KEPERAWATAN JIWA I
Dosen Pembimbing :
Disusun Oleh:
TAHUN AJARAN
2020/2021
A. Definisi
Distress spiritual merupakan suatu keadaan ketika pasien
mengalami gangguan dalam kepercayaan atau sistem nilai yang
memberikannya kekuatan, harapan dan arti kehidupan, yang ditandai
dengan pasien meminta pertolongan spiritual, mengungkapkan adanya
keraguan yang berlebihan dalam mengartikan hidup, mengungkapkan
perhatian yang lebih pada kematian, menolak kegiatan ritual dan terdapat
tanda–tanda seperti menangis, menarik diri, cemas,dan marah, kemudian
didukung dengan tanda–tanda fisik seperti nafsu makan terganggu,
kesulitan tidur, tekanan darah meningkat (Hidayat, 2006) dalam
(Ristianingsih, Septiwi, & Yuniar 2014 hal. 93-94).
Distres spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami
dan mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang dengan diri, orang
lain, seni, musik, literature, alam dan kekuatan yang lebih besar dari
dirinya (Nanda, 2012 hal. 38).
Definisi lain mengatakan bahwa distres spiritual adalah gangguan
dalam prinsip hidup yang meliputi seluruh kehidupan seseorang dan
diintegrasikan biologis dan psikososial (Carvarolis, 2000). Berbagai studi
menemukan tingkat kesusahan spiritual berdasarkan dimensi,
dikategorikan menjadi 2 yaitu Tertinggi dan Terendah diantara nya
(Lestari, Puji dkk. 2018 hal. 158) :
a. Keseimbangan dimensi hidup (1, 86)
b. Dimensi kehidupan sosial (1, 35)
c. Dimensi nilai sub-dimensi dan keyakinan pengakuan nilai (1, 16)
Dimensi agama (1, 00)
d. Dan dimensi keyakinan untuk mempertahankan kontrol (0, 89)
B. Karakteristik
Karakteristik Distres Spritual menurut (NANDA, 2012 hal. 41),
meliputi empat hubungan dasar yaitu :
1. Hubungan dengan diri
1) Ungkapan kekurangan
a. Harapan
b. Arti dan tujuan hidup
c. Perdamaian/ketenangan
d. Penerimaan
e. Cinta
f. Memaafkan diri sendiri
g. Keberanian
2) Marah
3) Kesalahan
4) Koping yang buruk
2. Hubungan dengan orang lain
a. Menolak berhubungan dengan tokoh agama
b. Menolak interaksi dengan tujuan dan keluarga
c. Mengungkapkan terpisah dari sistem pendukung
d. Mengungkapkan pengasingan diri
3. Hubungan dengan seni, musik, literatur, dan alam
a. Ketidakmampuan untuk mengungkapkan kreativitas
(bernyanyi, mendengarkan musik, menulis)
b. Tidak tertarik dengan alam
c. Tidak tertarik dengan bacaan keagamaan
4. Hubungan dengan kekuatan yang lebih besar dari dirinya
a. Ketidakmampuan untuk berdo’a
b. Ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan
keagamaan
c. Mengungkapkan terbuang oleh atau karena kemarahan
Tuhan
d. Meminta untuk bertemu dengan tokoh agama
e. Tiba-tiba berubah praktik agama
f. Ketidakmampuan untuk introspeksi
g. Mengungkapkan hidup tanpa harpaan, menderita
C. Resiko terhadap Distress Spiritual
Resiko distress spiritual didefinisikan sebagai suatu keadaan
dimana individu atau kelompok beresiko mengalami gangguan dalam
sistem keyakinan atau nilai yang memberikan kekuatan, harapan, dan
makna hidup. Distress spiritual beresiko mengalami gangguan/hambatan
kemampuan untuk mengalami dan mengintegrasikan makna dan tujuan
hidup melalui keterhubungan dengan diri sendiri, orang lain, seni, musik,
literatur, alam dan atau kekuatan yang lebih kuat dari pada diri sendiri
(Carpenito, 2001) dalam (Winarti Rahayu, 2016 hal. 27-28).
