Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Psikoterapi merupakan salah satu modalitas terapi yang terandalkan dalam


tatalaksana pasien psikiatri disamping psikofarmaka dan terapi fisik. Sebetulnya
dalam kehidupan sehari-hari, prinsip-prinsip dan beberapa kaidah yang ada dalam
psikoterapi ternyata juga digunakan, antara lain dalam konseling, pendidikan, dan
pengajaran, atau pun pemasaran.
Dalam praktek, psikoterapi dilakukan dengan percakapan dan observasi.
Percakapan dengan seseorang dapat mengubah pandangan, keyakinan, serta
perilakunya secara mendalam, dan hal ini sering tidak kita sadari. Beberapa
contohnya, antara lain seorang penakut, dapat berubah menjadi berani atau, dua
orang yang saling bermusuhan satu sama lain, kemudian dapat menjadi saling
bermanfaat, atau seseorang yang sedih dapat menjadi gembira setelah menjalani
percakapan dengan seseorang yang dipercayainya. Bila kita amati contoh-contoh
itu, akan timbul pertanyaan, apakah sebenarnya yang telah dilakukan terhadap
mereka sehingga dapat terjadi perubahan tersebut? Pada hakikatnya, yang
dilakukan ialah pembujukan atau persuasi. Caranya dapat bermacam-macam,
antara lain dengan member nasehat, member contoh, memberikan pengertian,
melakukan autoritas untuk mengajarkan sesuatu, memicu imajinasi,melatih, dsb.
Pembujukan ini dapat efektif asal dilakukan pada saat yang tepat,, dengan
carayang tepat, oleh orang yang mempunyai cukup pemgalaan. Pada prinsipnya
pembujukan ini terjadi dalam kehidupan sehari-hari,, dalam berbagai bidang, dan
dapat dilakukan oleh banyak orang (Utama, 2013).
Dalam dunia kedokeran, komunikasi antara dokter dengan pasien
merupakan hal yang penting oleh karena percakapan atau pembicaraan merupakan
hal yang selalu terjadi diantara mereka. Komunikasi berlangsung dari saat
perjumapan pertama, yaitu sewaku diagnosis belum ditegakkan hingga saat akhir
pemberian terapi. Apa pun hasil pengobatan, berhasil ataupun tidak, dokter akan
mengkomunikasikannyadengan pasien atau keluarganya, hal itu pun dilakukan

1
melalui pembicaraan. Dalam keseluruhan proses tatalaksana pasien, hubungan
dokter-pasien merupakan hal yang penting dan sangat menentukan, dan untuk
dapat membentuk dan membina hubungan dokter-pasien tersebut, seorang dokter
dapat mempelajarinya melalui prinsip-prinsip psikoterapi. Sejak berabad abad
lalu, para ahli telah menyadari bahwa psikoterapi berperan penting pada
penyembuhan gangguan-gangguan pikiran dan perasaan, dan dokter berperan
dalam hal itu. Oleh karena itu, dahulu psikoterapi sering disebut sebagai the
talking cure. (Utama, 2013).
Salah satu jenis psikoterapi adalah psikodinamika. Ilmuwan Yunani
mengambil kata ‘psyche’ yang berarti seekor kupu-kupu, sesuatu yang rapuh,
kecantikan sesaat dan diubah ke istilah yang menggambarkan semangat manusia,
jiwa dan pikiran. Sedangkan dinamik berarti aktivitas, sehingga psikodinamik
berarti suatu interelasi dan aktivitas antara berbagai bagian yang berbeda dari
psikis individual. Dalam hal psikoterapi, konseling psikodinamik fokus membahas
hubungan internal dengan aspek yang berbeda dari diri dan hubungan eksternal
dengan orang lain (Higdon, 2012).
Konseling psikodinamik singkat (brief psychodynamic counselling)
merupakan salah satu bentuk pendekatan yang relatif baru dalam dunia konseling.
Konseling psikodinamik singkat mendasarkan pada teori psikoanalisa. Salah satu
masalah utama yang terkait dengan praktek psikoanalisis adalah masalah
panjangnya waktu intervensi (rata-rata 855 sessi) sehingga dipandang kurang
efisien. Masalah panjangnya waktu intervensi terkait dengan mahalnya biaya dan
waktu yang harus dikeluarkan klien. Menanggapi masalah efisiensi, muncullah
Konseling sessi tunggal atau dikenal pula dengan “Konseling Singkat”. Kedua
hal ini (psikoanalisis dan konseling singkat) memiliki dasar asumsi masing-
masing. Psikoanalisis didasarkan pada suatu teori yang sangat besar dan kompleks
tentang tingkah laku manusia yang mensyaratkan kepribadian harus dibongkar
dan direkonstruksi sampai suatu perubahan yang besar/bermakna terwujud.
Konseling Psikodinamik Singkat mendasarkan pada aspek pragmatis, frame work
kesehatan masyarakat (yang menuntut perubahan minimal yaitu pada suatu
tingkah laku bermasalah yang spesifik. Salah satu dasar pemikirannya adalah
mewujudkan efisiensi (Suwarjo, 2010).

2
Secara non spesifik, psikoterapi dapat menambah efektivitas terapi lain,
sebagai suatu teknik yang spesifik atau khusus, psikoterapi meupakan serangkaian
teknik yang digunakan untuk mengubah perilaku. Dengan psikoterapi, seorang
dokter akan dapat memanfaatkan teknik-teknik untuk meningkatkan hasil yang
ingin dicapainya. Bila seorang dokter tidak mengerti atau memahaminya,
sebetulnya bukan hanya tidak akan menambah efektivitas terapinya, melainkan
setidaknya dapat menghindarkan hal-hal yang dapat merugikan pasiennya (Utama,
2013).

1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1 Tujuan Umum

Penulisan referat ini bertujuan untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik


senior (KKS) di bagian Ilmu Jiwa RSUD M. Natsir Solok tahun 2020.

1.2.2 Tujuan Khusus

Mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan psikoterapi psikodinamik.

1. 3 Manfaat Penulisan

1. Menambah wawasan mengenai psikoterapi psikodinamik.


2. Sebagai referensi dalam pembelajaran dan menambah ilmu pengetahuan
bagi dokter muda mengenai psikoterapi psikodinamik.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Psikoterapi

2.1.1 Definisi

Psikoterapi adalah terapi atau pengobatan yang mengggunakan cara-cara


psikologik, dilakukan oleh seseorang yang terlatih khusus, yang menjalin
hubungan kerjasama secara professional dengan seorang pasien dengan tujuan
untuk menghilangkan, mengubah, atau menghambat suatu gejala-gejala dan
penderitaan akibat penyakit. Definisi yanglain yaitu bahwa psikoterpi adalah cara-
cara atau pendekatan yang menggunakan teknik-teknik psikologik untuk
menghadapi ketidakserasian atau gangguan mental (Utama, 2013).
Psikoterapi disebut sebagai pengobatan, karena merupakan suatu bentuk
intervensi, dengan berbagai macam cara dan metode yang bersifat psikologik
untuk tujuan yang telah disebutkan diatas, sehingga psikoterapi merupakan salah
satu bentuk terapi atau pengobatan disamping bentuk-bentuk lainnya dalam ilmu
kedokteran jiwa khususnya, dan ilmu kedokteran pada umumnya.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, the talking cures telah
digunakan orang sejak berabad lalu. Misalnya, Soranus dari Ephesus, seorang
dokter pada abad pertama Masehi, menggunakan percakapan atau pembicaraan
untuk pasien-pasiennya dan mengubah ide-ide yang irasional dari pasien depresi.
Kini, dalam terapi kognitif, terapis menelusuri cara berpikir yang irasional pada
pasien-pasien depresi dan membimbing mereka agar kemudian dapat
mengatasinya sendiri (Utama, 2013).
Bermula dari Sigmun Freud, pada akhir abad ke sembilan belas, yang
memaparkan teori psikoanalisanya, psikoterapi kian berkembang hingga kini.
Tekik dan metode yang dicetuskan oleh Freud dapat dikatakan merupakan dasar
dari psikoterapi, yang tampaknya, dalam praktek sehari-hari masih tetap
digunakan sebagai dasar, apa pun teori yang dinaut atau menjadi ladasan atau
pegangan bagiseseorang yang melakukan psikoterapi.

