KEPERAWATAN JIWA I
Disusun Oleh :
Kelompok IV
1. RAHMADINI NIM.1502186
2. ARI PUTRA PRATAMA NIM.1502169
3. DONA DELVINA NIM.1502172
4. INDRI SAPUTRI NIM.1502179
5. SUCY APRIFA ZEN NIM.1502189
6. WILDA WANTI NIM.1502192
2017
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada ALLAH SWT, karena atas
berkat dan limpahan rahmatnya maka kami telah menyelesaikan sebuah karya
manfaat yang besar bagi kita untuk mempelajari Ilmu Keperawatan Jiwa I.
Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan
memohon permakluman bila mana isi makalah ini ada keterangan dan ada tulisan
terima kasih dan semoga ALLAH SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat
memberikan manfaat.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
“Penulis”
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 48
B. Saran ..................................................................................................................... 49
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1
2
C. Tujuan Penulisan
Keperawatan Jiwa.
Keperawatan Jiwa
D. Manfaat Penulisan
Bencana.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Defenisi Prevensi
B. Prinsip Prevensi
3
4
1. Prevensi Primer
prevennsi primer ada dua macam: (1) mengurangi resiko terjadinya gangguan
mental dan (2) menunda atau mneghindari munculnya gangguan mental.
2. Prevensi Sekunder
a) Diagnosis awal
b) Penanganan secepatnya
3. Prevensi Tersier
Dengan cara ini, kontak antara klien dan petugas lebih intensif. Setiap
masalah yang dihadapi oleh klien dapat dikorek dan dibantu penyelesaiannya.
Akhirnya klien akan dengan sukarela, berdasarkan kesadaran, dan penuh
pengertian akan menerima perilaku tersebut (mengubah perilaku).
b. Wawancara (interview)
a. Kelompok Besar
Ceramah
Pelaksanaan:
Kunci dari keberhasilan pelaksanaan ceramah adalah apabila
penceramah dapat menguasai sasaran ceramah. Untuk dapat menguasai
sasaran (dalam arti psikologis), penceramah dapat melakukan hal-hal
sebagai berikut:
Seminar
b. Kelompok Kecil
Apabila peserta kegiatan itu kurang dari 15 orang biasanya kita sebut
kelompok kecil. Metode-metode yang cocok untuk kelompok kecil ini antara
lain:
Diskusi Kelompok
A. Defenisi Krisis
B. Jenis Krisis
1. Krisis perkembangan
2. Krisis situasional
3. Krisis adventisius
C. Intervensi Krisis
Pertimbangan Umum :
1. Krisis terjadi pada semua individu pada satu saat atau saat yang
lain.
2. Krisis tidak selalu bersifat patologis; krisis dapat menjadi stimulus
pertumbuhan dan pembelajaran.
3. Krisis sangat terbatas dalam hal waktu dan biasanya teratasi
dengan satu atau lain cara dalam periode yang singkat (4 sampai 6
minggu).
Penyelesaian krisis dapat dikatakan berhasil bila fungsi kembali
pulih atau ditingkatkan melalui pembelajaran baru. Penyelesaian
krisis dinyatakan gagal bila fungsi tidak kembali pulih ke tingkat
sebelum krisis, dan individu mengalami penurunan tingkat
fungsional.
4. Persepsi individu terhadap masalah yang dihadapi dapat
menentukan krisis. Setiap individu memiliki respons yang unik
terhadap masalah yang dialaminya.
5. Faktor penyeimbang merupakan hal yang penting dalam
memprediksi hasil dari respons individu terhadap krisis. Beberapa
faktor telah diidentifikasi sebagai prediktor hasil yang baik
(Aguilera, 1998).
- Persepsi terhadap kejadian pencetus bersifat realistis bukan
terdistorsi.
18
Intervensi Krisis :
1. Bantuan
2. Peran perawat
1. Gejala Fisik :
2. Gejala Kognitif
3. Gejala Perilaku
Disorganisasi
Impulsif ledakan kemarahan
Sulit menjalankan tanggung jawab peran yang biasa
Menarik diri dari interaksi sosial
21
4. Gejala Emosional
1. Mental distress
2. Post Traumatic Stress Disorder (PTSD): hostility, anxiety and
depression.
3. Bentuk PTSD bisa:
Passive-Aggressive Reaction
Anxiety Reaction
Mask Depression- Somatisasi
Retard Depression
Agitated Depresion
Smilling depression
Pseudo- Psikotik
Tahap ini adalah masa beberapa jam atau hari setelah bencana.
Pada tahap ini kegiatan bantuan sebagian besar difokuskan pada
menyelamatkan penyintas dan berusaha untuk menstabilkan situasi.
Penyintas harus ditempatkan pada lokasi yang aman dan terlindung,
pakaian yang pantas, bantuan dan perhatian medis, serta makanan dan
air yang cukup.
