Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

ILMU KESEHATAN JIWA


PSIKOTERAPI

Disusun oleh:
Hilda Utami
1102014121

Pembimbing:
dr. Henny Riana, Sp.KJ(K)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN JIWA


RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK. I RADEN SAID SUKANTO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 24 JUNI 2019 - 27 JULI 2019
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 2
BAB 1 ............................................................................................................. 3
PENDAHULUAN ........................................................................................... 3
1.1 PENDAHULUAN .................................................................................. 3
1.2 TUJUAN PENULISAN ........................................................................ 5
BAB 2 ............................................................................................................. 6
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 6
2.1 DEFINISI ............................................................................................... 6
2.2 TUJUAN PSIKOTERAPI .................................................................... 7
2.3 PRINSIP PRINSIP UMUM PSIKOTERAPI ..................................... 7
2.4 JENIS – JENIS PSIKOTERAPI ......................................................... 9
2.5 TAHAP-TAHAP PSIKOTERAPI ..................................................... 14
2.6 EFEKTIVITAS PSIKOTERAPI ....................................................... 16
2.7 PSIKOANALISI.................................................................................. 16
2.7.1. Metode terapi. ................................................................................... 17
2.7.2. Indikasi terapi ................................................................................... 18
2.7.3. Kontraindikasi terapi. ....................................................................... 19
2.7.4. Hasil terapi ....................................................................................... 20
2.8 PSIKOTERAPI PSIKOANALITIK.................................................. 20
2.9 TERAPI PERILAKU KOGNITIF .................................................... 20
2.10 TERAPI KOGNITIF ANALITIS ...................................................... 23
2.11 TERAPI INTERPERSONAL ............................................................ 24
2.12 TERAPI HUMANISTIK .................................................................... 24
KESIMPULAN ............................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 27

2
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 PENDAHULUAN
Dalam perspektif bahasa, psikoterapi berasal dari kata psyche dan therapy.
Kata psyche berarti jiwa, sedangkan therapy yang berarti penyembuhan. Jika
digabungkan psikoterapi mempunyai arti penyembuhan jiwa. Psikoterapi
merupakan salah satu modalitas terapi yang di andalkan dalam tatalaksana pasien
psikiatri disamping psikofarmaka dan terapi fisik.
Pada zaman sekarang, semakin banyak orang yang memiliki masalah dalam
hidupnya dan diantara mereka berusaha mencari konseling dan terapi. Beberapa
masalah yang dihadapi antara lain : masalah dalam menjalin hubungan dengan
orang lain, masalah yang berhubungan dengan akademik, depresi, kecemasan,
trauma, dan masalah dimasa lalu yang mengganggu fungsi seseorang sehari - hari.
Banyak orang yang mencari psikoterapi dengan berbagai alasan, tetapi
kebanyakan dari mereka mencari psikoterapi karena mereka membutuhkan bantuan
untuk masalah - masalah yang sangat berat. Kebanyakan orang membicarakan
masalahnya kepada teman dan keluarga, tetapi itu tidak mampu memperbaiki
keadaan dirinya. Psikoterapi merupakan salah satu cara yang tepat untuk
membicarakan masalah dan mendapatkan pemecahannya. Oleh karena itu
psikoterapi sangatlah dibutuhkan dalam penyembuhan pada orang-orang yang
memiliki masalah terutama masalah kesehatan jiwa.
Dalam praktek, psikoterapi dilakukan dengan percakapan dan observasi.
Percakapan dengan seseorang dapat mengubah pandangan, keyakinan serta
perilakunya secara mendalam, dan hal ini sering tidak kita sadari. Beberapa
contohnya, antara lain seorang penakut, dapat berubah menjadi berani, atau, dua
orang yang saling bermusuhan satu sama lain, kemudian dapat menjadi saling
bermaafan, atau, seseorang yang sedih dapat menjadi gembira setelah menjalani
percakapan dengan seseorang yang dipercayainya.

3
Dalam dunia kedokteran, komunikasi antara dokter dengan pasien
merupakan hal yang penting oleh karena percakapan atau pembicaraan merupakan
hal yang selalu terjadi diantara mereka. Komunikasi berlangsung dari saat
perjumpaan pertama, yaitu sewaktu diagnosis belum ditegakkan hingga saat akhir
pemberian terapi. Apa pun hasil pengobatan, berhasil atau pun tidak, dokter akan
mengkomunikasikannya dengan pasien atau keluarganya; hal itu pun dilakukan
melalui pembicaraan. Dalam keseluruhan proses tatalaksana pasien, hubungan
dokter-pasien merupakan hal yang penting dan sangat menentukan, dan untuk dapat
membentuk dan membina hubungan dokter-pasien tersebut, seorang dokter dapat
mempelajarinya melalui prinsip-prinsip psikoterapi.3

4
1.2 TUJUAN PENULISAN
1. Agar pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang definisi, tujuan,
klasifikasi serta penggunaan berbagai jenis psikoterapi.
2. Untuk memenuhi tugas referat di bagian kepaniteraan Ilmu Jiwa RS. Polri
Sukanto.

5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Psikoterapi didefinisikan sebagai perawatan yang secara umum
mempergunakan intervensi psikis dengan pendekatan psikologis terhadap pasien
yang mengalami gangguan psikis atau hambatan kepribadian. Pengertian
psikoterapi secara meluas yang disampaikan oleh beberapa pendapat para ahli di
antaranya adalah :
1. Lewis R.Worberg M.D.
Psikoterapi adalah perasaan dengan menggunakan alat-alat psikologi
terhadap permasalahan yang berasal dari kehidupan emosional dimana
seorang ahli secara sengaja menciptakan hubungan profesional dengan
pasien yang bertujuan untuk menghilangkan, mengubah atau menurunkan
gejala-gejala yang ada.
2. C.P. Chaplin
Psikoterapi adalah proses penyembuhan lewat keyakinan agama dan diskusi
personal dengan para guru ataupun kerabat.
3. Warson dan Morse
Psikoterapi adalah bentuk khusus dari interaksi antara dua orang yaitu
pasien dan terapis dimana ia memiliki kelebihan khusus.
4. Whitaker dan Malone (1953)
Psikoterapi adalah semua upaya untuk mempercepat pertumbuhan manusia
sebagai pribadi yang bersih.
5. Oxford English Dictionary
Psychotherapy tidak tercantum, tetapi ada perkataan “psychotherapeutic"
yang diartikan sebagai perawatan terhadap sesuatu penyakit dengan
mempergunakan teknis psikologis untuk melakukan intervensi psikis.
Dengan demikian penulis menyimpulkan bahwa psikoterapi merupakan
pengobatan menggunakan cara-cara psikologik, dilakukan oleh seseorang
yang sudah terlatih khusus yang bertujuan untuk menghilangkan, mengubah

