Anda di halaman 1dari 20

REVISI

PSIKOPATOLOGI DAN KESEHATAN MENTAL


KELAS A
INTERVENSI KESEHATAN MENTAL

Disusun Oleh:
Kelompok 6
No. Nama NIM Nilai Nilai
Makalah Individu
1. Repina Indah Sari Pangaribuan 211301207
2. Reinhard Paulus Sitorus 211301208
3. Raisha Salsabila Kurniawan 211301209
4. Rahel Julyanti Panjaitan 211301210
5. Rahel Grace Theresia Rotua Batubara 211301211

Dosen Pengampu : Josetta M.R. Tuapattinaja, M.Si, Psikolog

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


FAKULTAS PSIKOLOGI
2022
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Intervensi Kesehatan Mental” ini tepat pada waktunya.
Kami juga mengucapkan terima kasih kami kepada Dosen Pengampu mata kuliah
“Psikopatologi dan Kesehatan Mental” yang telah membimbing kami selama ini. Dan kami
juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang berpartisipasi dalam pembuatan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu, kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membagun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini. Dan semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan
bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 12 Februari 2023

Kelompok 6

ii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iii


BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................ 1
1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................................... 1
BAB II ISI............................................................................................................................ 2
2.1 Intervensi Kesehatan Mental Individual ....................................................................... 2
2.3 Intervensi Kesehatan Mental Sekolah ......................................................................... 10
2.4 Intervensi Kesehatan Mental Pemberdayaan Keluarga ............................................... 11
2.5 Upaya Penanganan Kesehatan Mental di Indonesia .................................................... 13
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................ 15
3.1 Kesimpulan................................................................................................................ 15
3.2 Saran ......................................................................................................................... 15
LAMPIRAN ...................................................................................................................... 17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebijakan mengenai pencegahan penyakit mental yang masih kurang, mayoritas


masyarakat juga belum terbuka dan sedikit sekali yang ingin mencari tahu. Selain itu, sebagian
besar masyarakat lebih percaya pada cara tradisional, keagamaan ataupun tradisional, tanpa
mengetahui bahwa hal tersebut masih kontroversial mengenai efektivitasnya. (Hanlon et al.,
2014).
WHO menemukan banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan mental dan penyakit
mental, seperti faktor sosial, psikologis, maupun biologis. Terdapat perbedaan resiko penyakit
mental di negara maju dan berkembang. Negara berkembang mungkin terkait dengan
kemiskinan dan Pendidikan yang rendah, ketidakamanan, keputusasaan, perubahan sosial yang
cepat, kekerasan dan kesehatan fisik yang buruk.
Hal seperti ini yang kemudian membuat individu dari negara berkembang menjadi lebih
rentan. Pada bab Intervensi Kesehatan Mental ini kita akan mempelajari beberapa bentuk
intervensi yang sudah teruji dan bisa digunakan untuk mendapatkan dan menjaga kembali
kesehatan mental yang baik.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan intervensi?


2. Apa saja intervensi dalam kesehatan mental?
3. Bagaimana upaya penanganan kesehatan mental di Indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui pengertian intervensi


2. Mengetahui intervensi apa saja yang digunakan dalam kesehatan mental
3. Mengetahui pendekatan yang digunakan dalam upaya penanganan kesehatan mental di
Indonesia.

1
BAB II

ISI

2.1 Intervensi Kesehatan Mental Individual

Intervensi merupakan suatu metode untuk mengubah perilaku, pikiran, dan perasaan
seseorang (Slamet & Markam, 2003). Intervensi dilakukan secara sistematis dan terencana
berdasar hasil asesmen untuk merubah keadaan seseorang.
Intervensi Individual merupakan terapi yang berfokus pada hubungan interpersonal
yang melibatkan terapis menjadi penolong bagi klien yang mengalami masalah pada tingkah
laku, kualitas hidup, kesehatan mental, dan lain-lain.
1. Pendekatan Terapi Kesehatan Mental
a. Psychodynamic Therapy
Pendekatan ini berfokus pada perubahan perilaku, perasaan, dan pikiran yang
bermasalah dengan menemukan makna dan motivasi dari alam bawah sadar mereka. Terapi
psikoanalisis dicirikan oleh interaksi yang erat antara terapis dan pasien. Pasien diharapkan
untuk membicarakan apapun yang ada di dalam pikirannya.

b. Cognitive Behavioral Therapy


Terapi ini dapat membantu mengelola masalah dengan mengubah cara berpikir dan
berperilaku.
Ivan Pavlov memberikan kontribusi penting untuk Behavioral Therapy dengan
menemukan classical conditioning salah satu bentuknya adalah desensitisasi.
Desensitisasi adalah tindakan dari classical conditioning dimana Seorang terapis dapat
membantu klien dengan fobia melalui paparan berulang terhadap apa pun yang menyebabkan
kecemasan atau yang ditakuti. Hal ini dapat membantu pasien perlahan-lahan mengganti
perasaan takut dan cemas dengan respon relaksasi.

c. Humanistic Therapy
Pendekatan yang menekankan pada kapasitas orang untuk membuat pilihan rasional
dan mengembangkan potensi maksimal mereka, pandangan terhadap dunia mempengaruhi
pilihan yang dibuat. Beberapa bentuknya adalah:
1. Existential Therapy, yang berfokus pada kebebasan dalam membuat pilihan,
tanggung jawab atas pilihan, penentuan nasib sendiri dan pencarian makna hidup.

