Anda di halaman 1dari 17

Notula Mini-Lokakarya Pre-Event The 7th PUMP

Membantu Orang dengan Depresi menggunakan Pendekatan


Suportif

SESI MATERI

1. Pendahuluan
Berdasarkan data WHO 2021, secara global depresi merupakan gangguan psikiatri
yang banyak dialami dan menimbulkan disabilitas bagi orang yang mengalami. Sekitar 3,8%
dari populasi di dunia mengalami depresi, termasuk 5,0% diantaranya orang dewasa dan
5,7% lansia. Kurang lebih sekitar 280 juta orang di dunia mengalami depresi.
Di Indonesia, khususnya di RSCM ditemukan bahwa gangguan depresi termasuk 5
besar kasus terbanyak, sekitar 2000 kasus di poliklinik jiwa RSCM pada tahun 2018-2022 dan
165 kasus pasien dengan gangguan depresi yang cukup berat sehingga harus di rawat inap
RSCM pada tahun 2019-2022 seperti perilaku menyakiti diri sendiri yang tidak bisa dikontrol,
atau perilaku mengakhiri hidup.

Depresi merupakan gangguan mood atau suasana perasaan yang ditandai dengan
gejala utama berupa:
- Afek depresif
- Kehilangan minat maupun anhedonia. Awalnya senang beraktivitas dan
menekuni hobi, kemudian ketika mengalami depresi menjadi malas dan tidak
ingin melakukan hal-hal tersebut.
- Kehilangan energi yang ditandai dengan cepat lelah dan menurunnya aktivitas.
Contohnya dapat ditemukan pasien cepat lelah bahkan ketika belum
melakukan aktivitas apapun.
Selain itu terdapat gejala tambahan lain, seperti :
- Konsentrasi atau perhatian yang berkurang.
- Harga diri maupun kepercayaan diri yang berkurang
- Rasa bersalah atau rasa tidak berguna
- Memiliki pandangan tentang masa depan yang suram serta pesimistis.
Contohnya pasien yang sedang sakit kronis merasa tidak ada harapan untuk
membaik.
- Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
- Tidur terganggu, dan nafsu makan berkurang.
Kemudian secara klinis, depresi dapat dibedakan menjadi depresi ringan, sedang,
berat dan bisa bisa dikategorikan menjadi depresi dengan gangguan psikotik.

Tanda Darurat pada Orang dengan Depresi


Pada pasien dengan gangguan depresi yang dirawat inap seringkali ditemukan tanda-
tanda darurat berupa :
- Membicarakan tentang rencana bunuh diri, ,enyakiti diri sendiri, dan kematian
- Menarik diri dari lingkungan sosial
- Merasa putus asa atau terjebak dalam suatu masalah, mengatakan bahwa
mereka tidak memiliki alasan untuk hidup atau tidak memiliki tujuan hidup
- Mulai mencari akses untuk mengakhiri hidup
Sebagai orang yang bekerja di bidang profesional kesehatan, apabila
menemukan orang dengan situasi tersebut, perlu bertindak segera dengan
menjauhkan dari situasi yang membahayakan, dan menyarankan ke fasilitas
kesehatan terdekat. Selain itu, lakukan penilaian risiko bunuh diri dan
hospitalisasi jika perlu.

Psikoterapi
Gangguan psikiatri terdiri atas aspek organo-biologik, psiko-edukatif, serta sosio-
kultural-spiritual, sehingga penatalaksanaannya melibatkan terapi biologik/farmakologi dan
juga intervensi psikososial termasuk psikoterapi. Psikoterapi merupakan senjata utama bagi
psikiater untuk mengidentifikasi dan memahami kebutuhan pasien, sehingga dapat
menentukan pertolongan psikologis yang paling sesuai bagi pasien, dan dapat mendukung
keberlanjutan terapi. Selain itu psikoterapi sering disebut “treatment for the mind”. Dalam
praktiknya, psikoterapi dilakukan dengan percakapan dan observasi Percakapan psikoterapi
antara dokter dan pasien dapat mengubah pandangan, keyakinan serta perilaku pasien.
Pasien belajar mengenal diri sendiri dan hubungannya dengan orang lain melalui interaksinya
dengan terapis. Diharapkan dengan keberhasilan psikoterapi, pasien dapat meningkatkan
fungsi dan kualitas hidupnya. Tentunya proses membantu pasien melalui psikoterapi
memerlukan waktu yang tidak sebentar, teknik yang spesifik, dan jumlah sesi yang banyak,
sehingga pelaksanaannya dalam praktik sehari-hari menjadi tantangan tersendiri. Menjamin
keberlangsungan terapi bagi pasien dengan memberikan psikoterapi yang baik dan tepat,
merupakan hal yang wajib dilakukan oleh psikiater dan dokter umum. Manfaat dari psikoterapi
pada orang dengan depresi sudah terbukti secara empiris, pada suatu RCT (Randomized
Clinical Trial) ditemukan pemberian psikoterapi supportif selama 32 sesi menghasilkan luaran
penurunan gejala dan perbaikan kualitas hidup pasien.

Keterkaitan Psikoterapi dengan Neurosains


Psikoterapi berkaitan dengan neurosains, dimana psikoterapi mempengaruhi fungsi
dan struktur otak. Melalui neuroimaging / pencitraan dapat dilihat bahwa terdapat aktivitas
listrik dan metabolik pada otak ketika dilakukan psikoterapi. Selain itu, sesuai dengan konsep
neuroplastisitas bahwa perubahan biologis terjadi karena proses belajar dan proses belajar
diikuti perubahan biologis di otak yang bisa diprediksi. Kemudian perlu dipahami bahwa
terdapat fenomena self-directed neuroplasticity yaitu apabila perhatian diarahkan dan dilatih
dengan tujuan tertentu, dapat memicu perubahan biologis pada otak. Pada proses psikoterapi
selalu melibatkan self-directed neuroplasticity dalam mengembangkan perilaku dan berpikir
secara sehat. Sebenarnya aktivitas yang dilakukan pada proses psikoterapi merupakan
stimulus yang dapat memicu neuroplastisitas karena melibatkan proses kognitif dan emosi
dari otak.

