Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

GAGAL GINJAL KRONIK

A. Anatomi Ginjal

Ginjal merupakan organ yang berada di rongga abdomen, berada di


belakang peritoneum, dan terletak di kanan kiri kolumna vertebralis sekitar vertebra
T12 hingga L3.13 Ginjal pada orang dewasa berukuran panjang 11-12 cm, lebar 5-
7 cm, tebal 2,3-3 cm, berbentuk seperti biji kacang dengan lekukan mengahadap ke
dalam, dan berukuran kira-kira sebesar kepalan tangan manusia dewasa. Berat
kedua ginjal kurang dari 1% berat seluruh tubuh atau kurang lebih antara 120-150
gram.

Gambar 1. Anatomi Ginjal14

Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak yaitu lemak pararenal dan
lemak perirenal yang dipisahkan oleh sebuah fascia yang disebut fascia gerota.

Profesi Ners STIKES Syedza Saintika Padang ; Rahmadini, S.Kep 21


Dalam potongan frontal ginjal, ditemukan dua lapisan ginjal di distal sinus renalis,
yaitu korteks renalis (bagian luar) yang berwarna coklat gelap dan medulla renalis
(bagian dalam) yang berwarna coklat terang. Di bagian sinus renalis terdapat
bangunan berbentuk corong yang merupakan kelanjutan dari ureter dan disebut
pelvis renalis. Masing-masing pelvis renalis membentuk dua atau tiga kaliks rmayor
dan masing-masing kaliks mayor tersebut akan bercabang lagi menjadi dua atau tiga
kaliks minor.
Vaskularisasi ginjal berasal dari arteri renalis yang merupakan cabang dari
aorta abdominalis di distal arteri mesenterica superior. Arteri renalis masuk ke
dalam hillus renalis bersama dengan vena, ureter, pembuluh limfe, dan nervus
kemudian bercabang menjadi arteri interlobaris. Memasuki struktur yang lebih
kecil, arteri interlobaris ini berubah menjadi arteri interlobularis lalu akhirnya
menjadi arteriola aferen yang menyusun glomerulus.
Ginjal mendapatkan persarafan melalui pleksus renalis yang seratnya
berjalan bersama dengan arteri renalis. Impuls sensorik dari ginjal berjalan menuju
korda spinalis segmen T10-11 dan memberikan sinyal sesuai dengan level
dermatomnya. Oleh karena itu, dapat dimengerti bahwa nyeri di daerah pinggang
(flank) bisa merupakan nyeri alih dari ginjal.

Profesi Ners STIKES Syedza Saintika Padang ; Rahmadini, S.Kep 21


Histologi Ginjal

Glomerulus

Kapsula
Bowman

Tubulus
Kontortus
Proksimal
Tubulus
Kontortus
Distal

Profesi Ners STIKES Syedza Saintika Padang ; Rahmadini, S.Kep 21


Gambar Histologi Ginjal

Unit fungsional setiap ginjal adalah tubulus uriniferus mikroskopik.


Tubulus ini terdiri atas nefron (nephronum) dan duktus koligens (ductus coligens)
yang menampung curahan dari nefron. Jutaan nefron terdapat di setiap korteks
ginjal. Nefron, selanjutnya terbagi lagi menjadi dua komponen yaitu korpuskulum
ginjal (corpusculum renale) dan tubulus ginjal (renal tubules).
Terdapat dua jenis nefron yaitu nefron kortikal (nephronum corticale) yang
terletak di korteks ginjal, sedangkan nefron jukstamedularis (nephronum
juxtamedullare) terdapat di dekat perbatasan korteks dan medulla ginjal. Meskipun
semua nefron berperan dalam pembentukan urin, nefron jukstamedularis membuat
kondisi hipertonik di interstisium medulla ginjal yang menyebabkan produksi urin
yang pekat.