2
2. Client-Centered Therapy, yang memfokuskan pada tanggung jawab dan
kesanggupan klien untuk menemukan cara menghadapi kenyataan secara penuh,
terapis memberikan perhatian pada persepsi diri klien.
3. Gestalt Therapy, yang berpusat pada peningkatan kesadaran, kebebasan, dan
pengarahan diri seseorang yang berfokus pada saat ini, bukan dari pengalaman masa
lalu.

2. Jenis-Jenis Terapi Kesehatan Mental Individual


a. Cognitive Behaviour Therapy (CBT)
Terapi ini adalah sebuah terapi yang dapat digunakan oleh psikolog bersertifikasi dalam
membantu klien untuk menemukan letak kesalahan berpikir klien, menolak semua anggapan-
anggapan tanpa dasar yang memunculkan pikiran negatif pada klien sehingga berdampak pada
munculnya perilaku yang tidak diinginkan serta proses pada pengubahan perilaku mereka.
Behavioral Activation memiliki fungsi sebagai salah satu komponen dari teknik CBT yang
mana membuat klien untuk tetap terus memproses aktivitas-aktivitas rutinnya yang selama ini
hilang, mengatur kembali waktu untuk aktivitas keseharian dan yang paling utama membawa
klien kepada pengalaman-pengalaman yang mungkin menyenangkan.

CBT telah berhasil digunakan oleh para psikolog untuk menangani kasus gangguan mental
dari gangguan yang biasa hingga psikosis dan dianggap sebagai teknik terapi yang lebih ampuh
dibandingkan teknik psikoterapi lainnya. Walaupun ada beberapa klien yang mundur atau tidak
melanjutkan pengobatan dengan CBT hal tersebut sangat jarang dijumpai.

b. Interpersonal Psychotherapy (IPT)


Terapi ini adalah sebuah terapi yang berpusat pada keadaan interpersonal depresi.
Contoh : Duka ditinggalkan oleh orang tersayang, pensiun, kesepian, isolasi diri dari
lingkungan sosial. Disinilah peran Interpersonal Psychotherapy dalam membantu klien untuk
mengembangkan komunikasi interpersonal (dua atau lebih orang) dan pengambilan keputusan
dalam hubungannya dengan masalah yang diterima serta meminimalisir gejala-gejala yang
timbul. Hanlon et al., 2014 (dalam Novianty dan Retnowaty, 2016)

3
Ditemukan dalam studi yang dilaksanakan oleh Cuijpers, Geraedts, vam Oppen,
Anderson, Markowitz, dan van Straten, 2011 (dalam Novianty dan Retnowaty, 2016) bahwa
terapi IPT ini sangat baik secara keseluruhan maupun ketika digabungkan dengan
farmakoterapi dalam menangani depresi dan mencegah relapse atau kambuh.

c. Problem-Solving Therapy
Terapi ini ini adalah satu terapi yang digunakan untuk menyokong pasien dalam
membangun keterampilan-keterampilan diri dan sumber daya supaya dapat mampu melewati
pusat atau akar dari tekanan psikososial yang membawa dampak pada kondisi kesehatan
mental klien. Hanlon et al., 2014 (dalam Novianty dan Retnowaty, 2016)

d. Relaxation Therapy
Terapi ini adalah salah satu teknik yang meliputi relaksasi otot progresif, relaksasi
imajinasi, biofeedback dan teknik meditasi dan yoga. Jika kita bisa dapat menguasai teknik ini,
kita bisa melakukannya tanpa pengawasan tenaga profesional. Terapi ini dapat dilakukan dan
dikelola bahkan oleh orang non-kesehatan sekalipun. Sebuah studi menemukan bahwa teknik
relaksasi pada kelompok kontrol dan eksperimen menunjukkan pengurangan stres yang lebih
sedikit pada relaksasi otot pada kelompok kontrol dibandingkan pada kelompok eksperimen.
Terapi ini sangat sederhana dan mudah dilaksanakan untuk meminimalisir keluhan fisik,
meskipun tidak begitu efektif dalam menurunkan ketegangan (Prawitasari, 2011)

