4 Manfaat...............................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Asuhan Keperawatan Jiwa Tentang Distress Spiritual...........................3
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan..........................................................................................................28

3.2 Saran.....................................................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................29

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perawat sebagai tenaga kesehatan yang professional mempunyai kesempatan


paling besar untuk memberikan pelayanan keseahatan khususnya pelayanan/asuhan
keperawatan yang komprehensif dengan membantu klien memenuhi kebtuhan dasar
yang holistik. Perawat memandang klien sebagai makhluk bio-psiko-sosial kultural
dan spiritual yang berespon secara holistic dan unik terhadap perubahan kesehatan
atau pada keadaan krisis. Asuhan keperawatan yang diberikan peleh perawat tidak
terlepas dari aspek spiritual yang merupakan bagian integral dari interaksi perawat
dengan klien. Spiritual adalah keyakinan dalam hubungannya dengan yang maha
kuasa dan maha pencipta. Spiritualitas adalah suatu aktivitas individu untuk mencari
arti dan tujuan hidup yang berkaitan dengan kegiatan spiritual atau keagamaan.
Distress Spiritual adalah gangguan pada keyakinan atau sistem nilai berupa kesulitan
merasakan makna dan tujuan hidup melalui hubungan dengan diri,orang
lain,lingkungan atau tuhan (SDKI, 2017)

Distress spiritual merubuan suatu respons akibat dari suatu kejadian yang
traumatis baik fisik maupun emosional yang tidak sesuai dengan keyakinan atau
kepercayaan pasien dalam menerima kenyataan yang terjadi. Menurut Pesut (2008),
pemahaman yang lebih jelas tentang kebutuhan spiritualitas, dimana tanpa
memperhatikan kebutuhan spiritual dan perawatan spiritual tidak akan tercapai.
Spiritualitas telah terbukti kompleks untuk menentukan. Itu hadir diantara penganut
dan agnostics (McSherry, 2000), mengintegrasikan semua dimensi individu (Reed,
1992), yang meliputi lebih dari agama (Narayanasamy, 2001), melibatkan hubungan
interpersonal, dan berkaitan dengan arti kehidupan, terutama pada saat krisis dan
penyakit (Baldacchino, 2006).
Dalam taksonomi I, diagnosis ini diklasifikasikan dalam domain menilai
sebagai gangguan dalam prinsip hidup yang meliputi seluruh keberadaan seseorang,
dan yang terintegrasi dan melampaui satu sifat biologis dan psikososial. Distress
spiritual dapat dilakukan intervensi yaitu strategi pelaksanaan distress spiritual.

4
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai
berikut antara lain:
1. Bagaimana konsep asuhan keperawatan jiwa tentang distress spiritual?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat disimpulkan tujuan penulisan
sebagai berikut antara lain:
1. Untuk dapat mengetahui bagaimana konsep asuhan keperawatan jiwa tentang
distress spiritual
1.4 Manfaat
Berdasarkan tujuan penulisan diatas dapat disimpulkan manfaat sebagai
berikut antara lain:
1. Bagi institusi pendidikan, hasil makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan
bacaan di bidang kesehatan sebagai bahan informasi
2. Bagi pembaca dapat mengetahui dan memahami mengenai materi konsep
asuhan keperawatan jiwa tentang distress spiritual.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Asuhan Keperawatan Jiwa Tentang Distress Spiritual

A. Pengertian Distress Spiritual

Distress Spiritual adalah gangguan pada keyakinan atau sistem nilai


berupa kesulitan merasakan makna dan tujuan hidup melalui hubungan dengan
diri,orang lain,lingkungan atau tuhan (SDKI, 2017). Monod (2012) menyatakan
distress spiritual muncul ketika kebutuhan spiritual tidak terpenuhi, sehingga
dalam menghdapi penyakitnya pasien mengalami depresi, cemas, dan marah
kepada tuhan. Distress spiritual dapat menyebabkan ketidakharmonisan dengan
diri sendiri, orang lain, lingkungan dan Tuhannya (Mesnikoff, 2002 dalam
Hubbell et al, 2006).
Distress spiritual dapat berkembang sejalan dengan seseorang mencari
makna tentang apa yang terjadi, dan dapat mengakibatkan seseorang merasa
sendiri dan terasing. Untuk itu diharapkan perawat mengintegrasikan perawatan
spiritual kedalam proses keperawatan (Potter & Perry, 2004).
Distress spiritual adalah hambatan kemampuan untuk mengalami dan
mengintegrasikan makna dan tujuan dalam hidup melalui hubungan dengan diri
sendiri, orang lain, music, seni, buku, alam, ataupun dengan tuhan yang maha esa
(Judith, 2016).
B. Etiologi Distress Spiritual
Penyebab distress spiritual menurut SDKI (2017) antara lain sebagai berikut:
1) Menjelang ajal
2) Kondisi penyakit kronis
3) Kematian orang terdekat
4) Perubahan pola hidup
5) Kesepian
6) Pengasingan diri
7) Pengasingan sosial
8) Gangguan sosio-kultural
9) Peningkatan ketergantungan pada orang lain
10) Kejadian hidup yang tidak diharapkan