6
seseorang yang menderita penyakit fisik maunpun gangguan jiwa. (Ulwana
Filia, 2016)

2.2 TUJUAN PSIKOTERAPI


1. Menguatkan daya tahan mental yang telah dimiliki atau membuat seseorang
merasa bahagia dan sejahtera.
2. Mengembangkan mekanisme daya tahan mental yang baru dan lebih baik
untuk mempertahankan fungsi pengontrolan diri, ataupun membuat
seseorang lebih mengenal dan mengerti tentang dirinya sendiri.
3. Meningkatkan kemampuan adaptasi terhadap lingkungannya1

2.3 PRINSIP PRINSIP UMUM PSIKOTERAPI


Psikoterapi dilakukan dengan cara percakapan atau wawancara (interview).
Dalam suatu wawancara, tidak dapat dipisahkan antara sifat terapeutik dan
penegakan diagnosis. Biasanya, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan mengandung
kedua aspek tersebut, yaitu untuk mengoptimalkan hubungan interpersonal dengan
pasien (sifat terapeutik), dan untuk melengkapi data dalam usaha menegakkan
diagnosis. Dalam melakukan psikoterapi, wawancara harus lebih mengutamakan
aspek terapeutiknya, data yang diperlukan akan berangsur terkumpul dengan kian
membaiknya hubungan interpersonal yang terjalin antara dokter dengan pasiennya,
sehingga berartinya suatu wawancara tergantung dari sifat hubungan terapis dengan
pasiennya tersebut.
Dalam melakukan wawancara, hendaknya kita juga melakukan observasi
secara menyeluruh dengan teliti. Sambil mengajukan pertanyaan, kita juga
mengamati dan turut serta (sebagai participant observer) dalam proses yang sedang
berlangsung pada saat dan situasi tersebut (“the here and now”). Yang kita amati
yaitu : apa yang terjadi pada pasien, apa yang terjadi pada pewawancara atau terapis
sendiri, serta apa yang terjadi di antara terapis dan pasiennya. Dalam berhadapan
dengan pasien, dokter atau terapis mempengaruhi pasien dengan sikap dan
perkataannya, dari menit ke menit, saat ke saat. Dalam hal ini, yang perlu

7
diperhatikan sebetulnya bukan hanya apa yang kita bicarakan, tetapi juga
bagaimana cara kita melakukannya, kapan (saat atau waktu yang tepat) kita
mengungkapkan hal tertentu yang ingin kita sampaikan,dan bagaimana hubungan
antara si penolong (dokter atau terapis) dan yang ditolong (pasien) tersebut. Hal-
hal tersebut dapat membuat pasien menjadi lebih tenang atau sebaliknya menjadi
tegang, lebih terbuka atau tertutup, lebih percaya atau pun curiga, sehingga dapat
disimpulkan bahwa selalu ada pengaruh terapeutik maupun kontraterapeutik, dan
tidak pernah netral sama sekali, karena setiap orang mempunyai latar belakang
kepribadian dan pengalaman hidup yang berbeda-beda, yang mempengaruhi cara
pandang, cara berpikir dan menghayati segala sesuatu.
Hal yang sebaliknya juga perlu diingat, bahwa wawancara bukan hanya
menghasilkan pengaruh dokter atau terapis atas pasien, namun juga pengaruh
pasien terhadap dokternya. Sang dokter, sadar atau tidak, akan terpengaruh oleh
sikap dan perkataan pasien, yang akan tercermin dalam sikap, perasaan dan
perilakunya sendiri. Dipacu oleh sikap dan perilaku pasien terhadapnya (ditambah
lagi dengan kehidupan fantasinya sendiri), dokter atau terapis dapat menjadi
tenang, tegang, santai, kuatir, terbuka, tertutup, bosan, sedih, kesal, malu,
terangsang, dll. Perasaan-perasaan tersebut turut menentukan apa yang
dikatakannya kepada pasien (atau tidak dikatakannya) dan bagaimana ia
mengatakannya. Untuk dapat mengatasi hal ini seorang dokter atau terapis perlu
belajar untuk memantau perasaan-perasaan reaktifnya tersebut, agar ucapan-ucapan
dan sikapnya terhadap pasien sedapat-dapatnya beralasan profesional dan sedikit
mungkin tercampur dengan unsur-unsur yang berasal dari respons emosional
subyektifnya sendiri. Agar tujuan terapeutik tercapai, hendaknya senantiasa
diusahakan agar dokter dapat menciptakan dan memelihara hubungan yang optimal
antara dokter dan pasien. Dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada
pasien, senantiasa harus dipertimbangkan bilamana dan bagaimana kita akan
menanyakan hal tersebut. Bila konteksnya kurang tepat, misalnya : pasien justru
dapat merasa tersinggung atau dipermalukan oleh pertanyaan kita (nyata atau tidak
nyata), pasien mungkin akan menolak atau menyangkal, atau akan membuat-buat
jawabannya. 1,2

