SMF Pediatri
Tanggal:
Pendahuluan
Pada proses awal atau SN ringan untuk menegakkan diagnosis tidak semua
gejala tersebut harus ditemukan. Proteinuria masif merupakan tanda khas SN, tetapi
pada SN yang berat yang disertai kadar albumin serum rendah, ekskresi protein
dalam urin juga berkurang. Proteinuria juga berkontribusi terhadap berbagai
kompli-kasi yang terjadi pada SN. Hipoalbumine-mia, hiperlipidemia, lipiduria,
gangguan keseimbangan nitrogen, hiperkoagulabilitas, gangguan metabolisme
kalsium, tulang, dan hormon tiroid sering dijumpai pada SN. Umumnya pada SN
fungsi ginjal normal kecuali sebagian kasus yang berkembang menjadi penyakit
ginjal tahap akhir (PGTA). Pada beberapa episode, SN dapat sembuh sendiri dan
menunjukkan respons yang baik terhadap terapi steroid, tetapi sebagian lain dapat
berkembang menjadi kronik
Tujuan dari laporan kasus ini adalah melaporkan suatu kasus relaps pada anak
laki-laki penderita sindrom nefrotik usia 1 tahun 6 bulan
Kasus
Pasien, U.S, laki-laki usia 1 tahun 6 bulan, dibawa oleh ibu pasien ke IGD Rumah
Sakit Murni Teguh Memorial Hospital pada hari Senin, 21 Mei 2019 dengan
keluhan bengkak di seluruh tubuh. Bengkak dialami secara perlahan paling terlihat
mulai dari bawah mata ke seluruh tubuh sejak 2 minggu lalu. Mata pasien selain
bengkak juga sulit dibuka dan banyak kotoran mata yang lengket dan kental.. Pola
makan pasien ±3 minggu sebelum masuk rumah sakit tidak teratur dan bebas
minum susu sebanyak yang diinginkan pasien. Pasien mengalami batuk, flu dan
pilek 2 minggu sebelum mulai bengkak. Tidak ada riwayat demam, mual dan
muntah. Buang air besar normal namun Ibu pasien mengatakan dua minggu terakhir
air kencing sedikit dan berwarna pekat seperti warna teh.
Riwayat kelahiran: Lahir secara SC, cukup bulan, dengan BB 3200 gram, PB: tidak
ingat, LK: tidak ingat.
Riwayat pemakaian obat: Obat dari dokter, ibu pasien tidak mengingat nama-nama
obat pasien.
Pemeriksaan Fisik
Sensorium : CM
Temperatur : 37,1°C
BB : 12,30 kg
PB : 80 cm
BB/U :
PB/U :
BB/PB :
Pucat (‒) Ikterik (‒) Sianosis (‒) Dispnoe (‒) Edema (‒)
Kepala : Normocephali, Simetris, Deformitas tulang (‒)
Rambut hitam tidak mudah dicabut
Tampak edema pada seluruh wajah
Mata : Refleks cahaya (+/+), Pupil bulat isokor Ø 3mm/3mm,
Edema palpebra (+/+), Conjungtiva anemis (‒/‒),
Sklera ikterik (‒/‒)
Telinga : Bentuk normal, Liang telinga bersih kiri = kanan
Hidung : Nafas cuping hidung (‒), Mukosa merah muda, sekret (‒),
Edema konka (‒/‒), Septum deviasi(‒)
Mulut : Mukosa bibir kering (‒), Sianosis (‒)
Stomatitis (‒), Gingivitis(‒), Bercak lidah (‒), Tremor (‒)
Tonsil T1/T1 tenang, Faring hiperemis (+)
Leher : Trakea terletak ditengah, Pembesaran KGB (‒),
Kaku kuduk (‒)
Thoraks : Simetris fusiformis, ketinggalan pernafasan (‒)
Retraksi sela iga (‒), Suara pernafasan vesikuler,
Suara tambahan (‒) Bunyi jantung S1/S2 reguler
Frekuensi jantung: 142x/menit, reguler, tidak ada murmur
Frekuensi napas: 28x/menit, reguler, tidak ada ronki
Abdomen : Abdomen terlihat cembung kesan asites,
Peristaltik (+) normal, Redup diseluruh regio,
Soepel, H/L/R tidak teraba
Genitalia : Skrotum dan penis tampak membengkak
Extremitas : Nadi 142x/menit, reguler, tegangan/volume cukup
Capillary refill time <2 detik, tidak sianosis.