Profesi Ners STIKES Syedza Saintika Padang ; Rahmadini, S.Kep 21


Korpuskulum ginjal merupakan segmen awal setiap nefron yang terdiri atas
kumpulan kapiler yang disebut glomerulus serta dikelilingi oleh dua lapis seepitel
yang disebut kapsul glomerulus (capsula glomerularis Bowman). Stratum viseral
atau lapisan dalam (pars internus) kapsul terdiri atas sel epitel khusus bercabang,
yaitu podosit (podocytus) yang berbatasan dan membungkus kapiler glomerulus.
Stratum parietal atau lapisan luar (pars externus) kapsul glomerulus terdiri atas
epitel selapis gepeng. Setiap korpuskulum ginjal mempunyai polus vaskularis,
tempat masuknya arteriol aferen dan keluarnya arteriol eferen. Filtrat dihasilkan
oleh glomerulus yang merupakan utrafiltrat mirip dengan plasma tetapi tidak
mengandung protein lalu masuk ke spatium kapsular meninggalkan korpuskulum
ginjal di polus urinarius, tempat tubulus kontortus proksimal berasal.
Dua jenis tubulus mengelilingi korpuskulum ginjal. Kedua tubulus ini
adalah tubulus kontortus proksimal dan tubulus kontortus distal. Bagian tubulus
ginjal yang berawal dari korpuskulum ginjal sangat berkelok atau melengkung
sehingga disebut tubulus kontortus proksimal (tubulus proximalis pars convolute).
Tubulus kontortus proksimal terbentuk dari satu lapisan sel kuboid dengan
sitoplasma bergranula eosinofilik, mitokondria memanjang , dan memperihatkan
lumen kecil tidak rata dengan brush border serta banyak lipatan membrane sel basal
yang dalam. Adanya mikrovili (limbus microvillus) di sel tubulus kontortus
proksimal meningkatkan luas permukaan dan mempermudah absorpsi bahan yang
terfiltrasi. Batas sel tubulus kontortus proksimal juga tidak jelas karena interdigitasi
membran lateral dan basal yang luas dengan sel-sel di sekitarnya.
Tubulus kontortus proksimal yang terletak di korteks, selanjutnya turun ke
dalam medulla untuk menjadi ansa henle. Ansa henle (ansa nephroni) terdiri dari
beberapa bagian yaitu bagian descendens tebal yang merupakan kelanjutan dari
tubulus kontortus proksimal, segmen descendens dan ascendens yang tipis, sert
bagian ascendens tebal yang merupakan awal dari tubulus kontortus distal (tubulus
distal pars convolute). Bagian ascendens dari loop terletak di samping bagian
descendens dan meluas ke dalam medulaginjal. Nefron dengan gIomerulus yang
terletak dekat corticornedular (nefronjuxtamedullary) memiliki loop Henle yang
relatif panjang dan memanjang jauh ke medula.

Profesi Ners STIKES Syedza Saintika Padang ; Rahmadini, S.Kep 21


Sebaliknya, sebagian besar lengkung Henledari nefron superfisial umumnya
terletak di medula ray. Segmen tipis loop mempunyai lumen yang sempit dan
dindingnya tersusun atas sel epitel skuamus.
Pars tebal ascendens loop henle berlanjut menjadi tubulus kontortus distal
di korteks ginjal. Berbeda dengan tubulus kontortus proksimal, tubulus kontortus
distal tidak memperlihatkan limbus microvilosus (brush border), selnya lebih kecil,
dan lebih banyak nukleus ditemukan per tubulus. Membran basolateral sel tubulus
kontortus distal menunjukkan banyaknya interdigitasi dan keberadaan mitokondria
memanjang di dalam lipatan ini. Fungsi utama tubulus distal adalah secara aktif
mereabsorpsi ion natrium dan filtrat tubuli menuju kapiler peritubuler ke sirkulasi
sitemik untuk mempertahankan keseimbangan asam-basa cairan tubuh dan darah.
Filtrat glomerulus yang berasal dari kontortus distal mengalir menuju ke
tubulus koligens. Tubulus koligens bukan merupakan bagian nefron. Sejumlah
tubulus koligens pendek bergabung membentuk beberapa duktus koligens yang
lebih besar. Sewaktu duktus koligens turun ke arah papilla medulla, duktus ini
disebut duktus papilaris. Duktus koligens yang lebih kecil dilapisi oleh
epitel kuboid turpulas pucat. Jauh di dalam medulla, epitel di duktus ini berubah
menjadi silindris. Di ujung setiap papilla, duktus papilaris mengalirkan isinya ke
dalam kaliks minor. Daerah papilla yang memperlihatkan lubang di duktus papilaris
yaitu area kribrosa. Korteks ginjal juga memperlihatkan banyak radius medularis
terpulas pucat yang berjalan vertikal dari basis piramid menuju korteks. Radius
medularis terutama terdiri dari duktus koligens, pembuluh darah, dan bagian lurus
dari sejumlah nefron yang menembus korteks dari basis piramid.