6
Adapun penyebab distress spiritual yang lainnya yaitu antara lain sebagai
berikut:
1) Ketidaksiapan menghadapi kematian dan pengalaman kehidupan setelah
kematian, Kehilangan agama yang merupakan dukungan utama ( merasa
ditinggalkan oleh Tuhan), Kegagalan individu untuk hidup sesuai
dengan ajaran agama, Ketidakmampuan individu untuk merekonsiliasi
penyakit dengan keyakinan spiritual(Achir Yani H, 2008)
2) Ketakutan terhadap nyeri fisik, ketidaktahuan, kematian dan ancaman
terhadap integritas(Potter & Perry, 2005 dalam Grace Yopi, 2013).
3) Tidak terpenuhinya kebutuhan spiritual individu (Craven &Hirnle,2009
dalam Hendra saputra,2014)
4) Terkait dengan patofisiologi tantangan pada sistem keyakinan atau
perpisahan dari ikatan spiritual sekunder karena berbagai akibat,
misalnya kehilangan bagian atau fungsi tubuh; penyakit terminal;
penyakit yang membuat kondisi lemah;nyeri;trauma; dan keguguran atau
kelahiran mati. (Rahayu Winarti,2016)
5) Hal – hal terkait dengan konflik antara program atau tindakan yang
ditentukan oleh keyakinan, meliputi : aborsi, isolasi, pembedahan,
amputasi, tranfusi darah, pengobatan, pembatasan diet, dan prosedur
medis. (Rahayu Winarti,2016)
6) Hal yang berkaitan dengan situasional, kematian atau penyakit dari
orang terdekat; keadaan yang memalukan pada saat melakukan ritual
keagamaan ( seperti pembatasan perawatan intensif, kurangnya privasi,
kurang tersedianya makanan atau diet khusus), keyakinan yang ditentang
keluarga, teman sebaya; dan yang berhubungan dengan perpisahan orang
yang dicintai. (Rahayu Winarti,2016)

Menurut Vacarolis (2000) penyebab distres spiritual adalah sebagai berikut :


a Pengkajian Fisik  Abuse
b Pengkajian Psikologis  Status mental, mungkin adanya depresi,
marah, kecemasan, ketakutan, makna nyeri, kehilangan kontrol, harga
diri rendah, dan pemikiran yang bertentangan (Otis-Green, 2002).
c Pengkajian Sosial Budaya  dukungan sosial dalam memahami
keyakinan klien (Spencer, 1998).

7
1. Faktor Predisposisi

Gangguan pada dimensi biologis akan mempengaruhi fungsi


kognitif seseorang sehingga akan mengganggu proses interaksi dimana
dalam proses interaksi ini akan terjadi transfer pengalaman yang
penting bagi perkembangan spiritual seseorang.

Faktor predisposisi sosiokultural meliputi usia, gender,


pendidikan, pendapatan, okupasi, posisi sosial, latar belakang budaya,
keyakinan, politik, pengalaman sosial, tingkatan sosial.

2. Faktor Presipitasi

a. Kejadian Stresfull

Mempengaruhi perkembangan spiritual seseorang dapat terjadi


karena perbedaan tujuan hidup, kehilangan hubungan dengan orang
yang terdekat karena kematian, kegagalan dalam menjalin hubungan
baik dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan dan zat yang maha
tinggi.

b. Ketegangan Hidup

Beberapa ketegangan hidup yang berkonstribusi terhadap


terjadinya distres spiritual adalah ketegangan dalam menjalankan ritual
keagamaan, perbedaan keyakinan dan ketidakmampuan menjalankan
peran spiritual baik dalam keluarga, kelompok maupun komunitas.

8
C. Batasan Karakteristik

1. Hubungan dengan diri sendiri

a Marah

b Mengungkapkan kurangnya motivasi

c Mengungkapkan kurang dapat memaafkan diri sendiri

d Mengungkapkan kekurangan harapan

e Mengungkapkan kekurangan cinta

f Mengungkapkan kurangnya makna hidup

g Mengungkapkan kekurangan tujuan hidup

h Mengungkapkan kurangnya ketenangan (mis., kedamaian)

i Merasa bersalah

j Koping tidak efektif


2. Hubungan dengan orang lain
a Mengungkapkan rasa terasing
b Menolak interaksi dengan orang yang dianggap penting
c Menolak interaksi dengan pemimpin spiritual
d Mengungkapkan dengan kata-kata telah terpisah dari sistem
pendukung
3. Hubungan dengan seni, musik, literatur, alam
a Tidak berminat pada alam
b Tidak berminat membaca literatur spiritual
c Ketidakmampuan mengungkapkan kondisi kreativitas sebelumnya
(mis., menyanyi/ mendengarkan musik/ menulis)
4. Hubungan dengan kekuatan yang lebih besar dari pada dirinya sendiri
a Mengungkapkan kemarahan terhadap kekuatan yang lebih besar dari
dirinya
b Mengungkapkan telah diabaikan
c Mengungkapkan ketidakberdayaan
d Mengungkapkan penderitaan
e Ketidakmampuan berintrospeksi
f Ketidakmampuan mengalami pengalaman religiositas

