Anda di halaman 1dari 7

KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA I

SP (Strategi Pelaksanaan) Distress Spiritual

Dosen Pengampu : Ns. Evin Novianti, M.Kep, Sp.Kep.J

Disusun oleh :

1. Oktaviolyta Cemerlang (1910711031)


2. Maulyda Azzahra (1910711042)
3. Nabila Tsamara Zahra (191071046)

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

S1 KEPERAWATAN

2021
Kasus: Askep pada pasien dengan distress spiritual

Seorang laki-laki usia 31 tahun tengah dirawat di RS umum karena menderita HIV
AIDS. Perawat melakukan pengkajian, ditemukan data bahwa klien menunjukkan perilaku
banyak diam, menolak melakukan aktivitas ibadah yang diadakan di RS. Klien mengatakan
bahwa penyakit yang ia derita karena Tuhan marah dan mengutuknya akibat perilaku
menyimpang yang ia lakukan selama ini. Klien merasa tidak ada yang memahami dirinya saat
ini bahkan keluarga tidak mau memaafkan klien, tidak pernah membesuk dan merasa
diasingkan. Klien marah pada diri sendiri mengapa ia melakukan kesalahan besar. Klien
merasa hidup sudah tidak lagi bermakna. Kepada perawat klien mengaku kalau ia tidak
mampu berdo’a dan bermaksud mempelajari agama lain yang bisa memaafkan dosa-dosanya.
Perawat menyusun intervensi keperawatan, salah satunya adalah mengikutsertakan tokoh
agama, namun klien menolak dan mengatakan tidak tertarik dengan kegiatan keagamaan
yang ia anut.

A. Proses Keperawatan

1. Kondisi Klien
Ds:
1. Klien mengatakan penyakit yang ia derita karna Tuhan marah dangan mengutuknya
akibat perilaku menyimpang yang selama ini ia lakukan.
2. Klien merasa tidak ada yang memahami dirinya
3. Klien mengatakan keluarga tidak memaafkan dirinya
4. Klien mengatakan merasa diasingkan oleh keluarganya
5. Klien mengatakan bahwa ia marah terhadap dirinya sendiri karna melakukan
kesalahan besar.
6. Klien merasa hidup sudah tidak lagi bermakna
7. Klien mengatakan ia tidak mampu ber do’a dan bermaksud mempelajari agama lain
Do:
1. Klien menunjukkan perilaku banyak diam
2. Klien menolak melakukan aktivitas ibadah yang diadakan di RS.
2. Diagnosa Keperawatan
Distress spiritual
3. Tujuan Tindakan Keperawatan
Tujuan umum: mengatasi distress spiritual pasien

Tujuan khusus:
1. pasien mampu mengenal distress spiritual
2. pasien mampu mengatasi distress spiritual dengan melakukan hal-hal
keagamaan
3. pasien mampu aktif melakukan kegiatan spiritual
4. Tindakan Keperawatan
a) Membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar pasien merasa aman dan nyaman
saat berinteraksi
    Tindakan yang harus dilakukan dalam membina hubungan saling percaya adalah
1. Mengucapkan salam terapeutik
2. Berjabat tangan
3. Menjelaskan tujuan interaksi
4. Membuat kontrak (topik, waktu, tempat, tujuan) setiap kali bertemu pasien
 
 
b) Membantu pasien mengenal Distress spiritual :
1. Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan menguraikan perasaannya
2. Bantu pasien menjelaskan situasi yang menimbulkan distress spiritual
3. Bantu pasien mengenal proses terjadinya distress spiritual
4. Bantu pasien menyadari perilaku akibat distress spiriual
5. Diskusi tentang kejadian yang membuat perasaan/pikiran/perilaku yang berubah
6. Bantu pasien melatih kembali cara beribadah sesuai agama yang dijalani