Aspek Neurosains dari Psikopatologi


Psikopatologi berkaitan dengan tanda dan gejala yang dialami pasien. Contohnya
pada pasien dengan depresi bisa mengalami suasana perasaan menurun, atau perasaan
bersalah, Psikopatologi dapat muncul karena adanya gangguan dalam perkembangan,
integrasi, ataupun koordinasi jaringan neuron. Terdapat gangguan integrasi (stimulasi atau
inhibisi) antara jaringan neuron korteks serebral kiri maupun kanan serta sistem limbik yang
berperan dalam proses kognisi dan afek (suasana perasaaan). Oleh karena itu psikoterapi
akan memperbaiki integrasi antara jaringan kognisi dengan jaringan afek, sehingga
psikoterapi membawa manfaat terhadap pasien.

2. Prinsip dan Teknik Dasar Psikoterapi Suportif


Prinsip Psikoterapi Suportif
Psikoterapi adalah terapi atau pengobatan yang menggunakan cara-cara psikologik,
dilakukan oleh seseorang yang terlatih khusus, yang menjalin hubungan kerjasama secara
profesional dengan seorang pasien, dengan tujuan untuk menghilangkan, mengubah atau
menghambat gejala-gejala dan penderitaan akibat penyakit. Jadi pada pelaksanaan
psikoterapi terdapat terapis dan pasien yang bekerja sama. Berdasarkan tujuan, psikoterapi
dapat dibedakan menjadi :
- Psikoterapi Suportif yang bertujuan untuk mendukung fungsi ego
- Psikoterapi Reedukatif
- Psikoterapi Rekonstruktif yang bertujuan untuk merekonstruksi/menata ulang
kepribadian seseorang, sehingga bisa memiliki insight yang lebih baik terhadap
dirinya.
Psikoterapi suportif merupakan terapi psikologik yang ditandai dengan percakapan
diadik (dua arah) antara terapis dengan pasien dengan tujuan :
- meredakan gejala yang dialami pasien,
- membantu pasien mempertahankan, memulihkan, atau meningkatkan self-esteem,
- mendukung dan memperkuat fungsi ego, dan keterampilan adaptasi
- membantu pasien memperluas mekanisme pengendalian yang dimiliki, agar pasien
menjadi lebih adaptif dan seimbang

Dapat dilihat bahwa fokus dari psikoterapi suportif ada tigas yaitu self-esteem, fungsi
ego, dan cara beradaptasi.
- Self-esteem menyangkut penilaian pasien terhadap dirinya tentang apakah dirinya
efektif, cukup percaya diri, dan memiliki harapan. Sudah dibahas dalam sesi seminar
bagaimana seseorang menilai dirinya seberapa berharga.
- Fungsi ego merupakan fungsi psikologik yaitu fungsi relasi terhadap realitas, berpikir,
mekanisme defensi / adaptasi, regulasi afek (mengatur/mengelola perasaan), serta
fungsi sintesis.
- Keterampilan adaptasi merupakan upaya yang dilakukan seseorang untuk berfungsi
secara baik dalam lingkungan kehidupannya termasuk ketika menghadapi masalah di
lingkungannya.

Psikoterapi suportif tidak mengubah kepribadian, tujuannya untuk mendukung fungsi


ego pasien, self-esteem dan keterampilan adaptasi. Selain itu psikoterapi suportif membantu
pasien mengatasi gejala, mencegah kekambuhan dari gangguan mental dan membantu
pasien berdamai dengan masalah yang dihadapinya. Hal yang perlu diketahui terapis adalah
hal yang memengaruhi mental seseorang seringkali tidak disadari, pengalaman saat kecil
dapat memengaruhi kehidupan dewasa, serta gejala dan dan perilaku yang memengaruhi
fungsi sehari-hari seringkali tidak disadari dan bersifat kompleks. Sehingga terapis perlu
membantu pasien untuk melihat masalah satu persatu agar pasien tidak kewalahan.

Teknik Psikoterapi Suportif


Teknik psikoterapi suportif bertujuan untuk :
- Mengembangkan aliansi terapi dengan pasien. Hubungan dan rasa saling percaya
antara dokter/terapis dengan pasien itu perlu dikembangkan, sehingga pasien menjadi
lebih nyaman untuk bercerita.
- Membangun self esteem, sehingga pasien merasa dirinya lebih berharga dan
membangun rasa percaya diri.
- Mengembangkan keterampilan adaptasi,
- Meredakan dan mencegah kecemasan atau rasa depresi
- Memperluas pemahaman diri.

Teknik yang bisa dilakukan adalah untuk mengembangkan aliansi terapi, maka terapis
perlu :
- Menunjukkan ketertarikan,
- Menunjukkan empati,
- Menunjukkan pengertian,
- Mendukung pasien untuk berkomentar lebih jauh,
- Selalu membangun gaya percakapan yang giliran pasien, sehingga terapi selalu
memfasilitasi pasien untuk menarasikan ceritanya, bukan mengobrol secara
bergantian.
- Jika sudah berhasil membangun aliansi terapi, bisa jadi aliansi terapi yang timbul
kurang baik atau disebut ruptura karena menjauh yang perlu diperbaiki oleh terapis.

Dalam membangun self esteem, bisa dilakukan dengan teknik :


- Memberikan pujian,
- Penentraman
- Normalizing, contohnya menyatakan bahwa kejadian ini merupakan hal wajar yang
bisa dipahami
- Universalizing, contohnya menyatakan bahwa dalam situasi seperti ini orang lain juga
akan merasakan hal yang sama
- Encouragement (memberikan dukungan)
- Exhortation (dorongan)

Selanjutnya dalam mengembangkan keterampilan adaptasi bisa melalui nasehat,


pengajaran, dan anticipatory guidance. Kemudian untuk meredakan dan mencegah
kecemasan, terapis dapat :
- Menggunakan gaya percakapan yang selalu giliran pasien,
- Menyampaikan agenda apa yang akan dilakukan agar pasien mendapat kepastian
dan mereda kecemasannya.
- Melakukan verbal “padding”
- Menamakan masalah
- Normalizing
- Reframing
- Rasionalisasi

Terakhir, psikoterapi digunakan untuk memperluas pemahaman diri, kita dapat


membantu pasien dengan :
- klarifikasi sehingga pasien lebih paham apa yang terjadi dengan dirinya,
- melakukan konfrontasi apabila ada gap dalam pemahaman, contohnya pasien
mengatakan sesuatu hal tertentu yang berbeda dengan apa yang dilakukan,
- interpretasi