9
g Ketidakmampuan berpartisipasi dalam aktivitas keagamaan
h Ketidakmampuan berdoa
i Meminta menemui pemimpin keagamaan
j Perubahan yang tiba-tiba dalam praktik spiritual
D. Patofisiologi Distress Spiritual
Patofisiologi distress spiritual tidak bisa dilepaskan dari stress dan
struktur serta fungsi otak. Stress adalah realitas kehidupan manusia sehari-hari.
Setiap orang tidak dapat dapat menghindari stres, namun setiap orang
diharpakan melakukan penyesuaian terhadap perubahan akibat stres.
Ketika kita mengalami stres, otak kita akan berespon untuk terjadi.
Konsep ini sesuai dengan yang disampikan oleh Cannon, W.B. dalam Davis M,
dan kawan-kawan (1988) yang menguraikan respon “melawan atau melarikan
diri” sebagai suatu rangkaian perubahan biokimia didalam otak yang
menyiapkan seseorang menghadapi ancaman yaitu stres.Stres akan
menyebabkan korteks serebri mengirimkan tanda bahaya ke hipotalamus.
Hipotalamus kemudian akan menstimuli saraf simpatis untuk melakukan
perubahan. Sinyal dari hipotalamus ini kemudian ditangkap oleh sistem limbik
dimana salah satu bagian pentingnya adalah amigdala yang bertangung jawab
terhadap status emosional seseorang.
Gangguan pada sistem limbik menyebabkan perubahan emosional,
perilaku dan kepribadian. Gejalanya adalah perubahan status mental, masalah
ingatan, kecemasan dan perubahan kepribadian termasuk halusinasi (Kaplan et
all, 1996), depresi, nyeri dan lama gagguan (Blesch et al, 1991).
Kegagalan otak untuk melakukan fungsi kompensasi terhadap stresor
akan menyebabkan seseorang mengalami perilaku maladaptif dan sering
dihubungkan dengan munculnya gangguan jiwa. Kegagalan fungsi kompensasi
dapat ditandai dengan munculnya gangguan pada perilaku sehari-hari baik
secara fisik, psikologis, sosial termasuk spiritual.
Gangguan pada dimensi spritual atau distres spritual dapat dihubungkan
dengan timbulnya depresi. Tidak diketahui secara pasti bagaimana mekanisme
patofisiologi terjadinya depresi. Namun ada beberapa faktor yang berperan
terhadap terjadinya depresi antara lain faktor genetik, lingkungan dan
neurobiologi. Perilaku ini yang diperkirakan dapat mempengaruhi kemampuan
seseorang dalam memenuhi kebutuhan spiritualnya sehingga terjadi distres

10
spritiual karena pada kasus depresi seseorang telah kehilangan motivasi dalam
memenuhi kebutuhannya termasuk kebutuhan spritual.

Pengasingan Sosial Tidak terpenuhinya kebutuhan


spiritual individu

Menarik diri Menyatakan hidupnya terasa


tidak/kurang bermakna

Kerusakan Komunikasi verbal Koping individu atau koping


keluarga tidak efektif

Koping individu atau koping keluarga


tidak efektif

Distress Spiritual

E. Manifestasi Klinis Dsistress Spiritual


Gejala dan tanda mayor
Subjektif
1. Mempertanyakan makna/tujuan hidupnya

11
2. Menyatakan hidupnya terasa tidak/kurang bermakna
3. Merasa menderita/tidak berdaya
Objektif
1. Tidak mampu beribadah
2. Marah pada tuhan
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
1. Menyatakan hidupnya terasa tidak/kurang tenang
2. Mengeluh tidak dapat menerima (kurang pasrah)
3. Merasa bersalah
4. Merasa terasing
5. Menyatakan telah diabaikan
Objektif
1. Menolak berinteraksi dengan orang terdekat/pemimpin spiritual
2. Tidak mampu berkreativitas (mis.menyanyi,mendengar music,menulis)
3. Koping tidak efektif
4. Tidak berminat pada alam/literature spiritual
F. Mekanisme Koping

Menurut Safarino (2002) terdapat lima tipe dasar dukungan sosial bagi
distres spiritual:
1. Dukungan emosi yang terdiri atas rasa empati, caring, memfokuskan pada
kepentingan orang lain.
2. Tipe yang kedua adalah dukungan esteem yang terdiri atas ekspresi positif
thingking, mendorong atau setuju dengan pendapat orang lain.
3. Dukungan yang ketiga adalah dukungan instrumental yaitu menyediakan
pelayanan langsung yang berkaitan dengan dimensi spiritual.
4. Tipe keempat adalah dukungan informasi yaitu memberikan nasehat,
petunjuk dan umpan balik bagaimana seseorang harus berperilaku
berdasarkan keyakinan spiritualnya.
5. Tipe terakhir atau kelima adalah dukungan network menyediakan dukungan
kelompok untuk berbagai tentang aktifitas spiritual. Taylor, dkk (2003)
menambahkan dukungan apprasial yang membantu seseorang untuk

12
meningkatkan pemahaman terhadap stresor spiritual dalam mencapai
keterampilan koping yang efektif.
Menurut Mooss (1984) yang dikutip Brunner dan Suddarth menguraikan
yang positif (Teknik Koping) dalam menghadapi stress, yaitu:
1. Pemberdayaan Sumber Daya Psikologis (Potensi diri)
Sumber daya psikologis merupakan kepribadian dan kemampuan
individu dalam memanfaatkannya menghadapi stres yang disebabkan situasi
dan lingkungan (Pearlin & Schooler, 1978:5). Karakterisik di bawah ini
merupakan sumber daya psikologis yang penting, diantaranya adalah:
1) Pikiran yang positif tentang dirinya (harga diri)
Jenis ini bermanfaat dalam mengatasi situasi stres, sebagaimana
teori dari Colley’s looking-glass self: rasa percaya diri, dan kemampuan
untuk mengatasi masalah yg dihadapi.
2) Mengontrol diri sendiri
Kemampuan dan keyakinan untuk mengontrol tentang diri sendiri
dan situasi (internal control) dan external control (bahwa kehidupannya
dikendalikan oleh keberuntungan, nasib, dari luar) sehingga pasien akan
mampu mengambil hikmah dari sakitnya (looking for silver lining).

