Disusun Oleh:
Kelompok 6
No. Nama NIM Nilai Nilai
Makalah Individu
1. Repina Indah Sari Pangaribuan 211301207
2. Reinhard Paulus Sitorus 211301208
3. Raisha Salsabila Kurniawan 211301209
4. Rahel Julyanti Panjaitan 211301210
5. Rahel Grace Theresia Rotua Batubara 211301211
Puji Syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Intervensi Kesehatan Mental” ini tepat pada waktunya.
Kami juga mengucapkan terima kasih kami kepada Dosen Pengampu mata kuliah
“Psikopatologi dan Kesehatan Mental” yang telah membimbing kami selama ini. Dan kami
juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang berpartisipasi dalam pembuatan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu, kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membagun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini. Dan semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan
bermanfaat bagi kita semua.
Kelompok 6
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
ISI
Intervensi merupakan suatu metode untuk mengubah perilaku, pikiran, dan perasaan
seseorang (Slamet & Markam, 2003). Intervensi dilakukan secara sistematis dan terencana
berdasar hasil asesmen untuk merubah keadaan seseorang.
Intervensi Individual merupakan terapi yang berfokus pada hubungan interpersonal
yang melibatkan terapis menjadi penolong bagi klien yang mengalami masalah pada tingkah
laku, kualitas hidup, kesehatan mental, dan lain-lain.
1. Pendekatan Terapi Kesehatan Mental
a. Psychodynamic Therapy
Pendekatan ini berfokus pada perubahan perilaku, perasaan, dan pikiran yang
bermasalah dengan menemukan makna dan motivasi dari alam bawah sadar mereka. Terapi
psikoanalisis dicirikan oleh interaksi yang erat antara terapis dan pasien. Pasien diharapkan
untuk membicarakan apapun yang ada di dalam pikirannya.
c. Humanistic Therapy
Pendekatan yang menekankan pada kapasitas orang untuk membuat pilihan rasional
dan mengembangkan potensi maksimal mereka, pandangan terhadap dunia mempengaruhi
pilihan yang dibuat. Beberapa bentuknya adalah:
1. Existential Therapy, yang berfokus pada kebebasan dalam membuat pilihan,
tanggung jawab atas pilihan, penentuan nasib sendiri dan pencarian makna hidup.
2
2. Client-Centered Therapy, yang memfokuskan pada tanggung jawab dan
kesanggupan klien untuk menemukan cara menghadapi kenyataan secara penuh,
terapis memberikan perhatian pada persepsi diri klien.
3. Gestalt Therapy, yang berpusat pada peningkatan kesadaran, kebebasan, dan
pengarahan diri seseorang yang berfokus pada saat ini, bukan dari pengalaman masa
lalu.
CBT telah berhasil digunakan oleh para psikolog untuk menangani kasus gangguan mental
dari gangguan yang biasa hingga psikosis dan dianggap sebagai teknik terapi yang lebih ampuh
dibandingkan teknik psikoterapi lainnya. Walaupun ada beberapa klien yang mundur atau tidak
melanjutkan pengobatan dengan CBT hal tersebut sangat jarang dijumpai.
3
Ditemukan dalam studi yang dilaksanakan oleh Cuijpers, Geraedts, vam Oppen,
Anderson, Markowitz, dan van Straten, 2011 (dalam Novianty dan Retnowaty, 2016) bahwa
terapi IPT ini sangat baik secara keseluruhan maupun ketika digabungkan dengan
farmakoterapi dalam menangani depresi dan mencegah relapse atau kambuh.
c. Problem-Solving Therapy
Terapi ini ini adalah satu terapi yang digunakan untuk menyokong pasien dalam
membangun keterampilan-keterampilan diri dan sumber daya supaya dapat mampu melewati
pusat atau akar dari tekanan psikososial yang membawa dampak pada kondisi kesehatan
mental klien. Hanlon et al., 2014 (dalam Novianty dan Retnowaty, 2016)
d. Relaxation Therapy
Terapi ini adalah salah satu teknik yang meliputi relaksasi otot progresif, relaksasi
imajinasi, biofeedback dan teknik meditasi dan yoga. Jika kita bisa dapat menguasai teknik ini,
kita bisa melakukannya tanpa pengawasan tenaga profesional. Terapi ini dapat dilakukan dan
dikelola bahkan oleh orang non-kesehatan sekalipun. Sebuah studi menemukan bahwa teknik
relaksasi pada kelompok kontrol dan eksperimen menunjukkan pengurangan stres yang lebih
sedikit pada relaksasi otot pada kelompok kontrol dibandingkan pada kelompok eksperimen.