4
2.1.2 Prinsip umum Psikoterapi

Psikoterapi dilakukan dengan cara percakapan atau wawancara. Dalam


suatu wawancara, tidak dapat dipisahkan antara sifat terapeutik dan penegakan
diagnosis. Biasanya, pertanyaan-petanyaan yang diajukan mengandung kedua
aspek tersebut, yaitu untuk mengoptimalkan hubungan interpersonal dengan
pasien, dan untuk melengkapi data dalam usaha menegakan diagnosis. Dalam
melakukan psikoterapi, wawancara harus lebih mengutamakan aspek
terapeutiknya, data yang diperlukan akan berangsung terkumpul dengan kian
membaiknya hubungan interpersonal yang terjalin antara dokter dengan
pasiennya, sehingga berartinya suatu wawancara tergantung dari sifat hubungan
terapis dengan pasiennya tersebut (Utama, 2013).
Dalam melakukan wawancara, hendaknya kita juga melakukan observasi
secara menyeluruh dengan teliti. Sambil mengajukan pertanyaan, kita juga
mengamati dan turut serta dalam proses yang sedang berlangsung pada saat dan
situasi tersebut.
Yang kita amati yaitu:
a. Apa yang terjadi pada pasien
b. Apa yang terjadi pada pewawancara atauterapis sendiri,
c. Apa yang terjadi antara terapis dan pasiennya
Dalam berhadapan dengan pasien, dokteratau terapis memengaruhi pasien
dengan sikap dan perkataannya, dari menit ke menit, saat ke saat. Dalam hal ini
yang perlu diperhatikan sebetulnya bukan hanya
a. Apa yang kita bicarakan
b. Bagaimana carakita melakukannya
c. Kapan kita mengungkapkan hal tertentu yang ingin kita sampaikan
d. Bagaiman hubungan natrasi penolong (dokter atau terapis) dan yang
ditolong tersebut.
Hal-hal tersebut dapat membuat pasien menjadi lebih tenang atau
sebaliknya menjadi tegang, lebih terbuka atau tertutup, lebih percaya atau pun
curiga, sehingga dapat disimpulkan bahwa selalu ada pengaruh teraupetik maupun
kontraterapeutik, dan tidak pernah netral sama sekali, karena setiap orang
mempunyai latar belakang kepribadian dan pengalaman hidup yang berbeda-beda,

5
yang mempengaruhi cara pandang cara berpikir, dan menghayati segala sesuatu
(Utama, 2013).
Hal yang sebaliknya juga perlu diingat, bahwa wawancara bukan hanya
menghasilkan pengaruh dokter atau terapi atas pasien, namun juga pengaruh
pasien terhadap dokternya. Sang dokter, sadara atau tidak, akan terpengaruh oleh
sikap dan perkataan pasie, yang akan tercermin dalam sikap, perasaan dan
perilakunya sendiri. Dipacu oleh sikap dan perilaku pasien terhadapnya, dokter
dapat menjaid tenang, tegang, santai, kuatir, terbuka, tertutup,bosan, seih,kesal,
malu, terangsang, dll., perasaan tersebut turut menentukan apa yang dikatakannya
kepada pasien dan bagiamana ia mengatakannya. Untuk dapat mengatasi hal ini
seorang dokter atau terapis perlu belajar untuk memantau perasaan-perasaan
reaktifnya tersebut, agar ucapan-ucapan dan sikapnya terhadap pasien sedapat-
dapatnya beralasan professional dan sedikit mungkin tercampur dengan unsure-
unsur yang berasal dari respon emosional subjektifnya sendiri (Utama, 2013).
Agar tujuan terapeutik tercapai, hendaknya diusahakan agar dokter dapat
menciptakan dan memelihara hubungan yang optimalantara dokter dan pasien.
Dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepadapasien, senantiasa harus
dipertimbangkan bilamana dan bagaimana kita akan menanyakan hal tersebut.
Bila konteksnya kurang tepat, misalnya pasien justru dapat merasa tersinggung
atau dipermalukan oleh pertayaan kita, pasien mugkin akan menolak atau
menyangkal, atau akan membuat-buat jawabannya.

2.1.3 Jenis-jenis Psikoterapi

1) Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, psikoterapi dibedakan atas:


a. Psikoterapi suportif
Tujuan:
 Mendukung fungsi-fungsi ego, atau memperkuat mekanisme
defense yang ada
 Memperluas mekanisme pengendalian yang dimiliki dengan yang
baru dan lebih baik
 Perbaikan ke suatu keadaan keseimbangan yang lebih adaptif

6
Cara atau pendekatan: bimbingan, reassurance, katars emosional,
hypnosis, desentralissi, eksternalisasi minat, maipulasi lingkungan,
terapi kelompok.
b. Psikoterapi reedukatif
Tujuannya mengunah pola perilaku dengan meniadakan kebiasaan
(habits) tertentu dan membentuk kebiasaan yang lebih
menguntungkan.
Cara atau pendekatan: terapi perilaku, terapi kelompok, terapi
keluarga, psikodrama, dll.
c. Psikoterapi rekonstruktif
Tujuan: dicapainya tilikan (insight) akan konflik-konflik nirsadar,
dengan usaha untuk mencapai perubahan luas struktur kepribadian
seseorang.
Cara atau pendekatan: psikoanalisis klasik dan Neo Freudian (Alder,
Jung, Sullivan Horney, Reich, Fromm, Kohut, dll.), psikoterapi
berorientasi psikoanalitik atau dinamik.
2) Menurut dalamnya, psikoterapi terdiri atas:
a. Superfisial, yaitu yang menyentuh hanya kondisi atau proses pada
permukaan, tidak menyentuh hal-hal yang nirsadar atau materi yang
diresapi
b. Mendalam (deep), yaitu yang menangani hal atau proses yang
tersimpan dalam alam nirsadar atau metari yang diresapi.
3) Menurut teknik yang terutama digunakan, psikoterapi dibagi menurut
teknik perubahan yang digunakan, antara lain psikoterapi ventilatif,
sugestif, katarsis, ekspresf, operant conditioning, modeling, asosiasi bebas,
interpretative, dll.
4) Menurut konsep teoritis tentang motivasi dan perilaku, psikoterapi
dibedakan menjadi
a. Psikoterapi perilaku atau behavioral (kelainan mental emosional
dianggap teratasi bila deviasi perilaku telah dikoreksi)
b. Psikoterai kognitif (problem diatasi dengan mengkoreksi sambungan
kognitif automatis yang keliru)

