Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

“Askep Berduka Disfungsional”

Mata Kuliah : Praktek Keperawatan Jiwa

Dosen Pembimbing : Ns. Helena Patricia, M.Kep

Kelompok VII :

1. RAHMADINI NIM.1502186
2. FITRIA RAHMA DANI NIM.1502174
3. VELLYCIA ARNAZ NIM.1502191

STIKes SYEDZA SAINTIKA PADANG

PRODI S1 ILMU KEPERAWATAN

2018
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada ALLAH SWT, karena atas berkat

dan limpahan rahmatnya maka kami telah menyelesaikan sebuah makalah dengan tepat

waktu.

Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul “Askep

Berduka Disfungsional” yang menurut kami dapat memberikan manfaat yang besar bagi

kita untuk mempelajari Praktek Keperawatan Jiwa.

Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon

permakluman bila mana isi makalah ini ada keterangan dan ada tulisan kami buat kurang

tepat atau kesalahan dalam penulisan.

Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih

dan semoga ALLAH SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Padang, 01 Desember 2018

“Penulis”

i
DAFTAR ISI

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang unuiversal dan


kejadian yang sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup
seseorang. Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan
umum berarti sesuatu kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini
dapat disebabkan karena kondisi ini lebih banyak melibatkan emosi dari yang
bersangkutan atau disekitarnya. Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini,
proses kehilangan dan berduka sedikit demi sedikit mulai maju. Dimana
individu yang mengalami proses ini ada keinginan untuk mencari bentuan
kepada orang lain (Suseno, 2004).
Pandangan-pandangan tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang perawat
apabila menghadapi kondisi yang demikian. Pemahaman dan persepsi diri
tentang pandangan diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang
komprehensif. Kurang memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada
informasi yang salah, sehingga intervensi perawatan yang tidak tetap. (Suseno,
2004).
Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe
kehilangan. Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk
menghadapi dan menerima kehilangan. Perawat membantu klien untuk
memahami dan menerima kehilangan dalam konteks kultur mereka sehingga
kehidupan mereka dapat berlanjut. Dalam kultur Barat, ketika klien tidak
berupaya melewati duka cita setelah mengalami kehilangan yang sangat besar
artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental dan sosial yang serius (Potter
& Perry, 2005).
Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam
lingkungan asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan
klien dan keluarga yang mengalami kehilangan dan dukacita. Penting bagi

1
2

perawat memahami kehilangan dan dukacita. Ketika merawat klien dan


keluarga, parawat juga mengalami kehilangan pribadi ketika hubungan klien-
kelurga-perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan, penyembuhan atau
kematian. Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman pribadi mempengaruhi
seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan keluarganya selama
kehilangan dan kematian (Potter & Perry, 2005).

B. Rumusan Masalah

1. Standar Asuhan Keperawatan Berduka Disfungsional ?


2. Role Play SP 1-4 Berduka Disfungsional ?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk Mengetahui Standar Asuhan Keperawatan Berduka


Disfungsional.
2. Untuk Mengetahui Role Play SP 1-4 Berduka Disfungsional.

D. Manfaat Penulisan

Menambah Wawasan bagi Mahasiswa tentang Tinjauan Pustaka Standar


Askep Berduka Disfungsional sehingga Mahasiswa atau Perawat dapat
memahami dan mempelajari nya dalam Mata Kuliah Praktek Keperawatan
Jiwa.
3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Standar Asuhan Keperawatan Berduka Disfungsional

1. Pengertian

Respons intelektual dan emosional serta perilaku oleh individu, keluarga, dan
komunitas yang merupakan proses modifikasi dari konsep diri yang didasari oleh
persepsi potensial kehilangan (Nanda, 2005)

