Disabilitas di Indonesia:
Tantangan dan Hambatan
RINGKASAN EKSEKUTIF
Secara global, sekitar 15 persen (1 milyar jiwa) mengalami/memiliki kondisi disabilitas dimana
prevalansi di negara – negara berkembang pada umumnya lebih tinggi. Penyandang disabilitas memiliki
risiko yang lebih tinggi dan mengalami keterbatasan kesempatan untuk mengakses fasilitas pendidikan,
kesehatan, nutrisi, kemungkinan kesempatan bekerja yang lebih sedikit daripada mereka yang tidak memiliki
disabilitas serta pada umumnya berada pada tingkat kemiskinan yang lebih tinggi.1 Penyandang disabilitas
juga sering menghadapi hambatan dalam kehidupan sosial dan ekonomi di masyarakat.
Data nasional Survei Sosial-Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2019 menunjukkan bahwa jumlah
penyandang disabilitas di Indonesia adalah sekitar 9 persen (23,3 juta jiwa)2 . Penyandang disabilitas di
Indonesia juga masih memiliki tantangan untuk mengakses beberapa layanan dasar seperti akte kelahiran,
pendidikan, kesehatan termasuk jaminan kesehatan, dan kesulitan untuk memasuki pasar kerja dan lapangan
kerja.
Negara-negara berkembang terus berusaha untuk menjamin inklusifitas dari penyandang disabilitas
termasuk dengan memastikan:
• lingkungan yang bersahabat dan mudah diakses;
• mengubah persepektif kebijakan penyandang disabilitas dari sekedar memberikan sumbangan atau solusi
dengan memisahkan partisipasi mereka (seperti sekolah luar biasa dan perumahan khusus), menuju
kebijakan yang berlandaskan hak asasi manusia;
• memastikan kesempatan yang sama serta inklusi sosial dan ekonomi secara penuh dengan partisipasi
aktif penyandang disabilitas di masyarakat; dan
• berjalannya prinsip bahwa seseorang mengalami disabilitas bukan karena ketidakmampuan dari fungsi
tubuh mereka melainkan lebih sebagai akibat faktor-faktor lingkungan yang kurang mendukung sehingga
mereka mengalami keterbatasan/disabilitas dalam berpartisipasi.3
Hambatan pada akses layanan dasar harus segera dihilangkan agar penyandang disabilitas dapat
berpartisipasi penuh dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Hal ini termasuk akses yang lebih
baik ke pendidikan terutama pendidikan anak usia dini dan pendidikan tingkat menengah. Juga akses pada
perlindungan sosial, terutama skema nonkontribusi seperti program yang dilaksanakan oleh pemerintah
saat ini, Program ASPD (Asistensi Sosial Penyandang Disabilitas) dan bantuan sosial penyandang disabilitas
didalam Program Keluarga Harapan/PKH (yang saat ini mencakup sekitar 22.500 individu dan 300.000 individu
disabilitas dalam keluarga PKH) juga sangat terbatas.4 Penting dilakukan transformasi program bantuan
sosial yang tengah dilaksanakan pemerintah karena program tersebut hanya mencakup kurang dari 1 persen
total populasi penyandang disabilitas di Indonesia.
1
World Bank, https://www.worldbank.org/en/topic/disability
2
Susenas 2019, Kalkulasi TNP2K 2020
3
WHO dan World Bank 2011 World Report on Disability, https://www.unicef.org/protection/World_report_on_disability_eng.pdf
4
Kemensos 2019
1
Akses ke pasar tenaga kerja dan pekerjaan bagi para penyandang disabilitas perlu juga terus
ditingkatkan. Pemerintah pusat dan daerah, sektor swasta, dan masyarakat secara komprehensif
perlu bekerja bersama untuk memberikan kesempatan yang lebih baik bagi individu penyandang
disabilitas untuk berpartisipasi aktif di pasar tenaga kerja dan mendapatkan upah yang lebih baik.
Saat ini, hanya 46,6 persen penyandang disabilitas dapat berpartisipasi di pasar tenaga kerja, sebagian besar
bekerja di sektor informal dengan upah rendah.