8
2.4 JENIS – JENIS PSIKOTERAPI
a. Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai
Wolberg menjelaskan terdapat tiga tingkatan psikoterapi berdasarkan tujuan
yang ingin dicapai, tiga tingkatan yaitu
1. Psikoterapi Suportif :
Pada terapi suportif, bertujuan untuk memulihkan keseimbangan pasien
secara cepat dan menghilangkan masalah-masalah neurotik yang ada.
Terapi suportif dilakukan pada pasien yang sebenarnya memiliki
penyesuaian diri yang baik, namun memiliki masalah akibat
tekanan lingkungan yang terlalu berlebihan dan tidak mampu mengatasi
kecemasan serta kurang memiliki motivasi atau intelegensia. Terapi ini
dapat memperkuat mekanisme defense dan mekanisme pengendalian
menjadi baru dan lebih baik sehingga menuju kearah perbaikan pada
keadaan keseimbangan yang lebih adaptif. 2

Terapi suportif menggunakan sejumlah metoda salah satunya yaitu :


Memberikan bimbingan dan nasehat dalam menghadapi masalah sekarang.
Cara ini rnenggunakan teknik yang membantu pasien merasa aman,
diterima, terlindungi, terdorong dan tidak merasa cemas. 2

Jenis – Jenis Psikoterapi Suportif :


a) Ventilasi atau katarsis ialah membiarkan pasien mengeluarkan isi
hati sesukanya. Sesudahnya biasanya ia merasa lega dan
kecemasannya (tentang penyakitnya) berkurang, karena ia dapat
melihat masalahnya dalam proporsi yang sebenarnya. Hal ini
dibantu oleh dokter dengan sikap yang penuh pengertian (empati)
dan dengan anjuran. Jangan terlalu banyak memotong bicaranya
(menginterupsi). Yang dibicarakan ialah kekhawatiran, impuls-
impuls, kecemasan, masalah keluarga, perasaan salah.
b) Persuasi ialah menerangkan secara masuk akal tentang gejala-
gejala penyakitnya yang timbul akibat cara berpikir, perasaan, dan

9
sikapnya terhadap masalah yang dihadapinya. Kritik diri sendiri oleh
pasien penting untuk dilakukan. Dengan demikian maka impuls-
impuls yang tertentu dibangkitkan, diubah atau diperkuat dan
impuls-impuls yang lain dihilangkan atau dikurangi, serta pasien
dibebaskan dari impuls-impuls yang sangat menganggu. Pasien
pelan-pelan menjadi yakin bahwa gejala-gejalanya akan hilang. Hal
ini dibantu dokter dengan sikap membangun, mengubah dan
menguatkan impuls tertentu serta membebaskan dari impuls yang
menggangu secara masuk akal dan sesuai hati nurani. Berusaha
meyakinkan pasien dengan alasan yang masuk akal bahwa gejalanya
akan hilang.
c) Sugesti ialah secara halus dan tidak langsung menanamkan pikiran
pada pasien atau membangkitkan kepercayaan padanya bahwa
gejala-gejala akan hilang. Dokter sendiri harus mempunyai sikap
yang meyakinkan dan otoritas profesional serta menunjukkan
empati. Pasien percaya pada dokter sehingga kritiknya berkurang
dan emosinya terpengaruh serta perhatiannya menjadi sempit. Ia
mengharap-harapkan sesuatu dan ia mulai percaya. Bila tidak
terdapat gangguan kepribadian yang mendalam, maka sugesti akan
efektif, umpamanya pada reaksi konversi yang baru dan dengan
konflik yang dangkal atau pada neurosa cemas sesudah kecelakaan.
Sugesti dengan aliran listrik (faradisasi) atau dengan masasi kadang-
kadang juga menolong, tetapi perbaikan itu cenderung untuk tidak
menjadi tetap, karena pasien menganggap pengobatan itu datang
dari luar dirinya. Jadi sugesti harus diikuti dengan reeduksi. Anak-
anak dan orang dengan inteligensi yang sedikit kurang serta pasien
yang berkepribadian tak matang atau histerik lebih mudah disugesti.
Jangan memaksa-maksa pasien dan jangan memberikan kesan
bahwa dokter menganggap ia membesar-besarkan gejalanya. Jangan
menganggu rasa harga diri pasien. Pasien harus percaya bahwa
gejala-gejalanya akan hilang dan bahwa tidak terdapat kerusakan

10
organik sebagai penyebab gejala-gejala itu. Ia harus diyakinkan
bahwa bila gejala-gejala itu hilang, hal itu terjadi karena ia sendiri
mengenal maksud gejala-gejala itu dan bahwa timbulnya gejala itu
tidak logis.
d) Penjaminan kembali atau reassurance dilakukan melalui komentar
yang halus atau sambil lalu dan pertanyaan yang hati-hati, bahwa
pasien mampu berfungsi secara adekuat (cukup, memadai). Dapat
juga diberi secara tegas berdasarkan kenyataan atau dengan
menekankan pada apa yang telah dicapai oleh pasien.
e) Bimbingan ialah memberi nasehat-nasehat yang praktis dan khusus
(spesifik) yang berhubungan dengan masalah kesehatan (jiwa)
pasien agar ia lebih sanggup mengatasinya, umpamanya tentang cara
mengadakan hubungan antar manusia, cara berkomunikasi, bekerja
dan belajar, dan sebagainya.
f) Penyuluhan atau konseling (counseling) ialah suatu bentuk
wawancara untuk membantu pasien mengerti dirinya sendiri lebih
baik, agar ia dapat mengatasi suatu masalah lingkungan atau dapat
menyesuaikan diri. Konseling biasanya dilakukan sekitar masalah
pendidikan, pekerjaan, pernikahan dan pribadi.
g) Kerja kasus sosial (social casework) secara tradisional didefinisikan
sebagai suatu proses bantuan oleh seorang yang terlatih (pekerja
sosial atau social worker) kepada seorang pasien yang memerlukan
satu atau lebih pelayanan sosial khusus. Fokusnya ialah pada
masalah luar atau keadaan sosial dan tidak (seperti pada psikoterapi)
pada gangguan dalam individu itu sendiri. Tidak diadakan usaha
untuk mengubah pola dasar kepribadian, tujuannya ialah hanya
hendak menangani masalah situasi pada tingkat realistik (nyata).
h) Terapi kerja dapat berupa sekedar memberi kesibukan kepada
pasien, ataupun berupa latihan kerja tertentu agar ia terampil dalam
hal itu dan berguna baginya untuk mencari nafkah kelak.