3. Tahapan atau Teknik-Teknik Terapi Kesehatan Mental Individual


a. Cognitive Behaviour Therapy (CBT)
Teknik intervensi CBT yang kami kutip dari jurnal mengacu pada tokoh Stallard, 2005
(dalam Islamiah & Hartiani, 2015) yang dimana terbagi menjadi 10 sesi, yaitu :
Sesi 1 : Psikoedukasi (Memperkenalkan CBT pada klien)
Sesi 2 : Mengidentifikasi Pikiran Otomatis
Sesi 3 : Mencari Kesalahan dalam Berpikir
Sesi 4 : Mengidentifikasi dan memformulasikan core beliefs
Sesi 5 : Mengembangkan Pola Berpikir yang Baru
Sesi 6 : Mengidentifikasi Perasaan dan Strategi Mengontrol Emosi
Sesi 7 : Strategi Mengubah Perilaku
Sesi 8 : Strategi Pemecahan Masalah

4
Sesi 9 : Mengembangkan kemampuan mengontrol pikiran, perasaan dan perilaku
Sesi 10 : Evaluasi dan Penutup

b. Interpersonal Psychotherapy (IPT)


Menurut Robertson, Rushton, & Wurm, 2008 (dalam Noviza & Koentjoro, 2014)
teknik yang tepat digunakan dalam Interpersonal Psychotherapy ialah dengan role-play.
Teknik role-play ini dapat memperbaiki komunikasi yang rusak menjadi lebih efektif. Klien
juga dapat belajar dan menyadari bahwa komunikasi yang rusak/gagal bersama dengan orang
disekitarnya ini dapat merugikan diri sendiri, karena dapat memunculkan salah persepsi dan
pesan yang dimaksud tidak tersampaikan dengan baik serta dapat mengubah pikiran yang
negatif menjadi positif. Pada IPT ketika klien mengalami permasalahan interpersonal yang
berfokus pada depresi, seperti : sedih, mudah tersinggung, putus asa, merasa tidak dianggap
dalam keluarga menurut Auerbach dan Ho (2012) (dalam Noviza & Koentjoro, 2014) itu
disebabkan oleh ketidakmampuan klien dalam mengidentifikasi dan menganalisis
permasalahan yang terjadi dan dampaknya pada psikologis. Maka teknik yang diberikan yaitu
mengajak klien untuk menganalisis gejala yang dirasakan. Klien diajak untuk memahami
bahwa gejala yang dirasakan saat ini merupakan gejala dari depresi dan menimbulkan
pemahaman bahwa tidak perlu khawatir karena hal itu bisa terjadi oleh siapa saja. IPT juga
memberikan teknik mengatasi permasalahan secara positif dan membantu klien dalam
melakukan perubahan positif dengan melihat kekurangan dan kelebihan diri.

c. Problem-Solving Therapy
Pemilihan teknik Problem Solving Therapy ini didasarkan pada perbedaan latar
belakang permasalahan setiap klien dan teknik ini diharapkan mampu membuat klien saling
membantu dan berkembang meskipun latar belakang permasalahan antar klien berbeda.
Adapun tahapan dan prosedur dalam Problem Solving Therapy, yakni :
1. Klarifikasi dan Definisi dari Masalah
2. Pilihan akan tujuan yang dapat dicapai
3. Pilihan Solusi
4. Solusi yang dipilih
5. Implementasi pilihan solusi
6. Evaluasi

5
e. Relaxation Therapy
Relaxation Therapy memiliki banyak sekali jenis teknik terapinya. Diantaranya ialah :
1. Relaksasi Otot Progressive
Adalah sebuah teknik dalam Relaxation Therapy dimana si klien dilatih untuk
mengidentifikasi ketegangan pada otot tubuhnya. Vancampfort et al., 2013
(dalam Rasyidin & Pratiwi, 2019) Tomlin mengatakan bahwa relaksasi ini dapat
membuat perubahan pada kondisi psikologis seseorang yang mana bisa
mengurangi ketegangan, tingkat kecemasan, mengurangi tekanan darah dan
menyeimbangkan aliran darah dalam tubuh.
2. Deep Breathing
Teknik ini dilakukan dengan bertujuan untuk membuat tubuh lebih rileks dan
nyaman sehingga relaksasi otot yang dilakukan dapat berjalan dengan baik.
Kegunaan Deep Breathing ini ialah dapat mengurangi kecemasan yang
berhubungan dengan anxiety, memperbaiki pola tidur dan dapat meningkatkan
kepercayaan diri dalam situasi apapun.
3. Gelembung Pikiran
Pada penelitian Uswah, 2019 (dalam Rasyidin & Pratiwi, 2019) teknik ini
digunakan untuk membantu individu mendapatkan kesadaran nya dengan
mengindahkan stimulus-stimulus dari luar tubuh dan perasaan atau sensasi pada
tubuh. Teknik ini berfungsi untuk membantu siswa dalam mendapatkan fokus
dan konsentrasi.

