BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia terkenal dengan budaya tolerasi serta rasa empati. Setiap warga negara
berhak mendapatkan segala hak oleh karena kedudukannya sebagai warga negara
Indonesia. Adapun hak ini wajib diberikan tanpa membedakan kondisi fisik individunya.
Hak asasi hakikatnya bersifat universal yang artinya hak-hak ini diberikan kepada setiap
orang tanpa ada keterbatasan pada jenis kelamin, warna kulit, usia, serta agama. Dari
jutaan masyarakat yang ada di Indonesia, tergolong banyak orang yang merupakan
penyandang Disabilitas atau sering kali disebut difabel. Setiap warga negara berhak
mendapatkan segala hak yang sama, oleh karena itu penyandang disabilitas atau difabel
juga memiliki hak yang sama dengan masyarakat umumnya termasuk dalam hal
pelayanan publik.
Penyandang disablitas memiliki hak dan perlakuan yang sama sebagai warga
negara Indonesia. Menurut UU No.4 tahun 1997 tentang penyandang disabilitas,
menyebutkan bahwa penyandang cacat/disabilitas berhak mendapatkan kesamaan
perlakuan aksesibilitas dalam segala aspek penghidupan. Menurut UU No.19 tahun 2011,
pemerintah harus dapat menciptakan langkah yang tepat untuk melindungi akses
penyandang disabilitas dalam hal pelayanan publik atas dasar kesamaan hak sebagai
warga negara seperti sistem transportasi, informasi, serta kesehatan dan lingkungan hidup.
Menurut UU no 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik pasal 4 disebutkan bahwa azas
pelayanan publik diantaranya kesamaan hak, persamaan perlakuan/tidak diskriminatif, dan
pelayanan menyediakan fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan.
Namun masih banyak ditemukan bahwa fasilitas publik yang diberikan oleh
pemerintah tidak mendukung aksesibilitas pelayanan publik bagi penyandang disabilitas,
termasuk dalam hal kefarmasian. Penyandang disabilitas kerab di acuhkan dalam proses
pengambilan ataupun pelayanan kefarmasian lainnya, penyandang disbilitas yang tidak di
dampingi biasanya tidak mendapatkan Pelayanan Informasi Obat yang tepat terutama
pada difabel Tuli/Tuna Rungu.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana fasilitas dan akses informasi dalam pelayanan kefarmasian di Apotek atau
Rumah sakit bagi Tuna Rungu/Tuli di Kota Makassar?
2. Apa saja determinan (Kendala dan Pendukung) dalam pelayanan kefarmasian di
Apotek atau Rumah sakit bagi Tuna Rungu/Tuli di Kota Makassar?
D. Kajian Pustaka
Hasil bacaan penulis dari jurnal aksesibilitas penyandang disabilitas, jurnal
pelayanan bagi penyandang disabilitas, Proposal tugas akhir pelayanan disabilitas Tuna
Rungu/Tuli di bandara Sultan Hasanuddin oleh Angkasa Pura 1 Makassar dan Jurnal
Pelayanan Publik Inovatif bagi Penyandang Disabilitas.
2. Manfaat penelitian
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu :
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah keilmuan terutama
yang berkaitan dengan peran Pelayanan Disabilitas Tuna rungu/Tuli di Apotek
ataupun Rumah Sakit di Kota Makassar
b. Manfaat praktis
Untuk masukan kepada tenaga kefarmasian Apotek maupun Rumah sakit
selaku pengelola kefarmasian guna dapat meningkatkan kualitas pelayanan kepada
pengguna jasa khususnya penyandang disabilitas Tuna rungu/Tuli
c. Bagi akademik
Meningkatkan pemahaman tentang faktor–faktor yang mempengaruhi dan
sudah sejauh mana kualitas pelayanan untuk penyandang disabilitas di Apotek
maupun Rumah Sakit dan sebagai masukan atau refrensi bagi peneliti–peneliti
selanjutnya yang akan melakukan penelitian yang sama.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Pelayanan
Menurut Ferry Fardaus (2010) Konsep Pelayanan bagi Disabilitas Manajemen
pelayanan publik hingga saat ini masih berkisar pada persoalan penyediaan prasarana dan
sarana yang masih jauh dari memadai. Dengan terjadinya dinamika perubahan sosial
ekonomi masyarakat yang disertai perkembangan komunikasi dan informasi yang makin
cepat, persoalan kualitas pelayanan publik menjadi makin banyak dipertanyakan.
Demikian juga pelayanan publik untuk masyarakat yang memiliki kemampuan berbeda
seperti penyandang cacat, ibu hamil, anak-anak, dan orangtua lanjut usia, yang semula
belum menjadi prioritas, akhir-akhir ini sering menghiasi berbagai media pemberitaan
baik secara nasional maupun lokal.