2. Rasionalisasi (Teknik Kognitif)


Upaya memahami dan mengiterpretasikan secara spesifik terhadap
stres dalam mencari arti dan makna stres (neutralize its stressfull). Dalam
menghadapi situasi stres, respons individu secara rasional adalah dia akan
menghadapi secara terus terang, mengabaikan, atau memberitahukan kepada
diri sendiri bahwa masalah tersebut bukan sesuatu yang penting untuk
dipikirkan dan semuanya akan berakhir dengan sendirinya. Sebagaian orang
berpikir bahwa setiap suatu kejadian akan menjadi sesuatu tantangan dalam
hidupnya. Sebagian lagi menggantungkan semua permasalahan dengan
melakukan kegiatan spiritual, lebih mendekatkan diri kepada sang pencipta
untuk mencari hikmah dan makna dari semua yang terjadi.
3. Teknik Perilaku
Teknik perilaku dapat dipergunakan untuk membantu individu dalam
mengatasi situasi stres. Beberapa individu melakukan kegiatan yang
bermanfaat dalam menunjang kesembuhannya. Misalnya, pasien HIV akan

13
melakukan aktivitas yang dapat membantu peningkatan daya tubuhnya dengan
tidur secara teratur, makan seimbang, minum obat anti retroviral dan obat
untuk infeksi sekunder secara teratur, tidur dan istirahat yang cukup, dan
menghindari konsumsi obat-abat yang memperparah keadan sakitnya
G. Penatalaksanaan
Strategi Pelaksanaan Distress Spiritual
Tindakan Psikoterapeutik
1. Tindakan Keperawatan untuk Pasien
Tujuan tindakan keperawatan gangguan spiritual untuk pasien adalah agar
pasien:
a Mampu membina hubungan saling percaya dengan perawat.
b Mengungkapkan penyebab gangguan spiritual.
c Mengungkapkan perasaan dan pikiran tentang spiritual yang
diyakininya.
d Mampu mengembangkan skill untuk mengatasi masalah atau
penyakit atau perubahan spiritual dalam kehidupan.
e Aktif melakukan kegiatan spiritual atau keagamaan.
f Ikut serta dalam kegiatan keagamaan.
2. Tindakan Keperawatan
a Bina hubungan saling percaya dengan pasien.
b Kaji faktor penyebab gangguan spiritual pada pasien.
c Bantu pasien mengungkapkan perasaan dan pikiran akan terhadap
spiritual yang diyakininya.
d Bantu klien mengembangkan skill untuk mengatasi perubahan spiritual
dalam kehidupan.
e Fasilitasi pasien dengan alat-alat ibadah sesuai keyakinan atau agama
yang dianut oleh pasien.
f Fasilitasi klien untuk menjalankan ibadah sendiri atau dengan orang
lain
g Bantu pasien untuk ikut serta dalam kegiatan keagamaan.
h Bantu pasien mengevaluasi perasaan setelah melakukan kegiatan
ibadah atau kegiatan spiritual lainnya.
H. Asuhan Keperawatan Jiwa Distress Spiritual
1. Pengkajian

14
Pengkajian dilakukan untuk mendapatkan data subjektif dan data
objektif. Dalam buku ajar ini akan digunakan proses keperawatan
menurut Craven & Himle (1996), dilengkapi denga tulisan Kozier, Blais
& Wilkinson (1995), Serta Taylor, Lillis, dan Le Mone (1997). Pada
dasarnya , informasi awal yang perlu digali umum adalah sebagai berikut:
1) Afiliasi Agama
a Partisipasi Klien dalam kegiatan agama apakah dilakukan secara
aktif atau tidak aktif.
b Jenis partisipasi dalam kegiatan agama
2) Keyakinan agama atau spiritual,memengaruhi:
a Praktik kesehatan: diet,mencari dan menerima terapi,ritual
atau upacara agama
b Persepsi penyakit: hukuman,cobaan terhadap keyakinan
c Strategi koping
3) Nilai agama atau spiritual,memengaruhi:
a Tujuan dan arti hidup
b Tujuan dan arti kematian
c Kesehatan dan pemeliharaanya
d Hubungan dengan tuhan,diri sendri,dan orang lain.
Perawat perlu mengobservasi aspek berikut ini untuk mendapatkan data
objekti atau data klinis
a.Afek dan sikap
1) Apakah klien tampak kesepian, depresi, marah, cemas, agitasi,
apatis,atau preokupasi?
b. Perilaku
1) Apakah klien tampak berdo’a sebelum makan,membaca kitab
suci,atau buku keagamaan
2) Apakah klien sering kali mengeluh,tidak dapat tidur,bermimpi
buruk dan berbagai bentuk gangguan tidur lainnya,serta bercanda
yang tidak sesuai atau mengepresikan kemarahannya terhadap
agama.
c.Verbalisasi
1) Apakah klien menyebut tuhan,doa,rumah ibadah,atau topic
keagamaan lainnya (walaupun hanya sepintas)