7
c. Psikoterapi evokatif, analitik, dinamik (membawa ingatan, keinginan,
dorongan, ketakutan, dll., yang nirsadarke dalam kesadaran).
Psikoterapi kognitif dan perilaku bersandar pada teori belajar,
sedangkan psikoterapi dinamik berdasarkan pada konsep psikoanalitik
Freud dan psca Freud.
5) Menurut setting nya, psikoterapi terdiri atas psikoterapi individual dan
kelompok (terdiri atas terapi marital atau pasangan, terapi keluarga, terapi
kelompok)
Terapi marital atau pasangan diindikasikan bila ada problem diantara
pasangan, misalnya komunikasi, persepsi, dll. Terapi keluarga, dilakukan
ila struktur dan fungsi dalam suatu keluarga tidak berjalan sebagiamana
mestinya. Bila salah satu anggota keluarga mengalami gangguan jiwa,
akan mempengaruhi keluarga dan sebaliknya, keadaan keluarga akan
memengaruhi gangguan serta prognosis pasien. Untuk itu, seluruh anggota
keluarga diwajibkan hadir pada setiap sesi terapi.
Terapi kelompok, dilakukan terhadap sekelompok pasien (misalnya enam
atau delapan orang), oleh satu atau dua terapis. Metode dan caranya
bervariasi, ada yang suortif dan ada yang bersifat edukasi, yang
interpretative dan analitik. Kelompok ini dapat terdiri atas pasien-pasien
dengan problem yang sama, misalnya gangguan makan, penyalahgunaan
zat, dll. Diharapkan mereka dapat memberikan dukungan dan harapan
serta dapat belajar tentang cara baru mengatasi problem yang dihadapi.
6) Menurut nama pembuat teori atau perintis metode psikoterapeutiknya,
psikoterapi dibagi menjadi psikoanalisis Freudian, analisis Jungian,
analisis transaksional Eric Berne, terapi rasional-emotif Albert Ellis,
koseling non-dirrektif Rogers, terapi Gealt dari Fritz Perls, logoterapi
Viktor Frankl, dll.
7) Menurut teknik tambahan khusus yang digabung dengan psikoterapi,
misalnya narkoterapi, hypnoterapi, terapi music, psikodrama, terapi
permainan dan peragaan (play therapy), psikoterapi religious, dan latihan
meditasi.

8
8) Yang belum disebutkan dalam pembagian diatas namun akhir-akhir ini
banyak dipakai antara lain: konselng, terapi interpersonal, intervensi krisis.

2.1.4 Proses Psikoterapi Praktis

Dalam psikoterapi begitu banyak variable yang berperan sehingga kita


dapat kehilangan arah dan terhalang oleh faktr-faktor yang memengaruhi proses,
baik dari sisi pasien, dokter maupun sifat hubungan antara dokter-pasien (Utama,
2013).
Dari sisi pasien, faktor yang dapat mempengaruhi proses, antara lain
adanya motivasi, fenomena transferasi, resistensi, mekanisme defense, dsb.
Transferasi adalah suatu distorsi persepsi pada pasien, yang secara nirsadar
menganggap seorang terapis sebagai figur yang bermakna pada masa lalunya.
Bila hal ini diketahui atau disadari oleh terapis ustru dapat digunakan sebagai laat
atau sarana untuk mencaa tujuan psikoterapi. Resistensi yaitu perlawanan pasien
terhadap usaha-usaha untuk mengubah pola perilakunya, memberika suatu tilikan,
membuat unsur nirsadar menjadi sadar. Mekanisme defense, yaitu mekanisme
nirsadar untuk mengelakan pengetahuan sadar tentang konflik dan ansietas yang
berkaitan dengan hal itu (Utama, 2013).
Dari pihak dokter atau terapis, hal yang sama dapat pula dialami, yaitu
kontra-transferensi (salah persepsi terapis terhadap pasiennya), resistensi, dsb.,
disertai teknik dan ketrampilan yang dimiliki oleh sang terapis, turut
memengaruhi proses terapi.
Secara garis besar, untuk psikoterapi yang terstruktr, terdapat kerangka
umum yang terencana, shingga seseorang dapat lebih terarah dan mantap dalam
usaha untuk mencapai tujuan terpeutik yang bermakna. Kerangka kerja umum
tesebut hendaknya cukup luwes dan luas (holistik), yang dapat mencakup berbagai
orientasi dan disiplin. Adapun kerangka proses psikoterapi tersebut:
1) Fase awal
Tujuannya membentuk hubungan kerja dengan pasien. Tugas terapeutik:
a. Memotivasi pasien untuk menerima terapi
b. Menjelaskan dan menjernihkan salah pengertian mengenai terapi (bila
ada)

9
c. Menyakinkan pasien bahwa terapis mengerti penderitaannya dan bahwa
terapis mampu membantunya (tanpa harus menyatakan secara verbal)
d. Menetapkan secara tentatif mengenai tujuan terapi.
Resistensi pada pasin dapat tampil dalam bentuk:
a. Tidak ada motivasi terapi dan tidak dapat menerima fakta bahwa ia dapat
dibantu
b. Penolakan terhadap arti dan situasi terapi
c. Tidak dapat dipengaruhi, terdapat hostilitas dan agresi, dependensi yang
mendalam, dan
d. Berbagai resistensi lain yang menghabat terjalinnya hubungan yang sehat
dan hangat.
Masalah kontratansferensi dalam diri terapis, antara lain:
a. Tidak mampu bersimpati, berkomunikasi, dan saling mengerti secara
timal balik
b. Timbul iritabilitas terhadap penolakan pasien untuk terapi dan terhadap
terapis
c. Tidak mampu memberi kehangatan kepada pasien, dan
d. Tidak dapat menunjukan penerimaan dan pengertian terhadap pasien dan
masalahnya.
2) Fase pertengahan
Tujuannya menentukan perkiraan sebab dan dinamika gangguan yang dialami
pasien, menerjemahkan tilikan dan pengertian (bila telah ada), menentukan
langkah korektif.
Tugas teraupetik:
a. Mengeksplorasi berbagai frustasi terhadap lingkungan dan hubungan
interpersonal yang menimbulkan ansietas. Bila melakukan psikoterapi
dinamik, gunakan asosiasi, analisis karakter, analisis transferensi. Ada
terapi perilaku, kita menilai faktor-faktor yang perlu diperkuat dan gejala-
gejala yang perlu dihilangkan.
b. Membantu pasien dalam mengatasi ansietas dan berhubungan dengan
problem kehidupan.

10
Resistensi pada pasien dapat tampil dalam bentuk:
a. Rasa bersalah terhadap pernyataan dan pengakuat adanya gangguan dan
kesulitas dalam hubungan interpersonal dengan lingkungan
b. Tidak mau, atau tidak mampu (bila ego lemah) menghadapi dan mengatasi
ansietas yang behubungan dengan konflik, keinginan, dan ketakutan.
Masalah kontratransferensi dalam diri terapis dapat berupa:
a. Terapi mengelak dari problem pasien yang menimbulkan ansietas dalam
dirinya
b. Ingin menyelidiki terlalu dalam dan cepatpada fase permulaan
c. Merasa jengkel terhadap resistensi pasien.
3) Fase akhir
Tujuannya yaitu: terminasi terapi. Tugas terapeutiknya antara lain:
a. Menganalisis elemen-elemen dependensi hubungan terapis-pasien
b. Mendefinisikan kembali situasi terapi untuk mendorong pasien membuat
kepuusan, menentukn nilai, dan cita-cita sendiri
c. Membantu pasien mencaai kemandirian dan ketegasan diri yang setinggi-
tingginya.
Resistensi pada pasien dapat berupa:
a. Penolakan untuk meleaskan dependensi
b. Ketakutan untuk mandiri dan asertif.
Masalah kontratranseferensi pada terapis:
a. Kecenderungan untuk mendominasi dan terlalu melindungi pasien
b. Tidak mamu mengambil sikap atau pern yang non direktif sebagai terapis.

2.1.5 Efektivitas Psikoterapi

Dari berbagai penelitian statsitik yang telah dilakukan, ternyata diantara


sekian banyak bentuk dan jenis psikoterapi, tidak satu pun terbukti lebih unggul
daripada yang lain.Peraikan terapeutik yang dicapai, ditentukan oleh faktor:
a. Tujuan yang ingin dicapai
b. Motivasi pasien
c. Kepribadian dan ketrampilan terapis
d. Teknik yang digunakan.