Indonesia juga perlu mempertimbangkan berbagai alternatif konsesi bagi para penyandang disabilitas
agar memiliki akses ke berbagai layanan dan fasilitas dasar secara maksimal dan berpartisipasi penuh
dalam kehidupan bermasyarakat. Strategi yang berbeda juga perlu diterapkan, antara lain membangun
‘penyedia layanan’ seperti yang ditemukan di negara-negara maju yang dapat memberikan informasi dan
menjadi titik rujukan ke layanan kesehatan, pendidikan, perlindungan sosial, pelatihan/kursus yang relevan,
atau pasar pekerjaan potensial. Penyedia layanan ini selain lebih banyak jumlahnya, juga mudah diakses oleh
para penyandang disabilitas di Indonesia. Upaya ini merupakan bagian dari mandat yang perlu diwujudkan
oleh pemerintah, baik ditingkat pusat maupun daerah, seperti yang diamanatkan di dalam Undang-Undang
(UU) nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
5
Set Pertanyaan Kelompok Washington (Washington Group Disability Questionnaires Set) dirancang untuk memberikan definisi umum, konsep, standar
dan metodologi dalam produksi statistik orang dengan dan tanpa disabilitas.Pertanyaan dirancang untuk mengidentifikasi populasi yang berada pada
risiko yang lebih besar dibandingkan dengan populasi pada umumnya, yang mengalami keterbatasan dalam partisipasi sosial, misalnya dalam pendidikan,
pekerjaan atau kehidupan sipil. Perangkat ini bertujuan untuk memberikan data yang sebanding secara lintas negara untuk populasi yang tinggal di
berbagai budaya dengan sumber daya ekonomi yang berbeda-beda. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi orang-orang dengan jenis dan tingkat
keterbatasn/disabilitas yang serupa dalam tindakan dasar, terlepas dari kebangsaan atau budaya mereka.
6
SUPAS (Survei Populasi Antar Sensu) mendefinisikan penyandang disabilitas sebagai individu yabg memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual atau
indera, yang dalam jangka panjang dapat mempersulit mereka untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif berdasarkan hak yang sama. SUPAS menilai
tingkat keparahan/disabilitas juga dengan mengikuti pertanyaan disabilitas Kelompok Washington.
7
IFLS: Indonesia Family Life Survey/Sakerti-Survei Aspek Kehidupan Rumah Tangga Indonesia.
8
TNP2K 2019, Ringkasan Kebijakan Perlindungan Sosial yang Inklusif bagi Penyandang Disabilitas di Indonesia
2
penyandang disabilitas ditingkatkan.8 satu data dengan data lainnya.
Ringkasan singkat situasi penyandang disabilitas ini Namun, beberapa tahun terakhir ini, Indonesia telah
berupaya menyajikan data terbaru tentang situasi mengadaptasi pertanyaan yang berkaitan dengan
penyandang disabilitas di Indonesia dan memetakan penyandang disabilitas dari Pertanyaan Set Disabilitas
serta mengidentifikasi potensi dan kesenjangan bagi Kelompok Washington di Susenas, Sakernas dan
penyandang disabilitas untuk memastikan akses yang SUPAS, dan juga untuk Sensus Penduduk berikutnya
lebih baik ke berbagai layanan dasar dan pasar tenaga di tahun 2020. Berbagai informasi dan sumber data ini
kerja. idealnya mampu menjadi titik awal dan referensi yang
konsisten dengan konsep serta perhitungan disabilitas
2. SUMBER DATA SITUASI DISABILITAS internasional berdasarkan UNCRPD.
Tabel 1. Distribusi Penyandang Disabilitas berdasarkan Susenas Maret 2019 dan SUPAS 2015
Sumber: Susenas Maret 2019 dan SUPAS 2015, dikalkulasi oleh TNP2K 2019 dan 2020.
Terdapat korelasi yang kuat antara disabilitas dan cenderung memilki pengeluaran 30 persen lebih tinggi
kemiskinan, terutama mereka yang berusia diatas jika dibandingkan dengan rumah tangga tanpa anggota
60 tahun (Gambar 1). Berdasarkan analisis yang dengan disabilitas. Indonesia sendiri tengah melakukan
dilakukan beberapa negara, rumah tangga yang memiliki perhitungan pengeluaran rumah tangga yang memiliki
satu atau dua anggota rumah tangga dengan disabilitas, anggota disabilitas9 menggunakan Susenas.