11
2. Psikoterapi Reedukatif :
Terapi tingkatan insight dengan tujuan reedukatif untuk membantu pasien
mencapai insight. Menurut Gelso dkk (dalam Kivlighan dkk, 2000)
Istilah insight, menunjukkan derajat pemahaman pasien mengenai hal-
hal yang digali selama proses terapi, yang bisa berupa pemahaman
mengenai hubungan di dalam proses terapi, keberfungsian individu diluar
terapi, atau aspek-aspek dinamika dan perilaku pasien. Secara teoritis,
insight dialami pasien diduga akan meningkat selama proses psikoterapi dan
gejala-gejala akan berkurang seiring dengan peningkatan tersebut. Individu
yang mencapai insight selama proses terapi menunjukkan penurunan
keluhan yang berkaitan dengan tekanan yang dirasakan. Terapi diharapkan
dapat mengubah pola perilaku dengan meniadakan kebiasaan (habits)
tertentu dan membentuk kebiasaan yang lebih menguntungkan.
Cara atau pendekatan: Terapi perilaku, terapi kelompok, terapi keluarga,
psikodrama, dll.

3. Psikoterapi Rekonstruktif :
Level ini bertujuan sebagai rekonstruktif. Level ini mengupayakan
tercapainya kesadaran atas konflik-konflik yang tidak disadari dan
dengannya dengan mekanisme pertahanan tertentu. Tujuan utamanya
adalah merasakan emosional yang berawal dari pemahaman total melalui
rekonstruksi kepribadian. Diharapkan dengan usaha mencapai perubahan
luas struktur kepribadian seseorang maka dapat diperoleh pemahaman total
dan mencapai tilikan (insight) akan konflik-konflik nirsadar.
Cara atau pendekatan: Psikoanalisis klasik, Neo-Freudian (Adler, Jung,
Sullivan, Horney, Reich, Fromm, Kohut, dll.), psikoterapi berorientasi
psikoanalitik atau dinamik.
b. Menurut “dalamnya“, psikoterapi terdiri atas :
1) Superfisial yaitu yang menyentuh hanya kondisi atau proses pada
“permukaan”, yang tidak menyentuh hal-hal yang nirsadar atau materi yang
direpresi.

12
2) Mendalam (deep), yaitu yang menangani hal atau proses yang tersimpan
dalam alam nirsadar atau materi yang direpresi.
c. Menurut teknik yang terutama digunakan (teknik perubahan), antara
lain :
psikoterapi ventilatif, sugestif, katarsis, ekspresif, operant conditioning,
modeling, asosiasi bebas, interpretatif, dll.
d. Menurut setting anggota terapi :
Psikoterapi terdiri atas psikoterapi individual dan kelompok (terdiri atas terapi
marital/pasangan, terapi keluarga, kelompok).

1) Terapi marital atau pasangan diindikasikan bila ada problem di antara


pasangan, misalnya komunikasi, persepsi,dll.
2) Terapi keluarga, dilakukan bila struktur dan fungsi dalam suatu
keluarga tidak berjalan sebagaimana mestinya. Bila salah satu anggota
keluarga mengalami gangguan jiwa, akan mempengaruhi keadaan dan
interaksi dalam keluarga dan sebaliknya, keadaan keluarga akan
mempengaruhi gangguan serta prognosis pasien. Untuk itu seluruh
anggota keluarga diwajibkan hadir pada setiap sesi terapi.
3) Terapi kelompok, dilakukan terhadap sekelompok pasien (misalnya
enam atau delapan orang), oleh satu atau dua orang terapis. Metode dan
caranya bervariasi; ada yang suportif dan bersifat edukasi, ada yang
interpretatif dan analitik. Kelompok ini dapat terdiri atas pasien-pasien
dengan gangguan yang berbeda, atau dengan problem yang sama,
misalnya gangguan makan, penyalahgunaan zat, dll. Diharapkan
mereka dapat saling memberikan dukungan dan harapan serta dapat
belajar tentang cara baru mengatasi problem yang dihadapi.
e. Teknik tambahan khusus yang digabung dengan psikoterapi
Narkoterapi, hypnoterapi, terapi musik, psikodrama, terapi permainan dan
peragaan (play therapy), psikoterapi religius, dan latihan meditasi. 2

13
2.5 TAHAP-TAHAP PSIKOTERAPI
1) Fase Awal:
Tujuannya membentuk hubungan kerja dengan pasien.
Tugas Terapeutik :
- Memotivasi pasien untuk menerima terapi
- Menjelaskan dan menjernihkan salah pengertian mengenai terapi
- Meyakinkan pasien bahwa terapis mengerti penderitaannya dan
bahwa terapis mampu membantunya
- Menetapkan secara tentatif mengenai tujuan terapi.

Resistensi pada pasien dapat tampil dalam bentuk:


- Tidak ada motivasi terapi dan tidak dapat menerima fakta bahwa ia
dapat dibantu
- Penolakan terhadap arti dan situasi terapi
- Tidak dapat dipengaruhi, terdapat hostilitas dan agresi, dependensi
yang mendalam
- Berbagai resistensi lain yang menghambat terjalinnya hubungan
yang sehat dan hangat.

Masalah kontratransferensi dalam diri terapis, antara lain:


- Tidak mampu bersimpati, berkomunikasi dan saling mengerti secara
timbal balik
- Timbul iritabilitas terhadap penolakan pasien untuk terapi dan
terhadap terapis
- Tidak mampu memberi kehangatan kepada pasien
- Tidak dapat menunjukkan penerimaan dan pengertian terhadap
pasien dan masalahnya.

14
2) Fase Pertengahan:
Tujuannya: menentukan perkiraan sebab dan dinamik gangguan yang
dialami pasien, menerjemahkan tilikan dan pengertian (bila telah ada),
menentukan langkah korektif.
Tugas terapeutik:
1.Mengeksplorasi berbagai frustrasi terhadap lingkungan dan hubungan
interpersonal yang menimbulkan ansietas. Bila melakukan psikoterapi
dinamik, gunakan asosiasi, analsisi karakter, analisis transferensi,
interpretasi mimpi. Pada terapi perilaku, kita menilai faktor-faktor yang
perlu diperkuat dan gejala-gejala yang perlu dihilangkan.
2. Membantu pasien dalam mengatasi ansietas yang berhubungan
dengan problem kehidupan.

