Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Spiritualitas adalah dimensi manusia, dan dengan demikian dimensi praktek
Keperawatan (Burkhart & Solari-Twadell,tahun 2001; McSherry, uang tunai, & Ross, 2004).
Fokus pada tanggung jawab perawat untuk menyediakan kerohanian meliputi penilaian,
diagnosis, perencanaan, intervensi dan evaluasi. Ini adalah langkah-langkah yang
mendefinisikan proses keperawatan, yang merupakan scien- tific metode pelayanan keperawat
adalah diterapkan dalam praktek. Dalam spiritualitas, penelitian telah cenderung berfokus
pada Fase pertama dan ketiga proses keperawatan, yaitu penilaian spiritual (Murray, Kendall,
Boyd Worth, & Benton, 2004; Oldnall, 1996; Taylor, 2006) dan perawatan spiritual, masing-
masing kedua dipahami sebagai intervensi keperawatan untuk memenuhi kebutuhan
spiritual(Chan, 2010; Kociszewski, 2003, Narayanasamy et al., 2004; Sawatzky & Pesut,
2005). Menurut Pesut (2008), pemahaman yang lebih jelas tentang kebutuhan spiritualitas,
dimana tanpa memperhatikan kebutuhan spiritual dan perawatan spiritual tidak akan tercapai.
Spiritualitas telah terbukti kompleks untuk menentukan. Itu hadir diantara penganut dan
agnostics (McSherry, 2000), mengintegrasikan semua dimensi individu (Reed, 1992), yang
meliputi lebih dari agama (Narayanasamy, 2001), melibatkan hubungan interpersonal, dan
berkaitan dengan arti kehidupan, terutama pada saat krisis dan penyakit (Baldacchino, 2006).
Distress spiritual telah diterima sebagai diagnosis keperawatan di NANDA sejak tahun
1978 dan direvisi pada tahun 2002 (Herdman, 2009). Dalam taksonomi I, diagnosis ini
diklasifikasikan dalam domain menilai sebagai gangguan dalam prinsip hidup yang meliputi
seluruh keberadaan seseorang, dan yang terintegrasi dan melampaui satu sifat biologis dan
psikososial.

1.2 Tujuan Penulisan


– Untuk memahami apa yang dimaksud dengan distress spiritual
– Untuk memahami etiologi distress spiritual
– Untuk mengetahui tanda dan gejala distress spiritual

1
– Untuk mengetahui mekanisme koping distress spiritual
– Untuk mengetahui asuhan keperawatan dengan Klien gangguan distress spiritual

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Distress Spiritual


Monod (2012) menyatakan distress spiritual muncul ketika kebutuhan spiritual tidak
terpenuhi, sehingga dalam menghdapi penyakitnya pasien mengalami depresi, cemas, dan
marah kepada tuhan. Distress spiritual dapat menyebabkan ketidakharmonisan dengan diri
sendiri, orang lain, lingkungan dan Tuhannya (Mesnikoff, 2002 dalam Hubbell et al, 2006).
Distress spiritual dapat berkembang sejalan dengan seseorang mencari makna tentang
apa yang terjadi, dan dapat mengakibatkan seseorang merasa sendiri dan terasing. Untuk itu
diharapkan perawat mengintegrasikan perawatan spiritual kedalam proses keperawatan
(Potter & Perry, 2004).
Distress spiritual adalah hambatan kemampuan untuk mengalami dan
mengintegrasikan makna dan tujuan dalam hidup melalui hubungan dengan diri sendiri, orang
lain, seni, buku, alam, ataupun dengan tunhan yang maha esa (Judith, 2016).

2.2 Etiologi Distress Spiritual


Menurut para ahli :
1. Ketidaksiapan menghadapi kematian dan pengalaman kehidupan setelah kematian,
Kehilangan agama yang merupakan dukungan utama ( merasa ditinggalkan oleh
Tuhan), Kegagalan individu untuk hidup sesuai dengan ajaran agama,
Ketidakmampuan individu untuk merekonsiliasi penyakit dengan keyakinan
spiritual(Achir Yani H, 2008)
2. Ketakutan terhadap nyeri fisik, ketidaktahuan, kematian dan ancaman terhadap
integritas(Potter & Perry, 2005 dalam Grace Yopi, 2013).
3. Tidak terpenuhinya kebutuhan spiritual individu (Craven &Hirnle,2009 dalam
Hendra saputra,2014)
4. Terkait dengan patofisiologi tantangan pada sistem keyakinan atau perpisahan dari
ikatan spiritual sekunder karena berbagai akibat, misalnya kehilangan bagian atau
fungsi tubuh; penyakit terminal; penyakit yang membuat kondisi lemah;nyeri;trauma;
dan keguguran atau kelahiran mati. (Rahayu Winarti,2016)