9
TNP2K 2018, Sistem Perlindungan Sosial Indonesia ke Depan: Perlindungan Sosial Sepanjang Hayat Bagi Semua
3
Gambar 1. Prevalansi Disabilitas dan Status Ekonomi di Indonesia berdasarkan Kelompok Usia
90
80
70
Persentase
60
50
40
30
20
10
0
4
+
2-
5-
-1
-1
-2
-2
-3
-3
-4
-4
-5
-5
-6
-6
-7
-7
-8
85
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
Kelompok Usia
Tidak Miskin Miskin
80
Selanjutnya, analisis dari Susenas 2019 juga Meskipun demikian penyandang disabilitas juga dapat
60
menemukan bahwa prevalensi penyandang ditemukan pada semua kelompok umur. Seperti
Persentase
9
sekitar 2,5 persen.10
2-
-1
-3
-4
-6
-7
15
30
45
60
75
Kelompok Usia
Gambar 2. Prevalansi dan Distribusi Penyandang Disabilitas (Sedang dan Berat) berdasarkan Kelompok Usia
80 15
60
Persentase
Persentase
10
40
5
20
0 0
4
9
4
2-
-1
-3
-4
-6
-7
2-
-1
-3
-4
-6
-7
15
30
45
60
75
15
30
45
60
75
Sumber: Susenas
Distribusi 2019 dikalkulasi
Penyandang oleh penulis
Disabilitas (dalam pada
%)2020.
15
Persentase
10
10
Susenas Maret 2019, dikalkulasi TNP2K pada 2020
5
0
4
9
2-
-1
-3
-4
-6
-7
4
15
30
45
60
75
Kelompok Usia
Sekitar 58,8 persen penyandang disabilitas juta penyandang disabilitas, 17,5 juta inividu dianggap
memiliki satu jenis disabilitas dan 41,2 persen memiliki tingkat keparahan sedang (75,4 persen) dan
sisanya diidentifikasi memiliki disabilitas ganda. 5,7 juta individu dikategorikan sebagai penyandang
Berdasarkan tingkat keparahan (Tabel 2), dari 23,3 disabilitas berat (24,6 persen).
Berat 5.729.969 24,6 2.810.174 28,3 Tunggal 13.708.781 58,8 5.372.872 54,2
Sedang 17.571.548 75,4 7.110.585 71,7 Multiple 9.592.736 41,2 4.547.887 45,8
4. AKSES PENYANDANG DISABILITAS masing mencapai hampir 98 persen dan 79 persen dari
KE AKTE KELAHIRAN, PENDIDIKAN, Angka Partisipasi Murni /APM.12
KESEHATAN DAN PERLINDUNGAN
SOSIAL Namun, masih banyak pekerjaan rumah yang harus
dilakukan oleh Pemerintah Indonesia agar lebih
4.1 Akses ke Akte Kelahiran banyak lagi anak-anak berusia 2 hingga 10 tahun
Indonesia terus membuat kemajuan besar untuk dapat berpartisipasi dalam pendidikan tingkat
memastikan semua anak memiliki akses pada Akte pra-sekolah. Berdasarkan data terbaru (Tabel 3), dari
Kelahiran. Secara nasional, dari total 74,8 juta anak usia total 52,5 juta populasi anak berusia 2-10 tahun (24,4
2 - 17 tahun, 89 persen telah memiliki akte kelahiran juta pada kelompok usia yang sama dari 40 persen
(83,5 persen untuk mereka yang berada di 40 persen terbawah), tingkat partisipasi dalam pendidikan tingkat
terbawah). Adapun anak-anak dari kelompok usia yang pra sekolah, masing-masing hanya 45,6 persen dan 41,7
sama dengan disabilitas, sekitar 1,3 juta anak, 1,1 juta persen. 13
anak diantaranya atau 84,6 persen telah memiliki akte
kelahiran.11 Persentase partisipasi pra-sekolah untuk kelompok
usia yang sama pada anak-anak penyandang
4.2 Akses ke Pendidikan disabilitas lebih rendah dari persentase secara
Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai nasional. Dari 789 ribu anak-anak penyandang
upaya untuk meningkatkan akses, kualitas, dan disabilitas berusia 2-10 tahun, hanya 237 ribu anak
pemerataan pendidikan bagi semua penduduknya. penyandang disabilitas (atau kurang dari 1 persen dari
Dengan 20 persen per tahun anggaran nasional total populasi anak-anak dari kelompok usia yang sama),
dialokasikan untuk pendidikan, angka partisipasi yang terdaftar dan berpartisipasi dalam pendidikan pra
sekolah dasar dan menengah terus meningkat, masing- sekolah.14