Resistensi pada pasien dapat tampil dalam bentuk:


1. Rasa bersalah terhadap pernyataan dan pengakuan adanya gangguan
dan kesulitan dalam hubungan interpersonal dengan lingkungan,
2. Tidak mau, atau tidak mampu (bila ego lemah), menghadapi dan
mengatasi ansietas yang berhubungan dengan konflik, keinginan dan
ketakutan

Masalah kontratransferensi dalam diri terapis dapat berupa:


1.Terapis mengelak dari problem pasien yang menimbulkan ansietas
dalam diri terapis
2. Ingin menyelidiki terlalu dalam dan cepat pada fase permulaan,
3. Merasa jengkel terhadap resistensi pasien

3) Fase akhir:
Tujuannya yaitu: terminasi terapi. Tugas terapeutiknya antara lain:
1. Menganalisis elemen-elemen dependensi hubungan terapis – pasien;
2. Mendefinisikan kembali situasi terapi untuk mendorong pasien
membuat keputusan, menentukan nilai dan cita-cita sendiri.

15
3. Membantu pasien mencapai kemandirian dan ketegasan diri yang
setinggi-tingginya.

Resistensi pada pasien dapat berupa:


1. Penolakan untuk melepaskan dependensi;
2. Ketakutan untuk mandiri dan asertif

Masalah kontratransferensi pada terapis:


1. Kecenderungan untuk mendominasi dan terlalu melindungi pasien;
2. Tidak mampu mengambil sikap/peran yang non direktif sebagai
terapis. 2

2.6 EFEKTIVITAS PSIKOTERAPI


Ditentukan oleh :
- Tujuan yang ingin dicapai
- Motivasi pasien
- Kepribadian dan ketrampilan terapis
- Teknik yang digunakan2

2.7 PSIKOANALISI
Psikoanalisis dimulai dengan pengobatan pasien dengan hipnosis. Di tahun
1881 Anna O, seorang wanita muda neurotik yang menderita gangguan visual dan
motorik yang multipel dan perubahan kesadaran, diobati oleh dokter ahli penyakit
dalam dari Vienne, Josef Breuer. Ia mengamati bahwa gejala pasien menghilang
jika ia mengekspresikannya secara verbal saat di hipnosis.
Sigmeun Freud dan Breuer menggunakan teknik secara Bersama, mereka
mendorong pasiennya untuk berkonsentrasi dengan mata tertutup pada ingatan
masa lalu yang berhubungan dengan gejala mereka. Metoda konsentrasi tersebut
akhirnya menjadi teknik asosiasi bebas. Freud menginstruksikan pasiennya untuk
mengatakan apa saja yang datang ke dalam pikirannya, tanpa menyensor pikiran
mereka. Metoda ini masih sering digunakan sekarang dan merupakan salah satu ciri

16
psikoanalisis, melalui pikiran dan perasaan yang berada dalam alam bawah sadar
dibawa ke dalam alam sadar.3
Dalam The Interpretation of Drewns Freud menjelaskan model topografik
dan pikiran yang terdiri dari alam sadar (conscious), alam prasadar (preconscious),
dan alam bawah dasar (unconscious). Pikiran sadar dianggap sebagai kesiagaan.
Prasadar, di mana pikiran dan perasaan mudah masuk ke kesadaran, dan bawah
sadar, di mana pikiran dan perasaan tidak dapat disadari tanpa melewati tahanan
yang kuat. Bawah sadar mengandung bentuk fungsi pikiran nonverbal dan
membangkitkan mimpi, parapraksis (lidah terpeleset), dan gejala psikologis.
Psikoanalisis menekankan konflik antara dorongan bawah sadar dan pertimbangan
moral yang dimiliki pasien terhadap impuls mereka. Konflik tersebut menyebabkan
fenomena represi, yang dianggap sebagai patologis. Asosiasi bebas memungkinkan
ingatan yang terepresi diungkapkan kembali dan dengan demikian berperan dalam
penyembuhan.3

2.7.1. METODE TERAPI


Aturan dasar psikoanalisis adalah bahwa pasien setuju untuk jujur
sepenuhnya terhadap ahli analisis dan menceritakan segala sesuatu tanpa pilih-
pilih. Freud menamakan teknik yang memungkinkan kejujuran tersebut sebagai
asosiasi bebas.
 Asosiasi bebas
Dalam asosiasi bebas, pasien mengatakan segala sesuatu yang datang ke
dalam pikirannya tanpa adanya penyensoran, terlepas dan apakah mereka
rasakan pikiran tersebut tidak dapat diterima atau memalukan, itu tidak
penting. Asosiasi dipimpin oleh tiga jenis tenaga bawah sadar: konflik
patogenik neurosis, keinginan untuk sembuh, dan keinginan untuk
menyenangkan ahli analisis. Peranan antara faktor-faktor tersebut menjadi
kompleks. Sebagai contohnva, suatu pikiran atau impuls yang tidak dapat
diterima bagi pasien dan yang merupakan bagian dan neurosisnya dapat
bertentangan dengan harapan mereka untuk menyenangkan ahli analisis,
yang, mereka anggap, juga merasakan impuls sebagai tidak dapat ditenima.