3
5. Hal – hal terkait dengan konflik antara program atau tindakan yang ditentukan oleh
keyakinan, meliputi : aborsi, isolasi, pembedahan, amputasi, tranfusi darah,
pengobatan, pembatasan diet, dan prosedur medis. (Rahayu Winarti,2016)
6. Hal yang berkaitan dengan situasional, kematian atau penyakit dari orang terdekat;
keadaan yang memalukan pada saat melakukan ritual keagamaan ( seperti
pembatasan perawatan intensif, kurangnya privasi, kurang tersedianya makanan atau
diet khusus), keyakinan yang ditentang keluarga, teman sebaya; dan yang
berhubungan dengan perpisahan orang yang dicintai. (Rahayu Winarti,2016)

2.3 Tanda dan Gejala Distress Spiritual


Budi Anna Keliat (2011) Tanda dan gejala yang dapat ditemukan pada pasien distres
spiritual (melalui wawancara) adalah:
1. Selalu menanyakan kebenaran keyakinan yang dianutnya (contohnya pasien kurang
atau tidak yakin lagi dengan nilai yang selama ini dianutnya).
2. Merasa tidak nyaman terhadap keyakinan atau nilai yang dianutnya
3. Ketidakmampuan melakukan kegiatan keagamaan yang biasa dilakukannya secara
rutin
4. Perasaan ragu terhadap nilai atau keyakinan yang dimilikinya
5. Menyatakan perasaan tidak ingin hidup
6. Merasakan kekosongan jiwa yang berkaitan dengan keyakinan yang dimilikinya
7. Mengatakan putus hubungan dengan orang lain atau Tuhan
8. Mengekspresikan perasaan marah, takut, cemas terhadap arti hidup ini, penderitaan
atau kematian.

2.4 Mekanisme Koping Bagi Pasien dengan Distress Spiritual

Menurut Safarino (2002) terdapat lima tipe dasar dukungan sosial bagi distres
spiritual:
1. Dukungan emosi yang terdiri atas rasa empati, caring, memfokuskan pada kepentingan
orang lain.
2. Tipe yang kedua adalah dukungan esteem yang terdiri atas ekspresi positif thingking,
mendorong atau setuju dengan pendapat orang lain.
3. Dukungan yang ketiga adalah dukungan instrumental yaitu menyediakan pelayanan
langsung yang berkaitan dengan dimensi spiritual.

4
4. Tipe keempat adalah dukungan informasi yaitu memberikan nasehat, petunjuk dan
umpan balik bagaimana seseorang harus berperilaku berdasarkan keyakinan
spiritualnya.
5. Tipe terakhir atau kelima adalah dukungan network menyediakan dukungan kelompok
untuk berbagai tentang aktifitas spiritual. Taylor, dkk (2003) menambahkan dukungan
apprasial yang membantu seseorang untuk meningkatkan pemahaman terhadap stresor
spiritual dalam mencapai keterampilan koping yang efektif.
Menurut Mooss (1984) yang dikutip Brunner dan Suddarth menguraikan yang positif
(Teknik Koping) dalam menghadapi stress, yaitu:
1. Pemberdayaan Sumber Daya Psikologis (Potensi diri)
Sumber daya psikologis merupakan kepribadian dan kemampuan individu dalam
memanfaatkannya menghadapi stres yang disebabkan situasi dan lingkungan (Pearlin
& Schooler, 1978:5).
2. Pikiran yang positif tentang dirinya (harga diri)
Jenis ini bermanfaat dalam mengatasi situasi stres, sebagaimana teori dari Colley’s
looking-glass self: rasa percaya diri, dan kemampuan untuk mengatasi masalah yg
dihadapi.
3. Mengontrol diri sendiri
Kemampuan dan keyakinan untuk mengontrol tentang diri sendiri dan situasi (internal
control) dan external control (bahwa kehidupannya dikendalikan oleh keberuntungan,
nasib, dari luar) sehingga pasien akan mampu mengambil hikmah dari sakitnya
(looking for silver lining).
4. Rasionalisasi (Teknik Kognitif)
Upaya memahami dan mengiterpretasikan secara spesifik terhadap stres dalam
mencari arti dan makna stres (neutralize its stressfull). Dalam menghadapi situasi
stres, respons individu secara rasional adalah dia akan menghadapi secara terus terang,
mengabaikan, atau memberitahukan kepada diri sendiri bahwa masalah tersebut bukan
sesuatu yang penting untuk dipikirkan dan semuanya akan berakhir dengan sendirinya.
Sebagaian orang berpikir bahwa setiap suatu kejadian akan menjadi sesuatu tantangan
dalam hidupnya. Sebagian lagi menggantungkan semua permasalahan dengan
melakukan kegiatan spiritual, lebih mendekatkan diri kepada sang pencipta untuk
mencari hikmah dan makna dari semua yang terjadi.
5. Teknik Perilaku