25
Kecemasan berlebihan
Rasa bersalah
2. Tahap Pemulihan
Emosi
Pikiran
Tubuh
Perilaku
Meliputi: Jika setelah lebih dari dua bulan gejala gejala di atas
(ASPT) masih ada maka, maka dapat diduga mengalami PTSD, jika
memunjukkan gejala ini selepas 2 bulan dari kejadian bencana:
Dukacita Eksrim
3. Tahap Rekonstruksi.
Satu tahun atau lebih setelah bencana, fokus bergeser lagi. Pola
kehidupan yang stabil mungkin telah muncul. Selama fase ini, walaupun
banyak korbanmungkin telah sembuh, namun beberapa yang tidak
mendapatkan pertolongan dengan tepat menunjukkan gejala kepribadian
yang serius dan dapat bersifat permanen. Pada tahap ini risiko bunuh
diri dapat meningkat, kelelahan kronis, ketidakmampuan untuk
bekerja, kehilangan minat dalam kegiatan sehari-hari, dan kesulitan
berpikir dengan logis. Mereka menjadi pendendam dan mudah
menyerang orang lain termasuk orang-orang yang ia sayangi. Gangguan
29
d. Tingkat keparahan.
e. Pengalaman traumatik
Fase Rekonstruksi
7. Trauma Healing
Diskusi kelompok
Kegiatan ibadah
A. Dukungan Pemulihan
B. Rehabilitasi
reaksi stres sementara pasca bencana dan intervensi pengobatan yang tepat
mungkin menjadi kunci positif keberhasilan jangka panjang
Selain itu, rehabilitasi dari segi komunitas perawat bisa melakukan kerja
sama dengan lintas sektoral dalam berbagai bidang ilmu untuk memulihkan
kembali keadaan korban bencana. Kondisi masyarakat di sekitar daerah yang
terkena musibah pasca bencana biasanya akan menjadi terkatung-katung tidak
jelas akibat memburuknya keaadaan pasca bencana akibat kehilangan harta
benda yang mereka miliki, sehinnga banyak diantara mereka yang patah arah
dalam menentukan hidup selanjutnya. Hal yang bisa menolong membangkitkan
keadaan tersebut adalah melakukan pemberdayaan masyarakat (PNPM, 2008).
Masyarakat perlu mendapatkan fasilitas dan skill yang dapat menjadi bekal bagi
mereka kelak. Perawat dapat melakukan pelatihan pelatihan keterampilan yang
difasilitasi dan berkolaborasi dengan instansi ataupun LSM yang bergerak
dalam bidang itu. Sehinnga diharapkan masyarakat di sekitar daerah bencana
akan mampu membangun kehidupannya kedepan lewat kemampuan yang miliki
seperti yang telah dilakukan di Aceh dan Nias pasca bencana Tsunami
(Sosesilowati, 2010).
Partisipasi warga masyarakat dalam rehabilitasi dan rekontruksi akan
mempengaruhi keberhasilan dalam program rehabilitasi dan rekontruksi seperti
rehabilitasi daerah Nias yang melibatkan masyarakat dan stakeholder terkait
dalam rehabilitasi dan rekontruksi daerah (Muktiali, 2008). Penanggulangan
bencana berbasis komunitas merupakan suatu upaya untuk mengkolaborasikan
penanggulangan bencana sebagai upaya bersama antara masyarakat, LSM,
swasta dan Pemerintah pada saat pra bencana, bencana dan pasca bencana
(PNPM, 2008).
40
Prolog :
Deskpripsi Pasien :
Pelaksanaan Kegiatan :
1. Topik
2. Sasaran
3. Metode
Diskusi
Perawat : Rahmadini
Skenario :
(Perawat dan Pasien dan ibu pasien berjalan menuju ruangan dokter)
Perawat : Tidak apa, panggil saja saya kakak ya, jadi adik
tidak kaku dengan saya. Baiklah adik disini akan
kakak ajarkan terapi menarik nafas dalam.
Apakah adik pernah, mendengar terapi ini
sebelumnya?
Pasien (WW) : (ww keluar dari ruangan terapi) bu, mari kita
pulang.
Pasien (WW) : Sudah bu, dan WW rasa terapi ini bagus untuk
WW. (sambil tersenyum)
PENUTUP
A. Kesimpulan
48
49
B. Saran
http://tirtojiwo.org/wp-content/uploads/2014/02/bab3-dasardasarpemulihan.pdf
http://saigai-kokoro.ncnp.go.jp/document/pdf/mental_info_guide_in.pdf
http://www.ners.unair.ac.id/materikuliah/buku%20ajar%20keperawatan%20keseh
atan%20jiwa.pdf
http://erepo.unud.ac.id/10067/3/83457d260b631b3cdcac0020f8820fb5.pdf
http://psikiatri.forumid.net/t63-promosi-kesehatan-jiwa
https://www.slideshare.net/uweschaeruman/modul-2-kb-2-post-traumatic-stres-
disorder-ptsd
50