B. Fisiologi Ginjal
Ginjal memerankan berbagai fungsi tubuh yang sangat penting bagi
kehidupan, yakni menyaring (filtrasi) sisa hasil metabolisme dan toksin dari darah
serta mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit yang kemudian dibuang
melalui urine.15 Pembentukan urin adalah fungsi ginjal yang paling esensial dalam
mempertahankan homeostatis tubuh. Pada orang dewasa sehat, kurang lebih 1200
ml darah, atau 25% cardiac output, mengalir ke kedua ginjal. Pada keadaan tertentu,
aliran darah ke ginjal dapat meningkat hingga 30% (pada saat latihan fisik) dan
menurun hingga 12% dari cardiac output.

Profesi Ners STIKES Syedza Saintika Padang ; Rahmadini, S.Kep 21


Proses pembentukan urine yang pertama terjadi adalah filtrasi, yaitu
penyaringan darah yang mengalir melalui arteria aferen menuju kapiler glomerulus
yang dibungkus kapsula bowman untuk menjadi filtrat glomerulus yang berisi zat-
zat ekskresi. Kapiler glomerulus tersusun atas sel endotel, membrana basalis dan
sel epitel. Kapiler glomeruli berdinding porous (berlubang-lubang), yang
memungkinkan terjadinya filtrasi cairan dalam jumlah besar (± 180 L/hari).
Molekul yang berukuran kecil (air, elektrolit, dan sisa metabolisme tubuh, di
antaranya kreatinin dan ureum) akan difiltrasi dari darah, sedangkan molekul
berukuran lebih besar (protein dan sel darah) tetap tertahan di dalam darah. Oleh
karena itu, komposisi cairan filtrat yang berada di kapsul Bowman, mirip dengan
yang ada di dalam plasma, hanya saja cairan ini tidak mengandung protein dan sel
darah.
Volume cairan yang difiltrasi oleh glomerulus setiap satuan waktu disebut
sebagai rerata filtrasi glomerulus atau Glomerular Filtration Rate (GFR).
Selanjutnya cairan filtrat akan direabsorbsi dan beberapa elektrolit akan mengalami
sekresi di tubulus ginjal, yang kemudian menghasilkan urine yang akan disalurkan
melalui duktus koligentes. Proses dari reabsorbsi filtrat di tubulus proksimal, ansa
henle, dan sekresi di tubulus distal terus berlangsung hingga terbentuk filtrat tubuli
yang dialirkan ke kalises hingga pelvis ginjal.
Ginjal merupakan alat tubuh yang strukturnya amat rumit, berperan penting
dalam pengelolaan berbagai faal utama tubuh. Beberapa fungsi ginjal:
a. Regulasi volume dan osmolalitas cairan tubuh

b. Regulasi keseimbangan elektrolit

c. Regulasi keseimbangan asam basa

d. Ekskresi produk metabolit dan substansi asing

e. Fungsi endokrin

 Partisipasi dalam eritropoiesis

 Pengatur tekanan arteri

Profesi Ners STIKES Syedza Saintika Padang ; Rahmadini, S.Kep 21


f. Pengaturan produksi 1,25-dihidroksi vitamin D3

g. Sintesa glukosa.

C. Defenisi GGK

Gagal ginjal kronis didefinisikan sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3


bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,
2010).

Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal
untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner &
Suddarth, 2001).

Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan laju filtrasi
glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan berat (Mansjoer,
2007).

Gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal


mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius)
dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan
keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009).

D. Klasifikasi GGK

1. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :


1) Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
a) Kreatinin serum dan kadar BUN normal
b) Asimptomatik
c) Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR

Profesi Ners STIKES Syedza Saintika Padang ; Rahmadini, S.Kep 21


2) Stadium II : Insufisiensi ginjal
a) Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet).
b) Kadar kreatinin serum meningkat
c) Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal :
- Ringan 40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal.
- Sedang 15% - 40% fungsi ginjal normal.
- Kondisi berat 2% - 20% fungsi ginjal normal

3) Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia


a) Kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat.
b) Ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit.
c) Air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma.

2. KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan


pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju Filtrasi
Glomerolus) :
1) Stadium 1 : Kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG
yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2) .
2) Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60 -
89 mL/menit/1,73 m2) .
3) Stadium 3 : Kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2) .
4) Stadium 4 : Kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2).
5) Stadium 5 : Kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2) atau gagal
ginjal terminal.

E. Etiologi GGK
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak
nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.

Profesi Ners STIKES Syedza Saintika Padang ; Rahmadini, S.Kep 21


3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE), poli
arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubuler ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8. Nefropati obstruktif
a. Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
b. Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali congenital
pada leher kandung kemih dan uretra

F. Patofisiologi GGK
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai
reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron- nefron rusak. Beban bahan
yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis
osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak
bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya
gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan
ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal
yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.

Profesi Ners STIKES Syedza Saintika Padang ; Rahmadini, S.Kep 21


Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, akan semakin berat.

1. Gangguan Klirens Ginjal Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat
dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan
klirens substansi darah yang sebenarnya dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju
filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24- jam untuk
pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak
berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar kreatinin
akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat.
Kreatinin serum merupakan indicator yang paling sensitif dari fungsi karena
substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi
oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme
(jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid.

2. Retensi Cairan dan Ureum Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau
mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal
yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak
terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya
edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat
aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi
aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kwehilangan garam,
mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare
menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk status uremik.

3. Asidosis Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic


seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang
berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal
untuk menyekresi ammonia (NH3‾) dan mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) .
penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain juga terjadi.

Profesi Ners STIKES Syedza Saintika Padang ; Rahmadini, S.Kep 21


4. Anemia Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya
usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami
perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada
gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai
keletihan, angina dan sesak napas.

5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat Abnormalitas yang utama pada gagal


ginjal kronis adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum
kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya
meningkat, maka yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui
glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya
penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan
sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak
berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan
mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit tulang. Selain itu juga metabolit
aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal
menurun.

6. Penyakit Tulang Uremik Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan


kompleks kalsium, fosfat dan keseimbangan parathormon.

G. Manifestasi Klinis GGK

Menurut Brunner & Suddart (2002) setiap sistem tubuh pada gagal ginjal kronis
dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan menunjukkan sejumlah tanda dan
gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan
ginjal, usia pasien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala pasien gagal ginjal
kronis adalah sebagai berikut :
1. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin-
angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki,tangan,sakrum), edema periorbital,
Friction rub perikardial, pembesaran vena leher.

Profesi Ners STIKES Syedza Saintika Padang ; Rahmadini, S.Kep 21


2. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis
dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
3. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul.
4. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia, mual,muntah,
konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal.
5. Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai,
panas pada telapak kaki, perubahan perilaku.
6. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop.
7. Manifestasi Reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler

H. Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita GGK akan
mengalami beberapa komplikasi. Komplikasi dari GGK menurut Smeltzer dan Bare
(2001) serta Suwitra (2006) antara lain adalah :
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan
masukan diit berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin angiotensin
aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar
alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.

Profesi Ners STIKES Syedza Saintika Padang ; Rahmadini, S.Kep 21


6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

I. Pemeriksaan Diagnostik
1. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
a) Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya
massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.
b) Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk
diagnosis histologis.
c) Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
d) EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan
asam basa.
2. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
3. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal pada
usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
4. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem pelviokalises,
dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises dan
ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
5. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler, parenkhim) serta
sisa fungsi ginjal
6. Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi pericarditis.

Profesi Ners STIKES Syedza Saintika Padang ; Rahmadini, S.Kep 21


7. Pemeriksaan Radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik.
8. Pemeriksaan radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
9. Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible.
10. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia).
11. Biopsi Ginjal dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis
atau perlu untuk mengetahui etiologinya.
12. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal :
a) Laju endap darah.Urin
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada
(anuria).
Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus /
nanah, bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor, warna kecoklatan
menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.
Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan
ginjal berat).
Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular,
amrasio urine / ureum sering 1:1.
b) Ureum dan Kreatinin
Ureum:
Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi.
c) Hiponatremia.
d) Hiperkalemia.
e) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia.
f) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia.
g) Gula darah tinggi.

