DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga
kami dapat menyelesaikan Makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang
“ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN PSIKOSOSIAL DISTRESS SPIRITUAL”.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca. Dan kami selaku
penyusun meminta maaf apabila makalah ini jauh dari sempurna. Semoga semua pihak yang
turut membantu menyelesaikan makalah ini mendapat pahala yang setimpal dari Allah SWT.
Kami selaku penyusun makalah ini mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu Ibu Ns.
Tri Nurhidayati, S.Kep, MMed.Ed atas bimbingan dan arahan dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan saran dan masukan dari semua pembaca demi kesempurnaan makalah ini pada
pembuatan selanjutnya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Setiap individu yang hidup tak lepas dari masalah yang menimpanya. sikap
individu dalam menghadapi masalah tersebut pun ditentukan melalui keyakinannya.
Keyakinan yang dimiliki individu pasti berkaitan erat dengan agama dan kepercayaannya
masing-masing. Spiritual, agama, dan keyakinan sering kali disamakan padahal ketiga hal
tersebut adalah hal yang berbeda. Dalam ilmu keperawatan spiritual sangat diperhatikan.
Berdasarkan konsep keperawatan, makna dari spiritual dapat dihubungkan dengan kata-
kata : makna, harapan, kerukunan dan sistem kepercayaan (Dyson, Cobb, Dorman, 1997).
Dyson mengungkapkan bahwa perawat menemukan aspek spiritual tersbut dalam
hubungan seseorang dengan dirinya sendiri, orang lain, dan dengan Tuhan.
Spiritualitas adalah suatu aktivitas individu untuk mencari arti dan tujuan hidup
yang berkaitan dengan kegiatan spiritual atau keagamaan. Aspek spiritualitas merupakan
bagian penting dalam peningkatan kualitas hidup. Spiritualitas merupakan sumber
kekuatan yang digunakan individu saat menghadapi tekanan emosional, penyakit fisik,
bahkan kematian (Dewi & Anugerah., 2020). Kebutuhan spiritual dibutuhkan oleh setiap
individu di dunia ini karena merupakan elemen penting untuk membentuk suatu karakter
dari individu itu sendiri. Jika seseorang kehilangan kebutuhan spiritualnya maka
dikhawatirkan dia akan mengalami distres spiritual. (Aisyah, Lusiani, and Widiyanti
2021)
Distress spiritual merupakan suatu respons akibat dari suatu kejadian yang
traumatis baik fisik maupun emosional yang tidak sesuai dengan keyakinan atau
kepercayaan pasien dalam menerima kenyataan yang terjadi. Dengan demikian
kebutuhan spiritual pasien harus terus dikelola dan ditingkatkan dengan cara memberikan
pasien motivasi akan keberadaan Tuhan Yang Maha Kuasa, membantu pasien menerima
keadaan dan penyakitnya, menjadi pendengar yang aktif sehingga pasien mempunyai
harapan untuk sembuh dan terhindar dari distess spiritual. (Aulia 2017)
B. TUJUAN PENULISAN
1. Menjelaskan mengenai distress spiritual, mulai dari definisi, etiologi, mekanisme
koping, rentang respon dan terapi
2. Mengetahui rumusan diagnosa keperawatan pada psikososial distress spiritual
3. Mengetahui rencana tindakan perawatan pada psikososial distress spiritual.
C. MANFAAT PENULISAN
1. Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis yaitu
menambah wawasan mengenai psikososial distress spiritual
2. Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca yaitu agar
pembaca mengetahui dan memahami mengenai psikososial distress spiritual, baik
pengertian hingga rencana tindakan yang dilakukan.
BAB II
KONSEP DASAR
A. Definisi Distress Spiritual
Distress spiritual adalah gangguan pada keyakinan atau sistem nilai berupa
kesulitan kesulitan merasakan makna dan tujuan hidup melalui hubungan dengan diri,
orang lain, linkungan atau Tuhan (PPNI 2016).
Distress spiritual adalah gangguan kemampuan untuk mengalami dan
mengintegrasikan makna dan tujuan hidup melalui hubungan dengan diri sendiri, orang
lain, seni, music, literature, alam, dan/atau kekuatan yang lebih besar dari pada diri
sendiri (Bulechek, Butcher, Dochterman, & Wagner, 2016). Distress spiritual juga
didefinisikan sebagai gangguan dalam prinsip hidup yang meliputi seluruh kehidupan
seseorang yang diintegrasikan secara biologis dan psikososial (EGC, 2011). Dengan kata
lain dapat dikatakan bahwa distress psiritual adalah kegagalan individu menemukan arti
atau kebermaknaan kehidupannya.
Menurut Monod (2012) Distress spiritual muncul ketika kebutuhan spiritual tidak
terpenuhi, sehingga dalam menghdapi penyakitnya pasien mengalami depresi, cemas, dan
marah kepada tuhan. Distress spiritual dapat menyebabkan ketidakharmonisan dengan
diri sendiri, orang lain, lingkungan dan Tuhannya (Mesnikoff, 2002 dalam Hubbell et al,
2006).
B. Etiologi Distress Spiritual
1. Faktor predisposisi
a. Gangguan pada dimensi biologis akan mempengaruhi fungsi kognitif seseorang
sehingga dapat mengganggu proses interaksi, dimana dalam proses interaksi ini
akan terjadi transfer pengalaman yang penting bagi perkembangan spiritual
seseorang.
b. Faktor prediposisi sosiokultural meliputi usia, gender, pendidikan, pendapatan,
okupasi, posisi sosial, latar belakang budaya, keyakinan, politik, pengalaman sosial,
tingkatan sosial.