Tabel 3. Partisipasi Pendidikan Pra-Sekolah Nasional, di Tingkat Kesejahteraan Sosial Ekonomi 40 persen terbawah
dan Anak Penyandang Disabilitas Kelompok Usia 2-10 Tahun
Sedang/Pernah mengikuti 23.941.840 45,6 10.239.596 41,7 237.370 30,0 98.311 27,3
Tidak pernah mengikuti 28.536.391 54,4 14.298.993 58,3 552.563 70,0 261.748 72,7
5
Informasi dari Susenas (Gambar 3) juga 4.3 Akses ke Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan
mengungkapkan bahwa dari total 23,3 juta populasi Program Indonesia Pintar (PIP)
penyandang disabilitas terdapat 71 persen yang
memiliki ijazah pendidikan dasar, tetapi hanya Susenas (Maret 2019) mengidentifikasi bahwa
43 persen memiliki ijazah pendidikan menengah dari 23,3 juta penyandang disabilitas, 67,3 persen
pertama dan 32,2 persen pendidikan menengah atas. memiliki jaminan/asuransi kesehatan (swasta dan
Dari total penyandang disabilitas yang berasal dari 40 publik). Sedangkan untuk mereka yang berasal dari 40
persen terbawah (sekitar 9,9 juta individu), 65,5 persen persen terbawah, sekitar 62,4 persen memiliki jaminan
memiliki ijazah pendikan dasar, sementara hanya 36,8 kesehatan, dan masih terdapat 37,6 persen sisanya
persen memiliki ijazah pendidikan menengah pertama tanpa jaminan kesehatan (Gambar 4).15
dan 28,4 persen ijazah Pendidikan menengah atas.
Gambar 4. Kepemilikan Jaminan Kesehatan (Publik
Gambar 3. Kepemilikan Ijazah Pendidikan Dasar, dan Swasta) dari Penyandang Disabilitas
Menengah Pertama dan Menengah Atas dari
Penyandang Disabilitas
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Dalam hal 0
akses
10 20
ke30perlindungan
40 50 60
sosial
70 80
individu
Persentase (terutama untuk skema Persentase
Jaminan Kesehatan
Memiliki Ijazah Tidak Memiliki Ijazah
Nasional/JKN), hingga tahun 2019, lebih dari 220 juta
orang (85%) di Indonesia
Memiliki Ijazah
telah memiliki JKN. Sekitar
Tidak Memiliki Ijazah
130 juta dari individu yang terdaftar dalam program JKN
adalah Penerima Bantuan Iuran/PBI, yaitu kontribusi
) Populasi PD di bawah 40% (dalam Persentase)
yang dibiayai oleh pemerintah pusat dan daerah melalui
APBN dan APBD.1617
Persentase
15
Ibid.
16
https://www.bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/
17
APBN: Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional; APBD: Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
6
Tabel 4. Akses ke Jaminan Kesehatan Nasional – 5. SITUASI PASAR TENAGA KERJA DARI
Penerima Bantuan Iuran (JKN-PBI) untuk Individu
PENYANDANG DISABILITAS
Penyandang Disabilitas
Terkait individu penyandang disabilitas berusia Untuk menangkap kondisi pasar tenaga kerja dari
7-18 tahun sebagai penerima Program Program penyandang disabilitas, Manning menyarankan
Indonesia Pintar (PIP), hanya 11,7 persen dari total agar melihat trend jangka panjang dari penguluran
780.558 anak, atau 16,8 persen dari total 338.406 anak ketenagakerjaan daripada melihat trend perubahan per
dengan disabilitas pada kelompok usia tersebut, yang tahun.20 Antara bulan Februari 2016 dan Februari
berasal dari 40 persen terbawah, menerima program 2019, hampir sekitar 500 ribu lapangan kerja
tersebut. Data ini menunjukkan bahwa anak dengan tercipta. Walaupun demikian, populasi penyandang
disabiltas memiliki keterbatasan mengakses bantuan disabilitas usia 15 tahun keatas yang berpartisipasi
anak untuk pendidikan melalui PIP. di pasar tenaga kerja berkurang hingga 1,4 juta
penduduk.21 Pada periode yang sama, tingkat
pengangguran penyandang disabilitas turun sebesar
Tabel 5. Akses Anak Penyandang Disabilitas Usia 7-18 1,4 point persentase dari 4,2 persen menjadi 2,8 persen.