11
2.2 Psikodinamik

2.2.1 Definisi dan Tujuan

Psikodinamik atau psikodinamik psikoterapi adalah suatu terapi


berdasarkan konsep dan metode psikoanalisis yang meliputi pertemuan yang lebih
jarang dan lebih singkat dibandingkan dengan psikoanalisis terapi. Frekuensi sesi
dapat sekali atau 2 kali perminggu, dan waktu yang dibutuhkan dapat terbatas atau
open ended (Sheddler, 2010). Ilmuwan Yunani mengambil kata ‘psyche’ yang
berarti seekor kupu-kupu, sesuatu yang rapuh, kecantikan sesaat dan diubah ke
istilah yang menggambarkan semangat manusia, jiwa dan pikiran. Sedangkan
dinamik berarti aktivitas, sehingga psikodinamik berarti suatu interelasi dan
aktivitas antara berbagai bagian yang berbeda dari psikis individual.
Terapi psikodinamik fokus pada proses yang tidak disadari yang
bermanifestasi pada tingkah laku pasien saat ini. Tujuan terapi psikodinamik ini
adalah mencapai kesadaran pasien akan diri sendiri dan memahami bahwa
terdapat pengaruh kejadian masa lalu terhadap perilaku pasien saat ini. Secara
singkat, pendekatan psikodinamik memungkinkan pasien untuk menelaah gejala
dan konflik-konflik yang tidak terselesaikan yang muncul dari hubungan yang
kurang baik pada masa lalu. Beberapa perbedaan pendekatan pada psikodinamik
psikoterapi singkat telah dirangkai dari teori psikoanalisis dan telah diaplikasikan
secara klinis pada berbagai macam gangguan psikologis (SAMHSA, 1999).
Terapi psikodinamik merupakan metode terapi yang berkembang pesat
dan sesuai dengan teori perkembangan manusia dan interaksi manusia. Teori yang
mendukung psikodinamik diambil dari teori psikoanalitik. Teori psikoanalitik
meliputi teori tentang pembentukan kepribadian, pembentukan dan perubahan
psikopatologi dan teknik untuk melakukan terapi. Psikodinamik terapi dapat
dibedakan dari psikoanalisis dari beberapa hal termasuk fakta bahwa terapi
psikodinamik tidak membutuhkan semua teknik analisis dan tidak harus dilakukan
oleh seorang analis terlatih. Selain itu, terapi psikodinamik juga membutuhkan
periode waktu yang lebih pendek serta frekuensi yang lebih jarang dibandingkan
dengan psikoanalisis (SAMHSA, 1999).

12
Konseling psikodinamik singkat (brief psychodynamic counselling)
merupakan salah satu bentuk pendekatan yang relatif baru dalam dunia konseling.
Konseling psikodinamik singkat mendasarkan pada teori psikoanalisa. Salah satu
masalah utama yang terkait dengan praktek psikoanalisis adalah masalah
panjangnya waktu intervensi (rata-rata 855 sessi) sehingga dipandang kurang
efisien. Masalah panjangnya waktu intervensi terkait dengan mahalnya biaya dan
waktu yang harus dikeluarkan klien. Menanggapi masalah efisiensi, munculah
konseling sessi tunggal atau dikenal pula dengan “Konseling Singkat”. Kedua
hal ini (psikoanalisis dan konseling singkat) memiliki dasar asumsi masing-
masing. Psikoanalisis didasarkan pada suatu teori yang sangat besar dan kompleks
tentang tingkah laku manusia yang mensyaratkan kepribadian harus dibongkar
dan direkonstruksi sampai suatu perubahan yang besar/bermakna terwujud.
Konseling Psikodinamik Singkat mendasarkan pada aspek pragmatis, frame work
kesehatan masyarakat (yang menuntut perubahan minimal yaitu pada suatu
tingkah laku bermasalah yang spesifik). Salah satu dasar pemikirannya adalah
mewujudkan efisiensi (Suwarjo, 2010).
Psikodinamika dengan jelas menekankan pada interpretasi tingkah laku
sebagai hasil dari interplay dari motif-motif, dorongan-dorongan, kebutuhan-
kebutuhan dan konflik- konflik (Pervin dalam Suwarjo, 2010). Esensi dari terapi
psikodinamika ini adalah mengeksplorasi aspek aspek dari dalam diri yang belum
diketahui, terutama aspek yang bermanifestasi dan berpengaruh terhadap terapi
hubungan.

2.2.2 Sejarah Perkembangan

Perkembangan konseling psikodinamik singkat sebenarnya seiring dengan


perkembangan psikoanalisis itu sendiri, karena pada awalnya terapi psikoanalitik
juga sangat singkat (sering hanya satu atau dua sessi), sebagaimana dilakukan
Freud pada awal karirnya. Dengan berkembangnya teori dan teknik psikoanalitik
yang panjang, brief konseling tenggelam. Baru pada dekade 80-an model-model
prikokonseling singkat muncul kembali sebagai treatment yang sistematis dan
independen (Suwarjo, 2010).

13
Upaya mengurangi panjangnya teknik psikoanalisis dipelopori oleh Sandor
Ferenczi dan Otto Rank (kolega Freud) yang mengarahkan pada munculnya
model-model kontemporer dari konseling psikodinamika singkat. Pada tahun
1925 Ferenczi bekerja sama dengan Otto Rank untuk mengurangi panjangnya
durasi konseling. Masa lalu klien menjadi bagian penting dalam konseling.
Konselor memfokuskan pada hubungan klien - konselor, dengan perhatian khusus
pada bagaimana klien mentransfer perasaan-perasaan kepada konselor pada saat
konseling berlangsung. Perasaan itu adalah perasaan klien dari orang-orang
penting yang berpengaruh pada kehidupan klien (infant - mother relationship,
impact of the process of separation and individuation). Otto Rank menitik
beratkan pada pemahaman akan sejarah dan perkembangan tertentu dari klien.
Pada tahun 1946, Franz Alexander dan Thomas French (psikoanalis Chicago)
dengan mendasarkan pada kerja Rank dan Ferenczi, melakukan penelitian untuk
menemukan cara-cara singkat pemberian konseling kepada klien. Akhirnya
Alexander menemukan teknik yang ia sebut dengan Corrective Emotional
Experience. Mereka meyakini bahwa waktu konseling yang panjang belum
merupakan jaminan kesuksesan bagi klien (Suwarjo, 2010).
Fleksibilitas dalam interview dengan klien, bagaiman menjaga
hubungan konselor dengn klien, dan upaya mencegah ketergantungan klien pada
konselor merupakan kunci sukses pada konseling singkat. Konselor harus secara
meyakinkan mendorong/membesarkan hati klien. Dalam memperhatikan
pengalaman klien, konselor harus menyadari interaksi-interaksi awal klien dengan
orang tuanya, sehingga teknik-teknik dan intervensi yang spesifik dapat
direncanakan.
Meskipun sudah melakukan reduksi-reduksi waktu treatment, kerja
Ferenczi, Otto Rank, French, dan Alexander masih menghadapi tantangan yaitu
gerakan kesehatan masyarakat yang menuntut layanan terhadap sebagian besar
penduduk (menjangkau banyak orang) dengan biaya yang murah. Oleh karena itu
konseling mereka masih dipandang terlalu panjang, dan masih banyak memakan
tenaga dan biaya. Oleh karena itu munculah konseling psikodinamika singkat
yang dipandang lebih efektif. Keefektifan model ini telah diteliti melalui
penelitian bertahun-tahun (Suwarjo, 2010).

14
Dengan tetap mendasarkan pada teori psikoanalisis, konseling
psikodinamika singkat mencoba untuk lebih efisien. Pengembang model
konseling ini antara lain David Malan, Peter Sifneos, James Mann, dan Habib
Davanloo. Selama dua atau tiga dasa warsa mereka secara sendiri-sendiri
mengembangkan model dan teknik masing-masing, baru pada akhirnya mereka
saling berkontribusi satu sama lain, karena ternyata teknik-teknik mereka banyak
kesamaan.