2. Tanda dan Gejala

a) Marah.
b) Menolak potensial kehilangan.
c) Menolak kehilangan yang signifikan.
d) Mengekspresikan distress dari potensial kehilangan.
e) Rasa bersalah.
f) Perubahan kebiasaan, makan, pola tidur, pola mimpi.
g) Perubahan tingkat aktivitas.
h) Perubahan pola komunikasi.
i) Perubahan libido.
j) Tawar menawar.
k) Kesulitan mengatakan yang baru atau peran yang berbeda.
l) Potensial kehilangan objek yang signifikan (misal orang, hak milik, pekerjaan,
status, rumah, bagian, dan proses tubuh.
m) Berduka cita

3. Intervensi Generalis
Intervensi Klien
a) Tujuan Umum
Klien dapat mengatasi rasa berduka yang dialaminya.
4

b) Tujuan Khusus
1) Klien mampu mengenal kehilangan yang dialaminya.
2) Klien mampu mengatasi rasa kehilangan atau berduka yang dialami.
c) Intervensi Keperawatan
1) Kaji pengalaman masa lalu klien terhadap kehilangan, keberadaan support
system dan kegiatan berduka yang biasa dilakukan.
2) Jelaskan karakteristik yang normal dan abnormal dari berduka.
3) Diskusikan perbedaan pola individu terhadap berduka (misalnya antara laki-
laki dan perempuan).
4) Dukung klien untuk memverbalisasi ketakutan dan berkonsentrasi pada
potensial kehilangan, termasuk konflik dalam keluarga.
5) Bantu klien untuk sharing rasa takut, rencana dan harapan terhadap anggota
keluarga yang lain.
6) Pada klien anak bantu untuk mengklasifikasi konsep yang salah tentang
kematian atau kehilangan.
7) Grieve Work Fasilitation
a. Identifikasi tentang kehilangan klien.
b. Jelaskan tentang tahapan proses berduka dan beri dukungan.
c. Dukung klien untuk mengidentifikasi kehilangan objek atau orang.
d. Beri dukungan untuk mengekspresikan perasaan terhadap kehilangan.
e. Beri dukungan untuk mengidentifikasi ketakutan yang besar yang
menyertai kehilangan.
f. Beri dukungan klien untuk mengimplementasikan budaya, religious dan
sosial dan kehilangan.

g. Gunakan kata-kata yang jelas seperti “kematian” atau meninggal dari


euphemism (Peristilahan)

h. Pada klien anak : beri dukungan untuk mengekspresikan rasa nyaman


seperti menulis, menggambar atau bermain.
5

8) Anticipatory Guidance
a. Latih teknik koping untuk perkembangan atau situasi krisis dengan klien.
b. Lengkapi dengan informasi yang realistis yang berhubungan dengan
perilaku klien.
c. Beri buku dan literatur untuk dibaca klien sebagai dukungan.
d. Lengkapi klien dengan nomor telepon yang bisa dihubungi untuk
memberikan dukungan, jika klien mengalami kesulitan.
e. Buat jadwal follow up untuk mengevaluasi keberhasilan klien atau untuk
kebutuhan reinforcement
9) Kolaborasi
a. Rujuk pada sumber daya yang sesuai seperti kelompok pedukung,
dukungan legal, dukungan keuangan, pekerjaan sosial, grief counselor,
genetic counselor, dll.
b. Identifikasi sumber daya pendukung di komunitas.

Intervensi Keluarga
Tujuan Intervensi Keluarga :
1) Mampu mengenal masalah dalam merawat anggota keluarga yang mengalami
berduka disfungsional.
2) Mampu mengambil keputusan untuk merawat anggota keluarga yang mengalami
berduka disfungsional.
3) Mampu merawat anggota keluarga yang mengalami anggota keluarga yang
mengalami berduka disfungsional.
4) Mampu memodifikasi lingkungan yang sesuai dengan masalah berduka
disfungsional.
5) Mampu melakukan follow up ke fasilitas kesehatan jika diperlukan.