17
Tetapi jika pasien mengikuti aturan dasar, mereka dapat mengatasi
tahanan.3,4
 Perhatian mengalir bebas (free-floating attention)
Jawaban ahli analisis terhadap asosiasi bebas pasien adalah cara
mendengarkan yang khusus, yang dinamakan perhatian mengalir bebas.
Ahli analisis membiarkan asosiasi pasien menstimulasi asosiasi mereka
sendiri dan dengan demikian mampu untuk melihat tema dalam asosiasi
bebas pasien yang mungkin dicerminkan kembali kepada pasien kemudian
atau pada beberapa waktu kemudian. Perhatian ahli analisis yang cermat
kepada pengalaman subjektifnya sendini adalah bagian yang tidak dapat
diterima dari analisis.3
 Aturan abstinensi
Dengan mengikuti aturan abstinensi, pasien mampu menunda pemuasan
tiap keinginan instinktual seperti membicarakannya dalam terapi.
Ketegangan yang ditimbulkan menghasilkan asosiasi relevan yang
digunakan oleh ahil analisis untuk meningkatkan kesadaran pasien. Aturan
tersebut tidak dimaksudkan abstinensi seksual, tetapi, dengan tidak
mengijinkan lingkungan terapi memuaskan harapan infantil pasien akan
cinta dan kasih sayang. 3

2.7.2. INDIKASI TERAPI


Indikasi utama psikoanalisis adalah konflik psikologis yang berlangsung
lama yang telah menimbulkan gejala atau gangguan. Hubungan antara konflik
dan gejala rnungkin langsung atau tidak langsung. Psikoanalisis dianggap efektif
dalam mengobati gangguan kecemasan tertentu, seperti fobia dan gangguan
obsesif-kompulsif, gangguan depresif ringan (gangguan distimik), beberapa
gangguan kepribadian, dan beberapa gangguan pengendalian impuls dan
gangguan seksual. Tetapi, lebih penting dari diagnosis adalah kemampuan
pasien untuk membentuk persetujuan analitik dan mempertahankan komitmen
terhadap proses analitik yang semakin dalam yang membawa perubahan internal
melalui peningkatkan kesadaran terhadap diri sendiri. Freud percaya bahwa

18
pasien juga mampu membentuk perlekatan transferensi yang kuat kepada ahli
analisis (dinamakan neurosis transferensi), tanpanya analisis tidak
dimungkinkan. Hal tersebut mengecualikan sebagian besar pasien psikotik
karena kesulitan mereka dalam membentuk ikatan afektif dan realistik yang
penting untuk perkembangan dan resolusi neurosis transferensi. Ego pasien
dalam analisis harus mampu mentoleransi frustrasi tanpa berespon dengan suatu
bentuk penentangan (acting out) yang serius atau pindah dan satu pola patologis
ke pola lain. Hal tersebut mengecualikan sebagian besar pasien ketergantungan
obat, yang dianggap tidak mampu karena ego mereka tidak mampu menoleransi
frustrasi dan kebutuhan emosional dan psikoanalisis.3

2.7.3. KONTRAINDIKASI TERAPI


Berbagai kontraindikasi untuk psikoanalisis adalah relatif, tetapi masing-
masingnya harus dipertimbangkan sebelum melakukan terapi.
 Usia. Biasanya, banyak ahli analisis percaya bahwa sebagian besar orang
dewasa yang berusia di atas 40 tahun tidak memiliki fleksibilitas yang
cukup untuk perubahan. Tetapi yang lebih penting dari usia adalah kapasitas
pasien individual untuk introspeksi secara bijaksana dan keinginan untuk
berubah. Calon ideal adalah biasanya dewasa muda, anak – anak tidak
mampu mengikuti aturan asosiasi bebas.
 Pasien juga harus cukup cerdas untuk mengerti prosedur dan untuk bekerja
sama dalam proses.
 Klinisi dan peneliti percaya bahwa pasien dengan gangguan kepribadian
anti sosial adalah prediktor paling negatif dari respon psikoterapi.
 Pada pasien dengan keterbatasan waktu dapat dipertimbangkan terapi lain.
 Psikoanalisis pada pasien psikotik tidak disarankan karena pasien-pasien
psikotik sulit membentuk ikatan afektif dan realistik yang penting dalam
transferensi. Selain pada pasien psikotik, pasien dengan ketergantungan
obat juga sulit dilakukan karena mereka dianggap tidak mampu menoleransi
frustasi dan kebutuhan emosional dari psikoanalisis.

19
 Analisis dengan sifat hubungan teman, saudara dan kenalan di
kontraindikasikan karena mengganggu transferensi dan objektifitas ahli
analisis.3

2.7.4. HASIL TERAPI


Analisis membantu menurunkan kekuatan konflik dan membantu
menemukan cara yang dapat diterima untuk menghadapi impuls yang tidak
dapat diturunkan. Tujuan akhir adalah menghilangkan gejala, dengan demikian
meningkatkan kemampuan pasien untuk bekerja, bersenang - senang dan
mengerti diri sendiri. 3

2.8 PSIKOTERAPI PSIKOANALITIK

Psikoterapi psikoasialitik adalah terapi yang didasarkan pada rumusan


psikoanalitik yang telah dimodifikasi secara konseptual dan teknik. Tidak seperti
psikoanalisis, yang sebagian permasalahan akhirnya mengungkapkan dan bekerja
selanjutnya melalui konflik infantil saat timbul dalam neurosis transferensi,
psikoterapi psikonalitik memusatkan perhatian pada konflik pasien sekarang dan
pola dinamika sekarang yaitu, analisis masalah pasien dengan orang lain dan
dengan dirinya sendiri.

Juga tidak seperti psikoanalisis, yang sebagai tekniknya menggunakan


asosiasi bebas dan analisis neurosis transferensi, psikoterapi psikoanalitik ditandai
dengan teknik wawancara dan diskusi yang jarang menggunakan asosiasi bebas,
Dan sekali lagi tidak seperti psikoanalisis, psikoterapi psikoanalitik biasanya
membatasi kerjanya pada transferensi dengan suatu diskusi reaksi pasien terhadap
dokter pskiatrik dan orang lain. 3

2.9 TERAPI PERILAKU KOGNITIF


Suatu bentuk psikoterapi dengan cara membantu klien dalam mengatasi
masalah yaitu dengan mengubah cara klien berperilaku. Sebagai contoh, klien
mungkin perlu untuk mengatasi rasa takut, atau fobia. Terapis akan membantu

20
klien secara bertahap, dengan menggunakan lebih banyak waktu untuk situasi
yang sedang klien rasakan, seperti rasa takut, penggunaan waktu yang lebih lama
akan membantu klien merasa lebih nyaman dan santai dalam terapi ini.