2.2.3 Karakteristik Pembeda Teknik Psikodinamik

Terdapat 7 karakteristik yang membedakan psikodinamik terapi dengan


terapi yang lain yang ditentukan melalui pemeriksaan empiris yaitu dari rekaman
saat sesi wawancara yang sebenarnya dan melalui transkrip (karakteristik yang
dijelaskan berikut ini mengacu pada proses dan teknik saja, tidak berdasarkan
pada prinsip teknik ini) (Sheddler, 2010).

1. Fokus terhadap afek dan ekspresi emosi

Terapi psikodinamik memicu eksplorasi dan diskusi dari seluruh range emosi
pasien. Seorang terapis akan membantu pasien dalam mendeskripsikan perasaan
ke dalam kata kata, termasuk perasaan kontradiksi, perasaan terancam atau dalam
masalah dan perasaan yang pada awalnya pasien tidak dapat menyadari atau
mengetahui (hal ini berlawanan dengan fokus kognitif, dimana fokus terbesarnya
adalah pada pemikiran dan kepercayaan (Blagys & Hilsenroth dalam Sheddler,
2010). Selain itu juga terdapat keyakinan bahwa intelectual insight tidak sama
dengan emosional insight, yang terletak pada level yang lebih dalam dan mampu
berubah ( hal ini adalah salah satu alasan mengapa banyak inteligent dan
psychologically minded people dapat menjelaskan penyebab kesulitan yang
mereka hadapi, namun pemahaman tersebut tidak mampu membantu mereka
dalam menghadapi kesulitan) (Sheddler, 2010).

2. Upaya Eksplorasi untuk menghindari stress pikiran dan perasaan

Orang dapat melakukan berbagai hal untuk menghindari aspek aspek


pengalaman yang bermasalah. Penghindaran ini (secara teoritis disebut defensif
dan resistanse) mungkin akan muncul dalam bentuk yang nyata seperti misalnya

15
datang terlambat atau bahkan tidak hadir sesi atau menjadi evasive. Hal tersebut
mungkin saja muncul dalam bentuk yang ringan yang susah untuk disadari pada
hubungan sosial yang biasa seperti menghindari membicarakan topik tertentu dan
fokus terhadap aspek insidental dari pengalama0n daripada dari hal yang
sebenarnya secara psikologis berarti, fokus terhadap lingkungan external daripada
peran diri sendiri dalamsuatu peristiwa (Sheddler, 2010).

3. Identifikasi tema dan pola yang berulang

Seorang terapis psikodinamik bekerja untuk mengidentifikasi dan


mengeksplore tema dan pola yang telah terjadi berulang pada pikiran, perasaan,
konsep diri, hubungan dan pengalaman hidup pasien. Pada beberapa kasus,
seorang pasien dapat secara tiba tiba mengulang pola yang menyakitkan atau
merugikan namun merasa tidak mampu untuk keluar dari permasalahan tersebut
(sebagai contoh, seorang laki laki yang selalu terlarut dalam romantika percintaan
namun kenyataannya pasangannya tidak ada). Dalam kasus lain, pasien mungkin
tidak memperhatikan pola tersebut hingga seorang terapis membantunya dalam
menyadari dan memahaminya (Sheddler, 2010).

4. Diskusi Pengalaman Masa Lalu (Fokus Perkembangan)

Berhubungan dengan identifikasi tema dan pola yang telah lalu merupakan cara
memahami bahwa pengalaman yang lalu tersebut terutama pengalaman baru baru
ini dengan beberapa orang, mempengaruhi hubungan dan pengalaman yang terjadi
saat ini. Terapis psikodinamik mengeksplorasi pengalaman yang baru,
menghubungkan antara yang dahulu dan sekarang, dan melakukan suatu cara
dimana pengalaman yang telah lalu tetap menjadi nyata pada saat sekarang.
Fokusnya bukan pada kepentingan pribadi, namun lebih kepada bagaimana masa
lalu membayangi permasalahan psikologis saat ini. Tujuannya yaitu untuk
membantu pasien membebaskan diri dari pengalaman masa lalu agar dapat hidup
lebih berarti di masa sekarang (Sheddler, 2010).

5. Fokus pada hubungan interpersonal

16
Terapi psikodinamik meletakkan fokus pada hubungan pasien dan pengalaman
interpersonal (secara teori object relation dan attachment). Aspek adaptif dan
nonadaptif dari kepribadian seseorang dan konsep diri pada konteks hubungan
keterikatan, dan permasalahan psikologis sering muncul ketika pola masalah
interpersonal terganggu karena kemampuan seseorang dalam memenuhi
kebutuhan emosional (Sheddler, 2010).

6. Fokus pada terapi hubungan

Hubungan antara seorang terapis dan pasien merupakan suaru hubungan


interpersonal yang penting, kadang dalam hubungan ini dapat sangat berarti dan
emosional. Dalam hal ini terdapat tema repetitive pada hubungan seseorang dan
cara dia berinteraksi, dan tema ini dapat muncul dalam berbagai bentuk pada
terapi hubungan. Sebagai contoh, orang yang tidak mempercayai yang lain dapat
curiga pada terapis. Seseorang yang merasa tidak diterima atau ditolak oleh
terapis, walaupun diketahui atau tidak, seseorang yang bertahan dengan
kemarahan akan bereaksi dengan kemarahannya terhadap terapis. Keberadaan
tema interpersonal pada terapi hubungan (secara teori,tranferensi dan
countertranferensi) menyediakan kesempatan unik untuk mengeksplor dan bekerja
dengannya. Tujuannya yaitu mendapat fleksibilitas yang lebih besar pada
hubungan interpersonal dan memperkuat kapasitas untuk memenuhi kebutuhan
interpersonal (Sheddler, 2010).

7. Eksplorasi kehidupan fantasi

Berkebalikan dengan terapi yang lain dimana seorang terapis dapat secara aktif
menyusun sesi atau mengikuti agenda yang telah ditentukan sebelumnya, terapi
psikodinamik memungkinkan pasien untuk berbicara bebas tentang apapun yang
sedang dipikirkan. Ketika pasien melakukan ini (kebanyakan pasien
membutuhkan bantuan dari terapis sebelum mereka benar benar dapat berbicara
bebas. Pikiran mereka secara natural dapat meliputi bermacam bidang kehidupan
mental, termasuk keinginan, ketakutan, fantasi, mimpi, dan lamunan (yang dalam
banyak kasus pasien sebelumnya belum mencoba untuk dimasukkan ke dalam
kata-kata. Semua hal ini merupakan suatu sumber informasi penting bahwa
seseorang akan melihat diri sendiri dan orang lain, menginterpretasi dan membuat

17
pengalamannya berarti, menghindari aspek pengalaman atau yang berhubungan
dengan kapasitas potensial untuk menemukan kesenangan dan arti hidup
(Sheddler, 2010).

2.2.1 Prinsip Dasar dan Konsep Teoritis

A. Prinsip Dasar

Ada empat prinsip dasar yang mendasari konseling psikodinamika


singkat. Keempat prinsip tersebut adalah:
a) Krisis-krisis perkembangan diinternalisasi sebagai bagian dari self. Krisis
perkembangan didefinisikan secara luas sebagai kejadian-kejadian personal
atau lingkungan yang menimbulkan stress, trauma, atau konflik individual.
Krisis dapat muncul dari konflik libidal selama tahap-tahap psikoseksual,
krisis psikososial, problem-problem pada perkembangan ego dan lain
sebagainya. Krisis diinternalisasi dan ditransformasikan ke dalam skema
kognitif dan afektif yang kompleks.
b) Pengalaman-pengalaman saat ini yang penuh tekanan dan memunculkan
kecemasan, menggerakkan skema pada krisis perkembangan awal dan
mendorong munculnya kembali tingkah laku-tingkah laku prototipe bagi
usaha pemecahan tiap-tiap krisis. Prototipe dapat berupa tingkah laku-
tingkah laku keberhasilan dalam mengatasi krisis- krisis sebelumnya.
c) Pengalaman-pengalaman psikologis tertentu (pikiran, perasaan, dan
tindakan) muncul dari energi/tenaga psikologis (motivasi) secara dinamis
saling mempengaruhi.
d) Informasi yang dinamis dan konfliktual diproses (diterima, dicamkam/diolah,
dan diingat) tanpa kesadaran. Penyadaran kembali terhadap pengalaman-
pengalaman yang tidak disadari sebelumnya diasumsikan menjadi dasar
perubahan dan dengan cara demikian klien memperoleh kesempatan untuk
memikirkan/menyadari kembali, memahami dan menguasainya. Pikiran-
pikiran dan perasaan yang tidak disadari memiliki karakteristik unik yaitu:
tidak mengenal waktu, irasional, tidak teratur, dan sulit diubah. Ini semua
harus diubah dalam proses terapi (Suwarjo, 2010).