Contoh Teknik Mengembangkan Aliansi Terapi


P: Saya merasa sendirian, saya gagal membangun rumah tangga. Suami saya tidak pernah
mau mengerti saya.
T: Anda berharap suami lebih memahami ya… (terapis menunjukkan upaya mengerti
pasien)
P: Iya. Suami kan seharusnya menjadi orang yang paling mengerti saya.
T: Coba ceritakan lebih lanjut… (mendorong pasien untuk bercerita/berkomentar lebih
jauh)
P: Dia tidak pernah mau mendengarkan perkataan saya.
T: Merasa tidak didengarkan tentu menimbulkan perasaan tidak nyaman ya…
(menunjukkan empati terhadap pasien) misalnya dalam situasi seperti apa..?
(mendukung pasien untuk berkomentar lebih jauh)
Dalam situasi ini dapat dibayangkan bahwa terapis berusaha mendekatkan diri secara
psikologis terhadap masalah yang dialami pasien, sehingga aliansi terapi/hubungan dokter
pasien menjadi lebih dekat, pasien merasa lebih nyaman bercerita dan diharapkan bercerita
lebih jauh sehingga dokter dapat lebih memahami dan bisa membantu dengan lebih baik.

Contoh Teknik Membangun Self-esteem


● Memberikan Pujian
P: Minggu lalu saya merasa sangat tidak berenergi, tetapi saya tetap mencoba meminum obat
setiap hari.
T: Itu hal yang baik... pada pertemuan yang lalu Anda mengatakan akan minum obat
setiap hari dan tidak melewatkan waktu minum obat... dan Anda berhasil
melakukannya… (memberikan pujian dari materi yang disampaikan oleh pasien)
Bagaimana menurut Anda? (mengelaborasi lebih jauh sekaligus meminta umpan balik
dari pasien setelah terapis memperlihatkan keberhasilan pasien untuk disiplin dan
melakukan pengendalian diri)
Jadi memberikan pujian merupakan salah satu hal yang bisa membuat harga diri dan
rasa percaya diri pasien meningkat.
● Penentraman
P: Setiap saya keluar rumah, saya selalu khawatir akan kehilangan kendali.
T: Bila kita lihat yang telah terjadi selama ini, walaupun terdapat kekhawatiran akan
kehilangan kendali, ternyata Anda tetap dapat mengendalikan diri… (dokter dapat
memberikan penentraman berdasarkan riwayat pasien)
Dalam terapi sebelumnya mungkin pasien sudah sering mengungkapkan hal yang
sama. Jika kita bisa menggaris bawahi bahwa yang lalu pasien mengalami kehawatiran yang
sama dan pasien bisa mengendalikan diri. Maka pasien akan merasa lebih dihargai bahwa
dokternya meningat, bisa menunjukkan dan Saya terbantu akan hal tersebut.
● Normalizing dan Universalizing
P: Saya merasa tidak berguna. Saya tahu seharusnya saya mengerjakan pekerjaan saya,
tetapi saya tidak punya energi. Saya seseorang yang gagal dan mengecewakan keluarga
saya yang begitu mengandalkan saya untuk mencari uang. (pasien memiliki self esteem
rendah)
T: Suatu hal yang wajar perasaan yang tidak nyaman memengaruhi kinerja Anda.
Seseorang yang mengalami depresi seringkali merasa tidak bertenaga dan sulit
berkonsentrasi (normalizing disertai upaya membantu mengurangi perasaan bersalah)
Jadi hal yang dialami pasien bukanlah suatu kegagalan, melainkan suatu yang masuk
akal jika merasa tidak nyaman sehingga mempengaruhi kinerjanya, Normalisasi ini dilakukan
untuk membantu mengurangi perasaan bersalah pasien.
● Encouragement (dukungan)
P: Saya tidak tahu mengapa saya harus melakukan relaksasi napas. Saya merasa begitu-
begitu saja...
T: Beberapa orang memang tidak merasakan langsung manfaat berlatih relaksasi ketika
pertama kali mencoba. Seperti keterampilan lainnya, relaksasi butuh untuk dilatih secara rutin.
Bagaimana jika Anda mencoba berlatih rutin selama seminggu ini, dan saat pertemuan
berikutnya kita diskusikan pengalaman Anda ? (Terapis mendukung pasien untuk
berlatih lagi agar bisa berhasil)
● Exhortation (dorongan)
Exhortation atau dorongan lebih kuat dari dukungan, jadi mendorong pasien untuk
melakukan lebih lanjut.
P: Saya sudah enak makan, bisa tidur, tapi saya tidak bisa melakukan apa-apa, kamar saya
berantakan. Mereka ingin saya melakukan kerja sosial. (Pasien menunjukkan ciri-ciri orang
depresi yaitu tidak berdaya, dan tidak mampu melakukan apa-apa)
T: Orang yang mengalami depresi biasanya yakin bahwa usahanya tidak akan berhasil
sehingga ia tidak mau mencoba... Saat ini Anda sudah bisa makan dan tidur dengan baik,
sehingga memulai melakukan sesuatu adalah hal yang bermanfaat untuk membantu
mengubah persepsi Anda dan membuat Anda merasa sudah bisa berfungsi lagi…
Selanjutnya Anda bisa meningkatkan aktivitas Anda sehingga dapat kembali seperti
sediakala… (dorongan)
Pada kasus ini tampak bahwa adaptasi pasien sudah baik, kemudian kita dukung
untuk melakukan hal yang lebih baik, sehingga dia mampu dan self-esteem akan terbangun.

