Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

PSIKOTERAPI

LUCKY PESTA ULI DAMANIK


18010045

RUMAH SAKIT JIWA PROF. DR. M. ILDREM


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN MEDAN
2018
BAB I
PENDAHULUAN

Psikoterapi berasal dari kata psyche dan therapy. Kata psyche berarti jiwa,
sedangkan therapy yang berarti penyembuhan. Jika digabungkan psikoterapi
mempunyai arti penyembuhan jiwa. Psikoterapi merupakan salah satu modalitas
terapi yang terandalkan dalam tatalaksana pasien psikiatri disamping psikofarmaka
dan terapi fisik. Sebetulnya dalam kehidupan sehari-hari, prinsip-prinsip dan
beberapa kaidah yang ada dalam psikoterapi ternyata juga digunakan, antara lain
dalam konseling, pendidikan dan pengajaran, atau pun pemasaran.
Seiring meningkatnya problematika kehidupan, saat ini semakin banyak
orang memiliki masalah atau gangguan tidak hanya pada fisik namun juga pada
mental. Kini tuntutan jaman yang semakin tinggi baik dari pendidikan, gaya hidup,
lingkungan membuat orang lebih mudah terserang stress yang dapat berdampak
pada hubungan intrapersonal maupun interpersonal dengan orang-orang
disekitarnya. Data dari WHO, di tahun 2010 terjadi hampir 150 kematian setiap
harinya di Indonesia akibat bunuh diri yang disebabkan masalah kejiwaan. Masalah
kejiwaan yang sering kali terjadi yaitu gangguan depresi, gangguan cemas,
serangan panik dan trauma di masa lalu. Keluhan yang seringkali muncul dapat
diakibatkan adanya gangguan fisik, tapi dapat juga berkaitan langsung dengan
problem emosional ataupun keduanya dalam waktu bersamaan. Sekitar 25-30%
pasien datang berobat ke dokter umum dengan problem emosional. Di samping itu,
faktor emosional merupakan faktor penting yang mempengaruhi kondisi penyakit
terutama apabila pasien memiliki semangat dan pengharapan yang tinggi maka
proses penyembuhan dapat berlangsung lebih cepat, namun bila pasien merasa
sedih, tidak didukung oleh keluarga dan putus asa, proses penyembuhan dapat
berjalan lambat.
Hal-hal tersebut mempengaruhi mekanisme daya tahan mental yang dapat
menyebabkan terjadinya neurosis, yaitu suatu gangguan jiwa yang secara struktural
tanpa kerusakan organik dan dapat mempengaruhi kepribadian pasien. Adanya
konflik sering bermanifestasi dalam bentuk fenomena tertentu. Semua gangguan