Terapi ini sangat sederhana dan mudah dilaksanakan untuk meminimalisir keluhan fisik,
meskipun tidak begitu efektif dalam menurunkan ketegangan (Prawitasari, 2011)
4
Sesi 9 : Mengembangkan kemampuan mengontrol pikiran, perasaan dan perilaku
Sesi 10 : Evaluasi dan Penutup
c. Problem-Solving Therapy
Pemilihan teknik Problem Solving Therapy ini didasarkan pada perbedaan latar
belakang permasalahan setiap klien dan teknik ini diharapkan mampu membuat klien saling
membantu dan berkembang meskipun latar belakang permasalahan antar klien berbeda.
Adapun tahapan dan prosedur dalam Problem Solving Therapy, yakni :
1. Klarifikasi dan Definisi dari Masalah
2. Pilihan akan tujuan yang dapat dicapai
3. Pilihan Solusi
4. Solusi yang dipilih
5. Implementasi pilihan solusi
6. Evaluasi
5
e. Relaxation Therapy
Relaxation Therapy memiliki banyak sekali jenis teknik terapinya. Diantaranya ialah :
1. Relaksasi Otot Progressive
Adalah sebuah teknik dalam Relaxation Therapy dimana si klien dilatih untuk
mengidentifikasi ketegangan pada otot tubuhnya. Vancampfort et al., 2013
(dalam Rasyidin & Pratiwi, 2019) Tomlin mengatakan bahwa relaksasi ini dapat
membuat perubahan pada kondisi psikologis seseorang yang mana bisa
mengurangi ketegangan, tingkat kecemasan, mengurangi tekanan darah dan
menyeimbangkan aliran darah dalam tubuh.
2. Deep Breathing
Teknik ini dilakukan dengan bertujuan untuk membuat tubuh lebih rileks dan
nyaman sehingga relaksasi otot yang dilakukan dapat berjalan dengan baik.
Kegunaan Deep Breathing ini ialah dapat mengurangi kecemasan yang
berhubungan dengan anxiety, memperbaiki pola tidur dan dapat meningkatkan
kepercayaan diri dalam situasi apapun.
3. Gelembung Pikiran
Pada penelitian Uswah, 2019 (dalam Rasyidin & Pratiwi, 2019) teknik ini
digunakan untuk membantu individu mendapatkan kesadaran nya dengan
mengindahkan stimulus-stimulus dari luar tubuh dan perasaan atau sensasi pada
tubuh. Teknik ini berfungsi untuk membantu siswa dalam mendapatkan fokus
dan konsentrasi.
6
dibandingkan dengan yang tidak mendapatkan psikoterapi. Wolf dan Hopko (dalam Novianty
dan Retnowaty, 2016) mengulas data intervensi dan menemukan bahwa psikoterapi,
farmakoterapi dan model keperawatan kolaboratif lebih unggul dibandingkan perawatan biasa.
Pada studi Wolf & Hopko, 2008 ; Steinert et al., 2014 (dalam Novianty dan Retnowaty,
2016) menunjukkan bahwa psikoterapi lebih efektif dibandingkan farmakoterapi ditunjukkan
dengan rata-rata klien yang mengalami relapse lebih rendah dibandingkan dengan
farmakoterapi.
Intervensi pada komunitas dibagi menjadi informal community care dan community
mental health service. Informal community care terdiri dari layanan yang diberikan di
masyarakat yang bukan merupakan bagian dari sistem kesehatan dan kesejahteraan formal.
Contohnya termasuk dukun (healers), profesional di sektor lain seperti guru, polisi, layanan
yang disediakan oleh organisasi non-pemerintah, asosiasi pengguna dan keluarga, dan orang
awam.