15
2) Apakah klien pernah meminta dikunjungi oleh pemuka agama
3) Apakah klien mengekspresikan rasa takutnya terhadap
kematian,kepedulian dengan arti kehidupan,konflik batin
tentang keyakinan agama,kepedulian tentang hubungan dengan
maha penguasa,pertanyaan tentang arti keberdayaannya di
dunia,arti penderitaan,atau implikasi terapi terhadap nilai
moral/etik.
d. Hubungan interpersonal
1) Siapa pengunjung klien ?
2) Bagaimana klien berespons terhadap pengunjung ?
3) Apakah pemuka agama dating mengunjungi klien ?
4) Bagaimana klien berhubungan dengan klien yang lain dan
dengan tenaga keperawatan.
e.Lingkungan
1) Apakah klien membawa kitab suci atau perlengkapan
sembahyang lainnya
2) Apakah klien menerima kiriman tanda simpati dari unsure
keagamaan.
Salah satu instrumen yang dapat digunakan adalah Puchalski’s
FICA Spritiual History Tool (Pulschalski, 1999):
1) F: Faith atau keyakinan (apa keyakinan saudara?) Apakah saudara
memikirkan diri saudara menjadi sesorang yang spritual ata religius?
Apa yang saudara pikirkan tentang keyakinan saudara dalam
pemberian makna hidup?
2) I: Impotance dan influence. (apakah hal ini penting dalam kehidupan
saudara). Apa pengaruhnya terhadap bagaimana saudara melakukan
perawatan terhadap diri sendiri? Dapatkah keyakinan saudara
mempengaruhi perilaku selama sakit?
3) C: Community (Apakah saudara bagian dari sebuah komunitas
spiritual atau religius?) Apakah komunitas tersebut mendukung
saudara dan bagaimana? Apakah ada seseorang didalam kelompok
tersebut yang benar-benar saudara cintai atua begini penting bagi
saudara?

16
4) A: Adress bagaimana saudara akan mencintai saya sebagai seorang
perawat, untuk membantu dalam asuhan keperawatan saudara?
Pengkajian aktifitas sehari-hari pasian yang mengkarakteristikan
distres spiritual, mendengarkan berbagai pernyataan penting seperti:
a Perasaan ketika seseorang gagal
b Perasaan tidak stabil
c Perasaan ketidakmmapuan mengontrol diri
d Pertanyaan tentang makna hidup dan hal-hal penting dalam
kehidupan
e Perasaan hampa
Aspek untuk dikaji Pertanyaan dan pendekatan
Keyakinan spiritual Apakah ada keyakinan spiritual atau agama yang penting
bagi anda?
Apakah keyakinan agama anda mengatur tindakan yang
berkonflik dengan terapi yang direkomendasikan oleh
dokter?

Praktik spiritual Uraikan praktek spiritual yang biasa anda lakukan atau
yang mengganggu kemampuan anda untuk
melakukannya?
Apakah saya dapat membantu anda untuk tetap dapat
melakukannya?
Hubungan antara keyakinan
spiritual dan kehidupan Uraikan bagaimana keyakinan spiritual anda
sehari-hari memengaruhi kehidupan anda sehari-hari (kegiatan
sehari-hari,diet,kebersihan,hubungan).
Apakah pengaruh tersebut membuat hidup anda lebih
sehat atau justru destruktif (mengingkari kehidupan)?
Defisit atau distress spiritual
Apakah keyakinan spiritual anda akhir-akhir ini
menyebabkan distress?
Kebutuhan spiritual
Dengan cara apa saya dan perawat yang lain dapat
membantu anda memenuhi kebutuhan spiritual anda?
Apakah anda ingin berhubungan dengan pemuka
agama/penasehat spiritual?
Kebutuhan menemukan arti
dan tujuan Dengan cara apa keyakinan agama anda membantu atau
menghalangi anda memahami situasi yang dialami akhir
ini serta menghadapinya dengan keberanian dari perasaan
damai?
Kebutuhan mencintai dan
keterikatan/kedekatan Dengan cara apa keyakinan agama anda membantu atau
menghalangi anda untuk memenuhi kebutuhan untuk
mencintai dan dicintai?
17
2. Diagnosa Keperawatan
1) Distress Spiritual b/d Gangguan sosio-kultural
3. Intervensi dan Implementasi
1) Distress Spiritual b/d Gangguan sosio-kultural
a Dukungan spiritual
Definisi
Memfasilitasi peningkatan perasaan seimbang dan terhubung
dengan kekuatan yang lebih besar
Tindakan
Observasi
1) Identifikasi perasaan khawatir,kesepian dan
ketidakberdayaan
2) Identifikasi pandangan tentang hubungan antara spiritual
dan kesehatan
3) Identifikasi harapan dan kekuatan pasien
4) Identifikasi ketaatan dalam beragama
Terapeutik
1) Berikan kesempatan mengekspresikan perasaan tentang
penyakit dan kematian
2) Berikan kesempatan mengekspresikan dan meredakan
marah secara tepat
3) Yakinkan bahwa perawat bersedia mendukung selama
masa ketidakberdayaan
4) Sediakan privasi dan waktu tenang untuk aktivitas
spiritual
5) Diskusikan keyakinan tentang makna dan tujuan
hidup,jika perlu
6) Fasilitasi melakukan kegiatan ibadah
Edukasi
1) Anjurkan berinteraksi dengan keluarga,teman,dan/orang
lain
2) Anjurkan berpartisipasi dalam kelompok pendukung
3) Ajarkan metode relaksasi,meditasi,dan imajinasi
terbimbing
Kolaborasi
1) Atur kunjungan dengan rohaniawan (mis. ustadz, pendeta,
room, biksu).
b Teknik Menenangkan
Definisi

18
Teknik relaksasi dengan pembentukan imajinasi individu dengan
menggunakan semua indera melalui pemrosesan kognitif untuk
mengurangi stress.
Tindakan
Observasi
1) Identifikasi masalah yang dialami
Terapeutik
1) Buat kontrak dengan pasien
2) Ciptakan rangan yang tenang dan nyaman
Edukasi
1) Anjurkan mendengarkan music yang lembut atau music yang
disukai
2) Anjurkan berdo’a ,berdzikir,membaca kitab suci,ibadah sesuai
agama yang dianut
3) Anjurkan melakukan teknik memenangkan hingga perasaan
menjadi tenang.
4. Strategi Pelaksanaan Distress Spiritual

SP 1-P. Bina hubungan saling percaya dengan pasien, Kaji faktor


penyebab distres spiritual pada pasien, Bantu pasien mengungkapkan
perasaan dan pikirian terhadap aama yang diyakininya, bantu klien
mengembangkan kemampuan mengatasi perubahan spiritual dalam
kehidupan.