4. Efikasi dan Efektivitas Terapi


Demikian halnya dengan prosedur medis lainnya, Psikoterapi merupakan salah satu
praktik medis yang mana layanan psikoterapi perlu ada di layanan kesahatan primer yang
mudah terjangkau oleh masyarakat. Psikoterapi yang terdiri dari science dan art adalah salah
satu intervensi pokok dalam penanganan kasus kesehatan mental anak-anak dan remaja. Ruseel
et al. (dalam Novianty dan Retnowaty, 2016)
Depresi merupakan gangguan mental yang paling lumrah terjadi pada pelayanan
kesehatan primer. Namun terdapat studi follow-up untuk mengetahui efektifitas terapi dalam
menangani kasus depresi dalam kaitannya dengan kembalinya gejala-gejala depresi tersebut
(relapse rate).
Apabila dibandingkan dengan intervensi non-psikoterapeutik lainnya (farmakologi dan
penanganan biasa) pasien yang mendapatkan psikoterapi lebih sedikit mengalami relapse

6
dibandingkan dengan yang tidak mendapatkan psikoterapi. Wolf dan Hopko (dalam Novianty
dan Retnowaty, 2016) mengulas data intervensi dan menemukan bahwa psikoterapi,
farmakoterapi dan model keperawatan kolaboratif lebih unggul dibandingkan perawatan biasa.

Pada studi Wolf & Hopko, 2008 ; Steinert et al., 2014 (dalam Novianty dan Retnowaty,
2016) menunjukkan bahwa psikoterapi lebih efektif dibandingkan farmakoterapi ditunjukkan
dengan rata-rata klien yang mengalami relapse lebih rendah dibandingkan dengan
farmakoterapi.

2.2 Intervensi Kesehatan Mental Komunitas


Cochrane (2015) menggambarkan tiga asumsi yang mendasari intervensi masyarakat :
A. kesadaran akan berbagai kekuatan yang ada di semua tingkat sosial- ekologis (yaitu,
individu, interpersonal, organisasi/kelembagaan, komunitas, dan kebijakan) yang
memfasilitasi atau menghambat kesehatan mental.
B. partisipasi masyarakat untuk menyediakan sumber daya dan menginformasikan
intervensi, mengakui keahlian di luar sistem penanganan kesehatan.
C. memprioritaskan kesehatan mental masyarakat di lingkungan sosial (Castillo, Ijadi-
Maghsoodi, & et.All, 2019).

Intervensi pada komunitas dibagi menjadi informal community care dan community
mental health service. Informal community care terdiri dari layanan yang diberikan di
masyarakat yang bukan merupakan bagian dari sistem kesehatan dan kesejahteraan formal.
Contohnya termasuk dukun (healers), profesional di sektor lain seperti guru, polisi, layanan
yang disediakan oleh organisasi non-pemerintah, asosiasi pengguna dan keluarga, dan orang
awam.
Tingkat penanganan ini dapat membantu mencegah kekambuhan di antara orang-orang
yang telah keluar dari rumah sakit. Layanan informal biasanya dapat diakses dan diterima
karena layanan tersebut adalah bagian integral dari masyarakat. Tingkat tenaga kesehatan ini
mengacu pada anggota masyarakat lokal yang tidak profesional dalam kesehatan mental atau
perawatan kesehatan, namun memberikan berbagai layanan (Organization, 2009).
Beberapa fungsi penting yang dilakukan oleh tenaga kesehatan informal adalah:
- Perawatan suportif, termasuk konseling dan self-help;
- Administrasi dan manajemen;
- Metodologi penelitian kesehatan mental

7
Community mental health service meliputi day centres, layanan rehabilitasi, program
pengalihan rumah sakit (hospital diversion programmes), mobile crisis teams, layanan terawasi
dan pengawasan perumahan (therapeutic and residential supervised services), rumah
kelompok (group homes), bantuan rumah (home help), bantuan untuk keluarga (assistance to
families), dan layanan dukungan lainnya. Meskipun hanya beberapa layanan kesehatan mental
komunitas yang dapat memberikan keseluruhan layanan ini, gabungan dari beberapa
komponen berdasarkan kebutuhan dan persyaratan sangat penting untuk perawatan kesehatan
mental yang sukses (Organization, 2009).
Layanan kesehatan mental komunitas formal mencakup berbagai pengaturan dan
tingkat perawatan yang berbeda yang disediakan oleh profesional kesehatan mental. Contoh
tenaga kesehatan pada level ini antara lain: psikiater, perawat psikiatri komunitas, psikolog,
pekerja sosial psikiatri, pekerja terapis, dan pekerja psikiatri komunitas (Organization, 2009).
Fungsi tenaga kesehatan tersebut meliputi:
A. Rehabilitasi dan pengobatan berbasis masyarakat;
B. Layanan perumahan;
C. Intervensi krisis;
D. Pendidikan dan pelatihan;
E. Kolaborasi dengan komunitas dan penyedia layanan berbasis rumah sakit;
F. Penelitian kesehatan mental.
Sedangkan kompetensi/keahlian yang dibutuhkan tenaga kesehatan tersebut meliputi:
A. Diagnosis dan pengobatan;
B. Pengetahuan tentang undang-undang yang relevan, termasuk undang-undang kesehatan
mental;
C. Keterampilan advokasi dan negosiasi;
D. Administrasi dan manajemen;
E. Metodologi penelitian kesehatan mental;
F. Pelatihan dan pengawasan.
Beberapa penelitian mengadaptasi model berbasis bukti (misalnya, Forensic Assertive
Community Treatment) untuk memberikan perawatan di lokasi seperti penjara, gereja, dan
pusat lansia. Banyak intervensi tingkat individu juga sekaligus bertindak di tingkat
organisasi/kelembagaan. Kelompok intervensi yang melakukan intervensi pada tingkat
interpersonal (misalnya, intervensi orang tua dan keluarga), seperti program pencegahan
pelecehan anak yang efektif di Afrika Selatan di mana berfokus pada pasangan orang tua-anak
melalui sesi individu dan bersama. Selain itu, kekuatan intervensi ini adalah penyampaiannya