Strategi Komunikasi 1

A. Fase Orientasi
1) Salam
“Assalamu’alaikum, selamat pagi. Perkenalkan nama saya Ns. (nama perawat) saya
senang dipanggil (nama perawat). Kalau boleh tau siapa nama ibu?”
“Ibu senangnya dipanggil apa?”
2) Evaluasi/validasi
“Bagaimana kabarnya hari ini ibu?” apakah semalam tidurnya nyenyak?
“Apakah ada yang sedang ibu pikirkan?”
3) Kontrak :
 Topik
Bagaimana jika sekarang kita berbincang-bincang, tentang perasaan sedih
yang Ibu alami?”
 Waktu
“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang selama 20 menit kedepan?
Apakah Ibu bersedia?”
 Tempat
“Dimana Ibu mau berbincang-bincang dengan saya?”
“Ya sudah, kita berbincang-bincang diruangan ini”
 Tujuan
“tujuan pertemuan kita ini adalah agar Ibu dapat mengetahui perasaan sedih
yang Ibu rasakan dan saya bisa membantu masalah yang ibu sedang alami
saat ini”

B. Fase Kerja

“Baik ibu, bisa diceritakan dulu apa yang ibu rasakan?”

“Baik bu, saya mengerti apa yang sedang ibu rasakan. Kalau boleh saya tahu apa yang
membuat ibu sangat yakin kalau Tuhan tidak mau memaafkan dosa-dosa ibu?

“Baik bu, kalau boleh saya simpulkan saat ini ibu sedang mengalami distress spiritual. Kira-
kira ibu tahu tidak apa maksud dari distress spiritual ini?

“Jadi distress spiritual ini merupakan Gangguan pada keyakinan atau sistem nilai berupa
kesulitan merasakan makna dan tujuan hidup melalui hubungan dengan diri, orang lain,
lingkungan atau tuhan.”
“Baik ibu, bagaimana kalau saya memberikan cara kepada ibu dalam mengatasi distress
spiritual ini?”
“Yang pertama coba sekarang ibu renungkan apa saja hal-hal yang sudah tejadi selama ibu
hidup. Apakah ibu pernah mengalami hal-hal yang tidak terduga seperti ibu merasa
kehilangan uang tetapi pada saat yang bersamaan ada seseorang yang menggantikan uang ibu
yang hilang tadi baik sama sama berwujud uang ataupun hal yang lain. Itu tandanya Tuhan
telah mengirimkan bantuan kepada ibu melalui perantara oranglain. Dan ibu harus ingat juga
bahwa Tuhan Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”
“Lalu ibu coba pikirkan ibadah apa saja yang sering ibu lakukan”

“Baiklah sekarang coba ibu zikir atau sholawat ya”

“wah bagus sekali suara ibu saat sholawat. Nah, sekarang kita buat daftar harian hal apa saja
yang akan ibu lakukan ya. Ibu juga bisa menambahkan ibadah lainnya yang akan ibu lakukan.
Ini akan membuat ibu lebih dekat kepada Tuhan dan membuat hidup ibu lebih nyaman. ”

C. Fase Terminasi
a. Evaluasi
 Subyektif
“Baik, bagaimana perasaan Ibu setelah kita berbincang tentang masalah
yang Ibu rasakan?”
 Obyektif
“Coba Ibu ulangi, hal baik apa saja yang bisa dilakukan untuk
menyelesaikan masalah?
“Bagus sekali Ibu.”
b. Rencana Tindak Lanjut (RTL)
“Kapan ibu dapat melakukan ibadah yang lainnya?”
“Baik ibu, mari kita tulis di daftar harian ibu ya. Agar ibu tidak lupa mengerjakan
ibadahnya.”
Kontrak yang akan datang
 Topik
“Tidak terasa ya bu waktu berbincangan kita sudah 20 menit, bagamana
jika berbincang kembali besok? Besok kita akan mendiskusikan tentang
persiapan alat-alat sholat dan cara-cara menjalankan sholat baik sendiri
maupun berjamaah.”
 Waktu
“Bagaimana kalau kegiatan besok dilakukan di jam yang sama seperti hari
ini?”
“Berapa lama Ibu punya waktu untuk berbincang-bincang dengan saya
besok?. 30 menit apakah cukup?”
 Tempat
“Ibu ingin melakukan kegiatan besok dimana? Diruangan ini atau
mushola?”
“Ya sudah, kalau begitu besok kita melakukannya disini lagi ya. Saya
permisi dulu Assalamualaikum.”