Superior : Akral hangat, palmar eritema (‒)
Inferior : Akral hangat, pitting edema (+/+)
HEMATOLOGI
Haemoglobin * 9.0 10.6 - 16.0 g/dl
Leukosit 13.64 6.00 - 18.00 10^3/µL
Eritrosit * 3.14 3.40 - 5.00 10^6/µL
Thrombosit * 627 150 - 450 10^3/µL
Hematokrit * 25.3 32.0 - 50.0 %
MPV 6.9 6.0 - 9.5 fL
RDW * 16.2 11.5 - 14.0 %
HDW 2.91 2.38 - 3.15 g/dL
PDW 44.1 25.0 - 65.0 %
Nilai Nilai MC
MCV 80.7 72.0 - 88.0 fL
MCH 28.5 24.0 - 30.0 pg
MCHC * 35.4 30.0 - 35.0 g/dL
Hitung Jenis
Eosinofil 1.5 1.0 - 3.0 %
Basofil 0.7 0.0 - 1.0 %
Neutrofil 51.2 50.0 - 70.0 %
Limfosit 34.6 20.0 - 40.0 %
Monosit * 12.0 2.0 - 8.0 %
KIMIA
LIVER FUNCTION
Albumin * 0.2 3.4 - 5.0 g/dl
RENAL FUNCTION
Urea * 65 13 - 43 mg/dl
Creatinine * 0.41 0.90 - 1.30 mg/dl
ELECTROLYT TES
Natrium 136 135 - 147 mmol/l
Kalium 4.90 3.50 - 5.50 mmol/l
Chloride * 112 94 – 111 mmol/l
Calcium * 6.0 9.0 - 11.0 mg/dl
FOLLOWUP PASIEN
21/5/2019
S : Bengkak terdapat di daerah kelopak mata pasien, di daerah
perut dan kaki, dan kemaluan.
Batuk juga dikeluhkan dan disertai dahak.
BAB (‒) tidak ada sejak masuk
BAK bewarna kuning keruh
Pemeriksaan fisik
Kepala : Edema pada seluruh wajah
Mata : Palpebra edema (+)
Telinga : dbn
Hidung : dbn
Mulut : Faring hiperemis (+)
Leher : Kaku kuduk (‒)
Thoraks : Suara vesikuler
Abdomen : Acites (+).
Genitalia : Edema skrotum (+), edema penis (+)
Ektremitas: Pitting edema (+) pada kedua tungkai.
Berat badan : 12.48 kg
A : Sindrom Nefrotik Relaps + Faringitis
P : - Inj. Ceftriakson 500mg/12 jam
- Inj. Furosemide 40mg/8 jam
- Spironolakton 2x35mg
- Diet rendah garam 1100 kkal + 15 gr protein
22/5/2019
S : Bengkak masih terdapat di daerah kelopak mata pasien, di
daerah perut dan kaki, dan kemaluan.
Ibu anak mengeluhkan demam naik turun
Batuk juga masih dikeluhkan dan disertai dahak.
BAB (‒) tidak ada sejak masuk
BAK bewarna kuning keruh
Pemeriksaan fisik
Kepala : Edema pada seluruh wajah
Mata : Palpebra edema (+)
Telinga : dbn
Hidung : dbn
Mulut : Faring hiperemis (+)
Leher : Kaku kuduk (‒)
Thoraks : Suara vesikuler
Abdomen : Acites (+).
Genitalia : Edema skrotum (+), edema penis (+)
Ektremitas: Pitting edema (+) pada kedua tungkai.
23/5/2019
S : Bengkak mulai berkurang di daerah kelopak mata pasien,
didaerah perut dan kaki, dan kemaluan.
Demam naik turun
Batuk juga masih dikeluhkan dan disertai dahak.
BAB (+)
BAK bewarna kuning keruh
Pemeriksaan fisik
Kepala : Edema pada seluruh wajah
Mata : Palpebra edema (+)
Telinga : dbn
Hidung : dbn
Mulut : Faring hiperemis (+)
Leher : Kaku kuduk (‒)
Thoraks : Suara vesikuler
Abdomen : Acites (+).
Genitalia : Edema skrotum (+), edema penis (+)
Ektremitas: Pitting edema (+) pada kedua tungkai.
Pemeriksaan fisik
Kepala : Edema pada seluruh wajah, berkurang
Mata : Palpebra edema (+), berkurang
Telinga : dbn
Hidung : dbn
Mulut : Faring hiperemis (+)
Leher : Kaku kuduk (‒)
Thoraks : Suara vesikuler
Abdomen : Acites (+).