1
mekanisme daya tahan mental bersifat selalu melawan atau menentang usaha-usaha
terapeutik yang bertujuan untuk mengubah atau meniadakan gangguan tersebut.
Hal ini memunculkan peranan dari terapi alternatif salah satunya adalah psikoterapi.
Banyak orang yang mencari psikoterapi dengan berbagai alasan, tetapi kebanyakan
dari mereka mencari psikoterapi karena mereka membutuhkan bantuan untuk
masalah – masalah yang sangat berat. Kebanyakan orang membicarakan
masalahnya kepada teman dan keluarga, tetapi itu tidak mampu memperbaiki
keadaan dirinya. Psikoterapi merupakan salah satu cara yang tepat untuk
membicarakan masalah dan mendapatkan pemecahannya. Psikoterapi merupakan
salah satu modalitas terapi yang terandalkan dalam tatalaksana pasien psikiatri
disamping psikofarmaka dan terapi fisik. Dalam psikoterapi difokuskan pada
proses-proses yang tidak sadar dalam diri pasien dan pengubahan struktur pribadi
pasien. Oleh karena itu psikoterapi sangatlah dibutuhkan dalam penyembuhan pada
orang-orang yang memiliki masalah terutama masalah kesehatan jiwa. Dalam
psikoterapi, keberhasilan sangat ditentukan oleh kerja sama yang baik antara pasien
dan terapis, karena peran terapis sangat penting dalam membantu, mengarahkan
dan membimbing pasien serta menganalisa masalah dan merencanakan terapi-
terapi yang akan diberikan. Dengan hubungan yang dilandasi kepercayaan maka
terapi akan berlangsung dengan efektif.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Psikoterapi adalah terapi atau pengobatan yang menggunakan cara-cara
psikologik, dilakukan oleh seseorang yang terlatih khusus, yang menjalin hubungan
kerjasama secara profesional dengan seorang pasien dengan tujuan untuk
menghilangkan, mengubah atau menghambat gejala-gejala dan penderitaan akibat
penyakit.
Definisi yang lain yaitu psikoterapi adalah cara pengobatan dengan ilmu
kedokteran terhadap gangguan mental emosional dengan mengubah pola pikiran,
perasaan, dan perilaku agar terjadi keseimbangan dalam diri individu tersebut.
Psikoterapi merupakan salah satu modalitas terapi yang terandalkan dalam
tatalaksana pasien psikiatri disamping psikofarmaka dan terapi fisik. Terapi ini
menggunakan metode dan teknik psikologik dan memanfaatkan pengaruh
psikologik untuk mencapai hasil terapeutik. Psikoterapi sering disalahartikan
sebagai konseling, padahal keduanya merupakan jenis intervensi yang berbeda,
karena konseling merupakan proses dimana pasien dapat mengeksplorasi diri yang
berfokus pada masalah yang dimiliki pasien yaitu dengan peningkatan kesadaran
dapat memilih dan menyingkirkan hal-hal yang bersifat negative. Konseling
berjangka waktu singkat serta hanya berfokus mengatasi krisis yang dihadapi oleh
pasien. Sedangkan psikoterapi memusatkan pada proses-proses dalam diri pasien
yang terjadi di dalam alam bawah sadar yang dapat mengubah struktur kepribadian
pasien. Psikoterapi lebih berusaha untuk meraih pemahaman diri yang intensif
tentang dinamika-dinamika yang bertanggung jawab atas terjadinya krisis
kehidupan klien.
Psikoterapi merupakan suatu proses pengobatan dengan seni, karena
dibutuhkan kecocokan antara pasien dan terapis sehingga proses terapi dapat
membuat perbedaan yang bermakna bagi pasien karena pasien merasa nyaman
dengan metode terapi serta terapisnya. Psikoterapi memiliki angka gugur (drop out)
yang cukup tinggi sehingga pasien seringkali menolak melanjutkan proses terapi

3
kecuali pasien merasa benar-benar mendapat keuntungan atau merasakan adanya
perbaikan dengan jenis terapi yang dijalankan. Terapi individual merupakan yang
paling banyak digunakan dan jenisnya sangat bervariasi; terapi kelompok, keluarga
dan perkawinan penggunaannya juga cukup luas.

2.2. Tujuan Psikoterapi


1. Menguatkan daya tahan mental yang telah dimiliki atau membuat
seseorang merasa bahagia dan sejahtera.
2. Mengembangkan mekanisme daya tahan mental yang baru dan lebih
baik untuk mempertahankan fungsi pengontrolan diri, ataupun membuat
seseorang lebih mengenal dan mengerti tentang dirinya sendiri.
3. Meningkatkan kemampuan adaptasi terhadap lingkungannya.

2.3. Prinsip-Prinsip Umum Psikoterapi


Psikoterapi dilakukan dengan cara percakapan atau wawancara (interview).
Dalam suatu wawancara, tidak dapat dipisahkan antara sifat terapeutik dan
penegakan diagnosis. Biasanya, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan mengandung
kedua aspek tersebut, yaitu untuk mengoptimalkan hubungan interpersonal dengan
pasien (sifat terapeutik), dan untuk melengkapi data dalam usaha menegakkan
diagnosis. Dalam melakukan psikoterapi, wawancara harus lebih mengutamakan
aspek terapeutiknya; data yang diperlukan akan berangsur terkumpul dengan kian
membaiknya hubungan interpersonal yang terjalin antara dokter dengan pasiennya,
sehingga berartinya suatu wawancara tergantung dari sifat hubungan terapis dengan
pasiennya tersebut.
Dalam melakukan wawancara, hendaknya kita juga melakukan observasi
secara menyeluruh dengan teliti. Sambil mengajukan pertanyaan, kita juga
mengamati dan turut serta (sebagai participant observer) dalam proses yang sedang
berlangsung pada saat dan situasi tersebut (“the here and now”). Yang kita
amati yaitu : (1). apa yang terjadi pada pasien, (2). apa yang terjadi pada
pewawancara atau terapis sendiri, serta (3). apa yang terjadi di antara terapis dan
pasiennya. Dalam berhadapan dengan pasien, dokter atau terapis mempengaruhi