Tindakan Untuk Keluarga :

1) Membantu keluarga mengenal masalah dalam merawat klien dengan berduka


disfungsional.
2) Membantu keluarga mengambil keputusan untuk merawat klien dengan berduka
disfungsional.
6

3) Melatih klien dengan cara merawat anggota keluarga yang mengalami berduka
disfungsional.
4) Melatih keluarga memodifikasi lingkungan perawatan di rumah yang kondusif
dan sesuai dengan kondisi klien.
5) Melatih keluarga cara melakukan follow up jika dibutuhkan.

4. Intervensi Spesialis

a) Terapi Individu : Terapi Kognitif


b) Terapi Kelompok : Logo Terapi, Terapi Suportif
c) Terapi Keluarga : Terapi Sistem Keluarga, Terapi Komunikasi, Triangle
d) Terapi Komunitas
7

B. Role Play SP 1-4 Berduka Disfungsional

SP 1 : Identifikasi pengalaman masa lalu klien terhadap kehilangan, keberadaan


support system.

1. Tahap Orientasi
a. Salam terapeutik:
P : Assalamu’alaikum, selamat pagi Ibu A. Saya Rahmadini,
Ibu bisa memanggil saya suster dini. Saya perawat yang dinas
pagi ini dari pukul 07.00 sampai 14.00 nanti dan saya yang
akan merawat Ibu.

K : Pagi suster.

P : Nama Ibu siapa? Ibu senangnya dipanggil apa?

K : Nama saya Fitria Rahma Dani, panggil saja saya Ani.

b. Evaluasi / validasi:
P : Baiklah bu, bagaimana keadaan Ibu A hari ini?

K : Ntahlah, saya merasa tidak tenang dan saya sulit untuk


mengungkapkan perasaan saya hari ini sus.

P : Kenapa Ibu A? Apakah Ibu sulit tidur malam ini?

K : Iya sus.

c. Kontrak:
1) Topik:
P : Kalau begitu, bagaimana jika kita berbincang-bincang
sebentar tentang keadaan ibu?

K : (Diam saja)
8

P : Tujuannya supaya ibu bisa lebih tenang bu. Dengan ibu mau
berbagi cerita dengan saya, perasaan tidak tenang ibu
mungkin bisa berkurang.

K : Saya akan mencoba sus.

2) Waktu:
P : Ibu maunya berapa lama kita berbincang-bincang?
K : 10 Menit saja.
3) Tempat:
P : Ibu mau kita berbincang-bincang dimana? Di sini saja? Atau
ditaman?

K : Disini saja sus.

2. Tahap Kerja
P : Baiklah Ibu A, bisa Ibu ceritakan kepada saya bagaimana
perasaan Ibu A saat ini?

K : Saya sulit mengungkapkan nya sus, suster tidak akan mngerti


dengan saya.
P : Ibu A, saya yakin saya bisa membantu ibu dalam mengatasi
masalah yang ibu rasakan. Apa yang sedang ibu fikirkan saat ini?
K : Saya sulit menerima kenyataan ini, semua ini tidak benar.
Seharusnya ini tidak terjadi pada saya.
P : Saya paham perasaan ibu saat ini, tetapi ibu harus tenang, saya
yakin ibu bisa tenang.
K : Ya sus.
P : Sekarang coba ibu ceritakan perlahan apa saja yang ibu
rasakan?
K : Saya tidak bisa menerima kenyataan ini, kenapa suami saya
meninggal secepat ini. Kenapa Tuhan tidak sayang kepada saya,
apa yang sudah saya perbuat sehingga Tuhan menghukum saya.
Saya tidak bisa kehilangan suami saya.
9