D. Proses Terjadinya Masalah
a. Faktor Predisposisi
Gangguan pada dimensi biologis akan mempengaruhi fungsi
kognitif seseorang sehingga akan mengganggu proses interaksi
dimana dalam proses interaksi ini akan terjadi transfer pengalaman
yang penting bagi perkembangan spiritual seseorang (Nanda, 2015
hal. 50).
Faktor predisposisi sosiokultural meliputi usia, gender,
pendidikan, pendapatan, okupasi, posisi sosial, latar belakang
budaya, keyakinan, politik, pengalaman sosial, tingkatan sosial
(Nanda, 2015 hal. 50).
b. Faktor Presipitasi
a) Kejadian Stresfull
Mempengaruhi perkembangan spiritual seseorang
dapat terjadi karena perbedaan tujuan hidup, kehilangan
hubungan dengan orang yang terdekat karena kematian,
kegagalan dalam menjalin hubungan baik dengan diri
sendiri, orang lain, lingkungan dan zat yang maha tinggi
(Nanda, 2015 hal. 50).
b) Ketegangan Hidup
Beberapa ketegangan hidup yang berkonstribusi
terhadap terjadinya distres spiritual adalah ketegangan dalam
menjalankan ritual keagamaan, perbedaan keyakinan dan
ketidakmampuan menjalankan peran spiritual baik dalam
keluarga, kelompok maupun komunitas (Nanda, 2015 hal.
51)
c. Penilaian Terhadap Stressor
a) Respon Kognitif
b) Respon Afektif
c) Respon Fisiologis
d) Respon Sosial
e) Respon Prilaku
d. Sumber Koping
Menurut Sarafino (2002 hal. 309) terdapat 5 tipe dasar
dukungan sosial bagi distress spiritual :
a) Dukungan emosi yang terdiri atas rasa empati, caring,
memfokuskan pada kepentingan orang lain.
b) Tipe yang kedua adalah dukungan esteem yang terdiri dari
atas ekspresi positif thinking, mendorong atau setuju
dengan pendapat orang lain.
c) Dukungan yang ketiga adalah dukungan intramental yaitu
menyediakan pelayanan langsung yang berkaitan dengan
dimensi spiritual.
d) Tipe keempat adalah dukungan informasi yaitu
memberikan nasehat, petunjuk dan umpan balik bagaimana
seseorang harus berprilaku berdasarkan keyakinan
spiritualnya.
e) Tipe kelima adalah dukungan network menyediakan
dukungan kelompok untuk berbagai tentang aktivitas
spiritual.
f) Taylor (2003:207) menambahkan dukungan appraisal yang
membantu seseorang untuk meningkatkan pemahaman
terhadap stressor spiritual dalam mencapai keterampilan
Koping yang efektif.
e. Mekanisme Koping
Menurut Mooss (1984:10) yang dikutip Brunner dan
Suddarth menguraikan yang positif (Teknik Koping) dalam
menghadapi stress, yaitu:
1. Pemberdayaan Sumber Daya Psikologis (Potensi diri)
Sumber daya psikologis merupakan kepribadian
dan kemampuan individu dalam memanfaatkannya
menghadapi stres yang disebabkan situasi dan
lingkungan (Pearlin & Schooler, 1987:5). Karakterisik
di bawah ini merupakan sumber daya psikologis yang
penting, diantaranya adalah:
a) Pikiran yang positif tentang dirinya (harga diri)
Jenis ini bermanfaat dalam mengatasi situasi
stres, sebagaimana teori dari Colley’s looking-
glass self: rasa percaya diri, dan kemampuan
untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
b) Mengontrol diri sendiri
Kemampuan dan keyakinan untuk mengontrol
tentang diri sendiri dan situasi (internal control)
dan external control (bahwa kehidupannya
dikendalikan oleh keberuntungan, nasib, dari
luar) sehingga pasien akan mampu mengambil
hikmah dari sakitnya (looking for silver lining).