8
oleh pekerja penitipan anak setempat. Sedangkan, kelompok intervensi yang berfungsi di
tingkat organisasi/lembaga melibatkan pemimpin komunitas yang terpercaya untuk aktif dalam
perawatan kesehatan mental, seperti memberikan intervensi skrining depresi di gereja-gereja
(Castillo, Ijadi-Maghsoodi, & et.All, 2019).
Intervensi dilakukan untuk mengubah perilaku target. Perubahan perilaku
membutuhkan waktu selama 6 - 12 bulan. Intervensi akan dilakukan dalam dua fase. Fase
pertama, memberikan informasi/pengetahuan mengenai beberapa indikator perilaku sadar
lingkungan yang berguna bagi kelompok masyarakat yang ingin mengelola wisata di
daerahnya. Fase kedua, meminta kelompok masyarakat untuk mempraktekan pengetahuan
yang telah diberikan. Kelompok masyarakat yang dilatih akan mempraktekkan materi pelatihan
yang diberikan, sehingga dapat dicontoh dan disempurnakan oleh anggota masyarakat yang
lain.
Contoh intervensi lain di tingkat masyarakat yaitu dengan secara langsung
menyediakan atau mempengaruhi sumber daya dalam skala besar, melalui bantuan
tunai/makanan atau upaya revitalisasi lahan. Kelompok intervensi lainnya adalah kesehatan
dan kebijakan publik. Seperti penyedia asuransi kesehatan mental, undang-undang perawatan
rawat jalan yang dibantu, reformasi pembayaran berbasis nilai, dan integrasi dana dan layanan
untuk kesehatan serta perawatan sosial yang memiliki potensi untuk meningkatkan akses ke
pengobatan dan meningkatkan hasil. Beberapa kebijakan yang memfasilitasi kolaborasi
kesehatan di berbagai sektor mencakup Accountable Health Communities Model, California’s
Whole Person Care Pilots, dan The Certified Community Behavioral Health Clinics
Demonstration Program (Castillo, Ijadi-Maghsoodi, & et.All, 2019).
Organisasi berbasis masyarakat, layanan sosial, dan lembaga kesehatan juga memiliki
aliran dana dan insentif yang berbeda. Upaya untuk mempertahankan intervensi harus
mencakup fokus pada pendanaan dan infrastruktur pendukung lainnya (misal, pelatihan dan
teknologi) untuk kelompok masyarakat dapat berpartisipasi dalam kegiatan terkait intervensi
(Castillo, Ijadi-Maghsoodi, & et.All, 2019).