2. Stressor presipitasi
a. Kejadian stresful: Kejadian stresful dapat mempengaruhi perkembangan spiritual
seseorang karena terjadi perbedaan tujuan hidup, kehilangan hubungan dengan
orang yang terdekat karena kematian, kegagalan dalam menjalin hubungan baik
dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan dan zat yang maha tinggi.
b. Ketegangan Hidup : beberapa ketegangan hidup yang berkonstribusi terhadap
terjadinya distres spiritual adalah ketegangan dalam menjalankan ritual keagamaan,
perbedaan keyakinan dan ketidakmampuan menjalankan peran spiritual baik dalam
keluarga, kelompok maupun komunitas. (Hamid & Ester 2008).
C. Mekanisme Koping Distress Spiritual
Menurut Safarino (2002) terdapat lima tipe dasar dukungan sosial bagi distres
spiritual:
1. Dukungan emosi yang terdiri atas rasa empati, caring, memfokuskan pada
kepentingan orang lain.
2. Tipe yang kedua adalah dukungan esteem yang terdiri atas ekspresi positif thingking,
mendorong atau setuju dengan pendapat orang lain.
3. Dukungan yang ketiga adalah dukungan instrumental yaitu menyediakan pelayanan
langsung yang berkaitan dengan dimensi spiritual.
4. Tipe keempat adalah dukungan informasi yaitu memberikan nasehat, petunjuk dan
umpan balik bagaimana seseorang harus berperilaku berdasarkan keyakinan
spiritualnya.
5. Tipe terakhir atau kelima adalah dukungan network menyediakan dukungan
kelompok untuk berbagai tentang aktifitas spiritual. Taylor, dkk (2003)
menambahkan dukungan apprasial yang membantu seseorang untuk meningkatkan
pemahaman terhadap stresor spiritual dalam mencapai keterampilan koping yang
efektif.
Menurut Mooss (1984) yang dikutip Brunner dan Suddarth menguraikan yang positif
(Teknik Koping) dalam menghadapi stress, yaitu:
1) Pemberdayaan Sumber Daya Psikologis (Potensi diri)
Sumber daya psikologis merupakan kepribadian dan kemampuan individu dalam
memanfaatkannya menghadapi stres yang disebabkan situasi dan lingkungan (Pearlin
& Schooler, 1978:5). Karakterisik di bawah ini merupakan sumber daya psikologis
yang penting, diantaranya adalah:
a) Pikiran yang positif tentang dirinya (harga diri)
Jenis ini bermanfaat dalam mengatasi situasi stres, sebagaimana teori dari
Colley's looking-glass self: rasa percaya diri, dan kemampuan untuk mengatasi
masalah yg dihadapi.
b) Mengontrol diri sendiri
Kemampuan dan keyakinan untuk mengontrol tentang diri sendiri dan situasi
(internal control) dan external control (bahwa kehidupannya dikendalikan oleh
keberuntungan, nasib, dari luar) sehingga pasien akan mampu mengambil
hikmah dari sakitnya (looking for silver lining).
2) Rasionalisasi (Teknik Kognitif)
Upaya memahami dan mengiterpretasikan secara spesifik terhadap stres dalam
mencari arti dan makna stres (neutralize its stressfull). Dalam menghadapi situasi
stres, respons individu secara rasional adalah dia akan menghadapi secara terus
terang, mengabaikan, atau memberitahukan kepada diri sendiri bahwa masalah
tersebut bukan sesuatu yang penting untuk dipikirkan dan semuanya akan berakhir
dengan sendirinya. Sebagian orang berpikir bahwa setiap suatu kejadian akan
menjadi sesuatu tantangan dalam hidupnya. Sebagian lagi menggantungkan semua
permasalahan dengan melakukan kegiatan spiritual, lebih mendekatkan diri kepada
sang pencipta untuk mencari hikmah dan makna dari semua yang terjadi.
3) Teknik Perilaku
Teknik perilaku dapat dipergunakan untuk membantu individu dalam mengatasi
situasi stres. Beberapa individu melakukan kegiatan yang bermanfaat dalam
menunjang kesembuhannya. Misalnya, pasien HIV akan melakukan aktivitas yang
dapat membantu peningkatan daya tubuhnya dengan tidur secara teratur, makan
seimbang, minum obat anti retroviral dan obat untuk infeksi sekunder secara teratur,
tidur dan istirahat yang cukup, dan menghindari konsumsi obat-abat yang
memperparah keadan sakitnya.
D. Rentang Respon
Menurut Nursalam (2013) respon spiritual yang ada pada manusia dapat dibagi menjadi
dua, yaitu respon spiritual adaptif dan respon spiritual maladaptif. Respon spiritual
adaptif akan menunjukkan sikap yang positif terhadap diri sendiri dan Tuhan dalam
berbagai kondisi meskipun menderita dan sedih sekalipun.
a. Respon spiritual adaptif meliputi :
- Ketabahan hati
- Pandai mengambil hikmah
- Harapan yang realistis
b. Respon spiritual maladaptif adalah distress spiritual
Distress spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami dan
mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang dengan diri, orang lain, seni,
musik, literature, alam dan kekuatan yang lebih besar dari dirinya.
Adaptif Maladaptif
Aisyah, Popy Siti, Eli Lusiani, and Anggriyana Tri Widiyanti. 2021. “Machine Translated by
Google Distres Spiritual Remaja ‘ Pria Sex Men ’ ( LSL ) Terinfeksi HIV Di Bandung.” :
8–16.
Beo, Yosef Andrian, I Dewa Gede, Ahmad Guntur Alfianto, dkk. (2022). Ilmu Keperawatan
Jiwa dan Komunitas. Jawa Barat : Media Sains Indonesia.