19
Orientasi
Selamat pagi, Pak. Nama saya suster .... suka dipanggil .... Nama Bapak siapa ?
suka dipanggil siapa ? saya perawat puskesmas .... yang akan merawat Bapak,
saya akan datang secara berkala ke rumah Bapak. Bapaimana perasaan Bapak
pagi ini ? bagaimana kalu kita bercakap – cakap tentang masalah yang Bapak
alami, kita ngobrol selama 30 menit, ya ? Dimana menurut Bapak tempat yang
cocok untuk kita ngobrol bersama ? Oh, disana ? Mari, pak kalau begitu.

Kerja
Apa masalah yang bapak rasakan saat ini.
Coba bapak sampaikan apa yang meneybabkan bapak tidak aktif sholat dan
pengajian yang diadakan di masjid seperti dahulu. Oh,ya!
Pak, masih adakan faktor-faktor lain yang meneyebabkan bapak tidak aktif lagi
untuk mengikuti kegiatan dan sosial yang biasa bapak lakukan?
Apa saja kegiatan ibadah dan sosial yang dapat bapak jalankan?
Mana kira-kira yang ingin bapak coba jalankan? Bagus sekali. Mari Bapak coba
ya.

Terminasi
Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang?
Tampaknya bapak semangat menjawab pertanyaan suster,ya!
Coba bapak ulangi apa yang sudah kita diskusikan bersama-sama hari ini! Bagus
sekali, jadi bapak sudah tahu penyebab masalah bapak ya? Selain itu, bapak juga
telah mengungkapkan perasaan dan pikiran bapak tentang agama dan tau
kegiatan yang bapak bisa lakukan.
Seminggu lagi, kita bertemu untuk mengetahui manfaat kegiatan yang bapak
lakukan serta belajar cara lain. Sampai jumpa, selamat pagi.

SP 2-P. Fasilitasi klien dengan alat-alat ibadan sesuai keyakinannya, fasilitasi


klien untuk menjalankan ibadah sendiri atau dengan orang lain.
Orientasi
Selamat pagi, pak. Bagaimana
20 keadaan dan perasaan bapak saat ini? Sudah dicoba
melakukan ibadah? Bagaimana perasaan bapat setelah mencobanya. Hari ini kita
akan mendiskusikan tentang persiapan alat-alat sholat dengan cara menjalankan
SP 1.K. Bantu keluarga mengidentifikasi masalah yang dihadapi dalam merawat
pasien. Bantu keluarga untuk mengetahui proses terjadinya masalah spiritual
yang dihadapi dan perawatannya.

Orientasi
Selamat pagi pak, bagaimana keadaan bapak hari ini? hari ini kita akan
mendiskusikan tentang masalah yang bapak hadapi dalam merawat atau membantu
anak bapak, selama 30 menit. Disini saja ya pak.

Kerja
Menurut bapak apa masalah yang bapak hadapi dalam merawat atau membantu anak
bapak?
jadi A malas sholat dant idak mau mengikuti pengajian?
Apakah hal tersebut terjadi setelah gempa atau akibat terjadi tsunami yang lalu. Oh,
jadi masalah yang bapak hadapi adalah susah member tahu dan mengajak A untuk
sholat lima waktuya?
Bagaimana dengan kegiatan keagamaan lainnya, apakah anak Bapak mau
melakukannya? Jadi, Bapak kewalahan membantu A agar dapat melakukan ibadah
dan ini terjadi sesudah tsunami.

21
Pak, biasanya kalau ada kejadian bencana seperti gempa tsunami, terkadang
seseorang akan mengalami kejadian seperti anak Bapak tersebut. Oleh karena itu,
mari saya bantu Bapak untuk bersama-sama dan merawat anak Bapak, ya.
Pak, cara untuk membantu anak Bapak yang malas sholat atau ke masjid adalah
dengan selalu mengingatkan mengajak atau memberi contoh sholat pada waktunya.
Selain itu, Bapak menyiapkan perlengkapan sholat untuk anak Bapak, misalnya
kopiah, sarung, dan sajadah. Lalu, Bapak bersamma-sama satu keluarga melakukan
sholat jamaah, ya Pak? Jangan lupa mengajak anak-anak untuk bersama-sama
sholat berjamaah.
Setelah sholat. Bapak ajak anak Bapak untuk berdoa semoga diberi kekuatan dan
ketabahan dalam menghadapi masalah akibat adanya bencana yang dialami
tersebut.
Jangan lupa, agar Jumat depan Bapak mengajak anaknya untuk sholat Jumat
berjamaah di masjid bersama warga lainnya, ya Pak?
Kemudian, Bapak jangan segan-segan untuk meminta nasihat dan bantuan kepada
ustadz Arsyad bin Jalil. Saya yakin beliau akan senang hati membantu Bapak dan
terutama memberi nasihat keagamaan kepada anak Bapak.
Bagaimana kalau minggu depan pengajian di masjid Al Manaar, Bapak minta untuk
diadakan di rumah ini? Saya kira dengan cara tersebut, anak Bapak akan aktif
mengikuti kegiatan pengajian! Betul kan, Pak?
Bagus sekali, Bapak sudah bisa mengerti cara merawat dan membantu anak Bapak
yang mengalami masalah tersebut. Dengan demikian, Bapak bisa membantu dia
untuk aktif dan rajin sholat lima waktu serta mengikuti pengajian, ya kan, Pak?