9
2.3 Intervensi Kesehatan Mental Sekolah

Adapun usia anak dan remaja merupakan usia sekolah. Dan masalah yang menjadi
fokus psikologi di sekolah adalah masalah sosial emosional, terutama depresi dan kecemasan.
Meta analisis epidemiologi yang dilakukan Costello, Erkanli, & Angol (2006) menunjukkan
bahwa prevalensi depresi 5,9%, dan 4,6% diantaranya adalah para remaja. Selain itu juga
simptom kecemasan pada anak dan remaja berkisar antara 3-20%.
Pada usia anak, kesehatan mental adalah hal yang paling penting dari keseluruhan
kesejahteraan dan kehidupan anak. Saat anak mengalami masalah kesehatan mental tentu saja
akan berdampak signifikan terhadap perkembangannya mulai dari personal, sosial, hingga
ekonomi yang tidak saja akan berdampak pada anak tetapi akan berdampak pula pada keluarga
dan masyarakat.
Adapun intervensi kesehatan mental di sekolah bisa menggunakan pendekatan whole
school (universal), targeted, indicated/intensive, dan krisis (WHO, 2001;Clarke & Barry, 2010;
Christner & Mennuti, 2009).
1. Intervensi whole school atau biasanya disebut universal. Intervensi ini sendiri memiliki
tiga tujuan secara umum yaitu: (1) membangun faktor pelindung sehingga mengurangi
kerentanan yang mungkin terjadi pada siswa di masa yang akan datang datang yang
membutuhkan kemampuan pemecahan masalah, (2) mencegah munculnya masalah
yang mungkin dialami siswa sebelum masalah tersebut muncul, dan (3) menawarkan
sumber daya umum bagi siswa yang berisiko mengalami masalah kesehatan mental.
Dan tentu saja, intervensi universal ini difokuskan pada peningkatan kompetensi sosial
dan emosi, serta mengurangi faktor risiko yang dapat menimbulkan masalah emosi,
perilaku, dan kesulitan belajar. Dan intervensi kesehatan mental pada level ini meliputi
pencegahan bullying, membangun resiliensi, dan peningkatan kemampuan pemecahan
masalah secara adaptif.
2. Intervensi kesehatan mental level targeted, disebut juga sebagai early intervention,
yang difokuskan bagi siswa yang “berisiko” mengalami gangguan emosi dan perilaku
yang tidak dapat dijangkau oleh intervensi level sebelumnya. Pada level targeted,
intervensi ini terutama ditujukan untuk membangun kemampuan khusus bagi siswa
sesuai dengan tingkat risiko yang dialami seperti misalnya kemiskinan, pendidikan
orangtua rendah, keretakan keluarga, dan sebagainya.
3. Intervensi selanjutnya adalah indicated/intervensi yang dirancang untuk siswa yang
telah mengalami masalah emosi maupun perilaku. Intervensi ditujukan untuk

10
menurunkan tingkat keparahan pada siswa yang mengalami masalah emosi dan
perilaku, serta meningkatkan kemampuan siswa untuk mampu belajar sesuai
kapasitasnya.
4. Intervensi level krisis diberikan kepada siswa yang mengalami masalah khusus yang
relatif berat, seperti kecenderungan bunuh diri, siswa yang mengalami krisis personal
seperti penyalahgunaan obat dan kematian orang tua. Intervensi level intensif dan krisis
harus dilakukan oleh pihak-pihak khusus yang tentu saja memiliki keahlian.

Pada umumnya, intervensi kesehatan mental berbasis sekolah dalam lebih banyak
ditujukan pada siswa usia 6-12 tahun atau pada usia sekolah dasar dan siswa di usia 13-15
tahun atau sekolah menengah pertama. Hal ini menunjukkan bahwa usia yang visible untuk
mendapatkan intervensi, baik melalui intervensi universal, indicated maupun maupun targeted
adalah usia 6 sampai dengan 13 tahun. Dalam perspektif perkembangan, mereka adalah usia
anak akhir yang sedang transisi menuju masa remaja. Transisi anak menuju remaja hampir
berisiko untuk memunculkan masalah kesehatan mental (John, dkk., 2004; Fink, dkk, 2007).
Selain intervensi-intervensi tersebut, guru juga merupakan pihak yang penting
perannya dalam upaya meningkatkan kesejahteraan siswa. Dikemukakan oleh Weare (2010)
bahwa program promosi kesehatan mental pada umumnya akan mengalami kegagalan apabila
tidak melibatkan guru. Guru dan staf sekolah merupakan model bagi para siswa sehingga guru
dapat menjadi determinan kuat terhadap pembentukan perilaku siswa-siswa tersebut. Guru
tentu saja harus dapat berperan mendukung pengembangan keterampilan siswa, di dalam
maupun di luar kelas, dalam setting pembelajaran, pemberian tugas dan sebagainya.

2.4 Intervensi Kesehatan Mental Pemberdayaan Keluarga

Keluarga memiliki peran yang penting dalam proses belajar dan perkembangan anak.
Bersama orangtua, anak akan mendapat banyak pengalaman dalam kehidupannya sampai
mereka menjadi dewasa (Bronfenbrenner, dalam Swick, 2006). Menurut Swick (2006) ada
empat fungsi keluarga dalam pembelajaran:
1. Keluarga ialah ekologi yang dipercaya. Dalam keluarga diperlukan tempat yang
nyaman, aman, penuh cinta dan kasih sayang, dan memiliki hubungan yang positif
kepada anak.
2. Anggota keluarga saling membantu dan melayani supaya rasa kepedulian pada anak
dapat tercipta.