5
Teknik perilaku dapat dipergunakan untuk membantu individu dalam mengatasi situasi
stres. Beberapa individu melakukan kegiatan yang bermanfaat dalam menunjang
kesembuhannya. Misalnya, pasien HIV akan melakukan aktivitas yang dapat
membantu peningkatan daya tubuhnya dengan tidur secara teratur, makan seimbang,
minum obat anti retroviral dan obat untuk infeksi sekunder secara teratur, tidur dan
istirahat yang cukup, dan menghindari konsumsi obat-abat yang memperparah keadan
sakitnya.

2.5 Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Distress Spiritual


1. Pengkajian
Untuk pasien yang mengindikasikan adanya ketaatan beragama, kaji adanya indikator
langsung status spiritual pasien dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut :
– Apakah anda merasa keimanan anda dapat membantu anda? Dengan cara apa
keimanan tersebut penting bagi anda saat ini?
– Bagaiman saya dapat membantu anda menjalankan keimanan anda? Misalnya,
apakah anda ingin saya membacakan buku doa untuk anda?
– Apakah anda menginginkan kunjungan dari penasihat spiritual atau layanan
keagamaan dari rumah sakit?
– Tolong beri tahu saya tentang aktivitas agama tertentu yang penting bagi anda?
Lakukan pengkajian tidak langsung terhadap status spiritual pasien dengan melakukan
langkah berikut :
– Tentukan konsep ketuhanan pasien dengan mengamati buku-buku yang ada
disamping tempat tidur atau program telivisi yang dilihat pasien. Juga catat
apakah kehidupan pasien tampak memiliki arti, nilai, dan tujuan.
– Tentukan sumber-sumber harapan dan kekuatan pasien. Apakah Tuhan dalam
arti tradisional, anggota kluarga, atau kekuatan “bersumber dari dalam dirinya”?
Catat siapa yang paling banyak diperbincangkan oleh pasien, atau tanyakan,
“Siapa yang penting bagi anda?”
Amati apakah pasien sedang berdoa ketika anda memasuki ruangan, sebelum makan,
atau saat tindakan.
– Amati barang-barang, seperti litratur keagamaan,rosario, kartu ucapan semoga
lekas sembuh yang bersifat keagamaan disamping tempat tidur pasien.

6
– Dengarkan pandangan-pandangan pasien tentang hubungan antara kepercayaan
spiritual dan kondisi kesehatannya, terutama untuk pernyataan seperti,
“mengapa Tuhan membiarkan hal ini menimpa saya?” atau “ Jika saya
beriman, saya pasti akan sembuh.”

2. Diagnosa Keprawatan dengan NIC dan NOC


Wilkinson, Ahern , 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9 Diagnosis
NANDA Intervensi NIC Kriteria Hasil NOC

Diagnosa Kep Yg NOC NIC


Muncul

1) Distres spiritual Kematian yang Bermartabat: Perawatan Menjelang Ajal:


Tindakan pribadi untuk Meningkatkan kenyamanan fisik
mempertahankan kendali dan dan ketenteranan psikologis pada
kenyamanan dalam mendekati akhir fase akhir hidup
kehidupan
Dukungan Emosi: Memberi
Harapan: Optimisme yang secara ketenangan, penerimaan, dan
pribadi memuaskan serta dukungan saat stres
mendukung hidup Keschatan
Penumbuhan Harapan:
Spiritual: Hubungan dengan diri Memfasilitasi perkembangan
sendiri, orang lain, Tuhan, seluruh sikap positif pada situasi tertentu
kehidupan, alam, dan semesta, yang
meningkatkan transendensi diri Fasilitasi Pertumbuhan
serta memberdayakan diri Spiritual: Memfasilitasi
pertumbuhan kapasitas pasien
untuk mengidentifikasi,
berhubungan dengan, dan
memanggil sumber makna,
rujuan, kenyamanan, kekuatan,
dan harapan dalam hidup mereka