P : Saya mengerti Ibu sangat sulit menerima kenyataan ini. Tapi


Ibu harus bersabar dengan apa yang telah terjadi. Dan kondisi
sebenarnya memang suami ibu telah meninggal bu.
K : (Menangis)
P : Saya tidak bermaksud untuk tidak mendukung Ibu. Tapi coba
Ibu pikir, jika Ibu pulang ke rumah nanti, Ibu tidak akan bertemu
dengan suami Ibu karena beliau memang sudah meninggal. Itu
sudah menjadi kehendak Tuhan, Bu. Ibu harus berusaha
menerima kenyataan ini.
K : Tapi sus, apa gunanya saya hidup lagi jika tanpa suami saya,
saya sangat membutuhkannya. Kenapa Tuhan bisa mengambil
suami saya secepat ini.
P : Ibu, Ibu A tidak boleh berbicara seperti itu, karena hidup
matinya seseorang semua sudah diatur oleh Tuhan.
Meninggalnya suami Ibu juga merupakan kehendak-Nya
sebagai Maha Pemilik Hidup. Tidak ada satu orang pun yang
dapat mencegahnya, termasuk saya ataupun Ibu sendiri.
K : Iya sus saya mengerti itu tapi apa gunanya saya hidup sus.
P : Ibu A, tidakkah ibu ingat masih ada anak-anak ibu yang masih
membutuhkan kasih sayang ibu, dan membutuhkan ibunya
dirumah saat ini?
K : Iya sus saya memiliki anak-anak yang masih butuh bimbingan
saya, lalu apa yang harus saya lakukan?
P : Ibu tidak perlu cemas. Umur Ibu masih muda, Ibu bisa mencoba
mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan keluarga Ibu.
Saya percaya Ibu mempunyai keahlian yang bisa digunakan. Ibu
juga tidak akan hidup sendiri. Ibu masih punya saudara-saudara,
anak-anak dan orang lain yang sayang dan peduli sama Ibu.
K : Iya sus.
P : Untuk mengurangi rasa cemas dan tidak tenang Ibu, sekarang
Ibu ikuti teknik relaksasi yang saya lakukan. Coba sekarang Ibu
tarik napas yang dalam dari hidung, tahan sebentar, kemudian
10

hembuskan perlahan-lahan melalui mulut bu. Mari kita cobakan


bu.
K : (Memperagakan)
P : Ya, bagus sekali Bu, seperti itu.

3. Tahap terminasi
a. Evaluasi:
(Subjektif):

P : Bagaimana perasaan Ibu sekarang? Apa Ibu sudah mulai


memahami kondisi yang sebenarnya terjadi?

K : Saya akan belajar menerimanya sus.

(Objektif) :

P : Kalau begitu, coba Ibu jelaskan lagi, hal-hal yang Ibu


dapatkan dari perbincangan kita tadi dan coba Ibu ulangi
teknik relaksasi yang telah kita lakukan.

K : Saya belajar menerima apa yang telah terjadi dan semua


memang sudah kehendak Tuhan. Teknik relaksasi yang dapat
saya lakukan jika saya tidak tenang seperti tarik napas yang
dalam dari hidung, tahan sebentar, kemudian hembuskan
perlahan-lahan melalui mulut sus.

b. Tindak Lanjut :
P : Ya, bagus sekali Bu. Nah, setiap kali Ibu merasa cemas, Ibu
dapat melakukan teknik tersebut. Dan setiap kali Ibu merasa Ibu
tidak terima dengan kenyataan ini, Ibu dapat mengingat kembali
perbincangan kita hari ini.
K : Iya sus
P : Bu, ini ada buku kegiatan harian untuk ibu. Bagaimana kalau
kegiatan teknik rileksasi ibu masukkan kedalam jadwal kegiatan
ibu? Ibu setuju?
11

K : Iya sus
P : Nah, Disini ada kolom kegiatan, tanggal, waktu dan
keterangan. Ibu bisa mengisi kegiatan tenik rileksasi pada kolom
kegiatan. Kira-kira jam berapa ibu nanti melakukan teknik
rileksasi bu?
K : Jam nya tergantung saat saya melakukan teknik relaksasi saja
sus.
P : Baiklah bu, bagus sekali. Cara mengisi buku kegiatan ini: jika
ibu melakukannya tanpa dibantu atau diingatkan oleh orang lain
ibu tulis “M” disini, jika ibu di bantu atau diingatkan ibu tulis
“B” dan jika ibu tidak melakukannya ibu tulis “T” Ibu paham
Bu?”
K : Iya sus.
P : Nanti ibu jangan lupa mengisi buku kegiatannya ya bu.