Contoh Teknik Mengembangkan Keterampilan Adaptasi


● Nasehat
T: Anda juga sebaiknya berolahraga secara teratur.
P: Untuk apa?
T: Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa olahraga dapat mengurangi gejala depresi,
serta dapat mengurangi dosis obat yang dibutuhkan. (mencakup nasehat yang relevan
dengan kondisi pasien)
● Pengajaran/Teaching
P: Saya kembali gagal dalam mengontrol emosi saya seminggu ini. Kemarin akhirnya saya
mengamuk dan memaki-maki suami.
T: Saya amati Anda cenderung menyimpan perasaan sampai menumpuk, hingga
kemudian meledak dan berteriak pada suami... (pengamatan terapis kepada pasien)
Menghadapi masalah sebelum kekesalan Anda memuncak tampaknya merupakan
penyelesaian yang lebih baik… (upaya pengajaran kepada pasien)
Harapannya pasien mau mencoba sehingga mengembangkan kemampuan adaptasi
yang baru dimana perasaannya tidak menumpuk hingga meledak, dan ketika ada masalah
bisa berlatih menceritakan kepada suami. Sehingga kekesealan tersebut tidak akan
memuncak.
● Anticipatory guidance
Anticipatory guidance merupakan bimbingan yang diberikan terapis kepada pasien
sambil memberikan situasi-situasi yang perlu diantisipasi oleh pasien. Respon yang diberikan
terapis membantu pasien untuk memikirkan cara adaptasi yang akan dilakukan. Terapis akan
memberikan respon dalam bentuk pertanyaan bertingkat untuk menggiring atau memikirkan
respon adaptasi yang baik.

T: Apa rencana Anda?


P: Saya akan kembali mencari pekerjaan. (tidak spesifik)
T: Apa langkah pertamanya?
P: Yaa... mungkin saya akan mencari lowongan kerja di internet. Bila ada yang cocok, saya
akan coba mengirim lamaran.
T: Hmmm... Hal apa yang mungkin terjadi?
P: Mungkin saya tidak menemukan pekerjaan yang cocok, atau saya tidak diterima di
pekerjaan tersebut.
T: Apa yang akan Anda lakukan bila hal itu terjadi?
P: Mungkin saya bisa mencoba bertanya ke teman-teman saya di kantor yang lama. Siapa
tahu mereka ada kenalan yang sedang butuh karyawan.
T: Ide bagus. (Pujian) Siapa kira-kira teman yang bisa Anda tanya?

Contoh Teknik Meredakan dan Mencegah Kecemasan


● Menyampaikan Agenda
P: Saya sekarang sulit untuk bekerja, Dok. Rasanya saya tidak bisa fokus… (terdapat
kesulitan untuk berkonsentrasi)
T: Seseorang yang mengalami depresi dapat terganggu konsentrasinya. Sekarang saya
akan memberikan beberapa pertanyaan untuk menilai kemampuan konsentrasi Anda.
(Agenda jelas bahwa terdapat masalah terkait konsentrasi dan akan dilakukan penilaian
konsentrasi)
● Verbal Padding
Verbal padding merupakan ungkapan dari terapis untuk membuat pasien lebih
nyaman dan menurunkan bobot emosi pasien. Mungkin apa yang disampaikan pasien
memiliki bobot emosi yang tinggi, sehingga terapis berusaha menyampaikan dengan kalimat
yang lebih lunak atau sedikit lebih panjang namun berkurang emosinya sehingga perasaan
cemas dan bersalah pada pasien berkurang.

P: Saya bingung dengan perasaan saya ketika ayah saya meninggal. Saya tidak menangis
sama sekali. (Terdapat perasaan cemas dan rasa bersalah)
T: Apakah Anda merasa sedih ketika ayah Anda meninggal? Beberapa orang tidak
terlalu merasakannya... dan hal itu tidak apa-apa. (ungkapan verbal padding)
Namun, beberapa orang tidak merasakan apa- apa karena mengubur perasaannya
dalam-dalam, dan hal itu dapat menjadi suatu masalah. (terapis mencoba mengeksplor
lebih jauh)
● Menamakan Masalah
Menamakan masalah penting untuk meredakan kecemasan membuat pasien lebih
memahami kondisi yang dialaminya.
P: Saya memang payah. Saya mengundang banyak orang untuk makan malam, tapi saya
tidak mempersiapkan dengan baik, saya tidak memperhitungkan ada tamu yang tidak makan
daging, nasi pun belum matang benar. Bagaimana saya bisa memberi contoh yang baik ke
anak perempuan saya?
T: Tampaknya Anda mengalami kesulitan untuk mengatur sesuatu. (terapis melakukan
dekatastrofisasi yaitu mereduksi apa yang tampak seperti masalah multipel/banyak,
menjadi satu masalah yang memiliki nama)
Sesungguhnya Anda telah mengalami perbaikan dengan mengungkapkan masalah ini
lebih jelas kepada saya… Mari kita diskusikan lebih spesifik tentang yang dapat Anda
lakukan secara berbeda… (terapis mendorong pasien untuk berkomentar lebih jauh)
● Reframing
P: Pada awalnya presentasi saya berjalan lancar, hingga saya mulai cemas dan saya sadar
bahwa saya kembali bicara tanpa arah. Saya sering sekali mengalami hal ini. Rasanya seperti
tidak punya kendali. (pasien menyampaikan kalimat negatif bahwa dirinya gagal)
T: Bila dibandingkan dengan dulu, Anda tidak tahu Anda melakukan hal tersebut, dan
baru menyadarinya setelah beberapa lama. (terapis melakukan reframe) Saat ini Anda
sadar ketika hal itu terjadi... Itu suatu kemajuan. (terapis memberikan pujian)
Pada contoh kasus di atas, terapis melakukan reframe kemudian memperlihatkan
perkembangannya dan memberikan pujian.
● Rasionalisasi
Rasionalisasi adalah mengajak pasien untuk berpikir secara rasional sehingga bisa
meredakan kecemasannya.
P: Anak saya jarang datang. Mereka selalu sibuk sendiri. (Seorang ibu yang merasa bahwa
anaknya sibuk sendiri)
T: Ya... Banyak anak muda zaman sekarang bekerja sampai larut malam dan sangat
sibuk dalam pekerjaannya… (terapis melakukan rasionalisasi) Namun, tampaknya
Anda berhasil mengurus semuanya tanpa bantuan anak-anak… (terapis memberikan
dukungan dan apresiasi berupa pujian bahwa pasien mampu mengurus semuanya
sendiri)

