Disusun oleh:
Hilda Utami
1102014121
Pembimbing:
dr. Henny Riana, Sp.KJ(K)
2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 PENDAHULUAN
Dalam perspektif bahasa, psikoterapi berasal dari kata psyche dan therapy.
Kata psyche berarti jiwa, sedangkan therapy yang berarti penyembuhan. Jika
digabungkan psikoterapi mempunyai arti penyembuhan jiwa. Psikoterapi
merupakan salah satu modalitas terapi yang di andalkan dalam tatalaksana pasien
psikiatri disamping psikofarmaka dan terapi fisik.
Pada zaman sekarang, semakin banyak orang yang memiliki masalah dalam
hidupnya dan diantara mereka berusaha mencari konseling dan terapi. Beberapa
masalah yang dihadapi antara lain : masalah dalam menjalin hubungan dengan
orang lain, masalah yang berhubungan dengan akademik, depresi, kecemasan,
trauma, dan masalah dimasa lalu yang mengganggu fungsi seseorang sehari - hari.
Banyak orang yang mencari psikoterapi dengan berbagai alasan, tetapi
kebanyakan dari mereka mencari psikoterapi karena mereka membutuhkan bantuan
untuk masalah - masalah yang sangat berat. Kebanyakan orang membicarakan
masalahnya kepada teman dan keluarga, tetapi itu tidak mampu memperbaiki
keadaan dirinya. Psikoterapi merupakan salah satu cara yang tepat untuk
membicarakan masalah dan mendapatkan pemecahannya. Oleh karena itu
psikoterapi sangatlah dibutuhkan dalam penyembuhan pada orang-orang yang
memiliki masalah terutama masalah kesehatan jiwa.
Dalam praktek, psikoterapi dilakukan dengan percakapan dan observasi.
Percakapan dengan seseorang dapat mengubah pandangan, keyakinan serta
perilakunya secara mendalam, dan hal ini sering tidak kita sadari. Beberapa
contohnya, antara lain seorang penakut, dapat berubah menjadi berani, atau, dua
orang yang saling bermusuhan satu sama lain, kemudian dapat menjadi saling
bermaafan, atau, seseorang yang sedih dapat menjadi gembira setelah menjalani
percakapan dengan seseorang yang dipercayainya.
3
Dalam dunia kedokteran, komunikasi antara dokter dengan pasien
merupakan hal yang penting oleh karena percakapan atau pembicaraan merupakan
hal yang selalu terjadi diantara mereka. Komunikasi berlangsung dari saat
perjumpaan pertama, yaitu sewaktu diagnosis belum ditegakkan hingga saat akhir
pemberian terapi. Apa pun hasil pengobatan, berhasil atau pun tidak, dokter akan
mengkomunikasikannya dengan pasien atau keluarganya; hal itu pun dilakukan
melalui pembicaraan. Dalam keseluruhan proses tatalaksana pasien, hubungan
dokter-pasien merupakan hal yang penting dan sangat menentukan, dan untuk dapat
membentuk dan membina hubungan dokter-pasien tersebut, seorang dokter dapat
mempelajarinya melalui prinsip-prinsip psikoterapi.3
4
1.2 TUJUAN PENULISAN
1. Agar pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang definisi, tujuan,
klasifikasi serta penggunaan berbagai jenis psikoterapi.
2. Untuk memenuhi tugas referat di bagian kepaniteraan Ilmu Jiwa RS. Polri
Sukanto.
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Psikoterapi didefinisikan sebagai perawatan yang secara umum
mempergunakan intervensi psikis dengan pendekatan psikologis terhadap pasien
yang mengalami gangguan psikis atau hambatan kepribadian. Pengertian
psikoterapi secara meluas yang disampaikan oleh beberapa pendapat para ahli di
antaranya adalah :
1. Lewis R.Worberg M.D.
Psikoterapi adalah perasaan dengan menggunakan alat-alat psikologi
terhadap permasalahan yang berasal dari kehidupan emosional dimana
seorang ahli secara sengaja menciptakan hubungan profesional dengan
pasien yang bertujuan untuk menghilangkan, mengubah atau menurunkan
gejala-gejala yang ada.
