PENDAHULUAN
1
– Untuk mengetahui mekanisme koping distress spiritual
– Untuk mengetahui asuhan keperawatan dengan Klien gangguan distress spiritual
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
5. Hal – hal terkait dengan konflik antara program atau tindakan yang ditentukan oleh
keyakinan, meliputi : aborsi, isolasi, pembedahan, amputasi, tranfusi darah,
pengobatan, pembatasan diet, dan prosedur medis. (Rahayu Winarti,2016)
6. Hal yang berkaitan dengan situasional, kematian atau penyakit dari orang terdekat;
keadaan yang memalukan pada saat melakukan ritual keagamaan ( seperti
pembatasan perawatan intensif, kurangnya privasi, kurang tersedianya makanan atau
diet khusus), keyakinan yang ditentang keluarga, teman sebaya; dan yang
berhubungan dengan perpisahan orang yang dicintai. (Rahayu Winarti,2016)
Menurut Safarino (2002) terdapat lima tipe dasar dukungan sosial bagi distres
spiritual:
1. Dukungan emosi yang terdiri atas rasa empati, caring, memfokuskan pada kepentingan
orang lain.
2. Tipe yang kedua adalah dukungan esteem yang terdiri atas ekspresi positif thingking,
mendorong atau setuju dengan pendapat orang lain.
3. Dukungan yang ketiga adalah dukungan instrumental yaitu menyediakan pelayanan
langsung yang berkaitan dengan dimensi spiritual.
4
4. Tipe keempat adalah dukungan informasi yaitu memberikan nasehat, petunjuk dan
umpan balik bagaimana seseorang harus berperilaku berdasarkan keyakinan
spiritualnya.
5. Tipe terakhir atau kelima adalah dukungan network menyediakan dukungan kelompok
untuk berbagai tentang aktifitas spiritual. Taylor, dkk (2003) menambahkan dukungan
apprasial yang membantu seseorang untuk meningkatkan pemahaman terhadap stresor
spiritual dalam mencapai keterampilan koping yang efektif.
Menurut Mooss (1984) yang dikutip Brunner dan Suddarth menguraikan yang positif
(Teknik Koping) dalam menghadapi stress, yaitu:
1. Pemberdayaan Sumber Daya Psikologis (Potensi diri)
Sumber daya psikologis merupakan kepribadian dan kemampuan individu dalam
memanfaatkannya menghadapi stres yang disebabkan situasi dan lingkungan (Pearlin
& Schooler, 1978:5).
2. Pikiran yang positif tentang dirinya (harga diri)
Jenis ini bermanfaat dalam mengatasi situasi stres, sebagaimana teori dari Colley’s
looking-glass self: rasa percaya diri, dan kemampuan untuk mengatasi masalah yg
dihadapi.
3. Mengontrol diri sendiri
Kemampuan dan keyakinan untuk mengontrol tentang diri sendiri dan situasi (internal
control) dan external control (bahwa kehidupannya dikendalikan oleh keberuntungan,
nasib, dari luar) sehingga pasien akan mampu mengambil hikmah dari sakitnya
(looking for silver lining).
4. Rasionalisasi (Teknik Kognitif)
Upaya memahami dan mengiterpretasikan secara spesifik terhadap stres dalam
mencari arti dan makna stres (neutralize its stressfull). Dalam menghadapi situasi
stres, respons individu secara rasional adalah dia akan menghadapi secara terus terang,
mengabaikan, atau memberitahukan kepada diri sendiri bahwa masalah tersebut bukan
sesuatu yang penting untuk dipikirkan dan semuanya akan berakhir dengan sendirinya.
Sebagaian orang berpikir bahwa setiap suatu kejadian akan menjadi sesuatu tantangan
dalam hidupnya. Sebagian lagi menggantungkan semua permasalahan dengan
melakukan kegiatan spiritual, lebih mendekatkan diri kepada sang pencipta untuk
mencari hikmah dan makna dari semua yang terjadi.
5. Teknik Perilaku
5
Teknik perilaku dapat dipergunakan untuk membantu individu dalam mengatasi situasi
stres. Beberapa individu melakukan kegiatan yang bermanfaat dalam menunjang
kesembuhannya. Misalnya, pasien HIV akan melakukan aktivitas yang dapat
membantu peningkatan daya tubuhnya dengan tidur secara teratur, makan seimbang,
minum obat anti retroviral dan obat untuk infeksi sekunder secara teratur, tidur dan
istirahat yang cukup, dan menghindari konsumsi obat-abat yang memperparah keadan
sakitnya.
6
– Dengarkan pandangan-pandangan pasien tentang hubungan antara kepercayaan
spiritual dan kondisi kesehatannya, terutama untuk pernyataan seperti,
“mengapa Tuhan membiarkan hal ini menimpa saya?” atau “ Jika saya
beriman, saya pasti akan sembuh.”
7
Dukungan Spiritual:
Membantu pasien untuk
merasakan keseimbangan dan
hubungan dengan Tuhan.
3. Evaluasi
Hasil evaluasi dapat dilihat dari berkembangnya persepsi pasien akan pertumbuhan
dan pebandingan perilakunya kearah yg lebih sehat atau belum sehat, jika
perkembangan dan pertumbuhan perilaku pasien belum ada tanda perubahan maka
dalam evaluasi asuhan keperawatan klien akan dilanjutkan , sebaliknya jika ada
8
perubahan keadaan pasien sesuai target keperawatan maka asuhan keperawatan
dihentikan .(Budi Anna Keliat,2008)
Yang diharapkan ketika masuk ke tahap evaluasi yaitu :
– Pasien selalu menujukkan harapan, yang dibuktikan dengan mengungkapkan
keyakinan, arti hidup, kedamaian diri.
– Pasien menunjukkan tidak ada gangguan kesehatan spiritual yang dibuktikan
dengan mampu untuk mencintai dan memaafkan, mampu untuk berdoa dan
beribadah.
– Pasien mampu memahami bahwa penyakit adalah suatu tantangan terhadap
sistem keyakinan.
– Pasien mampu memahami bahwa terapi bertentangan dengan sistem
kepercayaan.
– Pasien mampu menunjukkan teknik koping untuk menghadapi distress spiritual.
– Pasien mampu mengungkapkan penerimaan terhadap keterbatasan ikatan
budaya atau keagamaan.
– Pasien mampu mendiskusikan praktik dan keluhan spiritual.
– Pasien yang menjelang ajal mampu mengungkapkan penerimaan atau kesiapan
menghadapi kematian.
– Pasien yang menjelang ajal mampu berbahagia dengan hubungan sebelumnya.
– Pasien yang menjelang ajal mampu mengungkapkan kasih sayang terhadap
orang terdekat.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Spiritualitas adalah dimensi manusia, dan dengan demikian dimensi praktek
Keperawatan. Fokus pada tanggung jawab perawat untuk menyediakan kerohanian meliputi
penilaian, diagnosis, perencanaan, intervensi dan evaluasi. Ini adalah langkah-langkah yang
mendefinisikan proses keperawatan, yang merupakan scien- tific metode pelayanan keperawat
adalah diterapkan dalam praktek.
9
Distres spiritual adalah suatu gangguan yaang berhubungan dengan prinsip kehidupan,
keyakinan, kepercayaan atau keagamaan pasien yang menyebabkan gangguan pada aktivitas
spiritual akibat masalah-masalah fisik atau psikososial yan dialami (Dochterman, 2004).
3.2 Saran
Diharapakan makalah ini berguna bagi pembaca, khususnya mahasiswa ilmu
keperawatan dalam mempelajari keperawatan jiwa mengenai distress spiritual.
10