Contoh Teknik Meningkatkan Pemahaman terhadap Diri Sendiri


● Klarifikasi
Klarifikasi adalah menyatakan ulang atau memperjelas kalimat pasien yang terlalu
panjang atau rumit agar pasien lebih paham.
P: Saya merasa sulit untuk membuat keputusan tentang mata kuliah yang harus saya ambil
dan hal tersebut membuat saya semakin merasa bersalah karena itu artinya saya belum bisa
mandiri padahal usia saya sudah 20 tahun..
T: Tampaknya Anda ingin mengatakan bahwa Anda belum bisa mengambil keputusan
secara baik, yang biasanya bisa dilakukan oleh orang seusia Anda ya..? (klarifikasi)
● Konfrontasi
Konfrontasi adalah memperlihatkan gap dari perkataan dan perbuatan pasien namun
bukan berarti berkata kasar agar pasien lebih mengerti apa yang terjadi pada dirinya sendiri.
P: Saya tinggal sendiri di rumah besar. Kalau saya jual rumah itu, saya bisa cari rumah yang
lebih kecil dan punya sedikit simpanan, tapi saya tidak melakukan apa- apa. Saya depresi
sekali…(Dia mengetahui bahwa dia perlu menjual rumahnya, namun dia tidak
melakukannya dengan alasan bahwa dirinya depresi)
T: Hmm... Tampaknya Anda menghindari semua hal yang bisa mengatasi masalah
Anda… (terapis melakukan konfrontasi dengan harapan pasien menilik dirinya lebih
jauh dan melakukan respon lebih baik)
● Interpretasi
Pasien bercerita bahwa dia sering memiliki masalah dengan orang-orang di kantor,
kemudian selama sesi terapi pasien menyetujui saran-saran yang diberikan dari terapis
namun tidak dikerjakan. Kemudian terapis memberikan respon berupa :
T: Saya amati Anda tidak mengatakan tidak setuju, namun Anda selalu memberikan
alasan untuk tidak mencoba saran yang saya berikan. Sepertinya Anda juga melakukan
pola yang sama terhadap orang lain di kantor sehingga menimbulkan masalah seperti
yang Anda ceritakan (mengaitkan antara sikap pasien terhadap terapis dengan masalah
yang sedang dihadapi pasien)
Pada contoh kasus ini terapis mengaitkan antara sikap pasien terhadap terapis dalam
sesi terapi dengan masalah yang sedang dihadapi pasien dengan pola yang mirip, sehingga
pasien lebih paham bahwa dia bisa berada pada masalah tersebut karena memiliki pola yang
perlu diperbaiki.

3. Relasi Teurapeutik
Relasi teurapeutik dalam psikoterapi merupakan hal yang sangat penting. Hal yang
perlu diperhatikan antara lain :
- Terapis perlu bersikap hangat, empatik, memberikan penentraman
- Menciptakan suasana terapeutik yang mengayomi (holding environment).
Pada situasi ini terapis hadir dan mendengarkan secara aktif sehingga pasien
dapat merasakan kehadiran terapis, serta merasa didengarkan dan dianggap.
Jangan sampai pasien bercerita namun terapis memberikan komentar yang
tidak menentramkan.
- Menciptakan aliansi terapeutik atau hubungan dokter pasien yang berdampak
teurapeutik terhadap pasien, sehingga pasien bisa lebih memahami dirinya
dan mendapatkan manfaat.
Kemudian terdapat hal-hal yang penting dalam proses terapi :
- Transferensi, dimana pasien menganggap atau mempersepsi terapis sebagai
sosok yang bermakna dalam hidupnya. Contohnya terapis dipersepsi sebagai
ibunya, sehingga pasien ingin bermanja-manja atau ibunya dianggap sebagai
tokoh yang buruk, sehingga pasien marah-marah. Hal ini dapat mengganggu
aliansi teurapeutik.
- Kontratransferensi, perasaan dari diri terapis yang muncul terhadap pasiennya,
sehingga terapis bisa memiliki rasa terlalu ingin menolong, marah atau bosan.
Hal ini perlu diamati oleh terapis sehingga proses terapi tetap dapat
berlangsung dengan baik.
- Resistensi, sebenarnya pasien datang ingin menolong. Namun pasien
melakukan resistensi seperti enggan untuk menceritakan masalahnya atau
enggan untuk berubah. Pasien juga berharap bahwa terapis bisa langsung
mengobati dirinya, tanpa harus tanya-tanya, namun tentu saja hal ini tidak
mungkin. Resistensi dari pasien ini dapat menyebabkan resistensi dari terapi
sehingga perlu diperhatikan.
- Misalliance. Aliansi terapi antara dokter dan pasien bisa dibangun menjadi dekat ,
namun juga bisa menjauh atau ruptura (misaaliance). Jika terjadi ruptura diskusikan
dengan pasien apakah respon terapis tidak sesuai harapan pasien dan bagaimana
harapan pasien, sehingga aliansi terapi bisa dibangun kembali.
4. Psikoterapi Suportif pada kasus Depresi
Tujuan psikoterapi suportif adalah meningkatkan fungsi kehidupan pasien,
membantu pasien menentukan suatu keputusan dan memunculkan harapan akan adanya
penyembuhan.

Strategi Terapi
- Mengenali distres yang dialami pasien ketika melakukan aliansi terapi
- Meningkatkan keterampilan kognitif dan interpersonal
- Meningkatkan self image
- Mengatasi penurunan self esteem yang muncul terkait kondisi penyakit kronis
- Meningkatkan kepatuhan berobat dan membantu pasien menoleransi efek samping
obat
- Edukasi pasien dan keluarga tentang aspek biologi dan perjalanan penyakit
- Menawarkan dukungan untuk mengatasi situasi krisis
- Membantu pasien menghilangkan ide/pikiran bunuh diri

Tujuan Proses Psikoterapi Suportif


- Menilai kemampuan adaptasi pasien
- Menilai mekanisme defensi dan menstruktur ulang mekanisme defensi yang tidak
adaptif
- Meningkatkan self-esteem
- Mengumpulkan dan mendayagunakan dukungan sosial yang dimiliki pasien
Jadi fokus spesifik psikoterapi pada pasien dengan depresi antara lain memberikan
penentraman, memfasilitasi pemberian medikasi, mengelola perasaan bersalah (guilt) ,
mengelola dependensi, mengelola perasaan kehilangan, menandai adanya perbaikan pada
pasien, serta bekerja sama dengan keluarga. Seseorang tidak lepas dari lingkungannya,
sehingga sangat bermakna bagi pasien bila keluarganya terlibat.

Relasi terapeutik tentunya terapis perlu bersikap hangat, empatik, memberikan


penentraman, serta menciptakan suasana terapeutik yang mengayomi atau holding
environment.