Terminasi
Bagaimana perasaan Bapak setelah kita diskusi tentang masalah yang dihadapi
dalam merawat anak Bapak?
Bisa Bapak ulangi kembali apa saja masalah yang Bapak hadapi dalam merawat
anak Bapak tersebut?
Nah, sekarang bagaimana kalau Bapak mengulangi menyampaikan proses
terjadinya masalah yang dihadapi oleh anak Bapak tersebut!
Bagus sekali, Pak. Bapak sudah mengetahui semua permasalahan yang terjadi, ya?
Kalau begitu saya pamit dulu. Selamat pagi.

22
SOP SP 1 Distres spiritual pada pasien
1. Persiapan alat
a Bulpoin
bBuku catatan
2. Langkah kerja
1). Tahap orientasi
a. Mengucapkan salam terapeutik
b. Melakukan falidasi (kognitif, adektif, dan
psikomotor)mengenai keluhan yang dirasakan
c. Memperkenalkan nama perawat
d. Menanyakan nama pasien dan panggilan kesukaan
e. Menjelaskan prosedur tindakan yang akan
dilakukan
f. Menjelaskan tujuan tindakan yang akan dilakukan
g. Menjelaskan untuk melakukan tindakan
h. Menentukan tempat untuk melakukan tindakan
i. Menjelaskan kerahasiaan
j. Meminta persetujuan pasien

2). Tahap kerja


a Kaji faktor penyebab gangguan spiritual pada pasien
b Bantu pasien mengungkapkan perasaan dan pikiran
akan terhadap spiritual yang di yakininya
c Bantu klien mengembangkan skil untuk mengatasi
perubahan spiritual dalam kehidupan
d Masukkan dalam jadwal kegiatan harian

3). Tahap terminasi


a. Menanyakan kepada pasien mengenai respon yang
dirasakan setelah tindakan keperawatan yang
dilakukan
b. Memberikan reward secara positif
c. Memperhatikan,mangamati, dan ngobserfasi respon
yang ditimbukan

23
d. Merencanakan tindak lanjut yang harus pasien
lakukan dan melatihnya.
e. Menentukan topik pada pertemuan selanjutnya
f. Menentukan waktu untuk pertemuan selanjutnya
g. Menentukan tempat untuk pertemuan selanjutnya
h. Mengahiri pertemuan dengan baik, memberikan
salam

3. Dokumentasi
a Catat hasil iteraksi dalam catatan keperawatan

4. Sikap
a Bertanggung jawab
b Sabar dan sopan

SOP SP 2 Distres spiritual pada pasien


1. Persiapan alat
a Bulpoin
b Buku catatan

24
2. Langkah kerja
1). Tahap orientasi
a. Mengucapkan salam terapeutik
b. Melakukan falidasi(kognitif,adektif,dan
psikomotor)mengenai keluhan yang dirasakan
c. Memperkenalkan nama perawat
d. Menanyakan nama pasien dan panggilan kesukaan
e. Menjelaskan prosedur tindakan yang akan
dilakukan
f. Menjelaskan tujuan tindakan yang akan dilakukan
g. Menjelaskan untuk melakukan tindakan
h. Menentukan tempat untuk melakukan tindakan
i. Menjelaskan kerahasiaan
j. Meminta persetujuan pasien

2). Tahap kerja


a Kaji faktor penyebab gangguan spiritual pada pasien
b Bantu pasien mengungkapkan perasaan dan pikiran
akan terhadap spiritual yang di yakininya
c Bantu klien mengembangkan skil untuk mengatasi
perubahan spiritual dalam kehidupan
d Masukkan dalam jadwal kegiatan harian

3). Tahap terminasi


a Menanyakan kepada pasien mengenai respon yang
dirasakan setelah tindakan keperawatan yang
dilakukan
b Memberikan reward secara positif
c Memperhatikan,mangamati, dan ngobserfasi respon
yang ditimbukan
d Merencanakan tindak lanjut yang harus pasien
lakukan dan melatihnya
e Menentukan topik pada pertemuan selanjutnya
f Menentukan waktu untuk pertemuan selanjutnya
g Menentukan tempat untuk pertemuan selanjutnya
Mengahiri pertemuan dengan baik,memberikan salam

3. Dokumentasi

25
a Catat hasil iteraksi dalam catatan keperawatan

4. Sikap
b Bertanggung jawab
c Sabar dan sopan

SOP SP 1 Distres spiritual pada keluarga


1. Persiapan alat
a. Bulpoin
b. Buku catatan
2. Langkah kerja

1). Tahap orientasi


a Mengucapkan salam terapeutik
b Melakukan falidasi (kognitif, adektif, dan
26
psikomotor) mengenai keluhan yang dirasakan
c Memperkenalkan nama perawat
d Menanyakan nama pasien dan panggilan kesukaan
e Menjelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan
f Menjelaskan tujuan tindakan yang akan dilakukan
g Menjelaskan untuk melakukan tindakan
h Menentukan tempat untuk melakukan tindakan
i Menjelaskan kerahasiaan
j Meminta persetujuan pasien

