Anda di halaman 1dari 21

PAPER

KEPERAWATAN JIWA I

“Asuhan Keperawatan Distress Spiritual”

Dosen Pembimbing :

Dr.Ns. Wahyu Kirana M.Kep. Sp.jiwa

Disusun Oleh:

Hairul Rijal (821181004)

Iva Anggreini Putri (821181009)

M. Fatha Maulana Al Mufry (821181008)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) YARSI PONTIANAK

TAHUN AJARAN

2020/2021
A. Definisi
Distress spiritual merupakan suatu keadaan ketika pasien
mengalami gangguan dalam kepercayaan atau sistem nilai yang
memberikannya kekuatan, harapan dan arti kehidupan, yang ditandai
dengan pasien meminta pertolongan spiritual, mengungkapkan adanya
keraguan yang berlebihan dalam mengartikan hidup, mengungkapkan
perhatian yang lebih pada kematian, menolak kegiatan ritual dan terdapat
tanda–tanda seperti menangis, menarik diri, cemas,dan marah, kemudian
didukung dengan tanda–tanda fisik seperti nafsu makan terganggu,
kesulitan tidur, tekanan darah meningkat (Hidayat, 2006) dalam
(Ristianingsih, Septiwi, & Yuniar 2014 hal. 93-94).
Distres spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami
dan mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang dengan diri, orang
lain, seni, musik, literature, alam dan kekuatan yang lebih besar dari
dirinya (Nanda, 2012 hal. 38).
Definisi lain mengatakan bahwa distres spiritual adalah gangguan
dalam prinsip hidup yang meliputi seluruh kehidupan seseorang dan
diintegrasikan biologis dan psikososial (Carvarolis, 2000). Berbagai studi
menemukan tingkat kesusahan spiritual berdasarkan dimensi,
dikategorikan menjadi 2 yaitu Tertinggi dan Terendah diantara nya
(Lestari, Puji dkk. 2018 hal. 158) :
a. Keseimbangan dimensi hidup (1, 86)
b. Dimensi kehidupan sosial (1, 35)
c. Dimensi nilai sub-dimensi dan keyakinan pengakuan nilai (1, 16)
Dimensi agama (1, 00)
d. Dan dimensi keyakinan untuk mempertahankan kontrol (0, 89)
B. Karakteristik
Karakteristik Distres Spritual menurut (NANDA, 2012 hal. 41),
meliputi empat hubungan dasar yaitu :
1. Hubungan dengan diri
1) Ungkapan kekurangan
a. Harapan
b. Arti dan tujuan hidup
c. Perdamaian/ketenangan
d. Penerimaan
e. Cinta
f. Memaafkan diri sendiri
g. Keberanian
2) Marah
3) Kesalahan
4) Koping yang buruk
2. Hubungan dengan orang lain
a. Menolak berhubungan dengan tokoh agama
b. Menolak interaksi dengan tujuan dan keluarga
c. Mengungkapkan terpisah dari sistem pendukung
d. Mengungkapkan pengasingan diri
3. Hubungan dengan seni, musik, literatur, dan alam
a. Ketidakmampuan untuk mengungkapkan kreativitas
(bernyanyi, mendengarkan musik, menulis)
b. Tidak tertarik dengan alam
c. Tidak tertarik dengan bacaan keagamaan
4. Hubungan dengan kekuatan yang lebih besar dari dirinya
a. Ketidakmampuan untuk berdo’a
b. Ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan
keagamaan
c. Mengungkapkan terbuang oleh atau karena kemarahan