Tingkat penanganan ini dapat membantu mencegah kekambuhan di antara orang-orang
yang telah keluar dari rumah sakit. Layanan informal biasanya dapat diakses dan diterima
karena layanan tersebut adalah bagian integral dari masyarakat. Tingkat tenaga kesehatan ini
mengacu pada anggota masyarakat lokal yang tidak profesional dalam kesehatan mental atau
perawatan kesehatan, namun memberikan berbagai layanan (Organization, 2009).
Beberapa fungsi penting yang dilakukan oleh tenaga kesehatan informal adalah:
- Perawatan suportif, termasuk konseling dan self-help;
- Administrasi dan manajemen;
- Metodologi penelitian kesehatan mental
7
Community mental health service meliputi day centres, layanan rehabilitasi, program
pengalihan rumah sakit (hospital diversion programmes), mobile crisis teams, layanan terawasi
dan pengawasan perumahan (therapeutic and residential supervised services), rumah
kelompok (group homes), bantuan rumah (home help), bantuan untuk keluarga (assistance to
families), dan layanan dukungan lainnya. Meskipun hanya beberapa layanan kesehatan mental
komunitas yang dapat memberikan keseluruhan layanan ini, gabungan dari beberapa
komponen berdasarkan kebutuhan dan persyaratan sangat penting untuk perawatan kesehatan
mental yang sukses (Organization, 2009).
Layanan kesehatan mental komunitas formal mencakup berbagai pengaturan dan
tingkat perawatan yang berbeda yang disediakan oleh profesional kesehatan mental. Contoh
tenaga kesehatan pada level ini antara lain: psikiater, perawat psikiatri komunitas, psikolog,
pekerja sosial psikiatri, pekerja terapis, dan pekerja psikiatri komunitas (Organization, 2009).
Fungsi tenaga kesehatan tersebut meliputi:
A. Rehabilitasi dan pengobatan berbasis masyarakat;
B. Layanan perumahan;
C. Intervensi krisis;
D. Pendidikan dan pelatihan;
E. Kolaborasi dengan komunitas dan penyedia layanan berbasis rumah sakit;
F. Penelitian kesehatan mental.
Sedangkan kompetensi/keahlian yang dibutuhkan tenaga kesehatan tersebut meliputi:
A. Diagnosis dan pengobatan;
B. Pengetahuan tentang undang-undang yang relevan, termasuk undang-undang kesehatan
mental;
C. Keterampilan advokasi dan negosiasi;
D. Administrasi dan manajemen;
E. Metodologi penelitian kesehatan mental;
F. Pelatihan dan pengawasan.
Beberapa penelitian mengadaptasi model berbasis bukti (misalnya, Forensic Assertive
Community Treatment) untuk memberikan perawatan di lokasi seperti penjara, gereja, dan
pusat lansia. Banyak intervensi tingkat individu juga sekaligus bertindak di tingkat
organisasi/kelembagaan. Kelompok intervensi yang melakukan intervensi pada tingkat
interpersonal (misalnya, intervensi orang tua dan keluarga), seperti program pencegahan
pelecehan anak yang efektif di Afrika Selatan di mana berfokus pada pasangan orang tua-anak
melalui sesi individu dan bersama. Selain itu, kekuatan intervensi ini adalah penyampaiannya
8
oleh pekerja penitipan anak setempat. Sedangkan, kelompok intervensi yang berfungsi di
tingkat organisasi/lembaga melibatkan pemimpin komunitas yang terpercaya untuk aktif dalam
perawatan kesehatan mental, seperti memberikan intervensi skrining depresi di gereja-gereja
(Castillo, Ijadi-Maghsoodi, & et.All, 2019).
Intervensi dilakukan untuk mengubah perilaku target. Perubahan perilaku
membutuhkan waktu selama 6 - 12 bulan. Intervensi akan dilakukan dalam dua fase. Fase
pertama, memberikan informasi/pengetahuan mengenai beberapa indikator perilaku sadar
lingkungan yang berguna bagi kelompok masyarakat yang ingin mengelola wisata di
daerahnya. Fase kedua, meminta kelompok masyarakat untuk mempraktekan pengetahuan
yang telah diberikan. Kelompok masyarakat yang dilatih akan mempraktekkan materi pelatihan
yang diberikan, sehingga dapat dicontoh dan disempurnakan oleh anggota masyarakat yang
lain.