11
3. Dalam keluarga anak diajarkan untuk saling membantu orang lain, menjelaskan arti
penting untuk memberi bantuan, dan memberikan pemahaman mengenai orang lain.
4. Keluarga menjadi alat untuk menyelesaikan masalah-masalah dengan penuh kedamaian
atau kerukunan.

a. Keluarga sebagai dasar ketahanan


Keluarga adalah sumber penting bagi anak dalam menciptakan dasar ketahanan anak di
masyarakat. Sebagai orang tua, suami dan istri saling bergantung untuk memberikan
kasih sayang dan pola pengasuhan demi kebutuhan anak-anak. Keluarga memiliki
fungsi diantaranya reproduksi, sosialisasi, pendidikan, penguasaan peran-peran sosial,
serta dukungan emosi dan ekonomi.

b. Membantu anak dan remaja


Berikut beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk membantu anak dan remaja
dalam mengatasi permasalahannya, yakni:
1) menjalin hubungan yang dekat dan terbuka terhadap anak
2) pahami dan fokus dengan kebutuhan atau masalah anak
3) mencoba untuk mengerti tentang perasaan anak
4) mendengarkan permasalahan atau cerita anak dengan seksama
5) berkomunikasi dengan jelas sehingga tidak terjadi kesalahpahaman

c. Berbicara pada anak mengenai bencana


Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan saat berbicara pada anak-anak mengenai
bencana, yaitu sebagai berikut:
1) Tidak boleh beranggapan bahwa anak tidak mengerti atau mengetahui tentang
bencana yang terjadi.
2) Selalu dengarkan apapun yang ingin disampaikan anak mengenai bencana
karena dengan kita mengetahui apa yang ingin anak ketahui mengenai bencana,
kita bisa dengan segera memberikan penjelasan dan dukungan yang tepat.
3) Adaptif terhadap ekspresi anak. Orang tua dapat membantu anak untuk
mengekspresikan perasaannya dengan beberapa cara, seperti dengan musik,
tarian atau gerak, dan menggambar.
4) Berusaha untuk membantu anak supaya merasa aman dan selalu untuk bersikap
realistis yang artinya orang tua mampu menjaga anak namun tidak bisa untuk

12
menghindar dari hal buruk yang akan terjadi. Beritahu anak bahwa mereka
sangat dicintai dan akan selalu dijaga.

2.5 Upaya Penanganan Kesehatan Mental di Indonesia

Upaya kesehatan mental di Indonesia merupakan kegiatan yang bertujuan untuk


menciptakan derajat kesehatan mental yang maksimal bagi setiap individu, keluarga, dan
masyarakat dengan menggunakan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif
yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan.
1. Upaya promotif
Upaya promotif merupakan sebuah rangkaian kegiatan pelayanan kesehatan jiwa yang
bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan jiwa masyarakat,
menghilangkan stigma, diskriminasi, pelanggaran hak asasi ODGJ, serta meningkatkan
pemahaman, keterlibatan, dan penerimaan masyarakat terhadap kesehatan jiwa.bersifat
promosi kesehatan jiwa. Upaya promotif ini dapat dilakukan di lingkungan keluarga, tempat
kerja, masyarakat, media massa, lembaga pendidikan, lembaga kesehatan, serta lembaga
keagamaan dan rumah tahanan.

2. Upaya Preventif
Upaya preventif merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya
masalah dan gangguan kejiwaan, mengurangi faktor risiko akibat gangguan jiwa pada
masyarakat secara umum atau individu, serta mencegah timbulnya dampak masalah
psikososial. Upaya preventif ini dapat dilakukan di lingkungan keluarga, lembaga dan
masyarakat.

3. Upaya Kuratif
Upaya kuratif dilakukan melalui kegiatan pemberian pelayanan kesehatan terhadap ODGJ
yang meliputi proses diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat sehingga ODGJ dapat berfungsi
secara wajar di lingkungan keluarga, lembaga, dan masyarakat. Upaya kuratif memiliki tujuan
untuk pemulihan, pengurangan penderitaan, serta pengendalian disabilitas dan gejala penyakit.
Penegakan diagnosis terhadap orang yang diduga ODGJ dilakukan untuk menentukan kondisi
kejiwaan dan tindak lanjut penatalaksanaan dan hal ini dilaksanakan berdasarkan kriteria
diagnostik oleh dokter umum, psikolog, dan dokter spesialis kedokteran jiwa.

13
4. Upaya Rehabilitatif
Upaya rehabilitatif merupakan kegiatan yang memiliki tujuan untuk mencegah dan
mengendalikan disabilitas, memulihkan fungsi sosial, memulihkan fungsi okupasional, serta
mempersiapkan dan memberi kemampuan ODGJ agar mandiri di masyarakat. Upaya
rehabilitatif ini mencakup rehabilitatif psikiatrik atau psikososial dan rehabilitatif sosial. Upaya
rehabilitasi atau psikososial dilakukan saat pemberian pelayanan kesehatan jiwa terhadap
ODGJ dan upaya rehabilitasi sosial dapat dilakukan dengan persuasif, motivatif, dan koersif
dalam keluarga, masyarakat, dan panti sosial.