2. C.P. Chaplin
Psikoterapi adalah proses penyembuhan lewat keyakinan agama dan diskusi
personal dengan para guru ataupun kerabat.
3. Warson dan Morse
Psikoterapi adalah bentuk khusus dari interaksi antara dua orang yaitu
pasien dan terapis dimana ia memiliki kelebihan khusus.
4. Whitaker dan Malone (1953)
Psikoterapi adalah semua upaya untuk mempercepat pertumbuhan manusia
sebagai pribadi yang bersih.
5. Oxford English Dictionary
Psychotherapy tidak tercantum, tetapi ada perkataan “psychotherapeutic"
yang diartikan sebagai perawatan terhadap sesuatu penyakit dengan
mempergunakan teknis psikologis untuk melakukan intervensi psikis.
Dengan demikian penulis menyimpulkan bahwa psikoterapi merupakan
pengobatan menggunakan cara-cara psikologik, dilakukan oleh seseorang
yang sudah terlatih khusus yang bertujuan untuk menghilangkan, mengubah
6
seseorang yang menderita penyakit fisik maunpun gangguan jiwa. (Ulwana
Filia, 2016)
7
diperhatikan sebetulnya bukan hanya apa yang kita bicarakan, tetapi juga
bagaimana cara kita melakukannya, kapan (saat atau waktu yang tepat) kita
mengungkapkan hal tertentu yang ingin kita sampaikan,dan bagaimana hubungan
antara si penolong (dokter atau terapis) dan yang ditolong (pasien) tersebut. Hal-
hal tersebut dapat membuat pasien menjadi lebih tenang atau sebaliknya menjadi
tegang, lebih terbuka atau tertutup, lebih percaya atau pun curiga, sehingga dapat
disimpulkan bahwa selalu ada pengaruh terapeutik maupun kontraterapeutik, dan
tidak pernah netral sama sekali, karena setiap orang mempunyai latar belakang
kepribadian dan pengalaman hidup yang berbeda-beda, yang mempengaruhi cara
pandang, cara berpikir dan menghayati segala sesuatu.
Hal yang sebaliknya juga perlu diingat, bahwa wawancara bukan hanya
menghasilkan pengaruh dokter atau terapis atas pasien, namun juga pengaruh
pasien terhadap dokternya. Sang dokter, sadar atau tidak, akan terpengaruh oleh
sikap dan perkataan pasien, yang akan tercermin dalam sikap, perasaan dan
perilakunya sendiri. Dipacu oleh sikap dan perilaku pasien terhadapnya (ditambah
lagi dengan kehidupan fantasinya sendiri), dokter atau terapis dapat menjadi
tenang, tegang, santai, kuatir, terbuka, tertutup, bosan, sedih, kesal, malu,
terangsang, dll. Perasaan-perasaan tersebut turut menentukan apa yang
dikatakannya kepada pasien (atau tidak dikatakannya) dan bagaimana ia
mengatakannya. Untuk dapat mengatasi hal ini seorang dokter atau terapis perlu
belajar untuk memantau perasaan-perasaan reaktifnya tersebut, agar ucapan-ucapan
dan sikapnya terhadap pasien sedapat-dapatnya beralasan profesional dan sedikit
mungkin tercampur dengan unsur-unsur yang berasal dari respons emosional
subyektifnya sendiri. Agar tujuan terapeutik tercapai, hendaknya senantiasa
diusahakan agar dokter dapat menciptakan dan memelihara hubungan yang optimal
antara dokter dan pasien. Dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada
pasien, senantiasa harus dipertimbangkan bilamana dan bagaimana kita akan
menanyakan hal tersebut. Bila konteksnya kurang tepat, misalnya : pasien justru
dapat merasa tersinggung atau dipermalukan oleh pertanyaan kita (nyata atau tidak
nyata), pasien mungkin akan menolak atau menyangkal, atau akan membuat-buat
jawabannya. 1,2
8
2.4 JENIS – JENIS PSIKOTERAPI
a. Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai
Wolberg menjelaskan terdapat tiga tingkatan psikoterapi berdasarkan tujuan
yang ingin dicapai, tiga tingkatan yaitu
1. Psikoterapi Suportif :
Pada terapi suportif, bertujuan untuk memulihkan keseimbangan pasien
secara cepat dan menghilangkan masalah-masalah neurotik yang ada.