2. Rasionalisasi (Teknik Kognitif)
Upaya memahami dan mengiterpretasikan
secara spesifik terhadap stres dalam mencari arti dan
makna stres (neutralize its stressfull). Dalam
menghadapi situasi stres, respons individu secara
rasional adalah dia akan menghadapi secara terus
terang, mengabaikan, atau memberitahukan kepada
diri sendiri bahwa masalah tersebut bukan sesuatu
yang penting untuk dipikirkan dan semuanya akan
berakhir dengan sendirinya. Sebagian orang berpikir
bahwa setiap suatu kejadian akan menjadi sesuatu
tantangan dalam hidupnya. Sebagian lagi
menggantungkan semua permasalahan dengan
melakukan kegiatan spiritual, lebih mendekatkan diri
kepada sang pencipta untuk mencari hikmah dan
makna dari semua yang terjadi.
3. Teknik Perilaku
Teknik perilaku dapat dipergunakan untuk
membantu individu dalam mengatasi situasi stres.
Beberapa individu melakukan kegiatan yang
bermanfaat dalam menunjang kesembuhannya.
Misalnya, pasien HIV akan melakukan aktivitas yang
dapat membantu peningkatan daya tubuhnya dengan
tidur secara teratur, makan seimbang, minum obat anti
retroviral dan obat untuk infeksi sekunder secara
teratur, tidur dan istirahat yang cukup, dan
menghindari konsumsi obat-abat yang memperparah
keadan sakitnya.
E. PSIKOFARMAKA
Psikofarmaka pada distres spiritual tidak dijelaskan secara
tersendiri. Berdasarkan dengan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa (PPDGJ) di Indonesia III aspek spiritual tidak
digolongkan secara jelas apakah masuk kedalam aksis satu, dua, tiga,
empat atau lima.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
5) Evaluasi
Perawat dapat membantu menguatkan spiritual klien dan dapat
membandingkan tingkat spiritual klien dengan prilaku dan kebutuhan yang
tercatat dalam perencanaan keperawatan. Perawat dapat mengetahui apakah
pasien telah mencapai kriteria hasil yang sudah ditetapkan pada fase
perencanaan, dengan cara mengumpulkan data terkait pencapaian tujun asuhan
keperawatan. Apabila tujuan keperawatan telah tercapai maka secara umum
klien mampu beristirahat dengan tenang, dapat mengekspresikan rasa damai
yang berhubungan dengan tuhan, membangun hubungan yang hangat dan
selalu terbuka dengan pemuka agama dan dapat mengekspresikan situasi yang
positif (Hamid, 2000 hal. 459).
ASUHAN KEPERAWATAN PADA DISTRES SPIRITUAL
PENGKAJIAN SPIRITUAL :
Salah satu instrumen yang dapat digunakan adalah puchalski s FICA spiritual history tool:
Faktor predisposisi :
Faktor presipitasi :
Kejadian stresful
Mempengaruhi perkembangan spiritual nseseorang dapat terjadi karena perbedaan
tujuan hidup, kehilangan hubungan dengan orang yang terdekat karena kematian,
kegagalan dalam menjallin hubungan baik dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan
dan zat yang maha kuasa.
Ketegangfan hidup
Beberapa ketegangan hidup yang berkontribusi terhadap terjadi nya distres spiritual
adalah ketegangan dalam menjalankan ritual agama, perbedaan keyakinan dan ketidak
mampuan menjalan kan peran spiritual baik dalam keluarga, kelompok maupun
komunitas.
Respon kognitif
Respon afektif
Respon fisiologis
Respon sosial
Respon perilaku
Sumber koping :
Menurut safarino terdapat lima tipe dasar dukungan sosial bagi distres spiritual :
1. Dukungan emosi yang terdiri atas rasa empati, caring, memfokuskan pada
kepentingan orang lain.
2. Tipe kedua adalah dukungan esteem yang terdiri atas ekspresi positif thingking,
mendorong atau setuju dengan pendapat orang lain.
3. Dukungan ketiga adalah dukungan instrumen yaitu menyediakan pelayanan langsung
yang berkaitan dengan dimensi spiritual.
4. Tipe keempat adalah dukungan informasi yaitu memberi nasehat, petunjuk dan umpan
balik bagaimana seseorang harus berperilaku terhadapt keyakinan spiritual.