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


Pada Ny. X Dengan Keputusasaan
STRATEGI PELAKSANAAN 2 KEPUTUSASAAN
A. Strategi Komunikasi
a. Fase Orientasi
1) Salam
“Assalamu’alaikum, selamat pagi ibu (nama pasien). Perkenalkan nama saya
(nama perawat), Ibu masih ingat dengan saya?”
“Seperti janji kita kemarin hari ini kita akan mendiskusikan tentang persiapan
alat-alat sholat dan cara-cara menjalankan sholat baik sendiri maupun
berjamaah ya bu.”
2) Evaluasi validasi
“Sebelum kita melakukannya, Bagaimana perasaan ibu pagi ini? Apakah ibu
masih merasa sedih?”
“Jadi masih suka merasa kalau Tuhan tidak mau memaafkan kesalahan ibu
ya?. Apakah cara yang kemarin saya beritahu sudah ibu praktikan?”
“Wah bagus sudah dipraktikkan ya Bu. Kalau bisa tetap dipraktikan terus ya
bu.”
3) Kontrak
 Topik, Waktu, Tempat
“Baiklah bu, bagaimana kalau sekarang kita berbincang-bincang tentang
perasaan yang Ibu rasakan?”
“kalau begitu kita mulai ya bu diskusinya mengenai persiapan alat-alat sholat
dan cara menjalankan sholat baik sendiri maupun berjamaah. Bagaimana kalau
kita ngobrol selama 30 menit. Dimana ibu mau ngobrol? Atau bagaimana
kalau disini saja?”
 Tujuan
“Agar dapat meyakinkan ibu kalau Tuhan Maha Pemaaf dan agar hidup ibu
lebih tenang dan nyaman.”

b. Fase Kerja
“Bu,, sepengetahuan Ibu, apa saja persiapaan sholat, baik alat maupun diri kita?”
“Baguss sekali! Menyiapkan mukenah serta sajadah dan sebelum sholat ibu harus
mandi dulu dan berwudlu.”
“Coba ibu sebutkan sholat lima waktu dalam sehari?”
“wah bagus sekali bu, kl begitu ibu tau tidak Sholat subuh jam berapa? Bagaimana
ucapannya?”
Bagus sekali, Selain itu, apakah ibu pernah melakukan sholat berjamaah?
"Apakah ibu masih ingat bagaimana caranya sholat berjamaah?”

c. Fase Terminasi
a) Evaluasi
- Subyektif
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita diskusi tentang cara-cara
mempersiapkan alat sholat dan mengerjakan sholat.”
- Obyektif
“Berapa kali sehari bapak mencoba? Mari kita buat jadwalnya, kalau sudah
dilakukan beri tanda ya!”. 
b) Rencana Tindak Lanjut (RTL)
“Saya harap apa yang tadi saya ajarkan kepada Ibu dapat dipraktikkan kembali
dan jangan lupa untuk memasukannya dalam jadwal kegiatan harian” 
c) Kontrak yang akan datang
“Tidak terasa ya sudah 30 menit kita berdiskusi. Besok saya akan datang
untuk mendiskusikan tentang perasaan inu dalam melakukan sholat serta
membahas kegiatan ibadah yang lainnya., sebelum saya pamit apakah masih
ada yang mau ibu itanyakan?”
“Baiklah kalau tidak ada saya pamit dulu ya. Assalamu’alaikum Ibu.”

Anda mungkin juga menyukai