Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN DASAR

DUKUNGAN SPIRITUAL MENJELANG AJAL PADA PASIEN DAN


KELUARGA

Koordinator Mata kuliah :

Ii Solihah, SKp, MKM

Ns. Tri Agustin Chaemar, S.Kep

DosenPengampu:

Ii Solihah, SKp, MKM

Disusun oleh:

Yulianti (P17120019079)

TINGKAT 1B
PROGRAM STUDI D3 JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES JAKARTA 1
2020
A. Definisi
1. Kematian adalah kejadian natural dan merupakan fenomena yang setiap
manusia akan hadapi. Kematian adalah suatu kejadian khusus dan
membutuhkan pendekatan khusus dalam intervensinya (Macleod et al, 2012)
Petugas kesehatan, termasuk Perawat harus berperan aktif dalam perawatan
terhadap pasien dengan kebutuhan khusus tersebut (Gillan et al, 2014).
2. Penelitian tentang keperawatan paliatif saat ini menunjukkan bahwa pasien
menjelang ajal mempunyai kebutuhan yang beragam dalam perawatannya,
tidak hanya masalah fisik namun masalah psikologis, spiritual, dan
dukungan sosial (Smith, 2003). Kebutuhan tersebut tidak lepas dari
pentingnya peningkatan sikap dalam merawat pasien dengan menjelang ajal.
Keberhasilan perawatan pasien menjelang ajal dipengaruhi oleh sikap
perawat dalam proses perawatannya (Gallagher et al, 2015).
3. Pentingnya bimbingan spiritual dalam kesehatan telah menjadi ketetapan
WHO yang menyatakan bahwa aspek spiritual merupakan salah satu unsur
dari pengertian kesehatan secara utuh (WHO, 1984).
Tiap fase yang di alami oleh psien kritis mempunyai karakteristik yang
berbeda. Sehingga perawat juga memberikan respon yang berbeda pula. Dalam
berkomonikasi perwat juga harus memperhatikan pasien tersebut berada di fase
mana, sehingga mudah bagi perawat dalam menyesuaikan fase yang di alami
pasien.
1) Fase Denial ( pengikraran )
Reaksi pertama individu ketika mengalami kehilangan adalah syok.
Tidak percaya atau menolak kenyataan bahwa kehilangn itu terjadi dengan
mengatakan “ Tidak, saya tidak percaya bahwa itu terjadi “. Bagi individu
atau keluarga yang mengalami penyakit kronis, akan terus menerus mencari
informasi tambahan. Reaksi fisik yang terjadi pada fase pengikraran adalah
letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat,
menangis, gelisah dan tidak tau harus berbuat apa. Reaksi tersebut di atas
cepat berakhir dalam waktu beberapa menit sampai beberapa tahun.
Teknik komunikasi yang di gunakan :
a) Memberikan kesempatan untuk menggunakan koping yang kontruktif
dalam menghadapi kehilangan dan kematian
b) Selalu berada di dekat klien
c) Pertahankan kontak mata
2) Fase anger ( marah )
Fase ini di mulai dari timbulnya kesadaran akan kenyataan yang
terjadinya kehilangan. Individu menunjukkan perasaan yang meningkat
yang sering di proyeksikan kepada orang yang ada di sekitarnya, orang –
orang tertentu atau di tunjukkan pada dirinya sendiri. Tidak jarang dia
menunjukkan prilaku agresif, bicara kasar, menolak pengobatan, dan
menuduh perawat ataupun dokter tidak becus. Respon fisik yang sering
terjadi pada fase ini antara lain, muka merah, nadi cepat, gelisah, susah
tidur, tangan menggepai.
Teknik komunikasi yang di gunakan adalah:
a) Memberikan kesempatan pada pasien untuk mengekspresikan
perasaannya, hearing.. hearing.. dan hearing..dan menggunakan teknik
respek
3) Fase bargening ( tawar menawar )
Apabila individu sudah mampu mengungkapkan rasa marahnya
secara intensif, maka ia akan maju pada fase tawar menawar dengan
memohon kemurahan tuhan. Respon ini sering di nyataka dengan kata kata
“ kalau saja kejadian ini bisa di tunda, maka saya akan selalu berdoa “ .
apabila proses berduka ini di alami keluarga, maka pernyataan seperti ini
sering di jumpai “ kalau saja yang sakit bukan anak saya
Teknik komunikasi yang di gunakan adalah:
a) Memberi kesempatan kepada pasien untuk menawar dan menanyakan
kepada pasien apa yang di inginkan.
4) Fase depression (Depresi)
Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap antara lain menarik
diri, tidak mau berbicara, kadang kadang bersikap sebagai pasien yang
sangat baik dan menurut atau dengan ungkapan yang menyatakan keputus
asaan, perasaan tidak berharga. Gejala fisik yang sering di perlihatkan
adalah menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.
Teknik komunikasi yang di gunakan adalah:
a) Jangan mencoba menenangkan klien dan biarkan klien dan keluarga
mengekspresikan kesedihannya.
5) Fase acceptance ( penerimaan )
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Fase
menerima ini biasanya di nyatakan dengan kata kata ini “ apa yang dapat
saya lakukan agar saya cepat sembuh?” Apabila individu dapat memulai
fase tersebut dan masuk pada fase damai atau penerimaan, maka dia akan
dapat mengakhiri proses berduka dan mengatasi perasaan kehilangannya
secara tuntas. Tapi apabila individu tetep berada pada salah satu fase dan
tidak sampai pada fase penerimaan. Jika mengalami kehilangan lagi sulit
baginya masuk pada fase penerimaan.
Teknik komunikasi yang di gunakan perawat adalah:
a) Meluangkan waktu untuk klien dan sediakan waktu untuk
mendiskusikan perasaan keluarga terhadap kematian pasien
B. Tujuan
1. Memberikan kepuasaan dan ketenangan kepada pasien dan keluarga
2. Mengurangi ansietas akibat hospitalisasi
3. Memberikan kesejahteraan rohani kepada keluarga sesuai dengan agamanya
C. Indikasi
1. Tindakan ini dilakukan pada setiap pasien yang mengalami kondisi kritis
maupun terminal
2. Pasien yang merasa kesepian dan membutuhkan dukungan
3. Pasien yang mengalami ansietas terkait dengan penyakit terminal yang
dideritanya
D. Kontraindikasi
Tidak ada
E. Pengkajian
Pengkajian dilakukan untuk mendapatkan data subjektif dan objektif. Spiritual
sangat bersifat subjektif, ini berarti spiritual berbeda untuk individu yang
berbeda pula. Ketepatan waktu pengkajian merupakan hal yang penting yaitu
dilakukan setelah pengkajian aspek psikososial klien. Pengkajian aspek spiritual
memerlukan hubungan interpersonal yang baik dengan klien (Hamid, Achir
Yani. 2000)
Pengkajian yang perlu dilakukan meliputihal berikut :
1. Pengkajian data subjektif. Pedoman pengkajian mencakup :
a. Konsep tentang ketuhanan
b. Sumber kekuatan dan harapan
c. Praktik agama dan ritual, serta
d. Hubungan antara keyakinan spiritual dan kondisi kesehatan
2. Pengkajian data objektif
Pengkajian data objektif terutama dilakukan melalui observasi,
pengkajian tersebut meliputi :
a. Afek dan sikap, apakah klien tampak kesepian, depresi, marah,
cemas, dan apatis
b. Perilaku, apakah klien tampak membaca kitab suci atau buku
keagamaan.
c. Verbalisasi, apakah klien menyebut tuhan, doa, rumah ibadah,
atau topic keagamaan lainnya, apakah klien pernah minta
dikunjungi oleh pemuka agama, dan apakah klien
mengekspresikan rasa takutnya terhadap kematian.
d. Hubungan interpersonal, siapa pengunjung klien, bagaimana klien
berespon terhadap pengunjung, dan bagaimana klien berhubungan
dengan klien yang lain dan juga dengan perawat.
Nilai agama atau spiritual mempengaruhi tujuan dan arti hidup,
tujuan dan arti kematian, kesehatan dan arti pemeliharaan.
F. Faktor yang mempengaruhi
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan spiritual
1. Pertimbangan Tahap Perkembangan
Usia perkembangan dapat menentukan proses pemenuhan kebutuhan
spiritual seseorang, karena setiap tahap perkembangan memiliki cara yang
berbeda dalam meyakini kepercayaan terhadap Tuhan.
2. Keluarga
Keluarga juga memiliki peran yang sangat penting dalam memenuhi
kebutuhan spiritual, karena keluarga memiliki ikatan emosional yang kuat