Terapi suportif dilakukan pada pasien yang sebenarnya memiliki
penyesuaian diri yang baik, namun memiliki masalah akibat
tekanan lingkungan yang terlalu berlebihan dan tidak mampu mengatasi
kecemasan serta kurang memiliki motivasi atau intelegensia. Terapi ini
dapat memperkuat mekanisme defense dan mekanisme pengendalian
menjadi baru dan lebih baik sehingga menuju kearah perbaikan pada
keadaan keseimbangan yang lebih adaptif. 2
9
sikapnya terhadap masalah yang dihadapinya. Kritik diri sendiri oleh
pasien penting untuk dilakukan. Dengan demikian maka impuls-
impuls yang tertentu dibangkitkan, diubah atau diperkuat dan
impuls-impuls yang lain dihilangkan atau dikurangi, serta pasien
dibebaskan dari impuls-impuls yang sangat menganggu. Pasien
pelan-pelan menjadi yakin bahwa gejala-gejalanya akan hilang. Hal
ini dibantu dokter dengan sikap membangun, mengubah dan
menguatkan impuls tertentu serta membebaskan dari impuls yang
menggangu secara masuk akal dan sesuai hati nurani. Berusaha
meyakinkan pasien dengan alasan yang masuk akal bahwa gejalanya
akan hilang.
c) Sugesti ialah secara halus dan tidak langsung menanamkan pikiran
pada pasien atau membangkitkan kepercayaan padanya bahwa
gejala-gejala akan hilang. Dokter sendiri harus mempunyai sikap
yang meyakinkan dan otoritas profesional serta menunjukkan
empati. Pasien percaya pada dokter sehingga kritiknya berkurang
dan emosinya terpengaruh serta perhatiannya menjadi sempit. Ia
mengharap-harapkan sesuatu dan ia mulai percaya. Bila tidak
terdapat gangguan kepribadian yang mendalam, maka sugesti akan
efektif, umpamanya pada reaksi konversi yang baru dan dengan
konflik yang dangkal atau pada neurosa cemas sesudah kecelakaan.
Sugesti dengan aliran listrik (faradisasi) atau dengan masasi kadang-
kadang juga menolong, tetapi perbaikan itu cenderung untuk tidak
menjadi tetap, karena pasien menganggap pengobatan itu datang
dari luar dirinya. Jadi sugesti harus diikuti dengan reeduksi. Anak-
anak dan orang dengan inteligensi yang sedikit kurang serta pasien
yang berkepribadian tak matang atau histerik lebih mudah disugesti.
Jangan memaksa-maksa pasien dan jangan memberikan kesan
bahwa dokter menganggap ia membesar-besarkan gejalanya. Jangan
menganggu rasa harga diri pasien. Pasien harus percaya bahwa
gejala-gejalanya akan hilang dan bahwa tidak terdapat kerusakan
10
organik sebagai penyebab gejala-gejala itu. Ia harus diyakinkan
bahwa bila gejala-gejala itu hilang, hal itu terjadi karena ia sendiri
mengenal maksud gejala-gejala itu dan bahwa timbulnya gejala itu
tidak logis.
d) Penjaminan kembali atau reassurance dilakukan melalui komentar
yang halus atau sambil lalu dan pertanyaan yang hati-hati, bahwa
pasien mampu berfungsi secara adekuat (cukup, memadai). Dapat
juga diberi secara tegas berdasarkan kenyataan atau dengan
menekankan pada apa yang telah dicapai oleh pasien.