Contoh intervensi lain di tingkat masyarakat yaitu dengan secara langsung
menyediakan atau mempengaruhi sumber daya dalam skala besar, melalui bantuan
tunai/makanan atau upaya revitalisasi lahan. Kelompok intervensi lainnya adalah kesehatan
dan kebijakan publik. Seperti penyedia asuransi kesehatan mental, undang-undang perawatan
rawat jalan yang dibantu, reformasi pembayaran berbasis nilai, dan integrasi dana dan layanan
untuk kesehatan serta perawatan sosial yang memiliki potensi untuk meningkatkan akses ke
pengobatan dan meningkatkan hasil. Beberapa kebijakan yang memfasilitasi kolaborasi
kesehatan di berbagai sektor mencakup Accountable Health Communities Model, California’s
Whole Person Care Pilots, dan The Certified Community Behavioral Health Clinics
Demonstration Program (Castillo, Ijadi-Maghsoodi, & et.All, 2019).
Organisasi berbasis masyarakat, layanan sosial, dan lembaga kesehatan juga memiliki
aliran dana dan insentif yang berbeda. Upaya untuk mempertahankan intervensi harus
mencakup fokus pada pendanaan dan infrastruktur pendukung lainnya (misal, pelatihan dan
teknologi) untuk kelompok masyarakat dapat berpartisipasi dalam kegiatan terkait intervensi
(Castillo, Ijadi-Maghsoodi, & et.All, 2019).
9
2.3 Intervensi Kesehatan Mental Sekolah
Adapun usia anak dan remaja merupakan usia sekolah. Dan masalah yang menjadi
fokus psikologi di sekolah adalah masalah sosial emosional, terutama depresi dan kecemasan.
Meta analisis epidemiologi yang dilakukan Costello, Erkanli, & Angol (2006) menunjukkan
bahwa prevalensi depresi 5,9%, dan 4,6% diantaranya adalah para remaja. Selain itu juga
simptom kecemasan pada anak dan remaja berkisar antara 3-20%.
Pada usia anak, kesehatan mental adalah hal yang paling penting dari keseluruhan
kesejahteraan dan kehidupan anak. Saat anak mengalami masalah kesehatan mental tentu saja
akan berdampak signifikan terhadap perkembangannya mulai dari personal, sosial, hingga
ekonomi yang tidak saja akan berdampak pada anak tetapi akan berdampak pula pada keluarga
dan masyarakat.
Adapun intervensi kesehatan mental di sekolah bisa menggunakan pendekatan whole
school (universal), targeted, indicated/intensive, dan krisis (WHO, 2001;Clarke & Barry, 2010;
Christner & Mennuti, 2009).
1. Intervensi whole school atau biasanya disebut universal. Intervensi ini sendiri memiliki
tiga tujuan secara umum yaitu: (1) membangun faktor pelindung sehingga mengurangi
kerentanan yang mungkin terjadi pada siswa di masa yang akan datang datang yang
membutuhkan kemampuan pemecahan masalah, (2) mencegah munculnya masalah
yang mungkin dialami siswa sebelum masalah tersebut muncul, dan (3) menawarkan
sumber daya umum bagi siswa yang berisiko mengalami masalah kesehatan mental.
Dan tentu saja, intervensi universal ini difokuskan pada peningkatan kompetensi sosial
dan emosi, serta mengurangi faktor risiko yang dapat menimbulkan masalah emosi,
perilaku, dan kesulitan belajar. Dan intervensi kesehatan mental pada level ini meliputi
pencegahan bullying, membangun resiliensi, dan peningkatan kemampuan pemecahan
masalah secara adaptif.
2. Intervensi kesehatan mental level targeted, disebut juga sebagai early intervention,
yang difokuskan bagi siswa yang “berisiko” mengalami gangguan emosi dan perilaku
yang tidak dapat dijangkau oleh intervensi level sebelumnya. Pada level targeted,
intervensi ini terutama ditujukan untuk membangun kemampuan khusus bagi siswa
sesuai dengan tingkat risiko yang dialami seperti misalnya kemiskinan, pendidikan
orangtua rendah, keretakan keluarga, dan sebagainya.