4
pasien dengan sikap dan perkataannya, dari menit ke menit, saat ke saat. Dalam hal
ini, yang perlu diperhatikan sebetulnya bukan hanya (a).apa yang kita bicarakan,
tetapi juga (b). bagaimana cara kita melakukannya, (c). kapan (saat atau waktu yang
tepat) kita mengungkapkan hal tertentu yang ingin kita sampaikan, serta
(d).bagaimana hubungan antara si penolong (dokter atau terapis) dan yang ditolong
(pasien) tersebut. Hal-hal tersebut dapat membuat pasien menjadi lebih tenang atau
sebaliknya menjadi tegang, lebih terbuka atau tertutup, lebih percaya atau pun
curiga, sehingga dapat disimpulkan bahwa selalu ada pengaruh terapeutik maupun
kontraterapeutik, dan tidak pernah netral sama sekali, karena setiap orang
mempunyai latar belakang kepribadian dan pengalaman hidup yang berbeda-beda,
yang mempengaruhi cara pandang, cara berpikir dan menghayati segala sesuatu.
Hal yang sebaliknya juga perlu diingat, bahwa wawancara bukan hanya
menghasilkan pengaruh dokter atau terapis atas pasien, namun juga pengaruh
pasien terhadap dokternya. Sang dokter, sadar atau tidak, akan terpengaruh
oleh sikap dan perkataan pasien, yang akan tercermin dalam sikap, perasaan
dan perilakunya sendiri. Dipacu oleh sikap dan perilaku pasien terhadapnya
(ditambah lagi dengan kehidupan fantasinya sendiri), dokter atau
terapis dapat menjadi tenang, tegang, santai, kuatir, terbuka, tertutup, bosan,
sedih, kesal, malu, terangsang, dll.; perasaan-
perasaan tersebut turut menentukan apa yang dikatakannya kepada pasien (atau
tidak dikatakannya) dan bagaimana ia
mengatakannya. Untuk dapat mengatasi hal ini seorang dokter atau terapis perlu
belajar untuk memantau perasaan-perasaan reaktifnya tersebut, agar ucapan-ucapan
dan sikapnya terhadap pasien sedapat-dapatnya beralasan profesional dan sedikit
mungkin tercampur dengan unsur-unsur yang berasal dari respons emosional
subyektifnya sendiri.
Agar tujuan terapeutik tercapai, hendaknya senantiasa diusahakan agar
dokter dapat menciptakan dan memelihara hubungan yang optimal antara dokter
dan pasien. Dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada pasien, senantiasa
harus dipertimbangkan bilamana dan bagaimana kita akan menanyakan hal
tersebut. Bila konteksnya kurang tepat, misalnya, pasien justru dapat merasa

5
tersinggung atau dipermalukan oleh pertanyaan kita (nyata atau tidak nyata), pasien
mungkin akan menolak atau menyangkal, atau akan membuat-buat jawabannya.

Segitiga Hubungan Terapeutik

Relasi masa kini di luar


Relasi transferensi transferensi

Relasi masa lalu

2.4. Pengetahuan Dan Keterampilan Yang Perlu Dimiliki Oleh Seorang yang
Ingin Melakukan Psikoterapi
Kelengkapan keterampilan yang perlu dimiliki oleh seseorang yang ingin
melakukan psikoterapi ialah:
a. Mempunyai pengetahuan mengenai dasar-dasar ilmu psikologi dan
psikopatologi serta proses-proses mental. Hal ini dapat diperoleh dari mengikuti
kuliah, kursus, maupun membaca sendiri.
b. Dapat menarik suatu konklusi tentang keadaan mental pasien yang telah
diperiksa. Hal ini didapat dari latihan intensif dan supervisi, untuk mempertajam
fungsi pemeriksaan, terutama dalam hal mendengar dengan cermat (listening).(A
healer is one who listens in order to listen and to understand). Dengan mendengar
dengan teliti dan cermat, dibekali oleh pengetahuan yang cukup, kita akan
mendapat gambaran tepat tentang pasien-pasien yang diwawancarai. Fungsi
mendengar ini amat penting; dari fungsi ini sedapat-dapatnya kita memperoleh apa

6
yang dimaksud oleh pasien, yang belum tentu sesuai dengan apa yang
dikatakannya. Misalnya:
Seorang pasien datang dengan keluhan nyeri di dadanya; hendaknya kita
memperhatikan bagaimana ia mengekspresikan keluhan tersebut dengan cermat.
Bila kita teliti, kita akan merasa dan mengetahui bahwa sebetulnya pada saat itu
pasien sedang dalam keadaan sangat cemas. Untuk mengatasi hal itu, tugas pertama
kita adalah mengurangi kecemasannya terlebih dahulu. Barangkali dengan itu saja,
sudah akan mengurangi intensitas keluhannya. Untuk melakukan maksud ini pun
kita harus lihat dan rasakan dengan teliti; kadang, tujuan kita akan menurunkan
kecemasannya tetapi justru meningkatkannya. Jadi, kita harus mengetahui apa
tujuan kita mengajukan pertanyaan tertentu kepada pasien.