Tuhan
d. Meminta untuk bertemu dengan tokoh agama
e. Tiba-tiba berubah praktik agama
f. Ketidakmampuan untuk introspeksi
g. Mengungkapkan hidup tanpa harpaan, menderita
C. Resiko terhadap Distress Spiritual
Resiko distress spiritual didefinisikan sebagai suatu keadaan
dimana individu atau kelompok beresiko mengalami gangguan dalam
sistem keyakinan atau nilai yang memberikan kekuatan, harapan, dan
makna hidup. Distress spiritual beresiko mengalami gangguan/hambatan
kemampuan untuk mengalami dan mengintegrasikan makna dan tujuan
hidup melalui keterhubungan dengan diri sendiri, orang lain, seni, musik,
literatur, alam dan atau kekuatan yang lebih kuat dari pada diri sendiri
(Carpenito, 2001) dalam (Winarti Rahayu, 2016 hal. 27-28).
D. Proses Terjadinya Masalah
a. Faktor Predisposisi
Gangguan pada dimensi biologis akan mempengaruhi fungsi
kognitif seseorang sehingga akan mengganggu proses interaksi
dimana dalam proses interaksi ini akan terjadi transfer pengalaman
yang penting bagi perkembangan spiritual seseorang (Nanda, 2015
hal. 50).
Faktor predisposisi sosiokultural meliputi usia, gender,
pendidikan, pendapatan, okupasi, posisi sosial, latar belakang
budaya, keyakinan, politik, pengalaman sosial, tingkatan sosial
(Nanda, 2015 hal. 50).
b. Faktor Presipitasi
a) Kejadian Stresfull
Mempengaruhi perkembangan spiritual seseorang
dapat terjadi karena perbedaan tujuan hidup, kehilangan
hubungan dengan orang yang terdekat karena kematian,
kegagalan dalam menjalin hubungan baik dengan diri
sendiri, orang lain, lingkungan dan zat yang maha tinggi
(Nanda, 2015 hal. 50).
b) Ketegangan Hidup
Beberapa ketegangan hidup yang berkonstribusi
terhadap terjadinya distres spiritual adalah ketegangan dalam
menjalankan ritual keagamaan, perbedaan keyakinan dan
ketidakmampuan menjalankan peran spiritual baik dalam
keluarga, kelompok maupun komunitas (Nanda, 2015 hal.
51)
c. Penilaian Terhadap Stressor
a) Respon Kognitif
b) Respon Afektif
c) Respon Fisiologis
d) Respon Sosial
e) Respon Prilaku
d. Sumber Koping
Menurut Sarafino (2002 hal. 309) terdapat 5 tipe dasar
dukungan sosial bagi distress spiritual :
a) Dukungan emosi yang terdiri atas rasa empati, caring,
memfokuskan pada kepentingan orang lain.
b) Tipe yang kedua adalah dukungan esteem yang terdiri dari
atas ekspresi positif thinking, mendorong atau setuju
dengan pendapat orang lain.
c) Dukungan yang ketiga adalah dukungan intramental yaitu
menyediakan pelayanan langsung yang berkaitan dengan
dimensi spiritual.
d) Tipe keempat adalah dukungan informasi yaitu
memberikan nasehat, petunjuk dan umpan balik bagaimana
seseorang harus berprilaku berdasarkan keyakinan
spiritualnya.
e) Tipe kelima adalah dukungan network menyediakan
dukungan kelompok untuk berbagai tentang aktivitas
spiritual.