Profesi Ners STIKES Syedza Saintika Padang ; Rahmadini, S.Kep 21


h) Hipertrigliserida.
i) Asidosis metabolik

J. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan pasien GGK adalah untuk mempertahankan
fungsi ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh selama mungkin serta mencegah atau
mengobati komplikasi (Smeltzer, 2001; Rubenstain dkk, 2007). Terapi konservatif tidak
dapat mengobati GGK namun dapat memperlambat progres dari penyakit ini karena
yang dibutuhkan adalah terapi penggantian ginjal baik dengan dialisis atau transplantasi
ginjal.
Lima sasaran dalam manajemen medis GGK meliputi :
1. Untuk memelihara fungsi renal dan menunda dialisis dengan cara mengontrol
proses penyakit melalui kontrol tekanan darah (diet, kontrol berat badan dan obat-
obatan) dan mengurangi intake protein (pembatasan protein, menjaga intake protein
sehari-hari dengan nilai biologik tinggi < 50 gr), dan katabolisme (menyediakan
kalori nonprotein yang adekuat untuk mencegah atau mengurangi katabolisme).
2. Mengurangi manifestasi ekstra renal seperti pruritus , neurologik, perubahan
hematologi, penyakit kardiovaskuler.
3. Meningkatkan kimiawi tubuh melalui dialisis, obat-obatan dan diet.
4. Mempromosikan kualitas hidup pasien dan anggota keluarga (Black & Hawks,
2005)
Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah memerlukan dialisi
tetap atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya GFR sekitar 5-10 ml/mnt. Dialisis
juga diiperlukan bila :
1. Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan.
2. Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan.
3. Overload cairan (edema paru).
4. Ensefalopati uremic, penurunan kesadaran.
5. Efusi pericardial.
6. Sindrom uremia ( mual,muntah, anoreksia, neuropati) yang memburuk

Profesi Ners STIKES Syedza Saintika Padang ; Rahmadini, S.Kep 21


Klien CKD perlu mendapatkan penatalaksanaan secara khusus sesuai dengan derajat
penyakit CKD, bukan hanya penatalaksanaan secara umum. Menurut (Sudoyo, 2015), sesuai
dengan derajat penyakit CKD dapat dilihat dalam tabel berikut :
a. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya.
b. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid.
c. Memperlambat pemburukan fungsi ginjal.
d. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular.
e. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi.
f. Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.

Rencana tatalaksana penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya.


Derajat LFG Rencana tatalaksana
(ml/mnt/1,73m
1 >90 Terapi penyakit dasar,
kondisi komoroid, evaluasi
pemburukan fungsi ginjal,
memperkecil resiko
kardiovaskular.
2 60-89 menghambat pemburukan
fungsi ginjal
3 30-59 evaluasi dan terapi
komplikasi
4 15-29 persiapan untuk terapi
pengganti ginjal
5 <15 terapi pengganti ginjal

Sumber : Sudoyo, 2015.


Penatalaksanaan Keperawatan
1. Cairan
a. Klien yang tidak didialisa.
Bila ada oliguria, cairan yang diperbolehkan biasanya 400-500 ml (untuk menghitung
kelebihan cairan rutin) ditambah volume yang hilang lainya seperti urin, diare, dan
muntah selama 24 jam terakhir.
b. Klien dialysis
Pemasukan cairan terbatas jumlahnya sehingga kenaikan berat badan tidak lebih dari
0,45 kg/hari diantara waktu dialisis. ini umumnya akibat dari pemasukan 500 ml sehari
ditambah volume yang hilang melalui urin, diare dan muntah.