Seorang pasien lain datang dengan keluhan sakit yang bermacam-macam


yang menimpa beberapa bagian atau organ tubuhnya. Biasanya kita langsung
berpikir: “Sakit apakah pasien ini?“ Padahal, mungkin yang ia maksud saat itu
adalah:“ Saya sedang sangat cemas, dokter!“ Dari sini dapat kita ketahui bahwa
tidak semua yang dikatakan oleh pasien itu tercermin dari perkataannya; bila kita
senantiasa teliti, kita akan merasa dan mengetahui apa yang diucapkan dan
diperagakan pasien secara keseluruhan, baik yang tersurat maupun yang tersirat,
karena biasanya keluhan pasien merupakan suatu simbol atau representasi dari hal-
hal yang tidak dapat diungkapkan secara verbal, yang biasanya terjadi karena hal
itu tidak disadari (berada di alam nirsadar).

Seorang pasien lain mengeluhkan rasa nyeri yang dialami sejak beberapa
waktu sebelumnya. Biasanya, kita lalu akan bertanya: “Nyerinya di sebelah mana,
ya?“ Dalam hal ini, kita harus mengetahui betul mengapa kita mengajukan
pertanyaan tersebut (apa maksud/tujuannya? apakah memang hanya ingin
mengetahui lokasi nyerinya, atau ingin memberi kesempatan kepada pasien untuk
mengungkapkan apa yang dirasakannya?); sebaiknya, pertanyaan kita tersebut
mengandung makna bagi pasien (pertanyaan yang logis, sensibel, dapat dimengerti
maksud dan tujuannya oleh pasien). Usahakan tidak mengungkapkan pertanyaan

7
dengan kata-kata yang sulit dimengerti, karena ini dapat mengakibatkan pasien
merasa tidak mampu (karena tidak mengerti pertanyaan kita), atau merasa bahwa
ia tidak dipahami. Kita juga sebaiknya mengetahui jawaban apa yang kita
harapkan dari pertanyaan yang kita ajukan tersebut.

c. Terampil dan berpengalaman dalam menerapkan teknik dan metode penanganan


fungsi-fungsi mental pasien. Terdapat teknik-teknik yang biasanya digunakan,
antara lain persuasi, desensitisasi, pemberian nasihat, pemberian contoh
(modelling), empati, penghiburan, interpretasi, reward & punishment, dll. Pada
dasarnya, terdapat manipulasi dasar yang dapat kita lakukan, yaitu :
• Cara mengontrol ansietas
• Cara mengatasi depresi
• Cara menghadapi psikosis

Mengenai lama pendidikan yang dijalani untuk menguasai teknik-teknik


tersebut amat bervariasi, tergantung dari latar belakang pendidikan serta jenis
psikoterapi yang ingin dimahiri (lihat pembagian jenis psikoterapi; untuk konseling
misalnya, minimal diperlukan waktu dua minggu untuk dapat melakukannya
sendiri, sedangkan untuk psikoterapi berorientasi dinamik, diperlukan pendidikan
intensif sekitar lima-enam tahun untuk mendapatkan ilmu dan ketrampilan yang
memadai).

d. Kepribadian
Merupakan variabel yang penting dalam psikoterapi (selain variabel pasien
dan teknik yang digunakan) yang berpengaruh penting dalam menentukan arah dan
hasil terapi. Seseorang yang ingin melakukan psikoterapi hendaknya memiliki
kepribadian dengan kualitas khusus yang memungkinkan untuk membentuk dan
memupuk hubungan yang tepat dan patut dengan pasien-pasiennya, dengan ciri-
ciri:

8
• Sensitif / sensibel
• Obyektif dan jujur
• Fleksibel
• Dapat berempati
• Relatif bebas dari problem emosional atau problem kepribadian yang
serius.

Sebaliknya, ciri/unsur kepribadian yang merugikan keberhasilan terapi, antara lain


– Kecenderungan untuk mendominasi, sombong/angkuh, otoriter
– Kecenderungan untuk pasif dan submisif
– Sulit untuk terlibat dalam hubungan personal yang bermakna
– Tidak mampu untuk mentoleransi ekspresi impuls tertentu
– Mempunyai kebutuhan untuk menggunakan pasien bagi pemuasan impuls
yang terpendam
– Mempunyai sifat destruktif

e. Pengalaman
Pengalaman yang diperoleh dalam menangani pasien, kekayaan
pengalaman dalam kehidupan sehari-hari, luasnya wawasan dalam pengetahuan,
budaya, agama, hal-hal spiritual, merupakan bekal yang penting. Problem pribadi
yang dialami tidak dapat menjadi ukuran dalam menangani pasien. Yang menarik
ialah bahwa tidak ada seorang pasien pun yang sama, setiap pasien adalah unik.
Pengalaman yang dimiliki akan berguna dalam mengatur strategi dan teknik untuk
mencapai tujuan terapi.