14
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Intervensi merupakan suatu metode untuk mengubah perilaku, pikiran, dan perasaan
seseorang (Slamet & Markam, 2003). Intervensi dilakukan secara sistematis dan terencana
berdasar hasil asesmen untuk merubah keadaan seseorang. Jenis-Jenis Terapi Kesehatan
Mental Individual dibagi menjadi : Cognitive Behaviour Therapy (CBT), Interpersonal
Psychotherapy (IPT), problem Solving therapy, dan relaxation therapy. Kemudian ada upaya
untuk menanggulangi kesehatan mental yang dibagi menjadi 4 yaitu : upaya promotif, upaya
preventif, upaya kuratif, dan upaya rehabilitatif. Intervensi berguna untuk penolong bagi klien
yang mengalami masalah pada tingkah laku, kualitas hidup, dan kesehatan mental.

3.2 Saran

Berdasarkan materi dan kesimpulan di atas, hendaknya tiap-tiap individu dapat lebih
menyadari pentingnya kesehatan mental. Dan diharapkan dapat lebih memperhatikan
kesehatan mental sesama kita baik dalam lingkup komunitas kita, sekolah, maupun lingkungan
dan keluarga kita. Jika ada hal yang berbeda dari seseorang yang kita kenal baik itu perilaku
atau sikapnya, kita seharusnya lebih peka dan segera melakukan upaya-upaya yang dapat
membantu mengelola masalah mereka atau jika masalah mereka sudah memburuk kita bisa
menyarankan mereka agar pergi ke ahli yang dapat mengatasi keluhan mereka. Lalu, kita
sebagai individu juga harus sadar akan pentingnya kesehatan mental kita juga, jika kita merasa
terganggu seharusnya kita bisa langsung menanggulangi upaya yang bisa kita lakukan, apabila
masih terganggu dan merasa parah kita bisa menemui ahli dan melakukan terapi yang sesuai
dengan keadaan kita.

15
DAFTAR PUSTAKA

Karyani, U. (2015). Pencegahan Psikopatologi Pada Anak Dan Remaja Melalui Intervensi
Kesehatan Mental Berbasis Sekolah: Review Literatur. Jurnal Wacana 7 (1): 1-13.

Ayuningtyas, D., & Rayhani, M. (2018). Analisis situasi kesehatan mental pada masyarakat
di Indonesia dan strategi penanggulangannya. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat,
9(1), 1-10.

Dewi, K. S. (2012). Kesehatan Mental. CV. Lestari Mediakreatif. Indonesia. Undang-


Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa. Lembaran Negara RI Tahun
2014, Tambahan Lembaran RI Nomor 5571. Jakarta.

Novianty, A., & Retnowati, S. (2016). Intervensi Psikologi di Layanan Kesehatan Primer.
Jurnal Buletin Psikologi, 24(1), 48-62.

Rasyidin, U., M & Pratiwi, I., T. (2019). Penerapan Teknik Relaksasi Untuk Menangani
Kecemasan Menghadapi Ujian Pada Siswa. E-Journal Unesa, 865-877.

Islamiah, N., Daengsari, P., D., & Hartiani, F. (2015). Cognitive Behaviour Therapy Untuk
Meningkatkan Self-Esteem Pada Anak Usia Dini. Journal IPB, 8(3), 142-152.
Wijayanti, W., & Saraswati, S. (2020). Konseling Kelompok Teknik Problem Solving Untuk
Meningkatkan Kematangan Arah dan Pilihan Karir Siswa. Jurnal Ar-Raniry, 6(2),
164-179.

Noviza & Koentjoro. (2014). Efektivitas Psikoterapi Interpersonal Untuk Menurunkan


Depresi Pada Remaja Putri Dengan Orang Tua Bercerai. Journal UII, 6(1), 117-130.

16
LAMPIRAN

Nama Anggota Kelompok NIM Kontribusi

Repina Indah Sari Pangaribuan 211301207 Mengumpulkan materi tentang


intervensi kesehatan mental
komunitas, dan membuat
kesimpulan penulisan.

Reinhard Paulus Sitorus 211301208 Mengumpulkan materi tentang


intervensi kesehatan mental
individual, membuat latar belakang
penulisan, dan ppt.

Raisha Salsabila Kurniawan 211301209 Mengumpulkan materi tentang


intervensi kesehatan mental
individual, dan menyusun makalah
penulisan.

Rahel Julyanti Panjaitan 211301210 Mengumpulkan materi tentang


intervensi kesehatan mental
pemberdayaan keluarga, upaya
penanganan kesehatan mental, dan
membuat rumusan dan tujuan
penulisan.

Rahel Grace Theresia Rotua 211301211 Mengumpulkan materi tentang


Batubara intervensi kesehatan mental berbasis
sekolah, membuat tabel kontribusi,
menyusun saran penulisan, dan
merapikan makalah.

17

Anda mungkin juga menyukai