e) Bimbingan ialah memberi nasehat-nasehat yang praktis dan khusus
(spesifik) yang berhubungan dengan masalah kesehatan (jiwa)
pasien agar ia lebih sanggup mengatasinya, umpamanya tentang cara
mengadakan hubungan antar manusia, cara berkomunikasi, bekerja
dan belajar, dan sebagainya.
f) Penyuluhan atau konseling (counseling) ialah suatu bentuk
wawancara untuk membantu pasien mengerti dirinya sendiri lebih
baik, agar ia dapat mengatasi suatu masalah lingkungan atau dapat
menyesuaikan diri. Konseling biasanya dilakukan sekitar masalah
pendidikan, pekerjaan, pernikahan dan pribadi.
g) Kerja kasus sosial (social casework) secara tradisional didefinisikan
sebagai suatu proses bantuan oleh seorang yang terlatih (pekerja
sosial atau social worker) kepada seorang pasien yang memerlukan
satu atau lebih pelayanan sosial khusus. Fokusnya ialah pada
masalah luar atau keadaan sosial dan tidak (seperti pada psikoterapi)
pada gangguan dalam individu itu sendiri. Tidak diadakan usaha
untuk mengubah pola dasar kepribadian, tujuannya ialah hanya
hendak menangani masalah situasi pada tingkat realistik (nyata).
h) Terapi kerja dapat berupa sekedar memberi kesibukan kepada
pasien, ataupun berupa latihan kerja tertentu agar ia terampil dalam
hal itu dan berguna baginya untuk mencari nafkah kelak.
11
2. Psikoterapi Reedukatif :
Terapi tingkatan insight dengan tujuan reedukatif untuk membantu pasien
mencapai insight. Menurut Gelso dkk (dalam Kivlighan dkk, 2000)
Istilah insight, menunjukkan derajat pemahaman pasien mengenai hal-
hal yang digali selama proses terapi, yang bisa berupa pemahaman
mengenai hubungan di dalam proses terapi, keberfungsian individu diluar
terapi, atau aspek-aspek dinamika dan perilaku pasien. Secara teoritis,
insight dialami pasien diduga akan meningkat selama proses psikoterapi dan
gejala-gejala akan berkurang seiring dengan peningkatan tersebut. Individu
yang mencapai insight selama proses terapi menunjukkan penurunan
keluhan yang berkaitan dengan tekanan yang dirasakan. Terapi diharapkan
dapat mengubah pola perilaku dengan meniadakan kebiasaan (habits)
tertentu dan membentuk kebiasaan yang lebih menguntungkan.
Cara atau pendekatan: Terapi perilaku, terapi kelompok, terapi keluarga,
psikodrama, dll.
3. Psikoterapi Rekonstruktif :
Level ini bertujuan sebagai rekonstruktif. Level ini mengupayakan
tercapainya kesadaran atas konflik-konflik yang tidak disadari dan
dengannya dengan mekanisme pertahanan tertentu. Tujuan utamanya
adalah merasakan emosional yang berawal dari pemahaman total melalui
rekonstruksi kepribadian. Diharapkan dengan usaha mencapai perubahan
luas struktur kepribadian seseorang maka dapat diperoleh pemahaman total
dan mencapai tilikan (insight) akan konflik-konflik nirsadar.
Cara atau pendekatan: Psikoanalisis klasik, Neo-Freudian (Adler, Jung,
Sullivan, Horney, Reich, Fromm, Kohut, dll.), psikoterapi berorientasi
psikoanalitik atau dinamik.
b. Menurut “dalamnya“, psikoterapi terdiri atas :
1) Superfisial yaitu yang menyentuh hanya kondisi atau proses pada
“permukaan”, yang tidak menyentuh hal-hal yang nirsadar atau materi yang
direpresi.