9
2.5. Jenis-Jenis Psikoterapi
a. Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, psikoterapi dibedakan atas:
1 Psikoterapi Suportif:
Tujuan:
– Mendukung fungsi-fungsi ego, atau memperkuat mekanisme defensi yang ada
– Memperluas mekanisme pengendalian yang dimiliki dengan yang baru dan lebih
baik.
– Perbaikan ke suatu keadaan keseimbangan yang lebih adaptif.
Cara atau pendekatan: bimbingan, reassurance, katarsis emosional, hipnosis,
desensitisasi, eksternalisasi minat, manipulasi lingkungan, terapi kelompok.

2 Psikoterapi Reedukatif:
Tujuan:
Mengubah pola perilaku dengan meniadakan kebiasaan (habits) tertentu dan
membentuk kebiasaan yang lebih menguntungkan.
Cara atau pendekatan: Terapi perilaku, terapi kelompok, terapi keluarga,
psikodrama, dll.

3. Psikoterapi Rekonstruktif:
Tujuan :
Dicapainya tilikan (insight) akan konflik-konflik nirsadar, dengan usaha untuk
mencapai perubahan luas struktur kepribadian seseorang.
Cara atau pendekatan: Psikoanalisis klasik dan Neo-Freudian (Adler, Jung,
Sullivan, Horney, Reich, Fromm, Kohut, dll.), psikoterapi berorientasi
psikoanalitik atau dinamik.

10
b. Menurut “dalamnya”, psikoterapi terdiri atas:
1. ”superfisial”, yaitu yang menyentuh hanya kondisi atau proses pada
“permukaan”, yang tidak menyentuh hal-hal yang nirsadar atau materi
yangdirepresi.
2. “mendalam” (deep), yaitu yang menangani hal atau proses yang tersimpan dalam
alam nirsadar atau materi yang direpresi.

c. Menurut teknik yang terutama digunakan, psikoterapi dibagi menurut teknik


perubahan yang digunakan, antara lain psikoterapi ventilatif, sugestif, katarsis,
ekspresif, operant conditioning, modeling,asosiasi bebas, interpretatif, dll.

d. Menurut konsep teoretis tentang motivasi dan perilaku, psikoterapi dapat


dibedakan menjadi: psikoterapi perilaku atau behavioral (kelainan mental-
emosional dianggap teratasi bila deviasi perilaku telah dikoreksi); psikoterapi
kognitif (problem diatasi dengan mengkoreksi sambungan kognitif automatis yang
“keliru”; dan psikoterapi evokatif, analitik, dinamik (membawa ingatan, keinginan,
dorongan, ketakutan, dll. yang nirsadar ke dalam kesadaran). Psikoterapi kognitif
dan perilaku banyak bersandar pada teori belajar, sedangkan psikoterapi dinamik
berdasar pada konsep-konsep psikoanalitik Freud dan pasca-Freud.

e. Menurut setting-nya, psikoterapi terdiri atas psikoterapi individual dan kelompok


(terdiri atas terapi marital/pasangan, terapi keluarga, terapi kelompok)
Terapi marital atau pasangan diindikasikan bila ada problem di antara pasangan,
misalnya komunikasi, persepsi,dll. Terapi keluarga, dilakukan bila struktur dan
fungsi dalam suatu keluarga tidak berjalan sebagaimana mestinya. Bila salah satu
anggota keluarga mengalami gangguan jiwa, akan mempengaruhi keadaan dan
interaksi dalam keluarga dan sebaliknya, keadaan keluarga akan mempengaruhi
gangguan serta prognosis pasien. Untuk itu seluruh anggota keluarga diwajibkan
hadir pada setiap sesi terapi. Terapi kelompok, dilakukan terhadap sekelompok
pasien (misalnya enam atau delapan orang), oleh satu atau dua orang terapis.
Metode dan caranya bervariasi; ada yang suportif dan bersifat edukasi, ada yang

