PENDAHALUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap orang memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
dengan mutu yang sebaik-baiknya, tanpa diskriminasi, dimana salah satu strateginya adalah
meningkatkan pelayanan kesehatan secara merata, terjangkau, bermutu, dan berkeadilan, serta
mengutamakan upaya promotif dan preventif. Begitu pula halnya dengan para penyandang
cacat memiliki hak yang sama untuk menikmati pelayanan kesehatan dengan gambaran
seperti yang telah disebutkan sebelumnya.
Global Population Report tahun 2016 menyebutkan lebih dari satu miliar orang
diperkirakan mengalami disabilitas (15% dari populasi dunia). Sekitar 110 juta hingga 190
juta orang dewasa mengalami kesulitan yang signifikan dalam fungsi tubuhnya. Proporsi
individu penyandang cacat meningkat dimungkinkan karena struktur umur yang berubah dan
peningkatan kondisi kesehatan kronis (WHO, 2016). Disabilitas kurang memiliki akses
terhadap pelayanan kesehatan dan karena itu mengalami kebutuhan perawatan kesehatan yang
belum terpenuhi (WHO, 2016).
KAJIAN TEORI
Artikel 7 : Wali Kota akan Jadikan Semarang Sebagai Kota Ramah Disabilitas
KOMPAS. Jakarta - Dalam penyusunan musyawarah rencana pembangunan (musrenbang)
tingkat Kota Semarang, Pemkot mengajak perwakilan elemen masyarakat penyandang
disabilitas untuk rencana kerja pembangunan daerah (RKPD) tahun 2018. Hal itu dilakukan
untuk memberikan kenyamanan di berbagai fasilitas untuk penyandang disabilitas.
"Hari ini tidak seperti sebelum-belumnya, saya mengundang panjenengan sekalian
untuk bersama-sama menyusun rencana pembangunan agar benar-benar menyentuh
masyarakat," kata Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi di gedung Balaikota, Senin
(20/3/2017).
Dalam rapat berlangsung di ruang lokakrida lantai 8 Gedung Moch, Ichsan itu, Hendi
sapaan akrab Wali Kota Semarang, mengundang berbagai elemen dalam dalam penyusunan
rencana kerja Pemerintah Kota Semarang. Menurutnya hal itu untuk mengubah konsep
pembangunan instruktif menjadi partisipatif.
Para penyandang disabilitas yang diundang urun rembug kepada Wali Kota agar Kota
Semarang menjadi kota ramah disabilitas, salah satunya soal shelter bus khusus. Perwakilan
Komunitas Sahabat Difable, Yekti Asih Proborini mengaku senang karena Pemkot Semarang
memberikan perhatiannya terhadap penyandang disabilitas.
"Harapannya ke depan fasilitas untuk penyandang disabilitas bisa dipenuhi sehingga
kami tidak perlu bergantung kepada orang lain," kata Yekti.
Kegiatan yang berlangsung siang tadi itu membahas berbagai rencana pembangunan
termasuk rencana proyek infrastrujtur berupa transportasi Might Rapid Transit (LRT). Serta
rencana pembangunan rumah sakit tipe D, sport center multy event, dan pembangunan
Kampung Bahari Tambaklorok.
Artikel 16 : Penyandang Disabilitas Curhat ke Agus soal Fasilitas yang Belum Ramah
JAKARTA, KOMPAS. Calon gubernur DKI Agus Harimurti Yudhoyono berkampanye
menemui penyandang disabilitas di Jalan Pedati Utara, dekat Jalan Raya Bogor, Kawasan
Cijantung, Jakarta Timur. Dalam kesempatan itu, Agus dicurhati mengenai masalah fasilitas di
Jakarta yang diklaim belum ramah bagi penyandang disabilitas.
Hal itu disampaikan Gufroni Sakaril, Ketua Umum Perkumpulan Penyandang
Disabilitas Indonesia (PPDI). Dalam sambutannya, Gufroni menyatakan, para penyandang
disabilitas butuh informasi dari Agus mengenai visi misinya.
"Apalagi Jakarta saat ini sangat tidak ramah penyandang disabilitas, (misalnya di)
fasilitas publik, masuk gedungnya, naik angkutan umum juga susah," kata Gufroni, di lokasi
acara, Jumat (23/12/2016).
Tak hanya soal fasilitas publik yang belum ramah, Gufroni juga menyoroti perhatian Pemprov
DKI terhadap penyandang disabilitas. Ia menyinggung pada gubernur-gubernur sebelumnya,
hari besar penyandang disabilitas selalu diperingati di Jakarta setiap tahun.
"Gubernur sekarang enggak ada, dulu setiap tahun ada," ujar Gufroni. Sementara Agus
dalam sambutannya menyatakan senang dengan sambutan penyandang disabilitas. Terlebih ia
mendapat dukungan di situ. Agus menjanjikan jika terpilih menjadi pemimpin Jakarta akan
memperhatikan penyandang disabilitas.
"Jika saya dapat amanah memimpin DKI Jakarta, saya memiliki niat yang tulus untuk
berkomitmen memperhatikan penyandang disabilitas di DKI," ujar Agus.Agus sepakat dengan
pernyataan Gufroni, bahwa Ibu Kota belum ramah bagi penyandang disabilitas.
"Seolah-olah pembangunan melupakan kebutuhan dasar dan pokok terhadap
penyandang disabilitas," ujar Agus.
Menurut Agus, sudah seharusnya pemimpin di Jakarta memikirkan penyandang
disabilitas. Baik untuk akses terhadap penggunaan jasa transportasi, akses untuk fasilitas
publik, maupun peluang usaha.
"Oleh karena itu pemerintah bertanggung jawab membuka peluang lebih baik, tingkat
kesejahteraan para penyandang disabilitas di Jakarta ini," ujar Agus.
Artikel 19 : Disabilitas Punya Hak yang Sama untuk Menerima Pelayanan Gigi dan
Mulut yang Optimal
KOMPAS. Dalam rana perawatan gigi dan mulut, mendapati pasien dengan kebutuhan
khusus adalah sebuah tantangan yang harus dapat disiasati oleh tenaga Dokter Gigi, karena
dengan ke-khususan yang mereka miliki, mereka juga punya hak yang sama untuk
mendapatkan kesehatan gigi dan mulut yang optimal, sesuai dengan tujuan yang tertulis pada
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat
(disabilitas). Ke-khususan, yang dalam artian keterbatasan yang mereka miliki, maka akan
sangat sulit bagi mereka untuk mengunjungi tempat-tempat yang menyediakan perawatan gigi
dan mulut, seperti Praktek Dokter Gigi, Klinik Gigi dan Mulut, dan Rumah Sakit, tapi bukan
berarti problematik ini tidak dapat dipecahkan oleh tenaga dokter gigi untuk tetap dapat
memberikan pelayanan gigi dan mulut untuk para disablitas.
Untuk dapat memecahkan fenomena di atas, serta sebagai usaha untuk tetap dapat
memberikan pelayanan gigi dan mulut se-optimal mungkin untuk para disabilitas. Para tenaga
dokter gigi dituntut untuk lebih kreatif dan terampil dalam upaya memberikan perawatan gigi
dan mulut untuk mereka, selain itu dituntut juga untuk memberikan waktu perawatan yang
ekstra dalam menangani setiap disabilitas.
Seni dan ketrampilan dokter gigi dalam melakukan pendekatan terhadap disabilitas,
pengetahuan akan kesehatan fisik secara umum, kondisi mental serta perilaku adalah modal
yang sangat diperlukan oleh dokter gigi sebelum memulai menangani disabilitas. alam upaya
memberikan pelayanan gigi dan mulut untuk para disabilitas, salah satu target utama yang
harus dicapai pertama kali adalah memberikan pemahaman akan pentingnya kesehatan gigi
dan mulut baik untuk si disabilitas itu sendiri dan orang tuanya. Dengan ini akan mampu
memotivasi mereka untuk meningkatkan derajat kesehatan gigi dan mulut, selain itu
ketrampilan dokter gigi dalam mengedukasi mereka akan menciptakan suasana yang nyaman
pada awal pertemuan dengan para disablitas, sehingga kenyamanan yang telah didapat itu
adalah modal dasar untuk pemberian terapi tindakan gigi dan mulut selanjutnya, yang bila
diperlukan.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, sekitar 57.000 orang dengan
gangguan jiwa dipasung. Angka tersebut bisa jadi hanya fenomena gunung es. Minimnya
pemahaman keluarga, stigma di masyarakat, kurangnya pelayanan kesehatan, hingga sulitnya
akses obat turut menjadi faktor terjadinya pemasungan.
Pemasungan barangkali tak hanya dilakukan oleh keluarga, tetapi juga terjadi di panti
sosial. Banyak orang dengan gangguan jiwa dirantai, disiksa, dimasukkan dalam kandang, dan
hanya menjalani keseharian di atas lantai kosong, mulai dari tidur hingga buang air kecil. Ada
pula yang disembunyikan atau dikurung oleh keluarga karena rasa malu atau dianggap
berbahaya.
Ketahuilah, orang dengan gangguan jiwa berat bisa diatasi secara medis. Mereka bisa
kembali beraktivitas seperti biasa jika ditangani dengan baik. Apalagi jika terdeteksi dini dan
langsung mendapat pengobatan.
Tentu bukan dengan pergi ke dukun, pengobatan alternatif, atau orang pintar karena
masalah gangguan jiwa ada pada otak manusia bukan karena gangguan setan, jin, atau
sejenisnya.
Jika pasien gangguan jiwa harus minum obat seumur hidup agar kesehatannya selalu
stabil, maka tak beda jauh dengan pasien diabetes atau hipertensi yang juga minum obat
seumur hidup agar gula darah dan tekanan darah terkontrol.
Tak dapat dipungkiri, terjadinya pemasungan, penelantaran atau pembiaran terhadap orang
dengan gangguan jiwa salah satunya akibat stigma dan diskriminasi. Dua masalah ini sangat
menghambat proses pengobatan pasien.
Jangan sebut mereka orang gila, jangan memandang rendah, dan jangan
menyingkirkan orang-orang dengan gangguan jiwa. Gangguan jiwa dapat terjadi pada siapa
saja, tak memandang status ekonomi, sosial, dan pendidikan.
Pasien yang terlantar di jalan, dipasung, di panti-panti liar itu akibat penelantaran isu
kesehatan jiwa berpuluh-puluh tahun, kata Bagus.
Adanya dukungan KPSI sangat berarti bagi keluarga maupun pasien skizofrenia.
Mereka tak akan merasa sendirian dan bisa saling bertukar informasi. Edukasi kesehatan jiwa
yang terus disebarkan oleh KPSI setidaknya dapat mengurangi stigma dan diskriminasi.
Sebab, menangani orang dengan gangguan jiwa tak cukup hanya dengan minum obat.
Mereka butuh dukungan psikososial agar dapat kembali produktif.
Mereka butuh lingkungan yang baik, harus dipikirkan bagaimana pekerjaannya nanti.
Kalau tidak, orang produktif bisa disabilitas. Ini melumpuhkan fungsi seseorang yang sudah
hidup di dunia, kata Bagus.
Artikel 21: Wali Kota Hendi Minta RSUD Semarang Layani Pasien dengan Baik
KORAN SINDO. Semarang - Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi atau yang akrab disapa
Hendi melakukan inspeksi mendadak di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD). Hendi
sebelumnya mendengar sejumlah keluhan dari masyarakat.
Salah satu keluhan yang sempat viral di media sosial, khususnya di komunitas warga
Kota Semarang, adalah terkait petugas keamanan yang kurang ramah. Bahkan pasien tidak
boleh meminjam kursi roda yang ada di dekat petugas, padahal sangat membutuhkan.
Ia menjelaskan sebenarnya kursi roda bisa dipakai kapan pun dengan syarat
meninggalkan KTP. Bahkan petugas keamanan juga harus bersedia mengantarkan pasien ke
kamar jika membutuhkan.
"Jika pasien membutuhkan, satpam akan mengantar ke ruangan. Kemarin yang terjadi
karena satpam baru, jadi terlalu khawatir dan kaku," tandasnya.
Sidak Wali Kota dilanjutkan ke sejumlah tempat, seperti poliklinik, ICU, dan
pembangunan gedung Instalasi Bedah Sentral Terpadu. Hendi pun berpesan agar jajaran
RSUD selalu memberikan pelayanan yang baik agar perkara seperti kursi roda itu tidak lagi
terjadi.
"Selalu ingatkan apa saja tugas pokok dan fungsi mereka untuk memberi pelayanan
yang baik kepada masyarakat," jelas Hendi.
Artikel 24: Pertama di Indonesia, Rumah Sakit Ini Punya Kartu Sakti tanpa Antre
Mereka ini adalah pasien yang membutuhkan perhatian lebih, kadang karena
tenaga mereka jauh dibawah pasien lain mereka harus berada dibarisan paling belakang,
dengan kartu ini hal tersebut tak akan terjadi lagi, cetus dr Taufik Hidayat, sesaat setelah
launching kartu Gandrung di ruang tunggu RSUD Blambangan Banyuwangi, Rabu
(22/2/2017).
Petugas tersebut akan mengantar hingga ruang poliklinik tujuan, jika pasien tidak
ada yang mengantar. Apabila sudah ada yang mendampingi, kursi roda bebas dipinjam.
Fasilitas promotif dan preventif juga akan diberikan kepada pemegang kartu, bisa
berbentuk pemahaman tentang pola hidup sehat, senam bersama dan lainya, ungkap pria
yang juga menjabat Ketua Presidium Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam
(KAHMI) Banyuwangi ini. Kepala Bank BNI 46 Banyuwangi, Yudhi Dharmawan SH MH,
berharap Corporate Social Responsibility (CSR) dalam bentuk kursi roda yang diserahkan
bisa mendorong peningkatan pelayanan RSUD Blambangan.
KOMPAS.com - Pemasungan dilarang sejak 1977, tetapi hingga saat ini praktik itu masih
terjadi di Indonesia. Diperkirakan ada 18.000 penyandang disabilitas psikososial yang
dipasung, baik di rumah maupun di panti perawatan. Pemasungan biasanya dilakukan dengan
disertai kekerasan.
Human Rights Watch, Senin (21/3), di Cemara 6 Gallery, Jakarta, merilis laporan 74
halaman mengenai praktik pemasungan yang masih terjadi di beberapa provinsi, antara lain di
DKI Jakarta (Cipayung), Jawa Barat(Cianjur dan Sukabumi), Jawa Tengah (Brebes), Jawa
Timur(Pasuruan), serta Bengkulu. Laporan itu diberi judul "Hidup di Neraka: Kekerasan
terhadap Penyandang Disabilitas Psikososial di Indonesia".
Laporan menyebutkan, pemasungan adalah cara yang dipilih untuk diterapkan bagi
penyandang disabilitas psikososial, yakni orang dengan masalah kesehatan, seperti
depresi, bipolar disorder, skizofrenia, dan katatonia. Pemasungan dilakukan dengan merantai
atau mengurung seseorang di ruangan yang sesak dan tak sehat. Mereka yang dipasung tidak
diperkenankan keluar dari ruangan dan melakukan semua aktivitas di dalam kurungan.
Kampanye bebas pasung yang dilakukan pemerintah dinilai tidak efektif karena tak
diterapkan di daerah-daerah. Sebanyak 16 institusi yang didatangi tidak tahu ada kampanye
bebas pasung.
Agus (26), warga Cianjur yang pernah dipasung di kandang kambing, memberi kesaksian
dalam peluncuran laporan Human Rights Watch. Ia menceritakan, orangtuanya memasung
dirinya karena sering marah-marah dan dadanya terasa sangat panas.
"Saya tidur di situ. Makan serta buang air kecil dan besar juga di situ. Udara tidak
segar, bau. Saya dirantai. Saya dikira kerasukan setan. Setelah empat tahun, saya dikeluarkan.
Lalu saya berobat ke rumah sakit," tutur Agus.
"Mereka akan menjadi prioritas, tidak usah antre (kalau berobat). Pokoknya layanan ini
seperti bus patas yang cepat,"" ujar Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas di
Banyuwangi, Senin.
Nama kartu untuk pelayanan kesehatan itu diambil dari seni tari khas Banyuwangi,
gandrung, yang kini terkenal di kancah nasional hingga mancanegara.
Anas mengatakan, tidak semua orang tua memiliki keluarga yang menemaninya di
masa tua. Banyak orang tua yang tinggal bersama istri atau suami yang juga sudah lanjut usia,
bahkan ada yang tinggal seorang diri.
Di sisi lain, katanya, anak-anak mereka ada yang tidak memiliki waktu karena harus
bekerja dan memiliki keluarga sendiri. Ada pula yang berpisah karena anaknya meniti karir di
daerah lain sehingga tidak jarang, orang tua harus mengurus dirinya sendiri ketika berobat ke
rumah sakit.
Ia mengatakan, ketika ada pasien berusia lanjut datang ke RSUD Blambangan, petugas
rumah sakit yang berada di pintu rumah sakit menyambut mereka dengan ramah. Pasien tidak
perlu lagi mengantre, dan langsung mendapat pelayanan sesuai keluhan yang dideritanya.
Selama proses pelayanan, kata dia, petugas rumah sakti selalu mendampingi. Apabila
pasien tidak kuat untuk berdiri atau berjalan kaki dalam waktu lama, maka langsung disiapkan
kursi roda.
Dengan menggunakan kursi roda, petugas mendorong dan terus mendampingi pasien
selama berada di rumah sakit, mulai dari pendaftaran, menuju ruang pelayanan, selama
menjalani perawatan, hingga diantar kembali ke luar rumah sakit.
"Dokter atau perawat juga melayani dengan penuh kesabaran, senyuman, dan pasien
diajak berbicara. Orang tua, diajak ngobrol saja sudah senang," kata Taufiq.
KOMPAS. Carika, perempuan 29 tahun dengan disabilitas psikososial, tinggal di sebuah desa
di Jawa Tengah. Dia kini berjualan nasi dan tempe di warung pinggir jalan.
Itu perubahan luar biasa bagi seorang perempuan yang lima tahun lalu dikurung di sebuah
kandang kambing yang sempit dan kotor. Dia dipaksa untuk makan, tidur, dan buang hajat di
tengah bau busuk kotoran kambing.
Nasib Carika hanyalah sekelumit dari kisah 57.000 orang yang dianggap atau benar-
benar menyandang disabilitas psikososial di Indonesia yang dipasungdibelenggu atau
dikurung dalam ruangan sempitsetidaknya sekali dalam hidup mereka. Data pemerintah
terbaru menunjukkan 18.800 orang saat ini masih dipasung di Indonesia.
Meski pemerintah melarang praktik pemasungan sejak 1977, namun baik keluarga maupun
panti sosial masih melakukan praktik ini terhadap penyandang disabilitas psikososial.
Perjalanan hidup mantan pasien panti 'sakit jiwa' yang berhasil sembuh
Bukan gila tetapi menderita sakit jiwa
Resesi berdampak besar pada kesehatan jiwa
Gangguan jiwa masalah dunia
Perawatan minim
Andreas Harsono dari Human Rights Watch mengatakan pemerintah Indonesia sudah dua kali
melakukan gerakan melarang pemasungan. Pertama pada 1977, lalu yang kedua pada 2014
dengan meluncurkan gerakanIndonesia Bebas Pasung.
Fokus gerakan ini adalah meningkatkan kepedulian tentang kesehatan jiwa dan praktik
pasung, mengintegrasikan kesehatan jiwa ke dalam layanan kesehatan umum, menyediakan
pengobatan kesehatan jiwa di tingkat Puskesmas, melatih petugas kesehatan untuk
mengidentifikasi dan mendiagnosis kondisi dasar kesehatan jiwa, dan membentuk tim terpadu
bernama Tim Penggerak Kesehatan Jiwa Masyarakat.
Seharusnya orang yang mengalami schizophrenia atau bipolar dirawat dengan obat,
tergantung dosisnya, sehingga mereka bekerja seperti biasa. Namun di Indonesia, perawatan
ini minim sekali. Dari 34 provinsi di Indonesia, delapan provinsi tidak punya rumah sakit
jiwa. Dan dari delapan provinsi itu, tiga provinsi tidak punya satu pun psikiater, kata Andreas
kepada wartawan BBC Indonesia, Jerome Wirawan.
Indonesia memang memiliki 48 rumah sakit jiwa. Namun, lebih dari separuhnya berlokasi di
empat provinsi.
Petugas Pusat Layanan Disabilitas (PLD) Kota Surabaya Wilayah Selatan Ridlo
Utomo yang ditemani petugas lainnya, Auratul Devi Safitri dan Rizal Fathoni, menjelaskan
secara detail fungsi ruangan tersebut. Di lemari ada alat permainan edukatif (APE) yang
terbuat dari kayu dan plastik. Permainan tersebut, terang Ridlo, digunakan untuk terapi
motorik kasar bagi anak berkebutuhan khusus (ABK).
Di ruangan tersebut juga terlihat matras serta tangga titian. Tangga digunakan untuk
melatih keseimbangan ABK. Dengan alat ini, kondisi fisik dan psikis siswa bisa dilihat, jelas
pemuda 26 tahun itu.
Ridlo menyatakan, pembukaan lima cabang PLD di Surabaya itu bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat, khususnya mengenai potensi putra-putri mereka.
Selama ini, gejala ABK pada anak sering tidak terdeteksi sejak dini oleh orang tua. Mereka
baru merasakan perbedaan saat anak memasuki usia SD.
Padahal, dengan deteksi dini, orang tua bisa lebih siap membesarkan putranya dengan
kondisi menyandang disabilitas. Deteksi dini juga bisa membantu orang tua menentukan
potensi anak. Jangan dikira ABK tak punya potensi. Semua anak memilikinya, tegas
alumnus Pendidikan Luar Biasa (PLB) Unesa itu.
Saat ini, terang Ridlo, PLD masih dikembangkan. Maklum, baru sebulan dibentuk.
Saat ini setiap PLD masih berisi psikolog dan tenaga terapi. Tenaga kesehatan seperti dokter
dan psikiater akan ditempatkan secara bertahap.
Ridlo menambahkan, selain bisa diakses semua orang, PLD tidak memungut biaya
alias gratis. Semua dana sudah ditanggung Pemkot Surabaya sebagai pelaksana program.
Staf Program Center for Impoving Qualified Activity in Live of People with
Disabilities (Ciqal) Sleman, Arni Surwanti, mengatakan keberadaaan perda yang secara
spesifik tersebut sangat mendesak. Hal ini mengingat banyak sektor yang belum terakomodir,
seperti pendidikan dan kesehatan yang berpihak pada penyandang disabilitas.
Hak difabel harus melingkupi semua sektor. Baik fasilitas umum, pendidikan,
kesehatan, berpolitik, dan kesamaan bidang hukum serta sektor lain, ungkapnya, Minggu
(18/1/2015).
Artikel 32 : Puskesmas Ramah Anak dan Difabel Habiskan Dana Rp 3,234 Miliar
Bupati Magelang, Zaenal Arifin SIP menyatakan, puskesmas ini memenuhi standar sesuai
Permenkes 75 tahun 2014. Puskesmas dilengkapi fasilitas lengkap, serta ramah difabel, ramah
lansia, dan ramah anak. Puskemas juga dikengkapi sarana bermain anak-anak.
Disebutkan saat ini Pemkab Magelang memiliki 29 Puskesmas yang tersebar di 21 kecamatan.
Dari jumlah itu, tiga di antaranya telah memiliki fasilitas rawat inap, yaitu Puskesmas Grabag
1, Puskesmas Borobudur dan Puskesmas Salaman 1. Tiga Puskesmas lainnya sedang
dipersiapkan untuk menjadi Puskesmas rawat inap. Yakni Puskesmas Pakis, Puskesmas
Kaliangkrik, dan Puskesmas Sawangan II.
Penambahan jumlah Puslkesmas rawat inap ini diharapkan akan meningkatkan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat. Terutama warga pedesaan, sesuai dengan sistem kesehatan
nasional. Sebab idealnya, 30 persen total Puskesmas yang ada merupakan Puskesmas rawat
inap.
Oleh karena itu, pembangunan, rehabilitasi dan peningkatan Puskesmas akan dijadikan
agenda utama tahun 2017. Rencananya, Pemkab akan membangun kembali Puskesmas
Kajoran II, dan memindahkan lokasi Puskesmas Candimulyo.
Tahun 2018 akan dibangun Puskesmas Salaman 1 pengganti, karena Puskesmas Salaman 1
akan menjadi Rumah Sakit Kelas D, ujarnya.
Ke-11 proyek infrastruktur ini menghabiskan dana Rp 6,841 milyar, seluruh proyek sudah
selesai 100 persen dan bisa dimanfaatkan masyarakat. Perbaikan fasilitas intrastruktur dan
sarana prasarana publik ini kami harapkan bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
tandas Wisnu.
JAWAPOS Untuk pertama kalinya, layanan jaminan kesehatan khusus bagi para
penyandang disabilitas dilaksanakan di Kulonprogo. Ratusan difabel dari seluruh kecamatan
menerima layanan kesehatan hingga menerima alat bantu dalam kegiatan yang digelar di
kantor Kecamatan Sentolo, Sabtu (21/11/2015).
Wakil Bupati Kulonprogo Sutedjo menyambut baik kegiatan yang digagas Pemda DIY dalam
hal ini Dinas Kesehatan DIY sebagai bentuk perhatian bagi masyarakat penyandang
disabilitas.
Melalui kegiatan ini, Sutedjo berharap, penyandang disabilitas dapat menerima layanan
kesehatan yang lebih baik, bahkan dapat diakses secara berkesinambungan.
Tentunya hal ini juga seirama dengan yang telah dilakukan kami melalui Dinsosnakertrans
untuk memberikan pelayanan terbaik bagi para difabel. Selain itu, kami juga mendukung
upaya untuk memberikan pelatihan teknis bagi tenaga medis di seluruh Puskesmas agar dapat
melayani para difabel lebih baik lagi, ujar Sutedjo usai membuka acara Pembukaan Layanan
Jaminan Kesehatan Khusus Penyandang Disabilitas Terpadu.
Kepala Badan Pelaksana Jaminan Kesehatan Sosial (Bapel Jamkesos) DIY Elfi Effendi
menuturkan, kegiatan tersebut berangkat dari persoalan yang dialami para penyandang
disabilitas. Elfi mengatakan, pelayanan kesehatan bagi para difabel tidak dapat dilakukan
secara konvensional. Artinya, pelayanan yang diberikan tidak bisa disamakan dengan pasien
atau orang biasa.
Harus mengurus macam-macam, misal sakit harus ke puskesmas, baru minta rujuk ke rumah
sakit dan lain sebagainya. Mereka memiliki keterbatasan, jadi kami mencoba
mengembangkan metode pelayanan terpadu ini. Agar dapat mendekatkan pelayanan pada
mereka, ujar Elfi.
1. Impairment
Impairment disebutkan sebagai kondisi ketidaknormalan atau hilangnya struktur atau
fungsi psikologis, atau anatomis.
2. Disability
Disability adalah ketidakmampuan atau keterbatasan sebagai akibat adanya
impairment untuk melakukan aktivitas dengan cara yang dianggap normal bagi
manusia.
3. Handicap
Handicap merupakan keadaan yang merugikan bagi seseorang akibat
adanya imparment, disability, yang mencegahnya dari pemenuhan peranan yang
normal (dalam konteks usia, jenis kelamin, serta faktor budaya) bagi orang yang
bersangkutan.
(Artikel 10)
Anak penyandang cacat adalah setiap anak yg mengalami hambatan fisik dan/atau
mental sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar. (Artikel
11,12)
Yang termasuk anak penyandang cacat adalah
Tunanetra (anak yang mengalami hambatan penglihatan).
Tunarungu / tunawicara (anak yang mengalami hambatan pendengaran dan bicara).
Tunagrahita (anak yang mengalami keterbelakangan mental).
Tunadaksa (anak yang mengalami cacat tubuh seperti anak yang mengalami polio dan
gangguan gerak).
Tunalaras (anak yang mengalami gangguan emosi dan sosial).
Autis (anak yang mengalami gangguan interaksi, komunikasi, dan perilaku yang
berulang-ulang dan terbatas).
Tunaganda (anak yang mengalami lebih dari satu hambatan).
Anak penyandang cacat berhak memperoleh pelayanan dokter spesialis atau psikolog
sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan. Anak penyandang cacat berhak memperoleh
informasi kesehatan seperti kesehatan reproduksi dan kesehatan diri. (Artikel 11,12)
Hak-hak kesehatan bagi anak-anak penyandang disabilitas adalah
1. berhak memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan tahapan tumbuh kembang
anak, seperti pelayanan imunisasi, pemenuhan gizi seimbang, dan pemantauan tumbuh
kembang anak;
2. berhak memperoleh pelayanan dokter spesialis atau psikolg sesuai dengan jenis dan
derajat kedisabilitasan;
3. Anak penyandang disabilitas berhak memperoleh informasi kesehatan seperti
kesehatan reproduksi dan kesehatan diri;
4. Anak penyandang disabilitas dari keluarga tidak mampu, pengemis, atau terlantar
berhak mendapat jaminan pemeliharaan kesehatan (jamkesmas atau jamkesda
setempat) untuk memperoleh pelayanan kesehatan di Puskesmas dan Rumah Sakit
(Artikel 11,12,32)
Meski pemerintah melarang praktik pemasungan sejak 1977, namun baik keluarga maupun
panti sosial masih melakukan praktik ini terhadap penyandang disabilitas psikososial.
Perjalanan hidup mantan pasien panti 'sakit jiwa' yang berhasil sembuh
Bukan gila tetapi menderita sakit jiwa
Resesi berdampak besar pada kesehatan jiwa
Gangguan jiwa masalah dunia (Artikel 20,25,27)
1. Biaya Mahal
2. Terbatasnya Ketersediaan Layanan
3. Hambatan Fisik
4. Ketrampilan dan Pengetahuan tentang Kesehatan yang tidak memadai
(Artikel 2,9,14,15,16,18,31)
Kesehatan merupakan subsistem Ketahanan Nasional. Oleh sebab itu harus melibatkan
sub-sistem lainnya melalui interaksi, interrelasi dan interpedensi, disamping kemandirian agar
tercapai kesehatan bangsa , antara lain:
(Artikel 1,3,4,5,6,7,8,13,17,19,21,22,23,24,26,28,29,30,33)
Beberapa model yang dipakai dalam penanganan masalah penyandang cacat, yaitu :
(Konferensi Nasional I DNIKS, Jakarta, Juli 2001)
1. Model Individual/ Model Medis
Model individual/ model medis adalah model yang didasari pada penggunaan strategi
medis atau yang disebut juga strategi individual karena berfokus pada individu penyandang
disabilitas itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan konsep rehabilitasi pada program-
program yang ditujukan kepada penyandang disabilitas dan pembentukan organisasi
pelayanan yang diperuntukan bagi penyandang disabilitas. Misalnya, melalui posbindu
disabilitas untuk mimiliki kesedaran terhadap pentingnua memantau kesehatan penderita
disabilitas secara mandiri, cek kesehatan gratis, pelayanan gigi dan mulut yang optimal
(Artikel 5,6,19,22,23,29)
2. Model sosial
Model social merupakan bentuk model yang mengakomodasi faktor-faktor diluar individu
penyandang disabilitas, seperti lingkungan fisik dan non fisik yang turut berperan. Menurut
model sosial bahwa hambatan-hambatan yang berasal dari luar lingkungan itulah yang
menyebabkan ketidakmampuan seseorang yang mengalami impairment dalam melakukan
aktivitas sehari-hari, terjadi karena lingkungan tidak mengakomodasi kebutuhan dari seorang
penyandang disabilitas, misalnya fasilitas yang ada disiapkan untuk disabilitas,seperti toilet
untuk disabilitas, ada juga huruf braile untuk penyandang disabilitas, kartu sakit tanpa antre
(Artikel 1,2,4,7,8,14,21,24,26,28)
(Artikel 11)
2.3 Tinjauan Etis Kristen Mengenai Pelayanan Medis terhadap Pasien Cacat
Definisi disabilitas dari sudut pandang medis, yang berisikan bahwa disabilitas adalah
persoalan medis dan karenannya orang dengan disabilitas perlu diupayakan program
rehabilitasi, menjadi tidak memadai.
(Sumber : Vicki Terrell, Celebrating Just Living with Disability in the Body of Christ,
The Ecumenical Review (2012), 563.)
Menurut Christina MH Powell, Ph.D, ada beberapa hal yang dapat dilakukan gereja
untuk melayani para kaum tunanetra ini:
Mengunjungi pasien
Memberikan dukungan terus menerus
Menciptakan lingkungan yang ramah bagi penyandang cacat
Melatih anggota staf gereja dan pemimpin
Menyambut penyandang cacat dengan senyum hangat dan berbicara langsung
kepadanya.
1 Non-diskriminasi
Perawatan kesehatan terhadap pasien disabilitas dilakukan tanpa adanya
pembedaan status.
2 Kelengkapan
Pasien disabilitas berhak mendapatkan akses pelayanan kesehatan yang baik dan
juga dukungan layanan kesehatan,rehabilitaasi dan bantuan pribadi.
3 Kelayakan
Perawatan kesehatan terhadap pasien disabilitas yang ada disediakan berdasarkan
kebutuhan individu pasien, preferensi pasien dan juga pilihan yang dikehendaki
pasien.
4 Ekuitas
Prinsip yang dipedomani salah satunya adalah ekuitas, pasien tidak dibebani
dengan biaya-biaya. Biaya seharusnya disesuaikan dengan kemampuan pasien
tersebut.
5 Efisiensi
Perawatan kesehatan terhadap pasien disabilitas juga harus mempedomani bahwa
harus memiliki akses ke sebuah sistem perawatan kesehatan yang maksimum
tepat,efektif, layanan berkualitas tinggi dengan biaya administrasi minimal.
Setiap manusia diciptakan Allah sesuai dengan gambaran-Nya. Semua baik dan indah
di mataNya. Namun, mungkin kita pernah berpikir mengapa ada orang-orang cacat yang
Tuhan izinkan untuk ada bersama-sama dengan kita sekarang. Mengapa ada orang buta, tuli,
bisu yang tidak bisa merasakan kesempurnaan hidup seperti kita. Kita perlu tahu bahwa Allah
lah yang telah merancangkan itu semua (Keluaran 4:11). Kita juga harus selalu mengingat
kalau Tuhan tidak pernah merancangkan hal-hal yang buruk atau mencelakakan untuk setiap
anak-anakNya, melainkan rancangan damai sejahtera (Yeremia 29:11). Tuhan telah
menetapkan setiap rancangan-Nya sejak kita ada di dalam rahim ibu kita, begitu pun dengan
mereka, orang-orang yang buta. Bahkan dari mereka lah Tuhan banyak memperlihatkan kuasa
dan kemuliaan-Nya (Yohanes 9:1-3).
Apapun juga bentuk dan rupa ciptaan-Nya, satu hal yang pasti adalah "segala yang
dijadikan-Nya itu sungguh amat baik" (Kej 1:31) dalam pandangan-Nya. Tetapi apa yang
dipandang baik oleh Allah tidak selalu, bahkan lebih sering, dipandang tidak baik oleh
manusia. Mengapa? Karena manusia hanya dapat memandang apa yang kelihatan di depan
mata.
1 Samuel 16:7 Tetapi berfirmanlah TUHAN kepada Samuel: "Janganlah pandang parasnya
atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang
dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati."
Kita sebagai umat Kristen, khususnya sebagai petugas medis harus lah meneladani
pekerjaan Tuhan yang begitu luar biasa. Tuhan sendiri mengatakan kalau Dia mau memimpin
orang buta dan mau berjalan dengan mereka (Yesaya 42:16). Inilah peran kita untuk
merangkul mereka seperti teladan Tuhan Yesus dan tentunya mengasihi mereka seperti
saudara kita sendiri (Markus 12:31a). Kita juga tidak boleh menuntun mereka ke jalan yang
salah apalagi membiarkan mereka terlantar ketika menjalani pengobatan atau tindakan medis
lainnya, karena Tuhan sangatlah menentang hal itu (Ulangan 27:18a). Tetapi sebaliknya, kita
harus lah menjadi penopang bagi mereka (Ayub 29:15).
Berdasarkan alkitab, tentunya sudah banyak teladan-teladan Tuhan yang harus kita
contoh terutama dalam hal pelayanan kita di bidang medis bagi mereka pasien-pasien buta.
Sudah seharusnya lah kita merangkul mereka, bukan menyisihkan mereka, dan mendahulukan
mereka ketika mereka ada dalam penanganan kita. Tetapi, jauh dari semua itu, harus lah kita
selalu mendasarkan apa yang kita perbuat sesuai dengan ajaran Tuhan Yesus bahwa apa yang
kita perbuat haruslah dengan segenap hati seperti kita melakukannya untuk Tuhan (Kolose
3:23). Pastilah kita dapat melakukan setiap tugas kita dengan hati yang tulus dan dapat
menjadi berkat bagi setiap pasien.
Peraturan lain yang berisi kebijakan tentang penyandang cacat lain nya adalah
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN No. 104/MENKES/PER/II/1999 TENTANG
REHABILITASI MEDIK pasal 7 dan pasal 8. Dari Keputusan Menteri Kesehatan tersebut,
dapat dilihat bahwa penyandang cacat di golongkan sesuai dengan tingkat
ketidakmampuannnya dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari. Terdapat 6 golongan dalam
undang-undang ini, dan penggolongan ini bertujuan agar pemberian bantuan sesuai dengan
kemampuan dan ketidakmampuan yang diderita penyandang cacat ini. Contohnya, penderita
buta sebagian beberbeda perlakuan, ketersediaan sarana, dan lingkungan nya (khususunya
dalam bidang pelayanan kesehatan) dengan penyandang cacat buta seluruhnya. Perbedaan ini
bertujuan agar terjadi keadilan dalam pemberian pelayanan kesehatan dan agar pemerintah
memberi bantuan yang tepat dan sesuai dengan kecacatan penderita.
3.1 Kesimpulan
Menurut artikel yang sudah kami kumpulkan dan kami cermati, dapat disimpulkan
bahwa penyandang cacat sebagai manusia membutuhkan kebutuhan yang sama dengan
manusia normal pada umumnya yaitu kebutuhan fisik, psikis dan sosial. Lebih khususnya
kebutuhan fisik yang salah satunya meliputi bidang kesehatan. Penyandang disabilitas
membutuhkan kebutuhan khusus dalam pelayanan medis yang lebih luas dan lebih baik
dibanding manusia normal pada umumnya.
Tetapi dalam kehidupan sehari-hari masih terdapat pelayanan medis yang buruk
terhadap penyandang disabilitas. Bahkan masih terdapat orang dengan disabilitas yang tidak
menerima pelayanan medis sama sekali. Alasan orang dengan disabilitas untuk tidak
menerima pelayanan medis yang diperlukan dapat berupa: aksesibilitas, ketersediaan, dan
penerimaan. Aksesibilitas adalah faktor-faktor yang lebih erat kaitannya dengan lingkungan.
Sedangkan, ketersediaan dan penerimaan yang lebih erat kaitannya dengan faktor individu.
Untuk itu, permasalahan penyandang cacat haruslah dilihat sebagai sesuatu yang
universal dan menyeluruh, dalam pengertian bahwa kecacatan merupakan kondisi yang wajar
dalam setiap masyarakat, karena itu pembuat kebijakan seharusnya juga memandang bahwa
kebutuhan penyandang cacat adalah sama seperti warga negara lainnya dengan
mengintegrasikan penyandang cacat dalam semua kebijakan yang menyangkut segala aspek
hidup dan penghidupan. Dalam hal meningkatkan akses ke pelayanan medis untuk difabel,
pengembangan kebijakan harus fokus pada menghilangkan hambatan lingkungan di bidang
asuransi kesehatan, dan akses layanan kesehatan itu sendiri.
3.2 Saran
1. Saran bagi keluarga penderita penyandang disabilitas
Salah satu fungsi keluarga adalah sebagai tempat berlindung yang aman bagi
anggotanya. Perlakuan keluarga yang wajar kepada anggota keluarga yang cacat akan
membuat mereka merasa aman dan nyaman. Akan tetapi banyak keluarga yang tidak dapat
menerima anggota keluarga yang cacat karena ketidaktahuan dan persepsi yang salah.
Oleh karena itu diperlukan sosialisasi guna penyadaran bagi keluarga agar dapat
menerima penyandang cacat dan memperlakukan secara wajar. Hadirnya persatuan orangtua
keluarga penyandang cacat sebagai wadah sosialisasi sangat penting guna peningkatan
persepsi yang benar sehingga dapat dilakukan penanganan penyandang cacat secara optimal
agar penyandang cacat dapat mandiri.
2. Saran bagi masyarakat umum
Perlu dijelaskan kepada masyarakat bahwa penyandang cacat tubuh mempunyai
kesamaan kesempatan dengan melibatkan penyandang cacat tubuh dalam organisasi
kemasyarakatan. Masyarakat perlu diberikan bimbingan agar muncul kepedulian, partisipasi
dan tanggung jawab
Penyandang cacat sejak lahir adalah makhluk sosial, kelangsungan hidup tergantung
pada orang disekelilingnya, kebutuhan rasa aman dan kasih sayang merupakan hal utama. Hal
ini dialami oleh penyandang cacat tubuh dan kebutuhan ini makin lama makin bertambah
seiring dengan perkembangan usia anak-anak dan membutuhkan teman bermain. Penyandang
cacat membutuhkan pengakuan, dihargai dan diterima oleh teman-temannya dan timbul
keinginan akan status sosial yang layak dalam kelompok/ masyarakat. Apabila perkembangan
ini mengalami hambatan akibat kecacatannya maka akan berpengaruh kepada perkembangan
kejiwaan anak.
Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam kalangan masyarakat bagi penderita
disabilitas
1. Destigmatisasi
Pendekatan ini berusaha untuk tidak memberikan stigma, dan bergiat untuk
menghilangkan stigma yang diberikan kepada penyandang cacat.
2. Deisolasi
Pendekatan ini menghindari kegiatan yang akan mengisolasi penyandang cacat
dari lingkungnya. Sehingga mereka dapat bersosialisasi dengan lingkungan.
3. Desensitifisasi
Pendekatan ini menitik beratkan untuk menghilangkan rasa sensiti/ rendah diri
atas kecacatan yang mereka derita.
Negara bisa menangani peningkatan risiko anak menjadi miskin dengan inisiatif-
inisiatif perlindungan sosial seperti program bantuan tunai, yang telah ter - bukti bermanfaat
bagi anak. Semakin banyak negara berpenghasilan rendah dan menengah yang membangun
berdasarkan hasil-hasil yang menjanjikan dari usaha-usaha yang lebih luas dan telah
meluncurkan inisiatif perlindungan sosial yang ditargetkan yang meliputi bantuan tunai
terutama untuk anak-anak penyandang disabilitas. Monitoring dan evaluasi rutin tentang efek
dari bantuan tunai itu pada kesehatan, pendidikan dan rekreasi anak penyandang disabilitas
akan penting untuk memastikan program-program ini bisa mencapai tujuannya. Perangkat lain
yang bisa dipakai oleh Pemerintah adalah penganggaran khusus disabilitas, dimana
pemerintah menetapkan tujuan-tujuan khusus untuk anak penyandang disabilitas dalam
sebuah inisiatif yang lebih luas dan mengalokasikan sejumlah sumber daya yang ada yang
memadai untuk tujuan tersebut. Akses yang efektif pada pelayanan termasuk pendidikan,
pelayahan kesehatan, rehabilitasi, dan rekreasi harus diberikan secara cuma-cuma dan dengan
cara yang dapat meningkatkan integrasi sosial secara penuh dan perkembangan individu anak.
5. Saran bagi Gereja.
Olyan, Saul M. 2008. Disability in the Hebrew Bible: Interpreting Mental and Physical
Differences. Cambridge: Cambrigde University.
http://www.tempo.com/penyandang-disabilitas-belum-dapat-pelayanan-khusus/ (Diakses 09
Mei 2017,13.00wib)
http://www.kompas.com/4bi/melihat-aceh-penuhi-hak-hak-kaum-
difabel_550e0a3e813311b62dbc6061(Diakses 09 Mei 2017,13.10 wib)
https://tempo.com/2017/04/07/posbindu-disabilitas-dorong-kemandirian-kesehatan-
masyarakat-difabel (Diakses 09 Mei 2017,13.00 wib)
http://www.koransindo.com/sosial/disabilitas-pelayanan-kesehatan-bagi-masyarakat/ (Diakses
09 Mei 2017,13.05 wib)
http://tribunnews.com/read/180468/pelayanan-kesehatan-bagi-disabilitas-ditarget-lebih-
komprehensif-.html (Diakses 09 Mei 2017,13.05 wib)
http://tibunnews.com/read/156437/disabilitas-pelayanan-kesehatan-untuk--masyarakat-di-
sorong-.html (Diakses 09 Mei 2017,13.05 wib)
https://kompas.com/2012/12/07/hak-kesehatan-anak-anak-penyandang-disabilitas/ (Diakses
09 Mei 2017,13.05 wib)
https://kompas.com/2012/12/07/hak-kesehatan-anak-anak-penyandang-disabilitas/ (Diakses
09 Mei 2017,13.05 wib)
http://www.koransindo.com/anak-anak/1048-melindungi-kesehatan-anak-penyandang-cacat
(Diakses 09 Mei 2017,13.10 wib)
https://www.tempo.co.id/pemkab-bantul-gulirkan-layanan-ekstra-bagi-difabel/ (Diakses 09
Mei 2017,13.10 wib)
http://www.koransindo.com/kesehatan/383092-sarana-publiyandang-disabilitas.html (Diakses
09 Mei 2017,13.10 wib)
http://www.kompas.com/kesehatan/383092-sarana-publik-dinilai-belum-ramah-penyandang-
disabilitas.html (Diakses 09 Mei 2017,13.10 wib)
http://megapolitan.kompas.com/read/2016/12/23/18140641/penyandang.disabilitas.curhat.ke.
agus.soal.fasilitas.yang.belum.ramah. (Diakses 09 Mei 2017,13.10 wib)
http://jabar.tribunnews.com/2016/12/17/pertama-digelar-begini-suasana-peringatan-hari-
disabilitas-internasional-tingkat-jabar (Diakses 09 Mei 2017,13.15 wib)
http://kompas.com/2017/03/22/sudahkah-memproitaskan-penyandang-disabilitas/ (Diakses 09
Mei 2017,13.15 wib)
http://www.kompas.com/marulijuara/disabilitas-punya-hak-yang-sama-untuk-menerima-
pelayanan-gigi-dan-mulut-yang-optimal_56d5949a5893733a1e261231 (Diakses 09 Mei
2017,13.15 wib)
http://entertainment.kompas.com/read/2016/08/18/074500923/Kemerdekaan.bagi.Orang.deng
an.Gangguan.Jiwa (Diakses 09 Mei 2017,13.15 wib)
https://koransindo.com/berita/d-3452040/wali-kota-akan-jadikan-semarang-sebagai-kota-
ramah-disabilitas.html (Diakses 09 Mei 2017,13.15 wib)
http://jawapost.com/berita/342929/250-pasien-penyandang-disabilitas-nikmati-layanan-
rs.html (Diakses 10 Mei 2017,10.00 wib)
https://m.tempo.co/read/news/2016/10/17/058812810/penyandang-disabilitas-di-yogyakarta-
dapat-jaminan-kesehatan (Diakses 10 Mei 2017,10.00 wib)
http://www.kompas.co.id/read/142938/20170222/151353/pertama-di-indonesia-rumah-sakit-
ini-punya-kartu-sakti-tanpa-antre/ (Diakses 10 Mei 2017,10.00 wib)
http://lifestyle.kompas.com/read/2016/03/22/170700723/Belasan.Ribu.Penyandang.Disabilita
s.Psikososial.Alami.Kekerasan (Diakses 10 Mei 2017,10.00 wib)
http://www.koransindo.com/berita/620683/rsud-banyuwangi-luncurkan-kartu-gandrung-
untuk-lansiadifabel (Diakses 10 Mei 2017,10.00 wib)
http://www.kompas.com/indonesia/berita_indonesia/2016/03/160320_indonesia_hrw_pasung
(Diakses 10 Mei 2017,10.05 wib)
http://www.jawapos.com/read/2017/02/07/107962/bentuk-pelayanan-khusus-buat-
penyandang-disabilitas (Diakses 10 Mei 2017,10.05 wib)
http://www.koransindo.com/health/2016/11/25/050300/kemenkes-janji-tingkatkan-akses-
kesehatan-bagi-disabilitasrtikel 29.html (Diakses 10 Mei 2017,10.05 wib)
TINJAUAN ETIS KRISTEN TENTANG PELAYANAN MEDIS
DISUSUN OLEH :
Rosarina (160100137)
FAKULTAS KEDOKTERAN
2016-2017