2). Tahap kerja


a Bantu keluarga mengidentifikasi masalah yang
dihadapi dalam merawat pasien
b Bantu keluarga untuk mengetahui proses terjadinya
suatu masalah spiritual yang dihadapi
c Masukkan dalam jadwal kegiatan harian

3). Tahap terminasi


a Menanyakan kepada pasien mengenai respon yang
dirasakan setelah tindakan keperawatan yang
dilakukan
b Memberikan reward secara positif
c Memperhatikan,mengamati, dan mengobservasi
respon yang ditimbukan
d Merencanakan tindak lanjut yang harus pasien
lakukan dan melatihnya
e Menentukan topik pada pertemuan selanjutnya
f Menentukan waktu untuk pertemuan selanjutnya
g Menentukan tempat untuk pertemuan selanjutnya
h Mengahiri pertemuan dengan baik,memberikan salam
3. Dokumentasi

a. Catat hasil iteraksi dalam catatan keperawatan

4. Sikap

a. Bertanggung jawab

b. Sabar dan sopan

27
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Distress Spiritual adalah dangguan pada keyakinan atau sistem nilai berupa
kesulitan merasakan makna dan tujuan hidup melalui hubungan dengan diri,orang
lain,lingkungan atau tuhan (SDKI, 2017). Patofisiologi distress spiritual tidak bisa
dilepaskan dari stress dan struktur serta fungsi otak. Stress adalah realitas kehidupan
manusia sehari-hari. Setiap orang tidak dapat dapat menghindari stres, namun setiap
orang diharpakan melakukan penyesuaian terhadap perubahan akibat stress. Ketika
kita mengalami stres, otak kita akan berespon untuk terjadi. Konsep ini sesuai
dengan yang disampikan oleh Cannon, W.B. dalam Davis M, dan kawan-kawan
(1988) yang menguraikan respon “melawan atau melarikan diri” sebagai suatu
rangkaian perubahan biokimia didalam otak yang menyiapkan seseorang
menghadapi ancaman yaitu stress

28
Menurut Safarino (2002) terdapat lima tipe dasar dukungan sosial bagi distres
spiritual: Dukungan emosi yang terdiri atas rasa empati, caring, memfokuskan pada
kepentingan orang lain, tipe yang kedua adalah dukungan esteem yang terdiri atas
ekspresi positif thingking, mendorong atau setuju dengan pendapat orang lain

3.2 Saran

1) Bagi Institusi Pendidikan


Sebaiknya pihak yang bersangkutan memberikan pengarahan yang lebih
mengenai konsep asuhan keperawatan jiwa tentang distress spiritual
2) Bagi Mahasiswa
Mengenai makalah yang kami buat, bila ada kesalahan maupun ketidak
lengkapan materi mengenai konsep asuhan keperawatan jiwa tentang distress
spiritual. Kami mohon maaf, kamipun sadar bahwa makalah yang kami buat
tidaklah sempurna. Oleh karena itu kami mengharap kritik dan saran yang
membangun.

DAFTAR PUSTAKA

McSherry, W. (2000).Spirituality in nursing practice: An interactiveapproach. London:


Churchill Livingstone.
McSherry, W., Cash, K., & Ross, L. (2004). Meaning of spirituality: Implicationsfor nursing
practice. Journal of Clinical Nursing,13 (8), 934–941.
Murray, S., Kendall, M., Boyd, K., Worth, A., & Benton, T. (2004). Exploring thespiritual
needs of people dying of lung cancer or heart failure: A prospec- tive qualitative
interview study of patients and their careers. Palliative Medicine, 18 (1), 39–45.
Monod et al. 2010. Instrumen Measuring Spirituality in Clinical Research: A Sistematic
Review. Journal General Internal Medicine, 26, 1345-1357.
Narayanasamy, A. A., Clissett, P., Parumal, L., Thompson, D., Annasamy, S., &Edge, R.
(2004). Responses to the spiritual needs of older people.Journal of Advanced
Nursing,48(1), 6–16.
Narayanasamy, A. (2001). Spiritual care: A practical guide for nurses and health care
practitioners . Wilshire: Quay Books.

29
Pesut, B. (2008). A conversation on diverse perspectives of spirituality innursing
literature.Nursing Philosophy,9(2), 98–109.
Potter, P.A., & Perry, A.G. 2004. Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Edisi 4. Jakarta:
EGC
Sarafino, Edward. P. 2002. Health Psychology Biophychological Interaction. 2nd Ed. New
John Wiley and Sons Inc.
Sawatzky, R., & Pesut, B. (2005). Attributes of spiritual care in nursingpractice.Journal of
Holistic Nursing, 23(1), 19–33
Taylor, E. (2006). Prevalence and associated factors of spiritual needsamong patients with
cancer and family caregivers.Oncology NursingForum, 33(4), 730–735.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP
PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP
PPNI
Achir Yani S. Hamid. 2008. Bunga rampai asuhan keperawatan kesehatan jiwa/ Achir Yani
S. Hamid: editor, Monica Ester,Onny Anastasia Tampubolon. –Jakarta: EGCC
Manajemen kasus gangguan jiwa.2011 : CMHN ( intermadiate course )/ editor, Budi Ana
Keliat, Akemat Pawiro Wiyono, Herni Susanti ; editor penyelaras, Monica Ester, Egi
Komara Yudha – Jakarta : EGC

30

Anda mungkin juga menyukai