dan selalu berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari.
3. Suku/ras
Suku/ ras memiliki kepercayaan yang berbeda sehingga proses pemenuhan
kebutuhan spiritual pun berbeda sesuai dengan kepercayaan yang
dimilikinya.
4. Agama yang dianut
Kepercayaan pada agama tertentu yang dimiliki oleh seseorang dapat
menetukan arti pentingnya kebutuhan spiritual.
5. Kegiataan keagamaan
Adanya kegiatan keagamaan dapat selalu mengingatkan keberadaan dirinya
dengan Tuhan dan selalu mendekatkan diri kepada penciptaNya (Asmadi,
2008).
6. Masalah kebutuhan spiritual
Masalah yang sering terjadi pada pemenuhan kebutuhan spiritual adalah
distress spiritual, yang merupakan suatu keadaan ketika individu atau
kelompok mengalami atau berisiko mengalami gangguan dalam kepercayaan
atau system nilai yang memberikan kekuatan, harapan dan arti kehidupan,
yang ditandai dengan pasien meninta pertolongan spiritual, dan
mengungkapkan adanya keraguan dalam system kepercayaan, adanya
keraguan yang berlebihan dalam mengartikan hidup, mengungkapkan
perhatian yang berlebih dalam kematian dan sesudah hidup, adanya
keputusan menolak kegiatan ritual dan terdapat tanda-tanda seperti
menangis, menarik diri, cemas dan marah, kemudian ditunjang dengan
tanda-tanda fisik seperti tidak nafsu makan, kesulitan tidur dan tekanan
darah meningkat (Hidayat, 2006).
G. Persiapan alat
1. Buku catatan
2. Pulpen
3. Al-Quran
H. Persiapan pasien
1. Beri salam terapeutik, perkenalkan diri, dan cek identitas klien
2. Jelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
3. Perhatikan keadaan umum pasien
4. Atur posisi pasien senyaman mungkin
5. Ciptakan suasana tenang untuk kelangsungan prosedur
6. Kaji pengetahuan dan kebutuhan spiritual klien tentang penyakit yang
dideritanya
I. Prosedur
1. Cuci tangan
2. Perkenalkan nama, tujuan, dan kontrak waktu
3. Jaga privasi klien
4. Menyiapkan lingkungan yang tenang
5. Beri penjelasan pada keluarga tentang prosedur yang akan dilakukan
6. Atur posisi klien
7. Mengamati tanda-tanda vital dan respon setiap 15 menit
8. Membisikan doa ke telinga pasien
9. Mencatat setiap perubahan kondisi pasien
10. Memberikan kesempatan pada keluarga pasien untuk mendampingi
11. Mempersiapkan keluarga untuk berdoa
12. Perawat menunjukan sikap empati dan berdoa dekat pasien
13. Cuci tangan
14. Reinsforment positif
15. Dokumentasi
J. Evaluasi
1. Klien mampu beristirahat dengan tenang
2. Menyatakan penerimaan keputusan moral dan etika
3. Mengekspresikan rasa damai berhubungan dengan tuhan
4. Menunjukan hubungan yang hangat dan terbuka dengan pemuka agama
5. Mengekspresikan arti positif terhadap situasi dan keberadaanya
6. Munjunkujan afek positif tanpa perasaan marah, rasa bersalah, dan ansietas
K. Implikasi
1. Mendukung harapan klien. Hal ini tidak berarti menyangkal nyeri, marah,
atau kesedihan. Klien mempunyai tujuan jangka pendek (misalnya reda dari
gejala) dan jangka panjang (misalnya misalnya kembali ke rumah), yang
harus dipahami dan dipelihara oleh perawat.
2. Membantu klien membuat keputusan mereka sendiri. Klien harus membuat
pilihan yang masuk akal untuk perawatan mereka.
3. Menangani klien dengan rasa hormat.
4. Belajar tentang nilai spiritualitas klien dan menemukan cara bagi klien
untuk mendiskusikan sikap mereka tentang hidup dan kematian, alasan
penyakit mereka, dan hidup mereka saat itu.
SUMBER REFERENSI

Hamid, Achir. 2000 . Aspek Spiritual Dalam Keperawatan. Jakarta : Widya Medika

Asmadi.2008. Konsep Dasar Kepeawatan. Jakarta : EGC

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Volume 1, Edisi 4.

Jakarta: EGC.

Zulfatul, Muhamad A'la. 2016. Keperawatan Paliatif Pasien Menjelang Ajal. NurseLine

Journal Vol. 1 No. 1 Mei 2016 ISSN 2540-7937

Anda mungkin juga menyukai