18
B. Konsep-konsep Teoritik

Semua model konseling psikodinamika singkat secara eksplisit digali dari


teori psikoanalisis. Teori psikoanalisis tentang tingkah laku dan salah suai
digambarkan melalui konseptualisasi dan penjelasan problem tingkah laku klien.
Teori dan teknik psikoanalisis dimodifikasi untuk mengakomodasi pertimbangan-
pertimbangan singkat khusus, yang memfokuskan pada konseling.

1. Konsep tentang salah suai (sakit)


Konsep-konsep tentang salah suai dan gangguan tingkah laku di
dasarkan pada prinsip-prinsip teori psikoanalisis. Gangguan tingkah laku dan
salah suai itu antara lain neurosis, gangguan karakter dan psikosomatis, depresi,
reaksi-reaksi penyesuaian, dan gangguan-gangguan psikosis seperti scizophrenia,
serta gangguan-gangguan afeksi mayor. Karakteristik beserta simtom-simtom dari
gangguan tingkah laku dan salah suai, dijelaskan dalam PPDGJ III.

Simtom-simtom psikologis dipandang sebagai manifestasi dan konflik-


konflik dinamik yang dihasilkan dari interaksi dorongan-dorongan motivasional.
Konflik-konflik ini biasanya dikonsepsikan sebagai konflik antara Id dengan Ego,
antara keinginan tetap bersatu/terikat dengan ibu yang mengasuhnya versus
keinginan-keinginan untuk berpisah dan keinginan untuk mencapai identitas diri.
Simtom-simtm biasanya terbentuk selama perubahan memasuki keseimbangan
psikologis klien. Hal ini terjadi melalui dua kondisi yaitu 1) suatu peningkatan
sumber kecemasan dan stress, atau 2) menurunnya kapasitas klien untuk mengatur
dan mengatasi efek-efek negatif dan kecemasan. Diasumsikan bahwa simtom-
simtom memiliki akar-akarnya dalam krisis perkembangan. Krisi-krisis
perkembangan melibatkan variabel-variabel interpersonal seperti kehilangan
(significant others) dan konflik- konflik. Oleh karenanya, simtom-simtom
memiliki basisnya dalam skema sosial dan berkaitan dengan prototipe dari
tingkah laku salah suai (Suwarjo, 2010).

2. Konsep sembuh (ciri sembuh / ciri efektif konseling)

Konseling psikodinamika singkat bertujuan membantu klien agar


mampu memperbaiki kondisi diri melalui pengurangan simtom-simtom yang
dimilikinya. Kriteria adanya perubahan positif sebagai hasil treatment konseling

19
psikodinamika singkat adalah apabila:
1) Adanya pengurangan yang berarti simtom-simtom yang sebelumnya dimiliki
klien.
2) Klien telah memperbaiki secara permanen paling tidak satu kebiasaan,
karakteristik pola kognitif, afektif, atau tingkah laku yang sebelumnya telah
tertanam ke dalam penyesuaian kehidupan dewasa.
3) Adanya kesadaran individu terhadap konflik-konflik pokok yang mereka
miliki.

4) Klien dapat menerima pandangan baru tentang penyebab-penyebab distress


personalnya.

5) Dimilikinya kesiapsiagaan (arousal) untuk berharap, optimisme, dan


memiliki harapan- harapan positif.
6) Dimilikinya kemampuan baru untuk menerima/mengalami keadaan-keadaan
perasaan dan keadaan-keadaan tubuhnya.

C. Mekanisme perubahan tingkah laku

Seperti telah diurikan pada kriteria sembuh atau ciri efektif konseling,
kriteria adanya perubahan positif sebagai hasil treatment konseling psikodinamika
singkat adalah apabila: 1) adanya pengurangan yang berarti simtom-simtom yang
sebelumnya dimiliki klien, 2) klien telah memperbaiki secara permanen paling
tidak satu kebiasaan, karakteristik pola kognitif, afektif, atau tingkah laku yang
sebelumnya telah tertanam ke dalam penyesuaian kehidupan dewasa. Simtom
dipandang sebagai ujud dari manifestasi konflik-konflik dan masalah- masalah
yang pokok.
Selain itu sebagaimana telah dibicarakan sebelumnya, keberhasilan
perubahan juga ditandai dengan adanya kesadaran individu terhadap konflik-
konflik pokok yang mereka miliki, klien dapat menerima pandangan baru tentang
penyebab-penyebab distress personalnya, kesiapsiagaan untuk berharap,
optimisme, dan memiliki harapan-harapan positif, atau dimilikinya kemampuan
baru untuk menerima/mengalami keadaan-keadaan perasaan dan keadaan-keadaan

20
tubuhnya (Suwarjo, 2010).
Temuan berbagai penelitian menunjukkan bahwa treatmen yang singkat
(melalui konseling psikodinamika singkat) pada hakekatnya dapat memperbaiki
simtom-simtom yang ada, dan bahwa praktek konseling psikodinamika di bawah
kondisi-kondisi singkat ini tidak superior untuk mentreatmen berbagai modalitas.
Ada faktor-faktor yang mungkin berinteraksi secara berbeda-beda
berdasarkan klien konselor (terapis), dan kualitas interaksi klien – konselor.
Faktor-faktor itu adalah:
1) Faktor-faktor umum

Menurut Frank (1971: 350-361) ada enam faktor yang umum pada seluruh
konseling:

a) Suatu hubungan menuntut secara emosional seorang pencari bantuan


percaya kepada penolongnya (helper).
b) Mitos (theory and rationale) yang menjelaskan sebab-sebab gangguan
beserta metode penanganannya. Mitos terapiutik harus sesuai dengan asumsi-
asumsi tentang tingkah laku dan perubahannya. Teknik didasarkan pada
rationale. Skema konseptual memberikan klien suatu perasaan untuk
memahami dan mengontrol simtom-simtomnya.
c) Penyediaan informasi baru, yang diformulasikan dalam “mitos” terapi sesuai
dengan problem-problem klien dan cara menguranginya. Tiap-tiap informasi
diperoleh melalui eksplorasi diri dan umpan balik secara langsung yang
diberikan konselor.
d) Penggunaan kualitas personal, status dan identitas profesional konselor untuk
memperkuat harapan-harapan klien tentang bantuan konselor.
e) Peningkatan lebih jauh harapan dan peningkatan perasaan mampu, perasaan
dapat menguasai problem pada diri klien serta peningkatan self-kontrol
melalui implementasi perasaan sukses baik di dalam maupun di luar situasi
konseling.
f) Pemfasilitasian kesiap-siagaan (arousal) emosional yang nampak
mendorong/memotivasi perubahan sikap-siskap dan tingkah laku.
Dalam konseling, treatmen diarahkan pada pengurangan distress