SESI MINI-LOKAKARYA

Ilustrasi Kasus
● Ny. A/ Tn. A, usia 30 tahun datang ke poli psikiatri dengan keluhan sedih terus
menerus sejak 1 bulan terakhir.
● Pasien mengatakan bahwa ia telah kehilangan sahabatnya yang meninggal karena
COVID-19 ketika 1 bulan lalu. Rasa sedih tersebut membuat pasien kehilangan minat
dalam aktivitas sehari-hari sehingga pekerjaannya sebagai humas perusahaan
menjadi terbengkalai. Pasien juga kehilangan nafsu makan hingga beratnya turun
sekitar 5 kg, serta sulit tidur ketika malam hari.
● Pasien ada perasaan bersalah terkait meninggalnya sahabatnya tersebut.
● Sejak pasien menikah 1 tahun lalu, komunikasi pasien dengan sahabatnya tersebut
menjadi terputus karena ia sibuk dengan keluarga baru dan pekerjaannya. Pasien juga
baru mengetahui bahwa sahabatnya sakit dan sempat berusaha menghubunginya,
namun ternyata kondisi sahabatnya sudah memburuk hingga akhirnya meninggal
dunia.
● Pasien merasa ia telah menerima kepergian sahabatnya tersebut, dan bahwa
sahabatnya yang tadinya telah menderita karena sakitnya tersebut sudah damai saat
ini, namun ia cenderung menyalahkan dirinya bahwa seharusnya ia bisa terus
menjaga komunikasi dengan sahabatnya tersebut serta ia harusnya lebih perhatian
terhadap kondisi sahabatnya.
● Pasien telah bersahabat dengan temannya tersebut sejak TK, dan terus bersama
hingga selesai kuliah di universitas yang sama. Hubungan Ny. A/Tn. A dan sahabatnya
sangat dekat.
● Pasien ingin menghubungi keluarga dari sahabatnya tersebut untuk menyampaikan
bela sungkawa, namun ia merasa takut bahwa keluarga sahabatnya akan bersikap
tidak baik pada pasien karena sudah lama tidak menjalin komunikasi dengan sahabat
dan keluarganya.
● Perasaan bersalah pasien juga membuat dirinya tidak nyaman apabila menghubungi
pihak keluarga sahabatnya. Pasien juga merasa mungkin akan percuma baru menjalin
silaturahmi saat ini ketika sahabatnya sudah tidak ada.
● Untuk mengurangi rasa sedihnya, pasien mencoba untuk bercerita pada
suami/istrinya. Ia merasa suami/istrinya dapat memberikan ketenangan bagi dirinya.
Selain itu, pasien juga mencoba untuk berdoa kepada tuhan agar sahabatny diberikan
tempat yang terbaik di sisi- Nya.
● Diagnosa pasien : depresi sedang

SESI DISKUSI

Teknik psikoterapi suportif yang dapat dilakukan pada pasien tersebut:

1. Mengembangkan aliansi terapi:


- Empati :
- Validasi perasaan tidak nyaman pada pasien seperti sedih karena kehilangan
sahabat dekatnya sejak kecil, perasaan bersalah karena tidak bisa menemani
sahabatnya sebelum meninggal,
Contoh : “Tentunya tidak mudah ya untuk menghadapi perasaan berduka ini
karena ditinggalkan oleh sahabat yang sudah sejak lama”
- Mengekspresikan ketertarikan dan pengertian dalam melakukan terapi
- Menyodorkan tisu atau memberikan waktu ketika pasien menangis.
2. Membangun Self-Esteem :
- Praise
- Pasien sudah melakukan hal yang baik dengan mendoakan sahabatnya.
- Pasien memiliki niat menghubungi keluarga sahabat pasien merupakan hal
yang baik, dan bahkan bisa didorong (encourage), yang merupakan teknik
psikoterapi lainnya.
- Pasien sudah menerima keadaan sahabatnya yang sudah damai dan tidak
menderita sakit.
Contoh : “Tentunya tidak mudah ya untuk menghadapi perasaan berduka ini
karena ditinggalkan oleh sahabat yang sudah sejak lama, dan Ibu A sudah baik
dapat menerima keadaan sahabat ibu”
- Pasien sudah bercerita kepada pasangan. Sehingga membuat suasana
perasaan lebih baik
- Reassurance / Penentraman :
- Pasien sudah baik dengan datang untuk mencari pertolongan, dan dapat kita
bantu untuk gejala-gejala tidak nyaman yang dialaminya seperti susah tidur,
atau perasaan sedih.
- Belum tentu keluarga sahabatnya akan memberikan respon tidak baik seperti
marah, karena pasti mereka mengerti terkait dengan kesibukannya (baru
menikah, sibuk dengan pekerjaan dan adaptasi kehidupan baru)
- Terapis perlu mengetahui karakteristik dan hubungan teman dengan pasien
melalui eksplor atau meminta pasien bercerita, dapat mengatakan “kira-kira
dalam kondisi seperti ini kira-kira bagaimana tanggapan dari sahabat ibu A?”
Kemudian jika sudah mengetahui hubungan pertemanan pasien dan
sahabatnya dapat mengatakan “karena saat ini sahabat anda sudah berada
dalam kedamaian, sahabat anda pun pasti tidak menginginkan anda merasa
sedih melainkan juga merasa damai dan merelakan kepergiannya.”
- Normalizing
- “Suatu hal yang wajar anda merasa sedih saat kehilangan seorang teman yang
dekat dengan Anda”
- “Bisa diterima ketika Anda menjalani pekerjaan baru, komunikasi dengan
teman atau orang terdekat berkurang”
- Universalizing
- Situasi yang dialami secara umum, orang lain akan merasakan seperti apa
- “Pada pandemi ini banyak orang yang mengalami kehilangan, sehingga pasien
tidak perlu merasa sendiri karena kita semua melalui rasa ini bersama”
- Encouragement :
- “Sudah baik ibu/bapak menceritakan ke pasangan. Boleh jika dilanjutkan untuk
menceritakan ke pasangan, orang terdekat atau orang terpercaya ibu/Bapak
karena nampaknya membawa hal yang baik ya untuk ibu/bapak”
- “Sudah baik keinginan Ibu/Bapak untuk melanjutkan hubungan silaturahmi
dengan keluarga sahabat Ibu/Bapak, nanti manfaatnya bisa mengurangi
perasaan bersalah tersebut”
3. Mengembangkan keterampilan adaptasi
- Advice/Saran
- Mencoba mengingat hal baik/menyenangkan bersama teman, namun perlu
memerhatikan kesiapan pasien untuk mengingat hal tersebut. Beberapa
pasien malah bertambah rasa sedihnya.
- Mengembangkan pertemanan atau persahabatan baik baru atau lama untuk
membuat pasien merasa lebih nyaman, namun juga harus melihat kesiapan
pasien juga
- Terkait dengan masalah kesulitan untuk beraktivitas dapat disarankan untuk
melakukan aktivitasnya satu demi satu.
- Teaching/Pengajaran
- Mengajarkan sleep hygiene, jika kebiasaan tidurnya terganggu
- Anticipatory guidance
- Pada kasus ini pasien merasa takut untuk menhubungi keluarga sahabat,
sehingga kita bisa membicarakan kemungkinan apa saja yang dapat terjadi
ketika menghubungi keluarga sahabat. Kita bisa mendiskusikan dengan detail
langkah-langkahnya (apa saja yang didiskusikan, bersama dengan siapa,
lokasi pertemuan). Pasien juga dapat mencoba menghubungi dari langkah-
langkah kecil (telepon atau chat)
Contoh “Apa rencana Anda untuk memulai komunikasi dengan keluarga
sahabat? Apa langkah pertamanya? Bagaimana caranya (tatap muka, chat,
telepon)? Hal apa yang mungkin terjadi? Apa yang akan anda lakukan jika itu
terjadi? Siapa yang dapat membantu (pasangan)?
- Klarifikasi : anticipatory guidance untuk meningkatkan perilaku adaptasi, bukan
perasaan. Contoh “Jika keluarga tidak mau menjawab panggilan anda apa
yang akan anda lakukan?”
4. Reducing and Preventing Anxiety
- Reframing : Membantu pasien untuk melihat dari sudut pandang yang lain.
- Mendiang dalam kondisi yang lebih baik, dan ketika baru menikah terdapat
kesibukan baru dan saat ini sudah baik pasien sudah mencari pertolongan
profesional
Contohnya “Saat ini sahabat Anda sudah berada di tempat yang lebih baik dan
tidak merasakan sakit, situasi saat itu anda baru menikah ada kesibukan baru,
boleh jadi sahabat anda paham. Hal yang sudah baik Anda tahu, anda saat ini
memerlukan pertolongan ke profesional”
Terapis jangan melakukan asumsi seperti “sahabat Anda sedih jika Anda
merasa bersalah terus menerus dan sahabat Anda akan merasa senang
karena Anda sudah mencari pertolongan.” karena kita tidak tahu apakah
sahabat pasien memang merasakan yang demikian.
- Naming The problem
- Rasa bersalah karena tidak sempat berkomunikasi lagi
- Berdasarkan gejala klinis yang dialami, pasien menunjukkan gejala depresi
- Pasien nampaknya masih dalam proses berduka
- Sharing the Agenda
- Menjelaskan intervensi dan tata laksana kepada pasien, termasuk pengobatan
dan apa saja yang bisa di follow-up seperti keinginan dari pasien untuk
menjalin hubungan dengan keluarga sahabat.
5. Memperluas pemahaman diri
- Klarifikasi : menyimpulkan bahwa pasien merasa tidak nyaman ketika menghubungi
keluarga sahabatnya.
- Konfrontasi
Apabila pada kasus pasien sudah mengatakan menerima, namun tampak
gelisah, ada perasaan tidak nyaman, gelisah serta terpikir sahabatnya
Contohnya :
- “Bapak/ibu tadi mengatakan sudah menerima, namun masih enggan
menghubungi keluarga, jika menurut bapak/ibu, apakah Bapak/Ibu sudah
menerima?”
- “Tampaknya anda menghindari untuk berkomunikasi dengan keluarga padahal
Anda perlu menjelaskannya” (menunjukkan terdapat gap antara perkataan dan
perilaku)
- “Terlihat bahwa Anda ingin selesai dari masalah ini, namun Anda terus
memikirkannya sehingga tidak sempat memikirkan masa depan Anda”
- Interpretasi : perasaan sedih dan bersalah yang dialami memang bermakna karena
hubungan yang lama dengan sahabatnya. Mungkin sebelumnya pasien tidak
menyadari.

SESI TANYA JAWAB


1. Bagaimana cara memberikan nasehat tanpa terkesan menggurui ?

Pemberian nasehat tidak boleh terlihat menggurui salah satu caranya dengan
memberikan nasehat menggunakan materi atau perkataan yang disampaikan
pasien. Jika ide atau perkataan berasal dari kita bisa jadi tidak sesuai dengan
kebutuhan pasien.
Contohnya pada diskusi kasus sebelumnya, pasien ingin mendatangi keluarga
sahabatnya namun merasa takut. Kita bisa memberikan nasehat karena kita tahu
bahwa pasien mau mendatangi keluarganya “Anda mengatakan bahwa rasa bersalah
itu bisa terobati jika bertemu dengan keluarganya, Silahkan Anda datang”
Contoh lain, ketika pasien sedang menangis dan mengatakan “Saya merasa
bersalah terhadap sahabat Saya, Apakah saya nanti akan dimarahi oleh
keluarganya?” kemudian terapis malah memberikan nasehat “Anda kan bisa meminta
maaf kepada keluarganya” sehingga terkesan menggurui.
- Oleh karena itu diharapkan terapis mendengarkan pasien dan membina aliansi terapi
terlebih dahulu. Kemudian setelah pemahaman akan kondisi pasien sudah terbentuk,
terapis dapat memberikan nasehat sesuai kebutuhan pasien. Selain itu perlu
diperhatikan, bahwa saran atau nasehat dapat dilakukan dan tidak memberatkan
pasien. Jika terlalu susah maka pasien akan merasa tidak berdaya. Kemudian dalam
pemberian nasehat harus ada evidence atau buktinya, seperti saran untuk
berolahraga yang terbukti dapat mengurangi depresi dan menurunkan dosis obat.
Selain itu sebagai terapis perlu mengetahui resource dari pasien (kondisi keluarga,
lingkungan), sehingga saran yang diberikan mungkin dilakukan.