Terapi kognitif adalah terapi terstruktur jangka pendek yang menggunakan


kerjasama aktif antara pasien dan ahli terapi untuk mencapai tujuan terapetik.
Terapi ini berorientasi terhadap masalah sekarang dan pemecahannya. Terapi
biasanya dilakukan atas dasar individual, walaupun metoda kelompok juga
digunakan. Terapi juga dapat digunakan bersama-sama dengan obat.

Terapi kognitif telah diterapkan terutama untuk gangguan depresif (dengan


atau tanpa gagasan bunuh diri) tetapi, terapi ini juga telah digunakan pada
kondisi lain, seperti gangguan panik, gangguan obsesif-kompulsif, dan
gangguan kepribadian paranoid, dan gangguan somatoform. Terapi depresi
dapat berperan sebagai paradigma pendekatan kognitif. 4

Sesi inisial dalam CBT biasanya ditujukan untuk membangun relasi


dengan klien, menggali informasi penting, dan mengidentifikasi keluhan yang
muncul. Dalam membangun relasi dengan klien, terapis dapat mengawali
dengan menanyakan perasaan dan pemikiran klien mengenai harapan klien dari
terapi. Selain itu, terapis juga dapat menjelaskan mengenai hubungan antara
kognisi dan afek dari sudut pandang CBT. Terapis juga mulai dapat
membiasakan klien terhadap CBT dan membangun hubungan yang kolaboratif
serta meluruskan konsepsi yang salah mengenai terapi. Pada awal sesi, klien
sudah harus dijelaskan bahwa tujuan utama terapi adalah untuk membuat klien
belajar menjadi terapis bagi dirinya sendiri.
Informasi yang seharusnya dapat digali oleh terapis pada sesi-sesi awal
adalah diagnosis, pengalaman masa lalu, situasi hidup saat ini, masalah
psikologis yang ada, sikap terhadap treatment, dan motivasi untuk mengikuti
treatment. Pada sesi pertama, terapis juga dapat mulai mendefinisikan masalah
dan membantu klien melakukan symptom relief. Identifikasi masalah dan
pengumpulan informasi mengenai latar belakang munculnya masalah dapat

21
dilakukan dalam beberapa sesi. Walaupun demikian, pada sesi pertama terapis
harus dapat fokus dalam mengidentifikasi masalah secara spesifik dan
menyediakan kelegaan yang cepat bagi klien.
Dalam identifikasi masalah, terapis menganalisa dari dua aspek yaitu
aspek fungsional dan aspek kognitif. Analisa fungsional bertujuan untuk
mengidentifikasi elemen masalah seperti manifestasi dari masalah, situasi
dimana masalah itu biasanya muncul, frekuensi, intensitas, dan durasi
kemunculan masalah, serta konsekuensi dari masalah. Analisa kognitif sendiri
bertujuan untuk mengidentifikasi pemikiran dan visualisasi yang muncul saat
adanya pencetus emosional. Hal in juga mencakup identifikasi sejauh apa
seseorang merasa dapat mengontrol pemikiran dan visualisasi tersebut,
visualisasi mengenai apa yang akan terjadi saat berada dalam situasi yang
menimbulkan distres, dan kemungkinan munculnya hal yang divisualisasikan
tersebut dalam kejadian nyata.
Pada sesi awal, terapis juga membuat problem list yang mencakup
simptom spesifik, perilaku, dan masalah yang menetap. Daftar ini kemudian
dibuat prioritasnya sebagai target intervensi. Problem list dibuat secara eksplisit
untuk melihat apa yang ingin dicapai dalam treatment. Penentuan prioritas
didasarkan pada besarnya distres yang dialami, kemungkinan kemajuan yang
terjadi, keparahan simptom, dan topik ataupun tema yang terus menerus muncul.
Selain hal di atas, pada sesi pertama terapis juga sudah mulai dapat memberikan
tugas rumah kepada klien. Tugas rumah pada sesi awal biasanya diarahkan untuk
mengenali hubungan antara pemikiran, perasaan, dan perilaku.
Pada sesi pertengahan, penekanan terapi bergeser dari simptom yang
dialami pasien kepada pola berpikir pasien. Koneksi antara pemikiran, emosi,
dan perilaku didemonstrasikan melalui pemeriksaan automatic thoughts. Saat
klien dapat menantang pemikiran maladaptif, klien mulai dapat
mempertimbangkan asumsi dasar yang memunculkan pemikiran tersebut.
Seringkali asumsi dasar tersebut tidak disadari oleh klien dan didapat setelah
klien melihat tema dari automatic thoughts yang dimilikinya. Setelah asumsi
dasar ini dikenali, terapi bertujuan untuk memodifikasi asumsi tersebut dengan

22
mempertimbangkan validitas, sifat adaptif, dan fungsinya bagi klien. Pada sesi-
sesi selanjutnya, klien diberikan tanggung jawab lebih untuk mengidentifikasi
masalah serta solusi dan menciptakan tugas rumah. Peran terapis berubah
menjadi penasihat dan bukan guru saat klien sudah mulai dapat menggunakan
teknikteknik yang ada untuk menyelesaikan maslaah. Frekuensi pertemuan
dapat dikurangi apabila klien menjadi lebih mampu dalam menyelesaikan
masalah.
Terapi diterminasi saat tujuan sudah dicapai dan klien merasa dapat
mempraktikkan perspektif dan kemampuan baru mereka secara mandiri. Saat
mendekati terminasi, klien dapat diingatkan bahwa kemunduran itu sesuatu yang
normal dan seharusnya dapat diatasi karena kemunduran sebelumnya juga dapat
diatasi. Terapis dapat meminta kepada klien untuk mendeksripsikan bagimana
masalah sebelumnya diatasi selama treatment. Terapis juga dapat menggunakan
cognitive rehearsal untuk membantu klien memperkirakan kesulitan yang
mungkin akan ditemuinya dan bagaimana mereka akan mengatasi kesulitan
tersebut.4