Genitalia : Edema skrotum (+), edema penis (+), berkurang
Ektremitas: Pitting edema (+) pada kedua tungkai.
Elektrolit (24/05/2019)
Natrium 141 135 - 147
Kalium 4.40 3.50 - 5.50
Chloride 108 94 - 111
Calcium* 6.4 9.0 - 11.0
Albumin (24/05/2019)
Albumin* 0.3 3.4 -5
A : Sindrom Nefrotik Relaps + Faringitis
P : - IVFD RL 10 CC/jam
- Inj. Ceftriakson 500mg/12 jam
- Inj. Furosemide 40mg/8 jam
- Infus allbumin 20gr dalam 100cc dalam 6 jam
- Paracetamol Sirup 3x160 mg
- Aldactone 3x25 mg
- HTC 2x10 mg
- Diet rendah garam 1100 kkal + 15 gr protein
25/5/2019
S : Bengkak berkurang pada kelopak mata pasien, didaerah
perut dan kaki, dan kemaluan.
Batuk juga masih dikeluhkan dan disertai dahak.
BAB (+)
BAK bewarna kuning keruh
26/5/2019
S : Bengkak jauh berkurang pada kelopak mata pasien,
didaerah perut dan kaki, dan kemaluan.
Demam naik turun
Batuk disertai dahak makin memberat
BAB (+)
BAK bewarna kuning keruh
Pemeriksaan fisik
Kepala : Edema pada seluruh wajah, berkurang
Mata : Palpebra edema (+), berkurang
Telinga : dbn
Hidung : dbn
Mulut : Faring hiperemis (+)
Leher : Kaku kuduk (‒)
Thoraks : Suara vesikuler
Abdomen : Acites (+).
Genitalia : Edema skrotum (+), edema penis (+), berkurang
Ektremitas: Pitting edema (+) pada kedua tungkai.
Diskusi
Sindrom Nefrotik (SN) adalah kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari
proteinuria masif (≥ 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urine
sewaktu > 2 mg/mg atau dipstick ≥2+), hipoalbuminemia (≤ 2,5 gr/dL), edema, dan
dapat disertai hiperkolesterolemia (250 mg/uL). Prevalensi SN idiopatik pada
anak-anak berkisar 16 kasus per 100.000 anak dengan rata-rata 2-7 kasus baru per
100.000 anak. Insidensi SN di negara berkembang masih sangat tinggi. Di
Indonesia dilaporkan 6 kasus per 100.000 per tahunnya dengan perbandingan anak
laki-laki dengan anak perempuan 2:1. Berdasarkan etiologi, SN dibagi menjadi SN
kongenital, SN primer, dan SN sekunder. SN kongenital terjadi pada tiga bulan
pertama kehidupan dengan penyebab yang tidak diketahui/idiopatik. Kondisi yang
menyebabkan SN kongenital antara lain Finnish-type congenital nephrotic
syndrome (NPHS1, nephrin), Denys-Drash syndrome (WT1), Frasier syndrome
(WT1), Diffuse mesangial sclerosis (WT1, PLCE1). SN primer adalah penyakit
dengan kelainan terbatas hanya di dalam ginjal dan etiologinya tidak diketahui.
Etiologi SN primer mungkin berhubungan dengan genetik, imunologi, dan alergi.
Berdasarkan patologi anatomi, SN primer terbagi menjadi Sindrom Nefrotik
Kelainan Minimal (SNKM), Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS),
Mesangial Proliferative Difuse (MPD), Glomerulonefritis Membranoproliferatif
(GNMP), Nefropati Membranosa (GNM). Kelainan patologi anatomi yang paling
sering ditemukan pada anak adalah sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM).
Sindrom nefrotik sekunder adalah sindrom nefrotik yang timbul sebagai
akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat dari berbagai sebab yang
nyata seperti misalnya efek samping obat. Penyebab yang sering dijumpai antara
lain penyakit metabolik atau kongenital (diabetes melitus, amyloidosis, sindrom
Alport), infeksi (hepatitis B, AIDS), toksin dan alergen (logam berat, penicillin,
probenecid, racun serangga), serta penyakit sistemik bermediasi imunologik
misalnya Systemic Lupus Erythematosus (SLE) dan Henoch-Schonlein Purpura
(HSP).