11
interpretatif dan analitik. Kelompok ini dapat terdiri atas pasien-pasien dengan
gangguan yang berbeda, atau dengan problem yang sama, misalnya gangguan
makan, penyalahgunaan zat, dll. Diharapkan mereka dapat saling memberikan
dukungan dan harapan serta dapat belajar tentang cara baru mengatasi problem
yang dihadapi.

f. Menurut nama pembuat teori atau perintis metode psikoterapeutiknya,


psikoterapi dibagi menjadi psikoanalisis Freudian, analisis Jungian, analisis
transaksional Eric Berne, terapi rasional-emotif Albert Ellis, konseling non-direktif
Rogers, terapi Gestalt dari Fritz Perls, logoterapi Viktor Frankl, dll.

g. Menurut teknik tambahan khusus yang digabung dengan psikoterapi, misalnya


narkoterapi, hypnoterapi, terapi musik, psikodrama, terapi permainan dan peragaan
(play therapy), psikoterapi religius, dan latihan meditasi.

h. Yang belum disebutkan dalam pembagian di atas namun akhir-akhir ini banyak
dipakai antara lain: konseling, terapi interpersonal, intervensi krisis.

Konseling:
Menurut para ahli sebetulnya tidak termasuk psikoterapi, oleh karena tidak
memenuhi kriteria dan batasannya, antara lain teknik, tujuan dan orang yang
melakukannya, walaupun hubungan yang terjadi di dalamnya juga merupakan “the
helping relationships”. Konseling bukan hanya hubungan profesional antara
dokter-pasien, tetapi dapat dilakukan dalam berbagai bidang profesi, misalnya guru,
pengacara, penasehat keuangan, dsb.

Konseling:
Merupakan proses membantu seseorang untuk belajar menyelesaikan masalah
interpersonal, emosional dan memutuskan hal tertentu.
Fokus pada masalah klien atau pasien.
Percakapannya merupakan percakapan dua arah.

12
Bentuknya terstruktur, yaitu terdiri atas: menyambut, membahas, membantu
menetapkan pilihan, mengingatkan.
Bertujuan membantu klien untuk mengenal dirinya, memahami permasalahannya,
melihat peluang dan mencari alternatif penyelesaiannya.
Memerlukan kemampuan melakukan komunikasi interpersonal. Konseling
dilakukan dalam suasana yang menjamin rasa aman dan nyaman

Tujuan:
– Membantu kemampuan klien atau pasien untuk mengambil keputusan
yang bijaksana dan realistik.
– Menuntun perilaku klien/pasien agar mampu mengemban konsekuensinya
– Memberikan informasi dan edukasi
Terdapat dua tipe konseling:
a. Pengarahan untuk mengatasi kesulitan pengambilan keputusan
b. Konseling untuk membantu seseorang dalam suatu pilihan yang vital

Terapi interpersonal:
Dilakukan terhadap pasien yang mengalami konflik saat ini dengan pihak-
pihak lain yang bermakna sehingga ia mengalami kesulitan dalam beradaptasi
terhadap perubahan-perubahan dalam karier atau peran sosial atau perubahan hidup
lainnya. Banyak dilakukan terhadap depresi sedang dan berat.

Intervensi krisis:
Dilakukan terhadap pasien yang sedang mengalami suatu krisis dan memerlukan
tindakan segera (catatan: krisis yaitu suatu respons terhadap keadaan bahaya atau
penuh risiko dan dirasakan/dihayati sebagai keadaan yang menyakitkan, agar
tercapai kembali keadaan seimbang (emotional equilibrium). Dalam terapi ini kita
harus secepatnya membina hubungan interpersonal yang adekuat serta mengerti
peran psikodinamik dan hubungannya terhadap krisis yang terjadi. Teknik yang
dilakukan yaitu reassurance, sugesti, manipulasi lingkungan dan medikasi

13
psikotropik. Kita ajarkan kepada pasien untuk menghindari situasi yang berbahaya
untuk mencegah terjadinya kembali krisis di masa yang akan datang.