5. Tipe terakhir dalah dukungan network menyedikaan dukungan untuk berbagi tentang
aktifitas spiritual.
DIAGNOSA :
Distrees spiritual
INTERVENSI :
Sp. 1- P : bina hubungan saling percaya dengan pasien, kaji faktor penyebab distress
spiritual pada pasien, bantu pasie mengunggkap perasaan dan pikiran terhadap agama
yang diyakininya, bantu klien mengembangkan kemampuan untuk mengatasi
perubahan spiritual dalam kehidupan.
Sp. 2-P : fasilitas klien dengan alat- alat ibadah sesuai keyakinan klien, fasilitas klien
untuk menjalankan ibadah sendiri dengan orang lain, bantu pasien untuk ikut serta
dalam kegiatan keagamaan.
Strategi Pelaksanaan Distress Spiritual
Tindakan Psikoterapeutik
1. Tindakan Keperawatan untuk Pasien
Tujuan tindakan keperawatan gangguan spiritual untuk pasien adalah agar pasien:
a. Mampu membina hubungan saling percaya dengan perawat.
b. Mengungkapkan penyebab gangguan spiritual.
c. Mengungkapkan perasaan dan pikiran tentang spiritual yang diyakininya.
d. Mampu mengembangkan skill untuk mengatasi masalah atau penyakitatau per
ubahan spiritual dalam kehidupan.
e. Aktif melakukan kegiatan spiritual atau keagamaan
f. ikut serta dalam kegiatan keagamaan.
2. Tindakan keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya dengan pasien
b. Kaji faktor penyebab distres spritual pada pasien
c. Bantu pasien mengungkapkan perasaan dan fikiran tentang keyakinanya
d. Bantu klien mengembangkan keterampilan untuk mengatasi perubahan spiritul
dalam kehidupan
e. fasilitasi pasien dengan alat alat ibadah seseuai agamanya
f. fasilitasi pasien untuk menjalankan ibadah sendiri atau dengan orang lain
g. bantu pasien untuk ikut serta dalam keadaan keagamaan
h. bantu pasien mengevaluasi perasaan setelah melakukan kegiatan keagamaan
Sp. 1-P :
Bina hubungan saling percaya dengan pasien, kaji faktor penyebab gangguan spiritual
pada pasien, bantu pasien mengungkapkan perasaan dan pikiran akan terhadap spiritual yang
diyakininya, bantu klien mengembangkan skill untuk mengatasi keadaan spiritual dalam
kehidupan.
a. Orientasi
Salam terapeutik:
“Assalamu’alaikum, selamat pagi Ibu M. Saya Mardhiah, Ibu bisa memanggil
saya suster diah. Saya perawat yang dinas pagi ini dari pukul 07.00 sampai 14.00
nanti dan saya yang akan merawat Ibu. Nama Ibu siapa? Ibu senangnya dipanggil
apa?”
b. Evaluasi / validasi:
“Baiklah bu, bagaimana keadaan Ibu M hari ini?”
c. Kontrak:
1) Topik : “Kalau begitu, bagaimana jika kita berbincang-bincang sebentar
tentang keadaan ibu? Tujuannya supaya ibu bisa lebih tenang bu dalam
menghadapi keadaan ini, dengan ibu mau berbagi cerita dengan saya,
kesedihan ibu mungkin bisa berkurang
2) Waktu : Ibu maunya berapa lama kita berbincang-bincang?
3) Tempat : “Ibu mau kita berbincang-bincang dimana? Di sini saja? Bai klah.”
2. Tahap kerja:
“Baiklah Ibu M, bisa Ibu jelaskan kepada saya bagaimana perasaan Ibu M
saat ini, coba ibu jelaskan apa masalahnya?”
“Coba ibu sampaikan apa yang menyebabkan ibu tidak sholat dan mengaji
seperti dulu?”
“Oh ya? Selanjutnya faktor apa saja yang menyebabkan ibu tidak sholat dan
mengaji ?.”
“Coba ibu sampaikan pendapat ibu tentang agama atau keyakinan yang ibu
anut selama ini? ”