c. Kontrak yang akan datang:


P : Sesuai dengan kontrak kita tadi kita berbincang-bincang selama
15-20 menit dan sekarang sudah 20 menit bu. Bu, kapan ibu mau
kita melanjutkan perbincangan kita?
K : Besok saja sus.
P : Bagaimana kalau kita besok membicarakan tentang apa saja
yang ibu fikirkan dan lakukan saat ini.
K : Iya sus.
P : Ibu maunya dimana? Dan jam berapa?
K : Disini saja sus. Jam 10.00 sus.
P : Baiklah bu, besok saya datang lagi kesini jam 10.00 ya bu. Nah,
sekarang ibu istirahat dulu.. Sebelum saya permisi apa ada yang
mau ibu tanyakan?
K : Tidak sus.
P : Baiklah bu, kalau tidak ada, saya permisi dulu ya Bu.
Assalamu’alaikum.
K : Wa’alaikumsalam.
12

SP 2 : Diskusikan perbedaaan pola pikir individu terhadap berduka (Misalnya antara


laki-laki dan perempuan).

1. Tahap Orientasi
a. Salam terapeutik:
P : Assalamu’alaikum, selamat pagi Ibu A. Masih ingat dengan
saya bu?
K : Iya sus, suster dini.
P : Ya benar sekali bu, Saya suster dini. Seperti janji kita
kemarin, kita akan berbincang-bincang lagi ya bu jam 10.00
pagi ini. Apakah ibu bersedia?
K : Iya sus.
P : Kita akan berbincang-bincang tentang apa saja yang ibu
fikirkan dan lakukan saat ini. ibu bersedia?
K : Iya sus.

b. Evaluasi / validasi:
P : Baiklah bu, bagaimana keadaan Ibu A hari ini? Apakah
perasaan ibu sudah lebih baik dari kemarin?

K : Sudah lumayan sus, tapi terkadang saya masih tidak tenang dan
masih tidak bisa menerima kalau suami saya telah meninggal.

P : Saya bisa mengerti keadaan ibu seperti ini, lalu apa yang ibu
lakukan saat perasaan tidak tenang ibu muncul?

K : Saya lakukan teknik relaksasi yang suster ajarkan kemarin.

P : Wah, bagus sekali bu, ibu sudah melakukan apa yang sudah
saya ajarkan. Coba saya lihat buku kegiatan harian ibu.

K : Ini sus (sambil memberikan buk kegiatan)

P : bagus sekali ibu, ibu sudah melakukannya secara mandiri.


13

c. Kontrak:
1) Topik
P : Sesuai janji yang kita sepakati kemarin ya, Bu. Hari
ini kita bertemu untuk membicarakan apa saja yang
ibu lakukan saat ini.
K : Iya sus
P : Tujuannya supaya ibu bisa berbagi dengan saya, dan
mengurangi beban fikiran yang ibu rasakan.
K : Iya sus.

2) Waktu :
P : Ibu maunya berapa lama kita berbincang-bincang?
K : 10 Menit saja.

3) Tempat :
P : Ibu mau kita berbincang-bincang dimana? Di sini
saja?
K : Disini saja sus.