f) Taylor (2003:207) menambahkan dukungan appraisal yang
membantu seseorang untuk meningkatkan pemahaman
terhadap stressor spiritual dalam mencapai keterampilan
Koping yang efektif.
e. Mekanisme Koping
Menurut Mooss (1984:10) yang dikutip Brunner dan
Suddarth menguraikan yang positif (Teknik Koping) dalam
menghadapi stress, yaitu:
1. Pemberdayaan Sumber Daya Psikologis (Potensi diri)
Sumber daya psikologis merupakan kepribadian
dan kemampuan individu dalam memanfaatkannya
menghadapi stres yang disebabkan situasi dan
lingkungan (Pearlin & Schooler, 1987:5). Karakterisik
di bawah ini merupakan sumber daya psikologis yang
penting, diantaranya adalah:
a) Pikiran yang positif tentang dirinya (harga diri)
Jenis ini bermanfaat dalam mengatasi situasi
stres, sebagaimana teori dari Colley’s looking-
glass self: rasa percaya diri, dan kemampuan
untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
b) Mengontrol diri sendiri
Kemampuan dan keyakinan untuk mengontrol
tentang diri sendiri dan situasi (internal control)
dan external control (bahwa kehidupannya
dikendalikan oleh keberuntungan, nasib, dari
luar) sehingga pasien akan mampu mengambil
hikmah dari sakitnya (looking for silver lining).
2. Rasionalisasi (Teknik Kognitif)
Upaya memahami dan mengiterpretasikan
secara spesifik terhadap stres dalam mencari arti dan
makna stres (neutralize its stressfull). Dalam
menghadapi situasi stres, respons individu secara
rasional adalah dia akan menghadapi secara terus
terang, mengabaikan, atau memberitahukan kepada
diri sendiri bahwa masalah tersebut bukan sesuatu
yang penting untuk dipikirkan dan semuanya akan
berakhir dengan sendirinya. Sebagian orang berpikir
bahwa setiap suatu kejadian akan menjadi sesuatu
tantangan dalam hidupnya. Sebagian lagi
menggantungkan semua permasalahan dengan
melakukan kegiatan spiritual, lebih mendekatkan diri
kepada sang pencipta untuk mencari hikmah dan
makna dari semua yang terjadi.
3. Teknik Perilaku
Teknik perilaku dapat dipergunakan untuk
membantu individu dalam mengatasi situasi stres.
Beberapa individu melakukan kegiatan yang
bermanfaat dalam menunjang kesembuhannya.
Misalnya, pasien HIV akan melakukan aktivitas yang
dapat membantu peningkatan daya tubuhnya dengan
tidur secara teratur, makan seimbang, minum obat anti
retroviral dan obat untuk infeksi sekunder secara
teratur, tidur dan istirahat yang cukup, dan
menghindari konsumsi obat-abat yang memperparah
keadan sakitnya.
E. PSIKOFARMAKA
Psikofarmaka pada distres spiritual tidak dijelaskan secara
tersendiri. Berdasarkan dengan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa (PPDGJ) di Indonesia III aspek spiritual tidak
digolongkan secara jelas apakah masuk kedalam aksis satu, dua, tiga,
empat atau lima.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. Proses Keperawatan dalam Spiritual