Aksesibilitas fasilitas umum memang merupakan kebutuhan utama dari para
disabilitas untuk dapat beraktualisasi diri dan sekaligus berpartisipasi penuh dalam
aktifitas bermasyarakat. Ketiadaan fasilitas umum yang aksesibel bagi para difabel ini
telah menyebabkan eksklusifitas bagi para disabilitas di lingkungan masyarakatnya.
Mayoritas para disabilitas hidup dalam taraf ekonomi serta tingkat pendidikan
yang rendah karena tidak adanya ruang publik yang memungkinkan mereka untuk dapat
menjalankan aktifitas ekonomi dan pendidikan secara wajar sebagaimana anggota
masyarakat lain. Di bidang sosial dan budaya para disabilitas tidak memiliki ruang yang
cukup untuk mengekspresikan potensi diri yang dimilikinya. Pada akhirnya peran politik
disabilitas-pun menjadi sangat terbatas karena keterbatasan fasilitas umum yang aksesibel
bagi disabilitas.
Selain daripada itu, Tarsidi, D (2011) juga menambahkan bahwa para disabilitas
Tuna rungu/Tuli juga seringkali memiliki hambatan lainnya (hambatan internal) yang
dapat berupa :
a. Kurang rasa percaya diri;
b. Tidak memiliki keterampilan komunikasi yang cukup baik;
c. Kurangnya penguasaan teknik-teknik alternatif untuk mengatasi keterbatasan akibat
ketunaan; seperti memanfaatkan Alat Bantu Dengar (ABD);
d. Tidak mampu menampilkan diri secara pantas (poor grooming and dressing);
e. Penguasaan pengetahuan umum yang tidak memadai seperti simbol-simbol petunjuk
pada tempat pelayanan umum.
Hambatan-hambatan di atas, ditambah dengan kurangnya pemahaman masyarakat
pada umumnya dapat mempengaruhi aksesibilitas akan kebutuhan khusus para
penyandang disabilitas.
Sehingga sangat dibutuhkan faktor-faktor pendukung yang dapat bermanfaat bagi
aksesibiltas para disabilitas Tuna rungu/Tuli. Diantaranya dapat berupa :
a. Desain arsitektural bagunan yang ramah bagi penyandang diasbilitas;
b. Penyediaan papan-papan informasi yang terdiri dari simbol-simbol petunjuk yang
disertai dengan deskripsinya;
c. Pelayanan dari petugas yang ditugaskan secara khusus yang mahir akan komunikasi
dengan Bahasa isyarat.
d. Sebuah alat yang dapat berfungsi untuk penyandang disabilitas dengan contoh Remot
Antrian.
Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa pentingnya aksesibilitas bagi
penyandang disabilitas adalah untuk menjamin kemandirian dan partisipasi mereka dalam
segala bidang kehidupan di masyarakat.
E. Disabilitas
Menurut Marjuki (2012) Penyandang disabilitas atau difabel adalah istilah yang
ditujukan kepada seseorang yang memiliki gangguan atau masalah pada fungsi tubuh atau
strukturnya.
Menurut Undang – Undang Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas,
pada Pasal 1 Bab 1 menyatakan penyandang disabilitas adalah setiap orang yang
mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/ atau sensorik dalam jangka waktu
lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan
kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga Negara lainnya
berdasarkan kesamaan hak.
f. Disabilitas Grahita :
Disabilitas grahita adalah individu yang memiliki intelegensi yang signifikan
berada dibawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi
prilaku yang muncul dalam masa perkembangan.
g. Disabilitas Ganda :
Tuna ganda adalah individu yang memiliki kombinasi kelainan (baik dua jenis
kelainan atau lebih).
1) Kegunaan, yaitu setiap orang harus dapat mempergunakan semua tempat atau
bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan;
2) Kemudahan, yaitu setiap orang dapat mencapai semua tempat yang bersifat umum
dalam suatu bangunan;
3) Keselamatan, yaitu setiap bangunan yang bersifat umum dalam satu lingkungan
terbangun, harus memperhatikan keselamatan bagi semua orang;
4) Kemandirian, yaitu setiap orang harus bisa mencapai atau masuk dalam
mempergunkan semua tempat atau bangunan yangbersifat umum dalam suatu
lingkungan dengan tanpa membutuhkan bantuan orang lain.
B. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian deskriptif, karena
hanya akan meneliti satu variabel saja. Sugiyono (2011:35) menyatakan ”Rumusan
masalah deskriptif adalah suatu rumusan masalah yang berkenaan dengan pertanyaan
terhadap keberadaan variabel mandiri, baik hanya pada satu variabel atau lebih (variabel
yang berdiri sendiri).” Jadi dalam penelitian ini penulis tidak membuat perbandingan
variabel itu pada sampel yang lain dan mencari hubungan variabel itu dengan variabel
lain dan hanya berfokus pada satu variabel saja.