21
(pengurangan pengalaman demoralisasi). Frank mencirikan distress sebagai suatu
demoralisasi yaitu suatu keadaan pikiran yang menyertai simtom-simtom.
Seseorang dikatakan mengalami distress apabila dalam dirinya terdapat satu atau
lebih keadaan berikut: keputus-asaan, kehilangan harga diri, perasaan tak berdaya,
keterasingan, dan keadaan tidak berdaya.
2) Faktor-faktor psikodinamik

Perubahan-perubahan yang diharapkan dalam terapi psikodinamik bukan


hanya perubahan pada faktorfaktor umum (pengurangan demoralisasi dan
simtom-simtom), tetapi juga melibatkan perubahan kepribadian atau perbaikan
psikodinamik. Lima faktor psikodinamik yang diduga berperan dalam terapi-
terapi psikodinamik adalah:
a) Teori-teori psikodinamik memperhitungkan pengurangan/pelepasan
ketegangan (katarsis). Klien didorong untuk bebas tanpa takut mengeluarkan
perasaan-perasaan dan fantasi-fantasinya.
b) Klien membawa harapan-harapan dan keinginan-keinginan yang tidak
disadari ke dalam terapi, untuk mendapatkan bantuan.
c) Klien mencapai pembelajaran kognitif (insight) berdasarkan interpretasi-
interpretasi tertentu yang dibuat oleh konselor.
d) Konselor menangani klien melalui isyarat/tanda-tanda langsung maupun tak
langsung (overt and covert) tentang persetujuan atau ketidak-setujuan
konselor terhadap tingkah laku klien agar tingkah laku klien lebih berfungsi
secara lebih sehat.
e) Begitu insight telah diraih/dicapai baik pada konflik-konflik masa kanak-
kanak maupun pada manifestasi-manifestasi tranference, konselor
mendorong klien untuk melakukan/mempraktekkan dan mengulangi tingkah
laku-tingkah laku adaptif guna menggantikan tingkah laku patilogis.

2.2.2 Strategi dan Teknik Konseling Psikodinamik

Praktek klinis dari konseling psikodinamik singkat melibatkan aplikasi


berbagai strategi dan teknik. Prosedur-prosedur tersebut melibatkan dua sumber
yaitu teori dan teknik psikoanalitik dan perspektif temporal. Teori dan teknik
psikoanalitik memberikan sumbangan pada dasar-dasar konseptual bagi

22
pemahaman akan masalah-masalah psikologis, dan terapi dasar untuk memahami
dan memfasilitasi proses-proses perubahan. Fundamen- fundamen tersebut sama
dengan konseling-konseling psikoanalitik yang lain. Meskipun demikian, dampak
yang paling signifikan pada prosedur-prosedur, muncul dari perspektif temporal.
Persyaratan teknik-teknik psikoanalitik dimodifikasi untuk digunakan dalam
periode waktu yang pendek (12 – 15 sessi), aspek temporal tersebut menekankan
pentingnya beberapa teknik dan mengurangi arti pentingnya yang lain. Peran
sentral dari waktu juga menetapkan persyaratan unik tertentu agar klien
mengevaluasi dan menseleksi, memfokuskan pada kontrak dan terapi, berorientasi
pada terapis, dan pengakhiran treatmen.
1. Strategi dan Prosedur Evaluasi

Semua model konseling psikodinamik singkat menekankan pada evaluasi


psikologis klien sebagai suatu dasar pijakan bagi treatmen yang efektif. Evaluasi
klien merupakan hal yang sangat penting bahkan terpenting. Melalui evalusi klien
konselor dapat: menyaring klien potensial bagi keberlanjutan treatmen (terapi ini
tidak untuk semua orang); memperjelas fokus terapi; memperoleh sejarah yang
terkait dengan problem-problem focal; memperoleh data untuk memformulasikan
problem klien; merumuskan hasil (out-come) yang diharapkan; serta konselor
dapat menentukan teknik dan strategi-strategi yang tepat. Data-data evaluasi dapat
diperoleh melalui:
a) Wawancara
Wawancara yang dimaksudkan di sini adalah wawancara pra-konseling.
Wawancar pra konseling dilakukan untuk mengumpulkan informasi tentang klien.
Fokus wawancara pada umumnya berkisar pada hubungan interpersonal klien
pada saat ini dan di masa lampau, kesulitan-kesulitan yang saat ini dialami klien
dikaitkan dengan fantasi-fantasi klien tentang orang tua dan significant others.
Wawancara biasanya dilakukan selama satu atau dua jam sebelum awal treatment.
Wawancara dapat dilakukan oleh konselor atau orang lain (interviewer).
b) Reformulasi problem

Begitu problem-problem terkini telah dieksplorasi dan sejarah psikologis


yang terkait telah diperoleh, problem diformulasikan dalam istilah psikodinamik.

23
Tiap-tiap formulasi mencakup sintesa dan interpretasi dari informasi-informasi
yang diperoleh selama wawancara evaluasi. Sintesa dan interpretasi dimasukkan
ke dalam hipotesis-hipotesis psikodinamik yang menjelaskan hakekat
perkembangan problem saat ini, dan memberikan fokus treatment. Reformulasi
problem tidak bersifat “teks book”. Reformulasi problem membutuhkan
partisipasi dan kolaborasi antara klien dengan konselor. Klien berbicara dan
memberikan data-data klinis, konselor bertanya dan menginterpretasikan data
(informasi dari klien), memberikan fokus, memberikan pandangan integratif yang
diarahkan dari teori psikodinamik.
c) Pemilihan klien

Pemilihan klien terkait dengan prediksi keberhasilan treatmen melalui


konseling psikodinamika singkat. Menurut Sifneos (1979) dalam Garske and
Andrew (1985 : 89), ada lima kriteria yang menjadi dasar pemilihan klien bagi
konseling psikodinamika singkat, yaitu:
1) Klien harus mampu membatasi suatu keluhan (komplain) yang utama. Ciri
ini menunjukkan / dapat menggambarkan kemampuan klien untuk mereview
beberapa kesulitan psikologis dan menempatkan salah satu kesulitan tersebut
sebagai fokus yang harus dipecahkan.
2) Klien harus memiliki paling tidak satu hubungan yang bermakna selama
masa kanak- kanak awal. Kata bermakna di sini sepadan dengan kata sifat
seperti altruistik, resiprokal, dan saling memberi-menerima.
3) Klien harus mampu berhubungan baik dengan evaluator dan
mengekspresikan pikiran- pikiran dan perasaan-perasaannya secara bebas,
terbuka dan tepat.
4) Klien harus memiliki kecerdsan rerata atau di atas rerata dan memiliki
kesadaran psikologis. Hal ini penting bagi pemahaman akan simtom-simtom
yang dimilikinya.
5) Klien memiliki motivasi untuk berubah.

2. Kontrak Konseling

Kontrak konseling adalah kesepakatan mutual (saling sepakat) antara klien

24
dan konselor berkaitan dengan penyelenggaraan konseling psikodinamika
singkat. Kontrak konseling dilakukan pada awal konseling, setelah proses
evaluasi klien dilakukan. Kontrak berisi dua komponen yaitu persyaratan
struktural (structural requirements) dan fokus konseling (therapeutic focus).
a. Persyaratan struktural

Persyaratan struktural dari kontrak terapi menjelaskan peran tanggung jawab


minimal dari klien dan konselor dalam konseling yang akan diselenggarakan.
Penetapan biaya (berapa besar, dan siapa yang menanggungnya), berapa sessi
akan dilakukan untuk konseling, penjadwalan konseling, penetapan durasi waktu,
merupakan hal yang didiskusikan pada kontrak konseling. Mengenai banyaknya
sessi konseling, biasanya berkisar 12 kali untuk problem biasa, dan samapi 40 kali
untuk problem kronik, tetapi ada kalanya terdapat konseling yang berlangsung
dalam lima atau satu sessi.
b. Fokus konseling

Fokus konseling menekankan pada problem psikologis yang akan


dipecahkan. Fokus konseling berisi suatu simtom dan komponen yang
dihipotesiskan secara psikodinamik (konflik-konflik yang tidak terpecahkan,
defensive strategy, dan lain-lain) dari perspektif psikoanalitik. Fokus konseling
tidak cukup hanya berupa pernyataan sederhana seperti “untuk mengurangi
kecemasan sosial”, “untuk menghilangkan perasaan-perasaan depresi”, dan lain-
lain. Contoh fokus konseling yang dapat diajukan kepada seorang wanita muda
yang cemas dan tidak cocok dengan lingkungan sosialnya antara lain:
“Tampaknya, problem utama anda adalah anda sangat risau tentang bagaimana
orang lain memandangmu karena anda merasa kasihan atas cinta dan perasaannya,
tetapi takut akan kebencian dan ketidak-setujuan mereka.” “Anda telah berusaha
sangat keras untuk dapat diterima secara sosial, tetapi anda masih merasa
ketakutan dan merasa terasing.
3. Penetapan Peran dan Tingkah Laku

a) Peran klien

Peran yang dituntutkan kepada klien tidak terlalu banyak dan cukup jelas,
yaitu: menghadiri konseling tepat waktu yaitu pada waktu yang telah disepakati

25
bersama dengan konselor, membayar biaya konseling, menyepakati dan
menjalankan kontrak konseling yang telah disepakati, serta melakukan asosiasi
bebas.
b) Peran konselor
Peran yang harus dilakukan konselor sangat terkait dengan kontrak serta
orientasi teknis umum psikoanalisis. Peran konselor adalah 1)mendengarkan
dengan menggunakan “telinga ketiga”. Peran ini meliputi mendengarkan secara
teliti dan mengamati makna-makna yang disadari dan tidak disadari pada tingkah
laku verbal dan non verbal klien; 2) menganalisis, yang melibatkan strategi yang
kompleks tentang klarifikasi, konfrontasi, dan interpretasi; 3) konselor tetap
menjaga jarak psikologis dengan klien.
Aktivitas konselor biasanya dilakukan melalui dua cara yaitu perhatian aktif,
dan pemfokusan. Perhatian aktif merupakan tindakan kognitif dimana konselor
secara aktif terlibat dalam perumusan tujuan-tujuan konseling, dan menilai
kesiapan klien bagi intervensi. Pemfokusan (focusing) adalah tindakan dimana
konselor secara aktif memonitor dan mempertahankan kontrak terapi.
4. Hubungan Klien – Konselor

Perkembangan hubungan klien – konselor yang pada terapi psikoanalitik


berjalan lambat (biasanya berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun), pada konseling
psikodinamika singkat akan tumbuh dengan cepat. Hubungan klien – konselor
memiliki komponen-komponen:
a) Reaksi-reaksi transference

Transference adalah suatu reaksi klien terhadap konselor yang tidak tepat;
yaitu perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran yang tidak dihasilkan dari tingkah
laku konselor, tetapi lebih merupakan pengulangan reaksi yang terjadi pada
significant others khususnya orang tua selama masa kanak-kanak awal.
Pengalaman-pengalaman interpersonal kritis ini disalah tempatkan atau
ditransfer / dipindahkan kepada konselor sebagai seseorang yang diharapkan oleh
klien (konselor dianggap sebagai figur orang yang berarti bagi klien). Secara
umum, transference dibedakan menjadi positive transference seperti perasaan-
perasaan sexual (loving, liking, trust, approval, dan lain-lain), dan negative

26
transference yang merujuk pada perasaan-perasaan agresif klien terhadap
konselor (perasaan tidak suka, tidak percaya, benci, tidak hormat, dan lain-lain).
b) Aliansi kerja (working alliance)

Aliansi kerja antara klien – konselor adalah hubungan yang rasional dan
bukan hubungan baik yang neurotik. Klien harus mampu menerima dirinya
sendiri dalam proses konseling. Kemampuan untuk mengamati diri
memungkinkan klien bekerja sama dengan konselor dalam menganalisis
transference, resistensi, dan fenomena dinamis lain dari konseling. Dari sisi
konselor, aliansi kerja ditunjukkan dengan gaya empatik konselor, sikap- sikap
yang sensitif, dan pemahaman dan penerimaan konselor terhadap klien.
Menurut Bordin (1979 : 252-260) konsep aliansi memiliki tiga komponen yaitu:
1) kesepakatan antara klien dan konselor pada tujuan-tujuan dan harapan-harapan,
2) spesifikasi tugas-tugas konseling yang didesain pada klien dan konselor, 3)
ikatan afeksi yang muncul tiba-tiba antara klien dan konselor yang mendorong
saling percaya dan saling terikat / saling cocok.

c) Hubungan nyata (real relationship)

Hubungan nyata (real relationship) mengandung makna realistis, berorientasi


pada realita, dan tidak tercampur-adukkan dengan lawan dari transference.
Hubungan nyata dapat pula bermakna asli (genuine) dan autentik. Hal ini juga
bermakna bahwa hubungan nyata adalah hubungan yang “realistik dan genuine”.

27
BAB III

PENUTUP

Psikoterapi merupakan salah satu modalitas terapi yang terandalkan dalam


tatalaksana pasien psikiatri disamping psikofarmaka dan terapi fisik. Dalam
praktek, psikoterapi dilakukan dengan percakapan dan observasi. Percakapan
dengan seseorang dapat mengubah pandangan, keyakinan, serta perilakunya
secara mendalam, dan hal ini sering tidak kita sadari. dahulu psikoterapi sering
disebut sebagai the talking cure.
Terapi psikodinamik merupakan salah satu bentuk psikoterapi yang
berfokus pada proses yang tidak disadari yang bermanifestasi pada tingkah laku
pasien saat ini. Tujuan terapi psikodinamik ini adalah mencapai kesadaran pasien
akan diri sendiri dan memahami bahwa terdapat pengaruh kejadian masa lalu
terhadap perilaku pasien saat ini. Secara singkat, pendekatan psikodinamik
memungkinkan pasien untuk menelaah gejala dan konflik konflik yang tidak
terselesaikan yang muncul dari hubungan yang kurang baik pada masa lalu.
Beberapa perbedaan pendekatan pada psikodinamik psikoterapi singkat telah
dirangkai dari teori psikoanalisis dan telah diaplikasikan secara klinis pada
berbagai macam gangguan psikologis.
Teori yang mendukung psikodinamik diambil dari teori psikoanalitik. Teori
psikoanalitik meliputi teori tentang pembentukan kepribadian, pembentukan dan
perubahan psikopatologi dan teknik untuk melakukan terapi. Psikodinamik terapi
dapat dibedakan dari psikoanalisis dari beberapa hal termasuk fakta bahwa terapi
psikodinamik tidak membutuhkan semua teknik analisis dan tidak harus dilakukan
oleh sorang analis terlatih. Selain itu, terapi psikodinamik juga membutuhkan
periode waktu yang lebih pendek serta frekuensi yang lebih jarang dibandingkan
dengan psikoanalisis.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Higdon, Julieth. 2012. Psychodynamic Theory for Therapeutic Practice –


Second Edition. Inggris: Palgrave.
2. SAMHSA (Substance Abuse and Mental Health Services Administration).
1999. Treatment Improvement Protocol: Chapter 7-Brief Psychodynamic
Therapy. Amerika: Rockville MD.
3. Sheddler, Jonathan. 2010. The Efficacy of Psychodynamic Psychotherapy.
Amerika: University of Colorado Denver School of Medicine.
4. Suwarjo. 2010. Konseling Psikodinamika Singkat (Brief Psychodynamic
Counselling). Tidak Dipubilkasikan. Laporan penelitian. Universitas Negeri
Yogyakarta.
5. Utama, Hendra. 2013. Buku Ajar Psikiatri Edisi ke II. Jakarta: Badan Penerbit
FK UI.

29

Anda mungkin juga menyukai