Proses keperawatan tidak hanya mengkaji praktik dan ritual keagamaan pasien
saja, tetapi perlu memahami spiritual pasien dan kemudian mengidentifikasi secara
tepat terkait tingkat dukungan dan sumber yang diperlukan (Potter & Perry, 2005 hal.
308). Pemberian asuhan keperawatan memerlukan suatu metode ilmiah yaitu proses
keperawatan yang meliputi:
1) Pengkajian
Pengkajian adalah hal yang sangat penting dalam proses keperawatan,
jika pengkajian ini tidak ditangani dengan baik maka perawat akan sulit untuk
melakukan langkah selanjutnya (NANDA, 2015 hal. 54). Pengkajian dapat
dilakukan untuk mendapatkan data subjektif dan data objektif.
Data subjektif yaitu data yang meliputi tentang sumber harapan dan
kekuatan, pertanyaan yang dapat diajukan perawat untuk memperoleh
informasi tentang spiritual yaitu sebagai berikut: apakah agama dan Tuhan
merupakan hal yang penting dalam kehidupan anda? Kepada siapa anda
biasanya meminta bantuan? Apakah sakit atau kejadian penting lain yang
pernah anda alami telah mengubah perasaan anda terhadap tuhan ?.
Pengkajian data objektif meliputi sikap, perilaku, hubungan
interpersonal dan lingkungan. Pengkajian untuk data objektif bisa dilakukan
dengan observasi, hal-hal yang perlu diobservasi adalah apakah pasien tampak
kesepian, depresi, marah, ataupun cemas? Apakah pasien tampak berdoa
sebelum makan, membaca kitab suci atau buku keagamaan? Apakah pasien
sering mengeluh? Apakah pasien menyebut nama Tuhan, doa, rumah ibadah
atau topik keagamaan lainnya? Apakah pasien pernah meminta dikunjungi
oleh pemuka agama? (Hamid, 2000 hal. 411).
2) Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang berkaitan dengan spiritual menurut
NANDA adalah distres spiritual. Distres spiritual adalah rentang terhadap
gangguan kemampuan merasakan dan mengintegrasikan makna dan tujuan
hidup melalui kekuatan yang lebih besar dari diri sendiri, yang dapat
menggangu kesehatan (NANDA, 2015 hal. 56). Setiap diagnosa harus
mempunyai faktor yang berhubungan dan akurat sehingga intervensi yang
dihasilkan dapat bermakna dan berlangsung (Potter & Perry, 2005 hal. 309).
Menurut NANDA (2015:58) batasan karakteristik dari diagnosa distres
spiritual yang terdiri dari :
a) Hubungan diri sendiri, meliputi: klien merasa hidupnya kurang
bermakna, selalu merasa bersalah, pasrah terhadap keadaan yang
dialami, kopingnya tidak efektif.
b) Hubungan dengan orang lain, meliputi: menolak berinteraksi dengan
orang lain atau orang terdekat, menolak berinteraksi dengan
pemimpin spiritual atau kerohaniawan.
c) Hubungan dengan seni, musik, literatur, alam, meliputi: tidak suka
membaca tentang spiritual, tidak ada ketertarikan dengan alam,
terjadi penurunan ekspresi kreativitas sebelumnya artinya tidak
mampu mengekperesikan kreatif seperti menulis lagu, mendengar
musik atau bernyanyi.
d) Hubungan dengan kekuatan yang lebih besar dari pada diri sendiri,
meliputi: tidak berdaya, ketidakmampuan dalam melakukan ibadah,
ketidakmampuan berdoa, marah terhadap tuhan, meminta untuk
bertemu dengan pemimpin agama, perubahan mendadak dalam
praktik, ketidakmampuan berpartisipasi dalam aktivitas keagamaan.
3) Perencanaan
Setelah diagnosa keperawatan dan faktor yang berhubungan, selanjutnya
perawat dan klien menyusun kriteria hasil dan rencana intervensi (Nurinto,
2007:40). Menetapkan suatu perencanaan perawatan, tujuan ditetapkan secara
individual dengan mempertimbangkan riwayat pasien, area yang beresiko dan
tanda-tanda abnormal serta data objektif yang relevan.
4) Implementasi
Pada tahap ini, perawat melakukan implementasi terkait spiritual yang
telah ditetapkan antara lain: mendukung spiritual pasien, mendengar dengan
aktif, menghormati privasi, menghibur misalnya dengan terapi musik
(Narayanasamy, 2004:56). Perawat juga dapat merujuk pasien kepada pemuka
agama, agar perawat dan pemuka agama dapat berkerjasama dalam memenuhi
kebutuhan spiritual pasien. Perawat dalam melakukan implementasi harus
peduli, penuh kasih, ramah dalam berinteraksi dengan pasien dan menghargai
privasi pasien (Mcsherry, 2010 hal. 505).

5) Evaluasi
Perawat dapat membantu menguatkan spiritual klien dan dapat
membandingkan tingkat spiritual klien dengan prilaku dan kebutuhan yang
tercatat dalam perencanaan keperawatan. Perawat dapat mengetahui apakah
pasien telah mencapai kriteria hasil yang sudah ditetapkan pada fase
perencanaan, dengan cara mengumpulkan data terkait pencapaian tujun asuhan
keperawatan. Apabila tujuan keperawatan telah tercapai maka secara umum
klien mampu beristirahat dengan tenang, dapat mengekspresikan rasa damai
yang berhubungan dengan tuhan, membangun hubungan yang hangat dan
selalu terbuka dengan pemuka agama dan dapat mengekspresikan situasi yang
positif (Hamid, 2000 hal. 459).
ASUHAN KEPERAWATAN PADA DISTRES SPIRITUAL

PENGKAJIAN SPIRITUAL :

Salah satu instrumen yang dapat digunakan adalah puchalski s FICA spiritual history tool:

 F : faith atau keyakinan ( apa keyakinan saudara ? ) apakah saudara menjadi


seseorang yang spiritual atau religius ? apa yang saudara pikirkan tentang keyakinan
saudara dalam pemberiaan makna hidup ?
 I : impotance dan influence, ( apakah hal ini penting dalam kehidupan saudara). Apa
pengaruhnya terhadap bagaimana saura melakukan perawatan terhadap diri sendiri?
 C : community ( apakah saudara bagian dari sebuah komunitas spritual atau religius?).
apakah komunitas tersebut mendukung saudara dan bagaimana?
 A : adress. Bagaimana saudara akan mencintai saya sebagai seorang perawat, untuk
membantu dalam asuhan keperawatan anda ?
Pengkajian aktifitas sehari hari pasien yang mengkarakteristik distres spiritual, mendengar
berbagai pernyataan penting seperti :

 Perasaan ketika seseorang gagal


 Perasaan tidak setabil
 Perasan ketidakmamouan mengontrol diri
 Pertanyaan tentang makna hidup dan hal hal penting dalam kehidupan
 Perasaan hampa

Faktor predisposisi :

 Gangguan pada demensi biologis akan mempengaruh fungsi kognitif seseorang


sehingga akan mengganggu proses interaksi dimana dalam proses interaksi ini akan
terjadi transfer pengalaman yang penting bagi perkembangan spiritual seseorang.
 Faktor predisposisi sosiokultural meliputi usia, gender, pendidikan, pendapatan,
okupasi, posisi sosial, latar belakang budaya, keyakinan, politik, pengalaman sosial,
tingkat sosial.

Faktor presipitasi :

 Kejadian stresful
Mempengaruhi perkembangan spiritual nseseorang dapat terjadi karena perbedaan
tujuan hidup, kehilangan hubungan dengan orang yang terdekat karena kematian,
kegagalan dalam menjallin hubungan baik dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan
dan zat yang maha kuasa.
 Ketegangfan hidup
Beberapa ketegangan hidup yang berkontribusi terhadap terjadi nya distres spiritual
adalah ketegangan dalam menjalankan ritual agama, perbedaan keyakinan dan ketidak
mampuan menjalan kan peran spiritual baik dalam keluarga, kelompok maupun
komunitas.

Penilaian terhadap stressor :

 Respon kognitif
 Respon afektif
 Respon fisiologis
 Respon sosial
 Respon perilaku

Sumber koping :

Menurut safarino terdapat lima tipe dasar dukungan sosial bagi distres spiritual :

1. Dukungan emosi yang terdiri atas rasa empati, caring, memfokuskan pada
kepentingan orang lain.
2. Tipe kedua adalah dukungan esteem yang terdiri atas ekspresi positif thingking,
mendorong atau setuju dengan pendapat orang lain.
3. Dukungan ketiga adalah dukungan instrumen yaitu menyediakan pelayanan langsung
yang berkaitan dengan dimensi spiritual.
4. Tipe keempat adalah dukungan informasi yaitu memberi nasehat, petunjuk dan umpan
balik bagaimana seseorang harus berperilaku terhadapt keyakinan spiritual.
5. Tipe terakhir dalah dukungan network menyedikaan dukungan untuk berbagi tentang
aktifitas spiritual.

DIAGNOSA :

 Distrees spiritual

INTERVENSI :

 Sp. 1- P : bina hubungan saling percaya dengan pasien, kaji faktor penyebab distress
spiritual pada pasien, bantu pasie mengunggkap perasaan dan pikiran terhadap agama
yang diyakininya, bantu klien mengembangkan kemampuan untuk mengatasi
perubahan spiritual dalam kehidupan.
 Sp. 2-P : fasilitas klien dengan alat- alat ibadah sesuai keyakinan klien, fasilitas klien
untuk menjalankan ibadah sendiri dengan orang lain, bantu pasien untuk ikut serta
dalam kegiatan keagamaan.

no Diagnosis keperatan intervensi


tujuan Kriteria evaluasi
1 Distres spiritual TUM : klien mampu Ekspresi wajah bersahabat,
menyatakan mencapai menunjukan rasa senang, ada
kenyaman dari kontak mata, mau
pelaksanaan praktik menyebutkan nama, mau
spiritual sebelumnya dan menjawab salam, mau duduk
merasa kehidupan nya berdampingan dengan
berarti/ bermakna. perawat, mau mengutarakan
TUK I : setelah dua kali masalah yang dihadapi.
pertemuan klien dapat
membina hubungan
saling percaya
TUK 2 : Klien mampu :
Setelah satu kali a. Mengungkap harapan
pertemuan klien dapat masa depan yang
mengatakan pada positif.
perawat atau pemimpin b. Mengungkap arti
spiritual tentang kondisi hidup.
spiritual dan c. Mengungkap optimiis.
kegelisahannya, d. Mengungkap
keyakinan dalam diri.
e. Mengungkapkan
keyakinan kepada
orang lain.
f. Menentukan tujuan
hidup.
TUK 3 : Klien mampu:
Setelah 3 kali pertemuan a. Mencintai diri sendiri
dapat mendiskusi dan orang lain.
dengan perawat hal b. Melakukan ibadah.
penting yang
memberikkan makna
dalam kehidupannya
dimasa yang lalu.
 

Strategi Pelaksanaan Distress Spiritual

Tindakan Psikoterapeutik

1. Tindakan Keperawatan untuk Pasien
Tujuan tindakan keperawatan gangguan spiritual untuk pasien adalah agar pasien:
a. Mampu membina hubungan saling percaya dengan perawat.
b. Mengungkapkan penyebab gangguan spiritual.
c. Mengungkapkan perasaan dan pikiran tentang spiritual yang diyakininya.
d. Mampu mengembangkan skill untuk mengatasi masalah atau penyakitatau per
ubahan spiritual dalam kehidupan.
e. Aktif melakukan kegiatan spiritual atau keagamaan
f. ikut serta dalam kegiatan keagamaan.
2. Tindakan keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya dengan pasien
b. Kaji faktor penyebab distres spritual pada pasien
c. Bantu pasien mengungkapkan perasaan dan fikiran tentang keyakinanya
d. Bantu klien mengembangkan keterampilan untuk mengatasi perubahan spiritul
dalam kehidupan
e. fasilitasi pasien dengan alat alat ibadah seseuai agamanya
f. fasilitasi pasien untuk menjalankan ibadah sendiri atau dengan orang lain
g. bantu pasien untuk ikut serta dalam keadaan keagamaan
h. bantu pasien mengevaluasi perasaan setelah melakukan kegiatan keagamaan

Sp. 1-P :

Bina hubungan saling percaya dengan pasien, kaji faktor penyebab gangguan spiritual
pada pasien, bantu pasien mengungkapkan perasaan dan pikiran akan terhadap spiritual yang
diyakininya, bantu klien mengembangkan skill untuk mengatasi keadaan spiritual dalam
kehidupan.

a. Orientasi
Salam terapeutik:
“Assalamu’alaikum, selamat pagi Ibu M. Saya Mardhiah, Ibu bisa memanggil
saya suster diah. Saya perawat yang dinas pagi ini dari pukul 07.00 sampai 14.00
nanti dan saya yang akan merawat Ibu. Nama Ibu siapa? Ibu senangnya dipanggil
apa?”
b. Evaluasi / validasi:
“Baiklah bu, bagaimana keadaan Ibu M hari ini?”
c. Kontrak:
1) Topik : “Kalau begitu, bagaimana jika kita berbincang-bincang sebentar
tentang keadaan ibu? Tujuannya supaya ibu bisa lebih tenang bu dalam
menghadapi keadaan ini, dengan ibu mau berbagi cerita dengan saya,
kesedihan ibu mungkin bisa berkurang
2) Waktu : Ibu maunya berapa lama kita berbincang-bincang?
3) Tempat : “Ibu mau kita berbincang-bincang dimana? Di sini saja? Bai klah.”
2. Tahap kerja:
 “Baiklah Ibu M, bisa Ibu jelaskan kepada saya bagaimana perasaan Ibu M
saat ini, coba ibu jelaskan apa masalahnya?”
 “Coba ibu sampaikan apa yang menyebabkan ibu tidak sholat dan mengaji
seperti dulu?”

 “Oh ya? Selanjutnya faktor apa saja yang menyebabkan ibu tidak sholat dan
mengaji ?.”