Profesi Ners STIKES Syedza Saintika Padang ; Rahmadini, S.Kep 21


2. Elektrolit
a. Klien yang tidak dialysis
Pemasukam kalium harus dibatasi 1,5-2,5 g (38,5-64 mEq)/hari pada dewasa dan
sekitar 50 mg (1,9 mEq)/kg/hari untuk anak-anak.
b. Klien yang didialisis
Ini dapat diberikan lebih bebas untuk mempertahankan kadar natrium dan kalium
serum normal pada Klien dengan dialisis. selama CAPD (cronik ambulatory peritonial
dealysis), kalium yang dapat diberikan sekitar 2,7-3,1 g (70-80 mEq)/kg/hari pada
anak, untuk mempertahankan keseimbangan cairan.
3. Diet rendah protein untuk membatasi akumulasi produk akhir metabolisme protein yang
tidak dapat diekresikan ginjal.
4. Persiapan yang harus dilakukan perawat sebelum operasi AV – Shunt:
a. Berikan informasi yang jelas pada klien karena sering terjadi kesalah pahaman. Klien
sering menganggap Operasi AV-Shunt adalah pemasangan alat untuk HD padahal
hanya menyambungkan pembuluh darah yang ada pada tubuh klien.
b. Batasan laboratorium untuk operasi AV-Shunt biasanya direkomendasikan dari dokter
penyakit dalam dan ahli bedahnya. Selama ini Rekomendasi untuk Periksakan
laboratorium yaitu , Hb > 8 mg/dl, Trombosit dalam batas normal, Gula Darah Sewaktu
dalam batas normal untuk klien tanpa riwayat DM dan untuk klien dengan DM harus
dikonsultasikan lagi dengan ahli bedahnya.
c. Lakukan program free heparin sebelum dilakukan operasi, menurut literatur sebaiknya
heparin tidak diberikan 6-8 jam sebelum operasi dan diharapkan tidak diberikan
kembali setelah 12 jam post operasi atau dikondisikan sampai luka operasi mengering.
d. Sebelum operasi perawat HD bisa melakukan palpasi pada arteri radialis dan ulnaris
untuk merasakan kuat tidaknya aliran darah arterinya kemudian dilaporkan ke ahli
bedah. bila salah satu arteri (radilis/ ulnaris ) tidak teraba dan tidak ditemukan dengan
alat penditeksi (dopler) maka kontra indikasi untuk dilakukan AV-Shunt.

Profesi Ners STIKES Syedza Saintika Padang ; Rahmadini, S.Kep 21


K. Pengkajian

1. Demografi.
Klien CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang mengalami
CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti proses
pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat terjadi pada
siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai
pemicu kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu
lama dan lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum / mengandung
banyak senyawa/ zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
2. Riwayat penyakit yang diderita klien sebelum CKD seperti DM, glomerulo nefritis,
hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus
urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.
3. Pemeriksaan fisik
a. Penampilan / keadaan umum
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran klien dari
compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan
reguler.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau
terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
d. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat /
uremia, dan terjadi perikarditis.
e. Kepala.
Rambut kotor, mata simetris atau tidak, pupil isokor atau anisokor, reaksi pupil
terhadap cahaya, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga, hidung kotor dan
terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah,
mukosa mulut pucat dan lidah kotor.

Profesi Ners STIKES Syedza Saintika Padang ; Rahmadini, S.Kep 21


f. Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
g. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu
napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru
(rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada
jantung.
h. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit.
i. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat
ulkus.
j. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas klien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang,
dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengam Chronic Kidney Disease (CKD) menurut trucker,
2008; sudoyo, 2015.
1. Urinalisasi : PH asam, SDP, SDM, berat jenis urin (24 jam) : volume normal, volume
kosong atau rendah, proteiurea, penurunan klirens kreatinin kurang dari 10 ml
permenit menunjukan kerusakan ginjal yang berat.
2. Hitungan darah lengakap : penurunan hematokrit / HB , trombosit, leukosit,
peningkatan SDP.
3. Pemerikasaan urin : Warna PH, kekeruhan, glukosa, protein, sedimen, SDM, keton,
SDP, CCT.
4. Kimia darah : kadar BUN, kreatinin, kalium, kalsium, fosfor, natrium, klorida
abnormal.
5. Uji pencitraan : IVP, ultrasonografi ginjal, pemindaian ginjal, CT scan.
6. EKG : distritmia.

Profesi Ners STIKES Syedza Saintika Padang ; Rahmadini, S.Kep 21


7. Poto polos abdomen, bias tampak batu radio opak.
8. Pielografi intra vena jarang dikerjakan, karena kontras tidak dapat melewati filter
glomerolus, disamping kekawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap
ginjal yang sudah mengalami kerusakan.
9. Piolografi antegrad atau retrograt sesuai dengan indikasi.
10. Pemeriksaan lab CCT (Clirens Creatinin Test) untuk mengetahui laju filtrasi
glomerulus.

Profesi Ners STIKES Syedza Saintika Padang ; Rahmadini, S.Kep 21


DAFTAR PUSTAKA

Profesi Ners STIKES Syedza Saintika Padang ; Rahmadini, S.Kep 21

Anda mungkin juga menyukai