Penegakan Diagnosa
Manifestasi klinis yang paling sering ditemukan adalah edema yang
menyeluruh dan terdistribusi mengikuti gaya gravitasi bumi. Edema sering
ditemukan dimulai dari daerah wajah dan kelopak mata pada pagi hari, yang
kemudian menghilang, digantikan oleh edema di daerah pretibial pada sore hari.
Anak biasanya datang dengan keluhan edema ringan, dimana awalnya
terjadi disekitar mata dan ekstremitas bawah. Sindrom nefrotik pada mulanya
diduga sebagai gangguan alergi karena pembengkakan periorbital yang menurun
dari hari ke hari. Seiring waktu, edema semakin meluas, dengan pembentukan
asites, efusi pleura, dan edema genital. Anorexia, iritabilitas, nyeri perut, dan diare
sering terjadi. Hipertensi dan hematuria jarang ditemukan. Differensial diagnosis
untuk anak dengan edema adalah penyakit hati, penyakit jantung kongenital,
glomerulonefritis akut atau kronis, dan malnutrisi protein. Empat gejala klinis yang
paling utama dari pasien SN adalah proteinuria, hipoalbuminemia, edema anasarca,
dan hiperlipidemi.
Pada pemeriksaan fisik harus disertai pemeriksaan berat badan, tinggi
badan, lingkar perut, dan tekanan darah. Tekanan darah umumnya normal atau
rendah, namun 21% pasien mempunyai tekanan darah tinggi yang sifatnya
sementara, terutama pada pasien yang pernah mengalami deplesi volume
intravaskuler berat. Keadaan ini disebabkan oleh sekresi renin berlebihan, sekresi
aldosteron, dan vasokonstriktor lainnya, sebagai respon tubuh terhadap
hipovolemia. Dalam laporan ISKDC (International Study of Kidney Diseases in
Children), pada SNKM ditemukan 22% disertai hematuria mikroskopik, 15-20%
disertai hipertensi, dan 32% dengan peningkatan kadar kreatinin dan ureum darah
yang bersifat sementara. Pasien sindrom nefrotik perlu diwaspadai sebagai gejala
syok dikarenakan kekurangan perfusi ke daerah splanchnik atau akibat peritonitis.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain:
1. Urinalisis dan bila perlu biakan urin.
2. Protein urin kuantitatif, dapat berupa urin 24 jam atau rasio protein /kreatinin
pada urin pertama pagi hari.
3. Pemeriksaan darah antara lain:
a. Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis, trombosit,
hematokrit, LED)
b. Kadar albumin dan kolesterol plasma
c. Kadar ureum, kreatinin, serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau
dengan rumus Schwartz
d. Kadar komplemen C3 bila dicurigai Lupus Eritematosus sistemik,
pemeriksaan ditambah dengan komplemen C4, ANA (Anti
nuclearantibody) dan anti ds-DNA
Indikasi biopsi ginjal:
a. Sindrom nefrotik dengan hematuria nyata, hipertensi, kadar kreatinin dan
ureum plasma meninggi, atau kadar komplemen serum menurun.
b. SDNS
c. SRNS
Penatalaksanaan
Terapi untuk edema yang timbul pada SN adalah melakukan diet rendah
garam. Edema yag berat mungkin memerlukan loop diuretic. Bila terapi tersebut
tidak memperbaiki edema secara bermakna, pemberian albumin 25% (0,5-1,0
g/kgbb IV selama 1-2 jam) dapat dilakukan secara hati-hati disertai dengan obat
dieresis seperti furosemid dan spironolakton. Terapi albumin yang diberikan dapat
diekskresi kembali, oleh sebab itu diet rendah garam dan pemberian obat dieresis
tetap dilakukan. Efusi pleura yang bermakna mungkin memerlukan drainase cairan
pleura. Hipertensi akut diterapi dengan β-blokers atau calcium channel blockers.6,7
Pada kasus ini terapi albumin dengan pemberian plasbumin 25% selama tiga hari
untuk sebagai tindakan kegawatdaruratan dan pemberian dieresis seperti
furosemide dan aldactone (spironolactone). Pengobatan SN relaps yaitu prednison
dosis penuh (FD) setiap hari sampai remisi (maksimal 4 minggu) kemudian
dilanjutkan dengan prednison intermittent atau alternating dose (AD) 40 mg/m2
LPB/hari selama 4 minggu. Untuk pengobatan SN relaps sering terdapat 4 opsi
pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid: