0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
8 tayangan14 halaman
Inovasi MASKER PELITA (Masyarakat Keera Peduli Disabilitas) hadir untuk memberdayakan penyandang disabilitas di Desa Keera, Kabupaten Wajo. Program ini melibatkan kerjasama lintas sektor dalam memberikan pelayanan kesehatan, pendidikan, pelatihan keterampilan, dan pemberdayaan ekonomi bagi penyandang disabilitas. Melalui pendekatan kolaboratif antara pemerintah desa, dinas sosial, puskesmas, dan m
Inovasi MASKER PELITA (Masyarakat Keera Peduli Disabilitas) hadir untuk memberdayakan penyandang disabilitas di Desa Keera, Kabupaten Wajo. Program ini melibatkan kerjasama lintas sektor dalam memberikan pelayanan kesehatan, pendidikan, pelatihan keterampilan, dan pemberdayaan ekonomi bagi penyandang disabilitas. Melalui pendekatan kolaboratif antara pemerintah desa, dinas sosial, puskesmas, dan m
Inovasi MASKER PELITA (Masyarakat Keera Peduli Disabilitas) hadir untuk memberdayakan penyandang disabilitas di Desa Keera, Kabupaten Wajo. Program ini melibatkan kerjasama lintas sektor dalam memberikan pelayanan kesehatan, pendidikan, pelatihan keterampilan, dan pemberdayaan ekonomi bagi penyandang disabilitas. Melalui pendekatan kolaboratif antara pemerintah desa, dinas sosial, puskesmas, dan m
Kab. Wajo Nama Inovator : Ruslan, S.Kep., Ns., M.Kes Kontak Person : 081241171632 Email : ruslanarma83@gmail.com
Tanggal Implementasi Inovasi
Monday, 20 January 2020 Instansi : Pemerintah Kab. Wajo Kelompok Umum Pelayanan Publik yang inklusif dan berkeadilan URL Youtube https://www.youtube.com/watch?v=Y2ZUiIbdUA8 URL Bukti Iniasi Inovasi https://drive.google.com/drive/folders/1pX37aN52mk0P2- ShR5RdUnzmOnsptPsB?usp=sharing
dalam sistem perekonomian, sosial dan kesehatan. Mereka juga terkadang mengalami kendala dalam memperoleh layanan publik sehingga tidak mandiri, terlantar dan tidak diberdayakan. Oleh karena itu, MASKER PELITA (Masyarakat Keera Peduli Disabilitas) hadir sebagai solusi untuk menjawab permasalahan yang dialami penyandang disabilitas. Program ini merupakan kerjasama berbagai pihak melalui kemitraan antara Pemerintah Desa,Dinas Sosial,dan Pihak Swasta. Melalui program ini, dilaksanakan pelayanan kesehatan 1 Kader dan 1 Tenaga Kesehatan untuk 1 Disabilitas. Kader berasal dari keluarga Penyandang disabilitas. Selain itu adanya MoU dengan pemerintah Desa dalam hal pelatihan dan penyediaan lapangan kerja yang sesuai dengan kemampuan disabilitas. Program ini berdampak signifikan terutama pada penyandang disabilitas yang terbagi menjadi disabilitas sensorik, disabilitas, dan mental. Program MASKER PELITA berhasil meningkatkan angka penanganan kesehatan, kemandirian, kualitas dan harapan hidup penyandang disabilitas. Disabilitas yang tertangani meningkat dari 5% (1orang) menjadi 100% (19orang), angka kemandirian 0% (2018) meningkat menjadi 74%(2022) dan angka pemberdayaan disabilitas meningkat dari 0 % (2018) menjadi 71,4%(2022). Inovasi ini masuk dalam kategori Pelayanan Publik yang inklusif dan berkeadilan,khususnya dalam pengembangan sinergitas layanan bagi penyandang disabilitas karena MASKER PELITA memberikan pelayanan kesehatan,bantuan sosial dengan menghargai hak-hak dasar baik laki-laki maupun perempuan tanpa adanya diskriminasi. Ide Inovatif
Wajo merupakan Kabupaten yang memiliki luas 2.506,19
Km² atau 4,01% dari luas Propinsi Sulsel. Kabupaten Wajo memiliki 14 kecamatan dimana kecamatan terluas yakni Kec. Keera (368,36 km2) dan kecamatan terkecil yakni Kec. Tempe (38,27 km2). Berdasarkan data Kecamatan Keera Dalam Angka 2020, Desa Keera memiliki 1.435 penduduk dengan persentase laju pertumbuhan tertinggi kedua se-Kecamatan Keera yakni 0,28%. Total penyandang disabilitas di Kabupaten Wajo pada tahun 2021 yakni 1.690 orang yang terdiri dari penyandang disabilitas fisik,sensorik,mental dan intelektual. Di Kecamatan Keera terdapat 53 orang penyandang disabilitas dan khusus di Desa Keera terdapat 19 orang penyandang disabilitas yang terdiri dari 8 orang disabilitas sensorik,6 disabilitas fisik dan 5 orang disabilitas mental. Penyandang disabilitas ini terdiri dari 9 laki-laki dan 10 perempuan. Penyandang disabilitas ini sering dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Hal tersebut menyebabkan penyandang disabilitas kesulitan mengakses pekerjaan dan mendapat layanan kesehatan yang layak karena dianggap kurang produktif sehingga dapat mengganggu psikis para penyandang disabilitas. Hasil observasi di lapangan juga menemukan banyak kasus dan fakta seperti kurangnya kepedulian masyarakat/keluarga terhadap penyandang disabilitas, adanya penyandang disabilitas yang tidak tertangani sehingga terlantar, dan ketidakmandirian penyandang disabilitas. Bahkan ada penyandang disabilitas yang dipasung dan dirantai oleh keluarganya. Melihat kondisi ini maka lahirlah inisiatif, MASKER PELITA yang merupakan akronim dari “Masyarakat Keera Peduli Disabilitas” yang diprakarsai oleh Puskesmas sebagai solusi untuk menjawab permasalahan yang dialami oleh para penyandang disabilitas. Inisiatif ini melibatkan kolaborasi antarsektor seperti pemerintah Desa, Dinas Sosial, swasta dan masyarakat, karang taruna yang memiliki peran dan kepedulian secara sinergis dalam membantu para penyandang disabilitas. Inovasi MASKER PELITA bertujuan untuk memberdayakan penyandang disabilitas dan meningkatkan kepedulian masyarakat, memandirikan penyandang disabilitas, dan khusus untuk ODGJ (disabilitas mental) bisa tertangani dan tidak terlantar. Inovasi ini masuk dalam kategori Pelayanan Publik yang inklusif dan berkeadilan, khususnya dalam pengembangan sinergitas layanan bagi penyandang disabilitas desa Keera karena MASKER PELITA memberikan pelayanan kesehatan,bantuan sosial dengan menghargai hak-hak dasar penyandang disabilitas baik laki-laki maupun perempuan tanpa adanya diskriminasi.
Selama ini penyandang disabilitas yang ada di Desa Keera
tidak yang peduli baik bagi pemerintah maupun masyarakat, kalaupun ada program pemerintah yang ditujukan kepada penyandang disabilitas penanganannya bersifat parsial dan tidak terkoordinir baik. Pendekatan pelayanan bagi penyandang disabilitas menitikberatkan pada sisi humanis dengan melakukan pelayanan langsung 1 Kader dan 1 Tenaga Kesehatan untuk 1 Disabilitas dengan membuat Kartu Kunjungan yang ditempel di setiap rumah penyandang disabilitas dengan perbedaan warna sesuai jenis disabilitas (Merah=Mental,Kuning=Sensorik,Biru=Fisik).Kader yang dipilih berasal dari keluarga atau orang terdekat penyandang disabilitas, sehingga ada kedekatan pada saat pendampingan. Tenaga kesehatan bisa berkonsultasi langsung dengan dokter spesialis. Pembinaan Kader oleh Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik menggunakan 30 Buku Pedoman sesuai dengan penanganan disabilitas. Edukasi keluarga dan penyuluhan kesehatan menggunakan Pamflet kepada masyarakat di Posbindu. Terdapat juga“Kelas Pelita”yang kegiatannya terdiri atas penyuluhan, pelatihan, pembinaan rutin setiap 3 bulan. Peserta berasal dari penyandang disabilitas dan kader dengan mengundang Dokter puskesmas, Dinas Sosial, PKK, Tokoh Agama dll. Kolaborasi dengan pemerintah Desa untuk memberikan pelatihan keterampilan sesuai dengan potensi/keahlian masing- masing penyandang disabilitas, memfasilitasi disabilitas ke unit usaha desa dengan bantuan modal dan pemberian insentif kader melalui penganggaran ADD. Kolaborasi dengan Dinas Sosial dalam pengadaan alat bantu,pelatihan dan pengaktifan kepesertaan BPJS melalui PBI daerah. Kolaborasi dengan SLB(Sekolah Luar Biasa) terkait pemenuhan akses pendidikan yang layak bagi penyandang disabilitas yang dikuatkan dengan kerjasama melalui MoU antarsektor terkait. Pendekatan Kolaboratif dalam Inovasi MASKER PELITA terbukti berhasil meningkatkan pelayanan kesehatan, pemberdayaan penyandang disabilitas hingga mampu mandiri dan tumbuhnya kepedulian keluarga dan masyarakat terhadap penyandang disabilitas Disabilitas yang tertangani meningkat dari 5%(1 orang) menjadi 100%(19 orang) Sebelumnya angka kemandirian 0%(2018) meningkat menjadi 74%(2022), angka pemberdayaan disabilitas meningkat dari 0%(2018) menjadi 71,4%(2022). Signifikansi
Inovasi MASKER PELITA dilaksanakan dengan
pembentukan sekretariat dan kader Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat (RBM), dengan Surat Keputusan (SK) tentang Penetapan Tim Pengurus, panduan berupa Standar Operasional Prosedur (SOP) tatalaksana untuk kader dan nakes, Memorandum of Understanding (MoU), kerja sama lintas sektor dengan Pemerintah Desa, Dinas Sosial dan swasta. Strategi yang dilaksanakan berupa penyuluhan di kalangan keluarga maupun di Pos Pelayanan Terpadu (Posbindu), pembinaan kader, pemeriksaan berkala oleh nakes (tenaga kesehatan) kepada penyandang disabilitas. Kegiatan yang dilakukan adalah bersama dengan pemerintah desa dalam hal ini Kepala Dusun, Ketua RT/RW untuk melakukan pendataan disabilitas yang ada di wilayah kerja. Kemudian membuat denah sasaran untuk memudahkan kunjungan rumah. Jika masyarakat menemukan penyandang disabilitas yang baru maka bisa melaporkan langsung kepada pemerintah Desa atau tenaga kesehatan. Kartu Kunjungan dibuat sebagai alat pemantauan pelayanan kepada penyandang disabilitas yang tertempel pada setiap rumah. Melakukan pemantauan/pelayanan kesehatan terhadap penyandang disabilitas. Mengisi tanggal kunjungan, Nama Petugas, asal Instansi, Kegiatan Pembinaan, keadaan/kondisi dan Kesimpulan Kartu Kunjungan ini diisi oleh nakes, kader dan stakeholder ketika melakukan kunjungan rumah penyandang disabilitas yang kemudian dianalisis dan dievaluasi bersama lintas sektor setiap 3 bulan. Pelatihan kader secara langsung oleh Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik pada tahun 2019. Kemudian pembinaan kader oleh tenaga kesehatan rutin dilaksanakan setiap bulan. Pengadaan Buku Panduan sebanyak 30 Bab berdasarkan jenis tindakan untuk penyandang disabilitas. Buku pedoman inilah yang digunakan oleh petugas kesehatan dan kader sebagai pedoman dalam pelaksanaan pelayanan. Edukasi terhadap keluarga dan masyarakat dilakukan melalui pemberian Pamflet dan pemahaman agar mereka lebih peduli terhadap penyandang disabilitas dan tidak mengucilkannya.
Terdapat “Kelas Pelita” yang kegiatannya terdiri dari
penyuluhan, pelatihan, pembinaan rutin setiap 3 bulan yang dihadiri oleh peserta (Penyandang Disabilitas dan Kader) dengan mengundang Dinas Sosial, PKK, Tokoh Agama dll dan Dokter Ahli sebagai pemateri. Penyandang disabiltas yang tidak mempunyai jaminan kesehatan dikoordinasikan dengan dinas sosial kartu JKN-KIS. Karang Taruna kecamatan Keera juga menginisiasi penggalangan dana sembako bagi penyandang disabilitas di Desa keera. Asesmen yang dilakukan dari segi internal dan eksternal. Evaluasi internal dari monev dengan tim- pelaksana di lapangan setiap bulan. Mereka melaporkan hasil kegiatan, perkembangan dan kendala terkait kegiatan. Evaluasi eksternal berasal dari pencapaian target tahunan Puskesmas. Hasilnya adalah Para penyandang disabilitas memiliki kartu jaminan kesehatan setelah tim berkoordinasi dengan Dinas Sosial. Pemerintah desa telah menganggarkan honorarium kader Rp 50.000,- tiap bulan, dan memobilisasi masyarakat untuk berkumpul saat proses edukasi/penyuluhan. Masyarakat dan stakeholder terkait mampu memfasilitasi sehingga penyandang-disabilitas dapat bekerja di unit usaha/desa.
Inovasi ini terbukti berhasil meningkatkan Penanganan
Disabilitas dari 5% (1 orang) orang menjadi 100% (19 orang), meningkatkan kemandirian 0% (2018) menjadi 74% (2022), angka pemberdayaan disabilitas meningkat dari 0 % (2018) menjadi 71,4 % (2022). Data tersebut terdapat 5 ODGJ yang dulunya terlantar, sekarang sudah ada 3 orang yang bekerja mandiri sebagai petani, tukang kayu, dan pekerja rumput laut. 5 dari 6 orang penyandang disabilitas fisik telah mandiri dan aktivitas sehari-harinya tidak tergantung lagi oleh keluarga. 2 orang diantaranya bekerja sebagai petani. Penyandang disabilitas sensorik berjumlah 8 orang. 6 diantaranya telah mandiri dan ada yang bekerja sebagai Teknisi PLN dan penjahit. Penyandang disabilitas yang usia produktif telah mampu menghasilkan uang sendiri kisaran Rp.200.000,- s/d Rp. 1.000.000,- untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dari pekerjaan tersebut dan Penyandang Disabilitas Usia Sekolah Bisa Bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB). Saat ini masyarakat sudah terbuka menerima keberadaan Disabilitas, Penyandang disabilitas berbaur dengan masyarakat, dan berperan aktif dalam kegiatan masyarakat termasuk hadir dalam musyawarah desa atau pertemuan lainnya. Kontribusi terhadap Capaian TPB
Inovasi ini berkontribusi terhadap SDGs-3 (Kehidupan
sehat dan sejahtera), SDGs-8 (Pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi) dan SDGs-10 (Berkurangnya kesenjangan). Data dari Kementerian PPN/Bappenas tahun 2021 menujukkan total penyandang disabilitas sebanyak 6,3 juta orang. Meskipun demikian terdapat 55,79% penyandang yang membutuhkan layanan kesehatan namun tidak memeriksakan dirinya. Pada tahun 2021 masker pelita dapat meningkatkan rasio pelayanan disabilitas menjadi 1:300.000. Cakupan SPM bidang kesehatan kabupaten Wajo pada indikator penanganan ODGJ berat dapat meningkat dari 98,08% (2019) menjadi 116,07% (2021).
Derajat kesehatan penyandang disabilitas harus
diperhatikan karena risikonya 2kali lipat daripada non- penyandang disabilitas. Berdasarkan data artikel The 2030 Agenda, SDGs and Disability, pencapaian Masker Pelita erat kaitannya dengan SDGs-3, SDGs-8 dan SDGs-10.Disabilitas yang tidak tertangani menurut data tersebut sebanyak 4% (2018). Di Desa Keera semua penyandang disabilitas mendapatkan pelayanan kesehatan (0% tahun 2021) turut menyumbang penurunan penyandang disabilitas yang tidak tertangani. Data artikel tersebut pada 2018 sebanyak 50,8% penyandang disabilitas tidak diberdayakan sedangkan Desa Keera menunjukkan pemberdayaan sebanyak 71,4% tahun 2021. Hal secara nyata membantu meningkatkan produktivitas penyandang disabilitas. Artikel tersebut menunjukkan bahwa penyandang disabilitas yang mandiri sebanyak 62,4% tahun 2018. Oleh karena itu, inovasi masker pelita berusaha meningkatkan kemandirian sehingga pada tahun 2021 terdapat 74% penyandang disabilitas yang partisipatif. Adaptabilitas MASKER PELITA mulai dicanangkan pada akhir 2019 dan dilaksanakan pada tahun 2020. Awalnya lokus mengambil 1 desa yakni didesa Keera yang terdiri dari 19 orang penyandang disabilitas. Pada tahun 2021 dilaksanakan di dua desa yakni Paojepe dan Awota dan pada tahun 2023 diusahakan seluruh desa/kelurahan yang ada di Kecamatan Keera akan menerapkan inovasi ini.
Inovasi ini memiliki tingkat fleksibilitas yang tinggi dan
sangat mudah direplikasi karena pendampingan penyandang disabilitas dilakukan oleh kader yang berasal dari keluarga/orang terdekat penyandang disabilitas yang ada di desa. Kader tersebut sudah kompeten karena telah dilatih sebelumnya oleh Dokter Spesialis Rehabilitasi.
Hal yang tidak kalah penting menggunakan biaya yang
rendah hasil dari kerjasama dengan pemerintah desa terkait insentif para kader. Sehingga ini akan mendorong antusias para kader untuk lebih semangat dalam menjalankan tugas dan amanah saat di lapangan nanti. Adanya Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) yang bisa menjadi sarana untuk bekerja. Adanya Sekolah Luar Biasa (SLB) yang dekat dan mudah dijangkau oleh penyandang disabilitas. Inovasi ini telah disosialisasikan kepada seluruh desa yang ada Kabupaten Wajo. Inovasi ini sejalan dengan beberapa kegiatan/program yang ada di puskesmas antara lain program pencegahan dan pengendalian penyakit kesehatan jiwa, program pencegahan dan pengendalian gangguan indera dan fungsional, program pelayanan kesehatan usia lanjut, program pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular, begitu pun dengan kegiatan yang ada di Dinas Sosial tentang pemberian bantuan sosial bagi penyandang disabilitas dan pemberian Jaminan Kesehatan Nasional dalam rangka Universal Health Coverage (UHC). Adanya dukungan dari Camat Keera yang mengharuskan kepada semua kepala desa dan lurah agar mengadopsi inovasi masker pelita pada kegiatan rapat koordinasi tingkat kecamatan untuk dilaksanakan pada 9 desa dan 1 kelurahan yang ada diwilyah kecamatan Keera. Sebagai langkah keseriusan pelaksanaan inovasi, Kepala Dinas Kesehatan menyampaikan surat edaran kepada 23 puskesmas yang ada di Kabupaten Wajo tentang adaptasi inovasi masker pelita sehingga dalam beberapa tahun kedepan semua desa yang ada di wilayah kabupaten Wajo akan mengadopsi inovasi ini. Adanya dukungan dari Bupati Wajo sehingga penyandang disabilitas bisa berkesempatan menjadi Wirausahawan dalam rangka mendukung program mencetak 10.000 enterpreneur dan juga mengupayakan agar inovasi ini bisa diadopsi oleh kecamatan lain di Kab.Wajo. Keberlanjutan Sumber daya inovasi ini terdiri dari:
Sumber Daya Keuangan: Dana Biaya Operasional
Kesehatan (BOK) Puskesmas Keera (Rp. 5.000.000,-) untuk petugas kesehatan, dana JKN Kapitasi (Rp. 10.000.000,-) untuk biaya operasional. dan ADD/Dana Desa untuk insentif kader (Rp. 12-000.000,-) /kader tiap tahun, Dukungan anggaran APBD Dinas Kesehatan (Rp. 20.000.000,-) dana Sehingga Total Anggaran yang digunakan setiap tahunnya adalah Rp.47.000.000,- Sumber Daya Manusia:
Tim Pembina dari puskesmas berjumlah 8 orang yakni
Kepala Puskesmas, dokter, Pengelola program Gangguan Indera dan Fungsional, Program P2 Penyakit Tidak Menular, Program Kesehatan Jiwa, Program Perawatan Kesehatan Masyarakat, Program Promosi Kesehatan, dan Bidan di desa. Tim Pelaksana yang terdiri dari 19 Kader RBM dan 19 Nakes sesuai jumlah penyandang disabilitas. Metode dan peralatan: Buku panduan pembinaan 30 Bab, daftar penanggungjawab kader dan nakes untuk tiap penyandang disabilitas dan pamflet peduli disabilitas. Langkah strategis yang dilakukan untuk mengoptimalisasi seluruh sumber daya yang ada yakni membuat regulasi berupa Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan, membentuk tim pelaksana, sekretariat RBM, membuat SOP Pelayanan Kesehatan bagi Penyandang Disabilitas, Pedoman Terkait Disabilitas, SOP Pelayanan Disabilitas di masa Pandemi tahun 2021, Pedoman Penentuan Jenis Disabilitas, Prioritas, dan Pedoman Mekanisme Penghargaan Puskesmas Ramah Disabilitas di Kab. Wajo tahun 2021, merencanakan program kerja dan petunjuk teknis (juknis), melakukan pembinaan kader, melakukan penyuluhan dan edukasi ke masyarakat dan melakukan rapat koordinasi dalam rangka monitoring dan evaluasi (monev). Selain itu rutin diadakan pembinaan kepada para kader dan aktif berkoordinasi dengan lintas sektor terkait seperti Dinas Sosial, pemerintah desa, dinas kesehatan agar kegiatan ini dapat terlaksana secara berkelanjutan. Strategi Keberlanjutan yang dilakukan agar inovasi ini dapat dilakukan secara berkesinambungan yakni: Strategi institusional:
Segi regulasi berupa PERDA Kab. Wajo No. 13 Tahun
2016 Tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas. Dukungan Kementerian Sosial dalam hal Pengadaan Alat Bantu disabilitas Kerja Sama dengan Dinas Sosial yang tercantum dalam MoU nomor: 460/2190/Dinsosp2kbp3a tentang Pelatihan dan Pemberian Alat Bantu serta Bantuan Sosial lainnya. Kerja Sama dengan Pemerintah Desa tentang pengadaan Pelatihan dan Penyediaan Unit Usaha di Desa. Kerja Sama dengan Yayasan SLB Mirah berupa MoU nomor: 119/SLB-MEW/III/ 2021 tentang akses pendidikan bagi Penyandang Disabilitas Usia Sekolah. Pembentukan “Bunda Pelita” oleh Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Strategi sosial melalui kader, desa, unit usaha, masyarakat, konsultasi dengan dokter ahli untuk rehabilitasi medik. Adanya Donasi sembako disabilitas melalui Karang Taruna.
pembinaan, penyuluhan, lokmin. Secara berkala melakukan pembinaan kader. Pembinaan penyandang dan masyarakat. Faktor penentu keberhasilan dan kendala yang dialami selama melaksanakan inovasi ini yakni: Keberhasilan sangat ditentukan oleh dukungan keluarga, peran aktif masyarakat, pemerintah desa, seluruh stakeholder, para kader dan seluruh tenaga kesehatan yang terlibat dalam mengayomi, mencapai, mempertahankan, mengembangkan kemandirian, kemampuan fisik, mental, sosial, dan keterampilan penyandang-disabilitas,. Kendala dari kegiatan ini terdiri dari: Tidak tersedianya alat khusus untuk penyandang seperti tongkat dan kursi roda. Kesibukan sebagian keluarga sehingga kegiatan untuk pembinaan kurang kondusif. Beberapa pasien mengamuk saat pembinaan sehingga sulit dilakukan komunikasi efektif. Ada beberapa rumah penyandang disabilitas yang sulit untuk dijangkau karena letaknya berjauhan dengan fasilitas kesehatan. Kolaborasi Pemangku Kepentingan
Peran dan kontribusi pemangku kepentingan pada pelaksanaan
inovasi MASKER PELITA yakni: Bupati Wajo:
Memberikan dukungan penuh dengan membukakan akses
baik melalui kementerian sosial atau CSR.
Kepala Dinas Kesehatan Kab.Wajo:
a. Gencar menggalakkan program RBM yang berbasis pada
penyandang disabilitas. b. Melakukan pelatihan Nakes untuk penyandang disabilitas. c. Pertemuan rutin pengelola GIF dan Jiwa Puskesmas. Kepala DinsosP2KBP3A:
a. Memfasilitasi pelatihan bagi penyandang disabilitas.
b. Memberikan Bansos dan alat bantu.
c. Mengaktifkan JKN BPJS-KIS. Camat Keera:
a. Mendukung pelaksanaan inovasi di desa lokus dan
berkoordinasi dengan semua desa/kelurahan dalam lingkup Kec.Keera yang lain agar turut serta dalam mewujudkan inovasi ini. b. Melakukan pembinaan dan pengawasan. c. Mensosialisasikan dan menganjurkan semua desa untuk mereplikasi inovasi. Kepala Puskesmas Keera
a. Sebagai Penggagas Inovasi.
b. Membuat SK Penetapan Inovasi UPTD Pusk.Keera dan menyusun SOP untuk pelayanan oleh Kader dan Nakes kepada Penyandang Disabilitas. Kepala Desa Keera:
Melakukan sumbangsih dari segi finansial terkait insentif
para kader. Selain itu memediasi penyandang disabilitas agar mendapat kesempatan untuk bekerja diunit usaha di desa. Karang Taruna :
Pengadaan Donasi sembako disabilitas yang digunakan
untuk kebutuhan penyandang disabilitas. Yayasan SLB Mirah :
Pembedahan Skoliosis Lengkap Buku Panduan bagi Para Pasien: Melihat Secara Mendalam dan Tak Memihak ke dalam Apa yang Diharapkan Sebelum dan Selama Pembedahan Skoliosis