2. Tahap Kerja
P : Baiklah Ibu A, bisa Ibu ceritakan kepada saya apa saja yang ibu
lakukan dan fikirkan saat ini?

K : (Diam)
P : Ibu A, apa yang ibu lakukan semenjak suami ibu meninggal
K : Saya hanya bisa diam dan tidak lagi bisa berbagi keluh kesah
dengan suami saya. Andai saja saat itu saya ada didekat suami
saya, mungkin suami saya tidak meninggal.
P : Ibu A, saya mengerti perasaan ibu, tetapi ibu tidak boleh
menyalahkan diri sendiri. Apakah ibu ingat apa yang saya
sampaikan kemarin?
K : Ya sus. Hidup matinya seseorang sudah ditangan Tuhan.
P : Nah, bagus sekali ibu jika ibu mengerti hal tersebut, tidak
seharusnya ibu menyalahkan diri seperti ini.
14

K : Ya sus, tetapi kenapa secepat ini suami saya meninggal.


P : Saya mengerti Ibu sangat sulit menerima kenyataan ini. Tapi
jika ibu selalu seperti ini, tidak kah ibu ingin sembuh dan pulang
kerumah?
K : Iya sus, saya tidak mau disini (Menangis)
P : Saya yakin ibu bisa melewati ini semua, ibu tidak boleh lagi
menyalahkan diri sendiri ya bu.
K : Iya sus.
P : Ibu A, harus bisa bersabar dengan apa yang telah terjadi. Ingat
apa yang saya ajarkan kemarin?
K : Iya sus.
P : Ibu dapat melakukan cara tersebut untuk mengurangi perasaan
tidak tenang ibu dan gelisah ibu.
K : Ya sus.

4. Tahap terminasi
a. Evaluasi :
(Subjektif):
P : Bagaimana perasaan Ibu sekarang?
K : Saya akan belajar menerimanya sus.
(Objektif) :
P : Kalau begitu, coba Ibu jelaskan lagi, hal-hal yang Ibu
dapatkan dari perbincangan kita tadi.
K : Saya belajar menerima apa yang telah terjadi dan saya tidak
boleh menyalahkan diri saya sendiri.

b. Tindak Lanjut :
P : Ya, bagus sekali Bu. Nah, setiap kali Ibu merasa cemas dan
selalu menyalahkan diri sendiri, ingatlah satu hal, semua yang
terjadi sudah kehendak Tuhan. Dan ibu harus sembuh demi
saudara-saudara ibu dan anak ibu yang membutuhkan ibu.
K : Iya sus.
15

c. Kontrak yang akan datang :


P : Sesuai dengan kontrak kita tadi kita berbincang-bincang selama
10 menit dan sekarang sudah 10 menit bu. Bu, kapan ibu mau
kita melanjutkan perbincangan kita?
K : Besok sus.
P : Bagaimana kalau kita besok belajar cara mengatasi ketakutan
ibu.
K : Iya sus.
P : Ibu maunya dimana? Dan jam berapa?
K : Ditaman sus. Jam 13.00 sus setelah makan siang.
P : Baiklah bu, besok saya datang lagi kesini jam 13.00 ya bu. Nah,
sekarang ibu istirahat dulu.. Sebelum saya permisi apa ada yang
mau ibu tanyakan?
K : Tidak sus.
P : Baiklah bu, kalau tidak ada, saya permisi dulu ya Bu.
Assalamu’alaikum.
K : Wa’alaikumsalam.
SP 3 : Dukung klien untuk memverbalisasi ketakutan dan berkonsentrasi
pada potensial kehilangan, termasuk konflik dalam keluarga.
SP 4 : Bantu klien untuk sharing rasa takut, rencana dan harapan terhadap
anggota keluarga yang lain.

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

Semoga dengan adanya makalah ini bisa menambah wawasan dan pengetahuan
tentang tinjauan pustaka Askep Berduka Disfungsional. Perawat sebaiknya sudah harus
memahami dan mengerti sehingga dapat menerapkannya dalam mata kuliah Praktek
Keperawatan Jiwa.

17
DAFTAR PUSTAKA

Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta : EGC

Suseno, T. April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan,


Kematian dan Berduka dan Proses Keperawatan. Jakarta : Sagung Seto

18

Anda mungkin juga menyukai