7
Dukungan Spiritual:
Membantu pasien untuk
merasakan keseimbangan dan
hubungan dengan Tuhan.

2) Distres spiritual, Harapan: Optimisme yang secara Penumbuhan Harapan:


resiko pribadi memuaskan serta Memfasilitasi perkembangan
mendukung hidup sikap positif pada situasi tertentu

Kesehatan Spiritual: Hubungan Fasilitasi Pertumbuhan


dengan diri sendiri, orang lain, Spiritual: Memfasilitasi
Tuhan, seluruh kehidupan, alam, pertumbuhan kapasitas pasien
dan semesta yang meningkatkan untuk mengidentifikasi,
transendensi diri dan berhubungan dengan, dan
memberdayakan diri memanggil sumber makna,
tujuan, kenyamanan, kekuatan,
Tingkat Penderitaan: Keparahan dan harapan dalam hidup mereka
kesedihan yang berkaitan dengan
gejala, cedera, atau kehilangan Dukungan Spiritual:
yang menimbulkan tekanan dan Membantu pasien untuk
berpotensi menimbulkan dampak merasakan keseimbangan dan
jangka panjang) hubungan dengan Tuhan)

3. Evaluasi
Hasil evaluasi dapat dilihat dari berkembangnya persepsi pasien akan pertumbuhan
dan pebandingan perilakunya kearah yg lebih sehat atau belum sehat, jika
perkembangan dan pertumbuhan perilaku pasien belum ada tanda perubahan maka
dalam evaluasi asuhan keperawatan klien akan dilanjutkan , sebaliknya jika ada

8
perubahan keadaan pasien sesuai target keperawatan maka asuhan keperawatan
dihentikan .(Budi Anna Keliat,2008)
Yang diharapkan ketika masuk ke tahap evaluasi yaitu :
– Pasien selalu menujukkan harapan, yang dibuktikan dengan mengungkapkan
keyakinan, arti hidup, kedamaian diri.
– Pasien menunjukkan tidak ada gangguan kesehatan spiritual yang dibuktikan
dengan mampu untuk mencintai dan memaafkan, mampu untuk berdoa dan
beribadah.
– Pasien mampu memahami bahwa penyakit adalah suatu tantangan terhadap
sistem keyakinan.
– Pasien mampu memahami bahwa terapi bertentangan dengan sistem
kepercayaan.
– Pasien mampu menunjukkan teknik koping untuk menghadapi distress spiritual.
– Pasien mampu mengungkapkan penerimaan terhadap keterbatasan ikatan
budaya atau keagamaan.
– Pasien mampu mendiskusikan praktik dan keluhan spiritual.
– Pasien yang menjelang ajal mampu mengungkapkan penerimaan atau kesiapan
menghadapi kematian.
– Pasien yang menjelang ajal mampu berbahagia dengan hubungan sebelumnya.
– Pasien yang menjelang ajal mampu mengungkapkan kasih sayang terhadap
orang terdekat.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Spiritualitas adalah dimensi manusia, dan dengan demikian dimensi praktek
Keperawatan. Fokus pada tanggung jawab perawat untuk menyediakan kerohanian meliputi
penilaian, diagnosis, perencanaan, intervensi dan evaluasi. Ini adalah langkah-langkah yang
mendefinisikan proses keperawatan, yang merupakan scien- tific metode pelayanan keperawat
adalah diterapkan dalam praktek.

9
Distres spiritual adalah suatu gangguan yaang berhubungan dengan prinsip kehidupan,
keyakinan, kepercayaan atau keagamaan pasien yang menyebabkan gangguan pada aktivitas
spiritual akibat masalah-masalah fisik atau psikososial yan dialami (Dochterman, 2004).

3.2 Saran
Diharapakan makalah ini berguna bagi pembaca, khususnya mahasiswa ilmu
keperawatan dalam mempelajari keperawatan jiwa mengenai distress spiritual.

10

Anda mungkin juga menyukai