2.10 TERAPI KOGNITIF ANALITIS


Adalah suatu bentuk pengobatan di mana seorang terapis membantu pasien
untuk memahami hal-hal yang tidak beres di masa lalunya dan mengeksplorasi
bagaimana untuk memastikan bahwa mereka tidak bersalah pada waktu yang
akan datang.
Trias kognitif dan depresi terdiri atas :
 Persepsi diri yang negatif yang melihat seseorang sebagai tidak
mampu, tidak adekuat, kekurangan, tidak berguna, dan tidak
diharapkan

 Memiliki kecenderungan untuk merasakan dunia sebagai tempat yang


negatif, menuntut, mengalahkan diri sendiri serta mengharapkan
kegagalan dan hukuman

23
 Memiliki dugaan bahwa kesulitan, penderitaan, kekurangan, dan
kegagalan akan terus menerus terjadi.

Tujuan terapi adalah untuk menghilangkan depresi dan mencegah rekurensinya


dengan membantu pasien:
 Mengidentifikasi dan menguji kognisi negative
 Mengembangkan skema alternatif dan lebih fleksibel
 Mengulangi respon kognitif yang baru dan respon perilaku yang baru.
Tujuannya adalah untuk mengubah cara seseorang berpikir dan selanjutnya
untuk memperbaiki gangguan depresif.5

2.11 TERAPI INTERPERSONAL


Terapi ini merupakan terapi jangka pendek spesifik yang biasa digunakan
pada gangguan depresi. Jangka waktu terapi yaitu selama 3-4 bulan yang terdiri
dari sesi selama 45-50 menit setiap minggu. Dikatakan bahwa penyebab depresi
sekaligus metode penyembuhannya adalah perilaku interpersonal, sehingga
pasien diajak untuk melihat secara realistis bagaimana interaksi mereka dengan
orang lain. Hal ini dilakukan agar mereka dapat menyadari bahwa tindakan diri
sendiri dengan mengisolasi diri adalah hal yang menyebabkan dan memperberat
kondisi depresi. Dengan nasihat yang diberikan selama terapi maka terapis dapat
membantu pasien untuk memperjelas area konflik serta membantu dalam
mengambil keputusan. Di sini sangat diperlukan sikap yang penuh empati,
fleksibel dan suportif dari terapis.5

2.12 TERAPI HUMANISTIK


adalah suatu bentuk psikoterapi yang berfokus untuk mengenali
kemampuan manusia dalam bidang-bidang seperti kreativitas, pertumbuhan
pribadi, dan pilihan. Tujuan utamanya adalah untuk mencari tahu bagaimana
individu memandang diri mereka sendiri dan untuk mengenali pertumbuhan,
pengarahan diri sendiri, dan tanggung jawab. Metode ini membantu klien dalam
upaya untuk mengenali kekuatan mereka dengan pengalaman dan pemahaman.4

24
KESIMPULAN

Dasar-dasar psikoterapi telah diuraikan secara singkat dan terbatas, yaitu


merupakan suatu cara pengobatan terhadap masalah emosional seorang pasien yang
dilakukan oleh seorang yang terlatih dalam hubungan professional secara sukarela,
dengan maksud menghilangkan, mengubah atau menghambat gejala – gejala yang
ada, mengoreksi prilaku yang terganggu dan mengembangkan pertumbuhan
kepribadian secara positif.
Psikoterapi merupakan ilmu dan ketrampilan tersendiri yang bermanfaat
untuk pasien-pasien dengan problem kejiwaan khususnya dan problem kesehatan
pada umumnya. Ilmu dan ketrampilan ini dapat diajarkan dan dipelajari namun
memerlukan waktu yang tidak sedikit, ketekunan serta kepribadian terapis juga
merupakan faktor terpenting dalam keberhasilan terapi.
Dalam melakukan wawancara dengan pasien dalam praktek sehari-hari,
beberapa hal yang perlu diingat antara lain bahwa wawancara mengandung makna
terapeutik selain untuk pengambilan data dalam upaya penegakan diagnosis.
Komunikasi antara dokter-pasien sangatlah penting. Ketika berhadapan dengan
pasien, kita harus senantiasa membina hubungan interpersonal dengan optimal,
mengerti dan sadar apa yang kita bicarakan, bagaimana cara penyampaiannya,
bilamana, serta dalam konteks apa kita menyampaikan pernyataan atau pertanyaan-
pertanyaan kita yang tentunya harus bersifat profesional dan tidak terkait dari
respon emosional yang subyektif.
Di sini hubungan perasaan dokter - pasien bersifat empati (simpati netral),
tanpa perasaan sentimental atau simpati berlebihan. Maka penting seorang dokter
memiliki kemampuan dalam memberikan empati, yaitu dengan merasakan dengan
penuh pengertian emosi dan pengertian perilaku orang lain. Hal ini harus terlihat
dari segala gerak – gerak, ucapan – ucapan dan ajuk (mimik) dari seorang dokter.
Ketrampilan yang perlu dilatih terus-menerus ialah dalam mendengarkan
dengan cermat (empathic listening), disertai observasi yang cermat, serta didasari
oleh pengetahuan yang memadai tentang psikologi, psikopatologi dan proses-

25
proses kejiwaan, kita akan mendapat gambaran yang tepat dan menyeluruh tentang
pasien.
Setelah wawancara, hendaknya kita dapat membuat konklusi tentang
keadaan mental pasien seberapa cemas, apakah ia dalam keadaan depresi, bingung
(confuse), marah, atau bahkan tidak mengerti harus berbuat apa}; setelah itu
tentunya kita harus mengetahui langkah apa yang harus kita perbuat untuk
menolongnya.

26
DAFTAR PUSTAKA
1. Mansjoer, Arif, et al. Kapita selekta kedokteran. Media Aesculapius. 2001
2. Elvira, Sylvia D. 2017. Buku Ajar Psikiatri. Badan Penerbit FKUI: Jakarta
3. Kaplan, Sadock’s ; Psikoterapi, Sinopsis Psikiatri, Edisi Ketujuh, Jilid 2, hal
383 – 442.
4. Corey Gerald; Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, Refika
Aditama.
5. Tomb, David A: Buku Saku Psikiatri, ed-6, EGC, 2004

27

Anda mungkin juga menyukai