3. Intervensi selanjutnya adalah indicated/intervensi yang dirancang untuk siswa yang
telah mengalami masalah emosi maupun perilaku. Intervensi ditujukan untuk
10
menurunkan tingkat keparahan pada siswa yang mengalami masalah emosi dan
perilaku, serta meningkatkan kemampuan siswa untuk mampu belajar sesuai
kapasitasnya.
4. Intervensi level krisis diberikan kepada siswa yang mengalami masalah khusus yang
relatif berat, seperti kecenderungan bunuh diri, siswa yang mengalami krisis personal
seperti penyalahgunaan obat dan kematian orang tua. Intervensi level intensif dan krisis
harus dilakukan oleh pihak-pihak khusus yang tentu saja memiliki keahlian.
Pada umumnya, intervensi kesehatan mental berbasis sekolah dalam lebih banyak
ditujukan pada siswa usia 6-12 tahun atau pada usia sekolah dasar dan siswa di usia 13-15
tahun atau sekolah menengah pertama. Hal ini menunjukkan bahwa usia yang visible untuk
mendapatkan intervensi, baik melalui intervensi universal, indicated maupun maupun targeted
adalah usia 6 sampai dengan 13 tahun. Dalam perspektif perkembangan, mereka adalah usia
anak akhir yang sedang transisi menuju masa remaja. Transisi anak menuju remaja hampir
berisiko untuk memunculkan masalah kesehatan mental (John, dkk., 2004; Fink, dkk, 2007).
Selain intervensi-intervensi tersebut, guru juga merupakan pihak yang penting
perannya dalam upaya meningkatkan kesejahteraan siswa. Dikemukakan oleh Weare (2010)
bahwa program promosi kesehatan mental pada umumnya akan mengalami kegagalan apabila
tidak melibatkan guru. Guru dan staf sekolah merupakan model bagi para siswa sehingga guru
dapat menjadi determinan kuat terhadap pembentukan perilaku siswa-siswa tersebut. Guru
tentu saja harus dapat berperan mendukung pengembangan keterampilan siswa, di dalam
maupun di luar kelas, dalam setting pembelajaran, pemberian tugas dan sebagainya.
Keluarga memiliki peran yang penting dalam proses belajar dan perkembangan anak.
Bersama orangtua, anak akan mendapat banyak pengalaman dalam kehidupannya sampai
mereka menjadi dewasa (Bronfenbrenner, dalam Swick, 2006). Menurut Swick (2006) ada
empat fungsi keluarga dalam pembelajaran:
1. Keluarga ialah ekologi yang dipercaya. Dalam keluarga diperlukan tempat yang
nyaman, aman, penuh cinta dan kasih sayang, dan memiliki hubungan yang positif
kepada anak.
2. Anggota keluarga saling membantu dan melayani supaya rasa kepedulian pada anak
dapat tercipta.
11
3. Dalam keluarga anak diajarkan untuk saling membantu orang lain, menjelaskan arti
penting untuk memberi bantuan, dan memberikan pemahaman mengenai orang lain.
4. Keluarga menjadi alat untuk menyelesaikan masalah-masalah dengan penuh kedamaian
atau kerukunan.
12
menghindar dari hal buruk yang akan terjadi. Beritahu anak bahwa mereka
sangat dicintai dan akan selalu dijaga.
2. Upaya Preventif
Upaya preventif merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya
masalah dan gangguan kejiwaan, mengurangi faktor risiko akibat gangguan jiwa pada
masyarakat secara umum atau individu, serta mencegah timbulnya dampak masalah
psikososial. Upaya preventif ini dapat dilakukan di lingkungan keluarga, lembaga dan
masyarakat.
3. Upaya Kuratif
Upaya kuratif dilakukan melalui kegiatan pemberian pelayanan kesehatan terhadap ODGJ
yang meliputi proses diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat sehingga ODGJ dapat berfungsi
secara wajar di lingkungan keluarga, lembaga, dan masyarakat. Upaya kuratif memiliki tujuan
untuk pemulihan, pengurangan penderitaan, serta pengendalian disabilitas dan gejala penyakit.
Penegakan diagnosis terhadap orang yang diduga ODGJ dilakukan untuk menentukan kondisi
kejiwaan dan tindak lanjut penatalaksanaan dan hal ini dilaksanakan berdasarkan kriteria
diagnostik oleh dokter umum, psikolog, dan dokter spesialis kedokteran jiwa.