12
2) Mendalam (deep), yaitu yang menangani hal atau proses yang tersimpan
dalam alam nirsadar atau materi yang direpresi.
c. Menurut teknik yang terutama digunakan (teknik perubahan), antara
lain :
psikoterapi ventilatif, sugestif, katarsis, ekspresif, operant conditioning,
modeling, asosiasi bebas, interpretatif, dll.
d. Menurut setting anggota terapi :
Psikoterapi terdiri atas psikoterapi individual dan kelompok (terdiri atas terapi
marital/pasangan, terapi keluarga, kelompok).
13
2.5 TAHAP-TAHAP PSIKOTERAPI
1) Fase Awal:
Tujuannya membentuk hubungan kerja dengan pasien.
Tugas Terapeutik :
- Memotivasi pasien untuk menerima terapi
- Menjelaskan dan menjernihkan salah pengertian mengenai terapi
- Meyakinkan pasien bahwa terapis mengerti penderitaannya dan
bahwa terapis mampu membantunya
- Menetapkan secara tentatif mengenai tujuan terapi.
14
2) Fase Pertengahan:
Tujuannya: menentukan perkiraan sebab dan dinamik gangguan yang
dialami pasien, menerjemahkan tilikan dan pengertian (bila telah ada),
menentukan langkah korektif.
Tugas terapeutik:
1.Mengeksplorasi berbagai frustrasi terhadap lingkungan dan hubungan
interpersonal yang menimbulkan ansietas. Bila melakukan psikoterapi
dinamik, gunakan asosiasi, analsisi karakter, analisis transferensi,
interpretasi mimpi. Pada terapi perilaku, kita menilai faktor-faktor yang
perlu diperkuat dan gejala-gejala yang perlu dihilangkan.
2. Membantu pasien dalam mengatasi ansietas yang berhubungan
dengan problem kehidupan.
3) Fase akhir:
Tujuannya yaitu: terminasi terapi. Tugas terapeutiknya antara lain:
1. Menganalisis elemen-elemen dependensi hubungan terapis – pasien;
2. Mendefinisikan kembali situasi terapi untuk mendorong pasien
membuat keputusan, menentukan nilai dan cita-cita sendiri.
15
3. Membantu pasien mencapai kemandirian dan ketegasan diri yang
setinggi-tingginya.
2.7 PSIKOANALISI
Psikoanalisis dimulai dengan pengobatan pasien dengan hipnosis. Di tahun
1881 Anna O, seorang wanita muda neurotik yang menderita gangguan visual dan
motorik yang multipel dan perubahan kesadaran, diobati oleh dokter ahli penyakit
dalam dari Vienne, Josef Breuer. Ia mengamati bahwa gejala pasien menghilang
jika ia mengekspresikannya secara verbal saat di hipnosis.
Sigmeun Freud dan Breuer menggunakan teknik secara Bersama, mereka
mendorong pasiennya untuk berkonsentrasi dengan mata tertutup pada ingatan
masa lalu yang berhubungan dengan gejala mereka. Metoda konsentrasi tersebut
akhirnya menjadi teknik asosiasi bebas. Freud menginstruksikan pasiennya untuk
mengatakan apa saja yang datang ke dalam pikirannya, tanpa menyensor pikiran
mereka. Metoda ini masih sering digunakan sekarang dan merupakan salah satu ciri
16
psikoanalisis, melalui pikiran dan perasaan yang berada dalam alam bawah sadar
dibawa ke dalam alam sadar.3
Dalam The Interpretation of Drewns Freud menjelaskan model topografik
dan pikiran yang terdiri dari alam sadar (conscious), alam prasadar (preconscious),
dan alam bawah dasar (unconscious). Pikiran sadar dianggap sebagai kesiagaan.
Prasadar, di mana pikiran dan perasaan mudah masuk ke kesadaran, dan bawah
sadar, di mana pikiran dan perasaan tidak dapat disadari tanpa melewati tahanan
yang kuat. Bawah sadar mengandung bentuk fungsi pikiran nonverbal dan
membangkitkan mimpi, parapraksis (lidah terpeleset), dan gejala psikologis.