2. Dalam berinteraksi dengan pasien seringkali lancar dan dinamis, sehingga tidak
bisa menerapkan teknik yang baku. Bagaimana dapat mengevaluasi efek dari
psikoterapi yang diberikan kepada pasien?

Pelaksanaan psikoterapi supportif berbeda antar pasien, dengan semakin


sering berlatih maka kita bisa mengetahui kebutuhan pasien. Umumnya psikoterapi
dimulai dari aliansi terapi, kemudian kita nilai kebutuhan pasien apakah perlu teknik
praise, reassurance dan lainnya. Kita dapat menemukan pada beberapa pasien yang
tidak suka dipuji, teknik praise malah akan memperkeruh aliansi terapi.
Lakukan evaluasi pada setiap sesi psikoterapi, contohnya kita sudah mencoba
meningkatkan self esteem dari pasien, namun pada pertemuan selanjutnya pasien
masih membahas hal yang sama seperti rasa tidak percaya dirinya. Jika terus-terusan
membahas hal yang sama, barangkali membutuhkan teknik yang lain untuk
meningkatkan self esteem dari pasien.
Nilai kembali apakah psikoterapi berjalan lancar atau hanya mengobrol. Ingat
gaya percakapan merupakan giliran pasien dan fokusnya untuk pasien. Bisa jadi
kelancaran percakapan dalam psikoterapi ini sebagai bentuk resistensi, karena pasien
hanya menceritakan hal yang baik dan tidak memberikan kesempatan terapis untuk
masuk dan bisa memeriksa lebih jauh.
Untuk mengetahui apakah psikoterapi yang dilakukan sesuai dengan
kebutuhan pasien atau tidak, sebagai terapis harus selalu ingat dari waktu ke waktu
apa tujuan dari dilakukan sesi psikoterapi. Di awal, kita sudah melakukan penilaian,
apa yang perlu dibantu dari pasien, apakah meningkatkan self-esteem? Meredakan
kecemasan?. Percakapan ini yang sebagai terapis sedang kita lakukan, apabila terasa
loose dan hilang arah, terapis harus segera mawas diri bahwa dirinya kehilangan arah.
Apabila terapis kehilangan arah maka
Dalam proses pendidikan, kita terus berlatih bagaimana agar pasien nyaman
dengan kita, namun kita sebagai terapis perlu ingat bahwa kita yang membantu pasien
untuk mencapai tujuan terapi. Jangan sampai kita yang kehilangan arah,
Untuk mengetahui apakah respon yang kita berikan respon terapeutik atau
tidak, kita dapat melihat reaksi pasien. Apabila respon kita menggurui, mungkin muka
pasien akan berkerut, tidak terima atau bahkan tidak mau melihat kita. Hal-hal ini
merupakan umpan balik langsung dari pasien, sebenarnya kita memberikan respon
terapeutik atau tidak dan apakah aliansi terapeutik terbangun atau tidak. Hal yang
perlu dikembangkan sebagai peserta didik adalah refleksi diri. Setiap selesai sesi
terapis harus refleksi diri. Refleksi diri bisa dilakukan ketika atau setelah terapi.

3. Bagaimana kiat melakukan konfrontasi agar tidak terkesan asumtif atau


judgmental agar tidak mengganggu aliansi terapi? dan kapan mengetahui
pasien sudah siap dilakukan konfrontasi? Terkadang ketika melakukan
konfrontasi mungkin pasien merasa belum siap menerima insight/masukan
baru, sehingga pasien merasa dokter jumping to conclusion, sehingga
ditakutkan mengganggu aliansi terapi yang sudah dibangun?

Aliansi terapi merupakan hal pertama yang harus dibina, dengarkan dan
pahami pasien. Semakin kita mendengarkan kita mengetahui materi mana yang harus
didukung agar perilaku adaptasi semakin baik atau justru pasien mengulang hal yang
sama, dimana terdapat gap, antara yang dilakukan dan dikatakan berbeda, Ketika
relasi terapi sudah terbina dengan baik, dan pasien sudah percaya dengan kita, maka
sebenarnya tidak apa-apa dilakukan konfrontasi. Orang itu berkembang bukan karena
selalu dikatakan hal-hal baik saja, justru pasien harus diberi tahu keterbatasannya.
Pasien berkembang karena diberikan pemahaman oleh dokter yang terpercaya dalam
situasi yang aman dan merasa tidak disalahkan/dihakimi. Terapis harus
mengekspresikan dengan jelas gap yang ada. Contohnya, “Anda tadi mengatakan
bahwa Anda memiliki perasaan bersalah, Anda ingin menjelaskan kepada keluarga
Anda, Namun Anda masih menunda untuk datang ke sana. Jika demikian kira-kira apa
mungkin bisa terselesaikan perasaan bersalah Anda dan masalahnya ?” Hal ini bisa
dilakukan ketika pasien sudah aman bercerita dan kita sebagai terapis sudah paham
tentang hal tersebut.
Ketika sudah menjalani aliansi terapi dengan baik dan sudah mengeksplorasi
pasien. Mungkin kita bisa melihat bahwa pasien tampak sudah ada insight tentang
kondisinya. Apa yang sedang terjadi pada dirinya, mengapa dirinya bisa seperti ini.
Hal ini bisa menjadi clue bahwa pasien dapat dilakukan pendekatan yang lebih invasif
(klarifikasi, konfrontasi, atau interpretasi). Dengan melakukan hal tersebut mungkin
bisa muncul situasi pasien “Oh iya, padahal Saya rasanya sudah menerima, tapi
ternyata perasaan bersalah ini bagian dari Saya belum menerima”
Pada praktiknya ketika mencoba melakukan konfrontasi, walaupun aliansi
terapi sudah terbina dengan baik, namun kadang-kadang ada respon yang tidak
nyaman dalam sesi, seperti pasien merasa kesal “terapis kok tidak menvalidasi Saya”.
Tetapi memang tetap harus disampaikan agar terapi berjalan maju. Pada beberapa
pasien, mereka setelah pulang dari sesi memikirkan kembali, dan pada pertemuan
berikutnya menyatakan “setelah dipikirkan kembali memang benar apa yang
disampaikan oleh terapis” Sehingga tidak apa-apa jika kita tetap mencoba melakukan
konfrontasi.

Anda mungkin juga menyukai