13
4. Upaya Rehabilitatif
Upaya rehabilitatif merupakan kegiatan yang memiliki tujuan untuk mencegah dan
mengendalikan disabilitas, memulihkan fungsi sosial, memulihkan fungsi okupasional, serta
mempersiapkan dan memberi kemampuan ODGJ agar mandiri di masyarakat. Upaya
rehabilitatif ini mencakup rehabilitatif psikiatrik atau psikososial dan rehabilitatif sosial. Upaya
rehabilitasi atau psikososial dilakukan saat pemberian pelayanan kesehatan jiwa terhadap
ODGJ dan upaya rehabilitasi sosial dapat dilakukan dengan persuasif, motivatif, dan koersif
dalam keluarga, masyarakat, dan panti sosial.
14
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Intervensi merupakan suatu metode untuk mengubah perilaku, pikiran, dan perasaan
seseorang (Slamet & Markam, 2003). Intervensi dilakukan secara sistematis dan terencana
berdasar hasil asesmen untuk merubah keadaan seseorang. Jenis-Jenis Terapi Kesehatan
Mental Individual dibagi menjadi : Cognitive Behaviour Therapy (CBT), Interpersonal
Psychotherapy (IPT), problem Solving therapy, dan relaxation therapy. Kemudian ada upaya
untuk menanggulangi kesehatan mental yang dibagi menjadi 4 yaitu : upaya promotif, upaya
preventif, upaya kuratif, dan upaya rehabilitatif. Intervensi berguna untuk penolong bagi klien
yang mengalami masalah pada tingkah laku, kualitas hidup, dan kesehatan mental.
3.2 Saran
Berdasarkan materi dan kesimpulan di atas, hendaknya tiap-tiap individu dapat lebih
menyadari pentingnya kesehatan mental. Dan diharapkan dapat lebih memperhatikan
kesehatan mental sesama kita baik dalam lingkup komunitas kita, sekolah, maupun lingkungan
dan keluarga kita. Jika ada hal yang berbeda dari seseorang yang kita kenal baik itu perilaku
atau sikapnya, kita seharusnya lebih peka dan segera melakukan upaya-upaya yang dapat
membantu mengelola masalah mereka atau jika masalah mereka sudah memburuk kita bisa
menyarankan mereka agar pergi ke ahli yang dapat mengatasi keluhan mereka. Lalu, kita
sebagai individu juga harus sadar akan pentingnya kesehatan mental kita juga, jika kita merasa
terganggu seharusnya kita bisa langsung menanggulangi upaya yang bisa kita lakukan, apabila
masih terganggu dan merasa parah kita bisa menemui ahli dan melakukan terapi yang sesuai
dengan keadaan kita.
15
DAFTAR PUSTAKA
Karyani, U. (2015). Pencegahan Psikopatologi Pada Anak Dan Remaja Melalui Intervensi
Kesehatan Mental Berbasis Sekolah: Review Literatur. Jurnal Wacana 7 (1): 1-13.
Ayuningtyas, D., & Rayhani, M. (2018). Analisis situasi kesehatan mental pada masyarakat
di Indonesia dan strategi penanggulangannya. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat,
9(1), 1-10.
Novianty, A., & Retnowati, S. (2016). Intervensi Psikologi di Layanan Kesehatan Primer.
Jurnal Buletin Psikologi, 24(1), 48-62.
Rasyidin, U., M & Pratiwi, I., T. (2019). Penerapan Teknik Relaksasi Untuk Menangani
Kecemasan Menghadapi Ujian Pada Siswa. E-Journal Unesa, 865-877.
Islamiah, N., Daengsari, P., D., & Hartiani, F. (2015). Cognitive Behaviour Therapy Untuk
Meningkatkan Self-Esteem Pada Anak Usia Dini. Journal IPB, 8(3), 142-152.
Wijayanti, W., & Saraswati, S. (2020). Konseling Kelompok Teknik Problem Solving Untuk
Meningkatkan Kematangan Arah dan Pilihan Karir Siswa. Jurnal Ar-Raniry, 6(2),
164-179.
16
LAMPIRAN
17