2.6. Proses Psikoterapi


Dalam psikoterapi, begitu banyak variabel yang berperan sehingga kita
dapat kehilangan arah dan terhalang oleh faktor-faktor yang mempengaruhi proses,
baik dari sisi pasien, dokter maupun sifat hubungan antara dokter-pasien.
Dari sisi pasien, faktor yang dapat mempengaruhi proses, antara lain adanya
motivasi, fenomena transferensi, resistensi, mekanisme defensi, dsb. Transferensi
adalah suatu distorsi persepsi pada pasien, yang secara nirsadar menganggap
seorang terapis sebagai figur yang bermakna pada masa lalunya. Bila hal ini
diketahui/disadari oleh terapis, justru dapat digunakan sebagai alat atau sarana
untuk mencapai tujuan psikoterapi. Resistensi (berbeda dengan definisi menurut
ilmu kedokteran umum - yang berarti daya tahan organisme terhadap penyakit)
yaitu perlawanan pasien terhadap usaha-usaha untuk mengubah pola perilakunya,
memberikan suatu tilikan, membuat unsur nirsadar menjadi sadar. Mekanisme
defensi, yaitu mekanisme nirsadar untuk mengelakkan pengetahuan sadar tentang
konflik dan ansietas yang berkaitan dengan hal itu.
Dari pihak dokter atau terapis, hal yang sama dapat pula dialami, yaitu
kontra-transferensi (salah persepsi terapis terhadap pasiennya), resistensi, dsb.,
disertai teknik dan ketrampilan yang dimiliki oleh sang terapis, turut mempengaruhi
proses terapi. Secara garis besar, untuk psikoterapi yang terstruktur, terdapat
kerangka umum yang terencana, sehingga seseorang dapat lebih terarah dan mantap
dalam usaha untuk mencapai tujuan terapeutik yang bermakna. Kerangka kerja
umum tersebut hendaknya cukup luwes dan luas (holistik), yang dapat mencakup
berbagai orientasi dan disiplin. Adapun kerangka proses psikoterapi tersebut:
1. Fase Awal:
Tujuannya membentuk hubungan kerja dengan pasien. Tugas Terapeutik :
1. Memotivasi pasien untuk menerima terapi,
2. Menjelaskan dan menjernihkan salah pengertian mengenai terapi (bila ada),

14
3. Meyakinkan pasien bahwa terapis mengerti penderitaannya dan bahwa terapis
mampu membantunya,
4. Menetapkan secara tentatif mengenai tujuan terapi.
Resistensi pada pasien dapat tampil dalam bentuk:
1. Tidak ada motivasi terapi dan tidak dapat menerima fakta bahwa ia dapat
dibantu, 2.Penolakan terhadap arti dan situasi terapi,
3. Tidak dapat dipengaruhi, terdapat hostilitas dan agresi, dependensi yang
mendalam, dan 4. Berbagai resistensi lain yang menghambat terjalinnya
hubungan yang sehat dan hangat.
Masalah kontratransferensi dalam diri terapis, antara lain:
1. Tidak mampu bersimpati, berkomunikasi dan saling mengerti secara timbal
balik,
2. Timbul iritabilitas terhadap penolakan pasien untuk terapi dan terhadap
terapis,
3. Tidak mampu memberi kehangatan kepada pasien, dan
4. Tidak dapat menunjukkan penerimaan dan pengertian terhadap pasien dan
masalahnya.

2. Fase Pertengahan:
Tujuannya: menentukan perkiraan sebab dan dinamik gangguan yang dialami
pasien, menerjemahkan tilikan dan pengertian (bila telah ada), menentukan langkah
korektif. Tugas terapeutik:
1.Mengeksplorasi berbagai frustrasi terhadap lingkungan dan hubungan
interpersonal yang menimbulkan ansietas. Bila melakukan psikoterapi dinamik,
gunakan asosiasi, analsisi karakter, analisis transferensi, interpretasi mimpi. Pada
terapi perilaku, kita menilai faktor-faktor yang perlu diperkuat dan gejala-gejala
yang perlu dihilangkan.
2. Membantu pasien dalam mengatasi ansietas yang berhubungan dengan
problem kehidupan.

15
Resistensi pada pasien dapat tampil dalam bentuk:
1. Rasa bersalah terhadap pernyataan dan pengakuan adanya gangguan dan
kesulitan dalam hubungan interpersonal dengan lingkungan,
2. Tidak mau, atau tidak mampu (bila ego lemah), menghadapi dan mengatasi
ansietas yang berhubungan dengan konflik, keinginan dan ketakutan

Masalah kontratransferensi dalam diri terapis dapat berupa:


1.Terapis mengelak dari problem pasien yang menimbulkan ansietas dalam diri
terapis;
2. Ingin menyelidiki terlalu dalam dan cepat pada fase permulaan,
3. Merasa jengkel terhadap resistensi pasien.

3. Fase akhir:
Tujuannya yaitu: terminasi terapi. Tugas terapeutiknya antara lain:
1. Menganalisis elemen-elemen dependensi hubungan terapis – pasien;
2. Mendefinisikan kembali situasi terapi untuk mendorong pasien membuat
keputusan, menentukan nilai dan cita-cita sendiri.
3. Membantu pasien mencapai kemandirian dan ketegasan diri yang setinggi-
tingginya.