Psikoanalisis menekankan konflik antara dorongan bawah sadar dan pertimbangan
moral yang dimiliki pasien terhadap impuls mereka. Konflik tersebut menyebabkan
fenomena represi, yang dianggap sebagai patologis. Asosiasi bebas memungkinkan
ingatan yang terepresi diungkapkan kembali dan dengan demikian berperan dalam
penyembuhan.3
17
Tetapi jika pasien mengikuti aturan dasar, mereka dapat mengatasi
tahanan.3,4
Perhatian mengalir bebas (free-floating attention)
Jawaban ahli analisis terhadap asosiasi bebas pasien adalah cara
mendengarkan yang khusus, yang dinamakan perhatian mengalir bebas.
Ahli analisis membiarkan asosiasi pasien menstimulasi asosiasi mereka
sendiri dan dengan demikian mampu untuk melihat tema dalam asosiasi
bebas pasien yang mungkin dicerminkan kembali kepada pasien kemudian
atau pada beberapa waktu kemudian. Perhatian ahli analisis yang cermat
kepada pengalaman subjektifnya sendini adalah bagian yang tidak dapat
diterima dari analisis.3
Aturan abstinensi
Dengan mengikuti aturan abstinensi, pasien mampu menunda pemuasan
tiap keinginan instinktual seperti membicarakannya dalam terapi.
Ketegangan yang ditimbulkan menghasilkan asosiasi relevan yang
digunakan oleh ahil analisis untuk meningkatkan kesadaran pasien. Aturan
tersebut tidak dimaksudkan abstinensi seksual, tetapi, dengan tidak
mengijinkan lingkungan terapi memuaskan harapan infantil pasien akan
cinta dan kasih sayang. 3
18
pasien juga mampu membentuk perlekatan transferensi yang kuat kepada ahli
analisis (dinamakan neurosis transferensi), tanpanya analisis tidak
dimungkinkan. Hal tersebut mengecualikan sebagian besar pasien psikotik
karena kesulitan mereka dalam membentuk ikatan afektif dan realistik yang
penting untuk perkembangan dan resolusi neurosis transferensi. Ego pasien
dalam analisis harus mampu mentoleransi frustrasi tanpa berespon dengan suatu
bentuk penentangan (acting out) yang serius atau pindah dan satu pola patologis
ke pola lain. Hal tersebut mengecualikan sebagian besar pasien ketergantungan
obat, yang dianggap tidak mampu karena ego mereka tidak mampu menoleransi
frustrasi dan kebutuhan emosional dan psikoanalisis.3
19
Analisis dengan sifat hubungan teman, saudara dan kenalan di
kontraindikasikan karena mengganggu transferensi dan objektifitas ahli
analisis.3
20
klien secara bertahap, dengan menggunakan lebih banyak waktu untuk situasi
yang sedang klien rasakan, seperti rasa takut, penggunaan waktu yang lebih lama
akan membantu klien merasa lebih nyaman dan santai dalam terapi ini.
21
dilakukan dalam beberapa sesi. Walaupun demikian, pada sesi pertama terapis
harus dapat fokus dalam mengidentifikasi masalah secara spesifik dan
menyediakan kelegaan yang cepat bagi klien.
Dalam identifikasi masalah, terapis menganalisa dari dua aspek yaitu
aspek fungsional dan aspek kognitif. Analisa fungsional bertujuan untuk
mengidentifikasi elemen masalah seperti manifestasi dari masalah, situasi
dimana masalah itu biasanya muncul, frekuensi, intensitas, dan durasi
kemunculan masalah, serta konsekuensi dari masalah. Analisa kognitif sendiri
bertujuan untuk mengidentifikasi pemikiran dan visualisasi yang muncul saat
adanya pencetus emosional. Hal in juga mencakup identifikasi sejauh apa
seseorang merasa dapat mengontrol pemikiran dan visualisasi tersebut,
visualisasi mengenai apa yang akan terjadi saat berada dalam situasi yang
menimbulkan distres, dan kemungkinan munculnya hal yang divisualisasikan
tersebut dalam kejadian nyata.