D. Instrumen Penelitian
Alat dan bahan atau Instrumen penelitian yang digunakan penulis adalah Formulir
Wawancara serta alat remote antrian. Kehadiran peneliti dalam proses penelitian dalam
metode penelitian deskriptif berperan sebagai instrument penelitian sekaligus
pengumpulan data.
Berdasarkan metode penelitian yang digunakan yaitu metode deskriptif yang
dimana peneliti mengumpulkan data sehingga dapat menarik sebuah kesimpulan terhadap
penelitian.
E. Prosedur Kerja
Menurut Lofland (Moleong, 2013) “Sumber data utama dalam penelitian kualitatif
ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah tambahan seperti dokumen dan lain-lain”.
Sumber data akan diambil dari dokumen, hasil wawancara, catatan lapangan dan hasil dari
observasi.
Observasi akan dilakukan di beberapa Apotek dan Rumah sakit di Kota Makassar
dengan mempertimbangkan kendala yang di alami oleh penyandang disabilitas Tuna
Rungu/Tuli. Dan penulis akan melakukan sosialisasi mengenai alat remote antrian yang
dapat digunakan untuk penyandang disabilitas Tuna Rungu/Tuli sebagai pembantu saat
pengambilan obat di Apotek Maupun Rumah Sakit di Kota Makassar.
Remote Antrian yang akan digunakan berguna untuk Penyandang disabilitas Tuna
Rungu/Tuli saat mengantri untuk pengambilan obat di Apotek. Remote antrian ini akan
menyala dan bergetar saat obat yang di pesan sudah tersedia dan siap ambil. Menurut
penulis dan beberapa penyandang disabilitas Tuna Rungu/Tuli bahwa alat ini akan sangat
berguna bagi mereka yang ingin membeli obat di Apotek.
b) Disabilitas
1) Bagaimana presepsi kualitas pelayanan yang diterima di Apotek?
2) Bagaimana akses informasi untuk penyandang disabilitas Tuna Rungu/Tuli
di Apotek?
3) Apa saja fasilitas yang disediakan oleh pihak Apotek?
4) Apakah alat remote antrian dapat membantu penyandang disabilitas Tuna
Rungu/Tuli untuk jasa pelayanan kefarmasian di Apotek?
2. Dokumentasi
Dokumentasi menurut Sugiyono (2015:329) adalah suatu cara yang digunakan
untuk memperoleh data dan informasi dalam bentuk buku, arsip, dokumen, tulisan
angka dan gambar yang berupa laporan serta keterangan yang dapat mendukung
penelitian. Dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data kemudian ditelah.
Dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi silabus, informasi dan
pelayanan Apotek.
Pendekatan selanjutnya yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dokumentasi. Dimana pendekatan ini berfungsi berfungsi sebagai pengumpul data
yang telah tersedia baik dari dokumen publik maupun dari dokumen privat. Kembali
lagi Creswell, menjelaskan kelebihan-kelebihan pendekatan dokumentasi adalah
sebagai berikut :
a) Meungkinkan peneliti memperoleh Bahasa dan kata-kata terkstual dari
partisipan.
b) Dapat diakses kapan saja – sumber informasi yang tidak terlalu menonjol.
c) Menyajikan data yang berbobot. Data ini biasanya sudah ditulis secara
mendalam oleh partisipan.
d) Sebagai bukti tertulis, data ini benar-benar dapat menghemat waktu peneliti
dalam mentranskrip (Creswell, 2014)
e) Foto. Penelitian menggunakan foto untuk menunjukkan bagaimana fasilitas dan
aksesibilitas dan juga proses waancara yang akan dilakukan oleh peneliti.
f) Screenshot social media. Penelitian mengumpulkan komentar dan kritik dari
pengguna fasilitas dan aksesibilitas yang diberikan pihak bandara yang berada
dari disabilitas ataupun non disabilitas.
DAFTAR PUSTAKA
Creswell, John W.(2015). Penelitian Kualitatif & Desain Riset – Memilih di antara Lima
Pendekatan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Jayadi, Ahmad. (2009). Kebutuhan Informasi Pengajar Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA)
Masjid Raya Indah. Jurusan Ilmu Perpustakaan Fakultas Ilmu pengetahuan Budaya
Universitas Indoensia.
Paquet, G. (2001). The New Governance, Subsidiarity, and the Strategic State,
Governance in the 21st Century. In OECD.
Pasciana, Rostiena.(2020). Pelayanan Publik Inovatif bagi Penyandang Disabilitas. Garut :
Universitas Garut.
Tarsidi, D. (2011). Kendala umum yang dihadapi penyandang disabilitas dalam mengakses
layanan publik. Jassi Anakku, 10(2), 201-205.
Yoeti, Oka A. (2015), Tours And Travel Marketing. Jakarta : Pradnya Paramita.