Resistensi pada pasien dapat berupa:


1. Penolakan untuk melepaskan dependensi;
2. Ketakutan untuk mandiri dan asertif

Masalah kontratransferensi pada terapis:


1. Kecenderungan untuk mendominasi dan terlalu melindungi pasien;
2. Tidak mampu mengambil sikap/peran yang non direktif sebagai terapis.

16
2.7. Efektivitas Psikoterapi
Dari berbagai penelitian statistik yang telah dilakukan, ternyata di antara
sekian banyak bentuk dan jenis psikoterapi yang ada, tidak satu pun terbukti lebih
unggul daripada yang lain. Perbaikan terapeutik yang dicapai, ditentukan oleh
faktor-faktor:
- tujuan yang ingin dicapai
- motivasi pasien
- kepribadian dan ketrampilan terapis
- teknik yang digunakan

17
BAB III
KESIMPULAN
Telah diuraikan dasar-dasar psikoterapi secara singkat dan terbatas.
Psikoterapi memang merupakan ilmu dan ketrampilan tersendiri yang bermanfaat
untuk pasien-pasien dengan problem kejiwaan khususnya dan problem kesehatan
pada umumnya. Ilmu dan ketrampilan ini dapat diajarkan dan dipelajari namun
memerlukan waktu yang tidak sedikit, ketekunan serta kepribadian terapis yang
juga tidak kalah pentingnya.
Untuk dokter umum yang bertugas sebagai ujung tombak dalam sistem
pelayanan kesehatan di tanah air, psikoterapi penting untuk dipelajari, walaupun
memerlukan waktu yang khusus dan cukup lama untuk mempelajari kembali karena
terdiri atas teknik-teknik dan metode tertentu. Oleh karena itu, minimal konseling
dan psikoterapi suportif hendaknya dapat dipahami dengan baik. Psikoterapi dapat
menambah efektivitas terapi lain; bila serang dokter tidak memahaminya, bukan
hanya tidak akan menambah efektivitas terapinya, melainkan setidaknya
diharapkan dapat menghindarkan hal-hal yang dapat merugikan pasiennya.
Dalam melakukan wawancara dalam praktek sehari-hari dengan pasien,
beberapa hal yang perlu diingat antara lain bahwa wawancara mengandung makna
terapeutik selain untuk pengambilan data dalam upaya penegakan diagnosis.
Komunikasi antara dokter-pasien adalah penting. Dalam berhadapan dengan
pasien, hendaknya kita senantiasa membina hubungan interpersonal dengan
optimal, mengerti dan sadar apa yang kita bicarakan, bagaimana cara
penyampaiannya, bilamana, serta dalam konteks apa kita menyampaikan
pernyataan atau pertanyaan-pertanyaan kita. Hendaknya kita perlu belajar
memantau hal-hal tersebut agar ucapan-ucapan dan sikap kita terhadap pasien
sedapat-dapatnya beralasan profesional dan sesedikit mungkin tercampur oleh
unsur-unsur yang berasal dari respons emosional subyektif kita.
Ketrampilan yang perlu dilatih terus-menerus ialah dalam mendengarkan
dengan cermat (empathic listening). Dengan mendengar dengan teliti, disertai
observasi yang cermat, serta didasari oleh pengetahuan yang memadai tentang

18
psikologi, psikopatologi dan proses-proses kejiwaan, kita akan mendapat gambaran
yang tepat dan menyeluruh tentang pasien.
Setelah melakukan wawancara dengan pasien, hendaknya kita dapat
membuat konklusi tentang keadaan mental pasien {seberapa cemas, apakah ia
dalam keadaan depresi, bingung (confuse), marah, atau bahkan tidak mengerti harus
berbuat apa}; setelah itu tentunya kita harus mengetahui langkah apa yang harus
kita perbuat untuk menolongnya.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Lubis D.B. Buku Ajar Psikiatri. Edisi Ke-III. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta:2017.
2. Gabbard G.O. Individual Psychotherapy, in Psychodynamic Psychiatry
Clinical Practice - The DSM - IV Edition, American Psychiatric Press, 2000
3. Mansjoer, Arif, et al. Kapita selekta kedokteran. Media Aesculapius. 2001
4. Kaplan, Sadock’s ; Psikoterapi, Sinopsis Psikiatri, Edisi Ketujuh, Jilid 2,
5. Maramis WF; Psikoterapi, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa ed. 7, Airlangga
University, 2009 : hal : 478-490.
6. Tomb, David A: Buku Saku Psikiatri, ed-6, EGC, 2004

20

Anda mungkin juga menyukai