Pada sesi awal, terapis juga membuat problem list yang mencakup
simptom spesifik, perilaku, dan masalah yang menetap. Daftar ini kemudian
dibuat prioritasnya sebagai target intervensi. Problem list dibuat secara eksplisit
untuk melihat apa yang ingin dicapai dalam treatment. Penentuan prioritas
didasarkan pada besarnya distres yang dialami, kemungkinan kemajuan yang
terjadi, keparahan simptom, dan topik ataupun tema yang terus menerus muncul.
Selain hal di atas, pada sesi pertama terapis juga sudah mulai dapat memberikan
tugas rumah kepada klien. Tugas rumah pada sesi awal biasanya diarahkan untuk
mengenali hubungan antara pemikiran, perasaan, dan perilaku.
Pada sesi pertengahan, penekanan terapi bergeser dari simptom yang
dialami pasien kepada pola berpikir pasien. Koneksi antara pemikiran, emosi,
dan perilaku didemonstrasikan melalui pemeriksaan automatic thoughts. Saat
klien dapat menantang pemikiran maladaptif, klien mulai dapat
mempertimbangkan asumsi dasar yang memunculkan pemikiran tersebut.
Seringkali asumsi dasar tersebut tidak disadari oleh klien dan didapat setelah
klien melihat tema dari automatic thoughts yang dimilikinya. Setelah asumsi
dasar ini dikenali, terapi bertujuan untuk memodifikasi asumsi tersebut dengan
22
mempertimbangkan validitas, sifat adaptif, dan fungsinya bagi klien. Pada sesi-
sesi selanjutnya, klien diberikan tanggung jawab lebih untuk mengidentifikasi
masalah serta solusi dan menciptakan tugas rumah. Peran terapis berubah
menjadi penasihat dan bukan guru saat klien sudah mulai dapat menggunakan
teknikteknik yang ada untuk menyelesaikan maslaah. Frekuensi pertemuan
dapat dikurangi apabila klien menjadi lebih mampu dalam menyelesaikan
masalah.
Terapi diterminasi saat tujuan sudah dicapai dan klien merasa dapat
mempraktikkan perspektif dan kemampuan baru mereka secara mandiri. Saat
mendekati terminasi, klien dapat diingatkan bahwa kemunduran itu sesuatu yang
normal dan seharusnya dapat diatasi karena kemunduran sebelumnya juga dapat
diatasi. Terapis dapat meminta kepada klien untuk mendeksripsikan bagimana
masalah sebelumnya diatasi selama treatment. Terapis juga dapat menggunakan
cognitive rehearsal untuk membantu klien memperkirakan kesulitan yang
mungkin akan ditemuinya dan bagaimana mereka akan mengatasi kesulitan
tersebut.4
23
Memiliki dugaan bahwa kesulitan, penderitaan, kekurangan, dan
kegagalan akan terus menerus terjadi.
24
KESIMPULAN
25
proses kejiwaan, kita akan mendapat gambaran yang tepat dan menyeluruh tentang
pasien.
Setelah wawancara, hendaknya kita dapat membuat konklusi tentang
keadaan mental pasien seberapa cemas, apakah ia dalam keadaan depresi, bingung
(confuse), marah, atau bahkan tidak mengerti harus berbuat apa}; setelah itu
tentunya kita harus mengetahui langkah apa yang harus kita perbuat untuk
menolongnya.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Mansjoer, Arif, et al. Kapita selekta kedokteran. Media Aesculapius. 2001
2. Elvira, Sylvia D. 2017. Buku Ajar Psikiatri. Badan Penerbit FKUI: Jakarta
3. Kaplan, Sadock’s ; Psikoterapi, Sinopsis Psikiatri, Edisi Ketujuh, Jilid 2, hal
383 – 442.
4. Corey Gerald; Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, Refika
Aditama.
5. Tomb, David A: Buku Saku Psikiatri, ed-6, EGC, 2004
27