 “Coba ibu sampaikan pendapat ibu tentang agama atau keyakinan yang ibu
anut selama ini? ”

 “Apakah hal tersebut yang mempengaruhi bapak, sehingga kurang aktif


melakukan sholat dan mengaji ?”

 “Apa saja kegiatan ibadah yang ibu jalankan?”


 “Bagus sekali, bagaimana perasaan ibu setelah menjalankannya?”
 “Ya, betul sekali bu. Setelah menjalankan sholat dan mengaji kita merasa lebih
tenang”
3. Tahap terminasi
a. Evaluasi:
(Subjektif): “Bagaimana perasaan Ibu sekarang, setelah kita berbincang-
bincang tadi?”
b. Tindak Lanjut :
“Ya, bagus sekali Bu. Nah, setiap kali Ibu merasa cemas, Ibu dapat melakukan
sholat dan mengaji ya bu. Agar rasa kecemasan ibu dapat hilang. Dan setiap
kali Ibu merasa Ibu tidak terima dengan kenyataan ini, Ibu dapat mengingat
kembali perbincangan kita hari ini.

 Bu, ini ada buku doa dan al-quran untuk ibu


 Bagaimana kalau setiap ibu melaksanakan sholat dan mengaji,
dimasukkan ke dalam jadwal?
 Ibu setuju?
 Nah, Disini ada kolom kegiatan, tanggal, waktu dan keterangan
 Ibu bisa mengisi pada kolom kegiatan
 Cara mengisi buku kegiatan ini: jika ibu melakukannya tanpa dibantu
atau diingatkan oleh orang lain ibu tulis “M” disini, jika ibu di bantu
atau diingatkan ibu tulis “B” dan jika ibu tidak melakukannya ibu tulis
“T”

 Ibu paham Bu?”


 Nanti ibu jangan lupa mengisi buku kegiatannya ya
c. Kontrak yang akan datang:

 Sesuai dengan kontrak kita tadi kita berbincang-bincang


selama 30 menit dan sekarang sudah 30 menit bu!

 Bu, kapan ibu mau kita melanjutkan perbincangan kita?

 Bagaimana kalau kita besok membicarakan tentang hobi ibu

 Ibu maunya dimana?

 Nah, sekarang ibu istirahat dulu

 Sebelum saya permisi apak ada yang mau ibu tanyakan?

 Baiklah, kalau tidak ada, saya permisi dulu ya Bu.


Assalamu’alaikum.”
DAFTAR PUSTAKA

Lestari, Puji dkk. 2018. Spiritual Distress In Breast Cancer Patients.


Bandung : JNC. Vol. 1 Issue 2.

Sarafino, E.P. (2002). “Health Psychology: Biopsychosocial


Interactions”,
Fourth Edition. New Jersey: HN Wiley.

McSherry, Wildfred dan Ross, L. 2010. Spiritual Assessment in


Healthcare
Practice. M&K Update Ltd.

Hamid, Achir Yani. 2000. Buku Pedoman Askep Jiwa-1 Keperawatan


Jiwa Teori dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.

Ristianingsih, Septiwi, & Yuniar. 2014. Gambaran Motivasi Dan


Tindakan Keperawatan Dalam Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Pasien
Di Ruang ICU PKU Muhammadiyah Gombong. Jawa Tengah : Jurnal
Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 10, No 2.
Winarti, Rahayu. 2016. Pengaruh Penerapan Asuhan Keperawatan
Spiritual Terhadap Kepuasan Pasien Di Rumah Sakit Islam Sultan
Agung Semarang. Semarang : FKU Diponegoro.

NANDA. (2015).buku diagnosa keperawatan definisi dan klasifikasi


2015-2017. Jakarta: EGC

NANDA International. 2012. Nursing Diagnosis: Definition &


Classifications 2012-2014. Jakarta: EGC.

Pearlin, L.A. & Schooler, C. (1987). The structure of coping. Journal of


health and social behaviour.

Taylor, S. E. (2006) Health Psychology. Singapore: McGraw-Hill


Companies, Inc.

Anda mungkin juga menyukai