Tahun ke Program Indonesia Pintar Sebenarnya ada peningkatan dalam ketersediaan
lapangan kerja bagi penyandang disabilitas. Walaupun
Populasi 40% tersedia lapangan pekerjaan yang lebih banyak bagi
Populasi Nasional
Anak Usia 7-18 Terbawah penyandang disabilitas, mereka tetap keluar dari pasar
tahun dengan tenaga kerja.22
Disabilitas Jumlah Jumlah
% %
Anak Anak
Ilustrasi tersebut diatas menunjukkan bahwa
Menerima PIP 91.806 11,7 57.011 16,8 situasi pasar tenaga kerja penyandang disabilitas
tidak merefleksikan tingkat pengangguran
Tidak Menerima
PIP
688.752 88,3 281.395 83,2 penyandang disabilitas. Hal ini disebabkan karena
banyak pekerja penyandang disabilitas memiliki
Total 780.558 100 338.406 100 kecenderungan berpindah antara peluang kerja
jangka pendek, dan kemudian keluar dari angkatan
Sumber: Susenas Maret 2019 dikalkulasi oleh penulis pada 2020. kerja, terutama karena para pekerja ini kemungkinan
besar adalah angkatan kerja yang termarjinalkan.
18
Sakernas Feb 2019, dikalkulasi oleh penulis pada 2020.
19
Ibid
20
Manning, 2006
21
Sakernas Februari 2016 dan 2019 di kalkulasi oleh penulis pada 2020
22
Ibid.
7
Tabel 6. Indikator Pasar Tenaga Kerja Utama dalam Juta Jiwa (2016-2019)
Penyandang Disabilitas Bekerja (juta) 8.3 7.9 7.8 7.7 9.1 8.9 9.5
Tingkat Pengangguran Nasional (%) 5 5.3 5.4 5.5 5.3 5.6 5.5
Berbagai kelompok pekerja penyandang disabilitas, Keluaran yang berbeda antara angkatan kerja
khususnya laki-laki dan perempuan, pekerja penyandang disabilitas dan angkatan kerja nasional
muda dan yang lebih tua, dan penduduk kota dan cenderung lebih terkonsentrasi dalam hal jam kerja
pedesaan, memiliki keluaran pasar tenaga kerja dan status formalitas pekerjaan. Sekitar 7,3 persen
yang berbeda. Tabel 7 di bawah ini menyajikan statistik dari penyandang disabilitas yang dipekerjakan di
terpilih untuk kelompok pekerja tersebut. Tabel tersebut pedesaan bekerja kurang dari 35 jam per minggu pada
menunjukkan bahwa tingkat partisipasi angkatan kerja Februari 2019, sementara 5,2 persen dari penyandang
perempuan dengan disabilitas diperkirakan 36,9 persen disabilitas yang dipekerjakan di perkotaan bekerja
pada Februari 2019, sementara tingkat partisipasi kurang dari 35 jam per minggu pada periode yang sama.
angkatan kerja laki-laki dengan disabilitas adalah 58,9 Di tingkat nasional, 4,6 persen dari orang yang bekerja
persen pada periode yang sama. Angka-angka ini di daerah perkotaan bekerja kurang dari 35 jam per
secara signifikan lebih rendah daripada angka nasional minggu, sementara bagi mereka yang berada di daerah
masing-masing 55,5 persen dan 83,2 persen untuk pedesaan, 10 persen dari mereka bekerja kurang dari
tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan dan laki- normal 35 jam per minggu.24 Selanjutnya, dalam hal
laki. Dalam hal tingkat pengangguran, lebih tinggi di informalitas, sebagian besar penyandang disabilitas
daerah pedesaan daripada perkotaan, sedangkan angka bekerja di sektor informal. Jika hal ini terus berlangsung
nasional adalah sebaliknya. Tingkat pengangguran dan upaya kuat untuk melaksanakan kebijakan yang
tertinggi ditemukan pada kelompok pemuda dengan memberi kesempatan bagi penyandang disabilitas
disabilitas (usia 15-24) yaitu 17,4 persen pada Februari kurang, maka akan sulit bagi penyandang disabilitas
2019. 23 untuk bekerja di sektor formal dan memperbaiki kondisi
kesejahteraan ekonomi mereka.
23
Sakernas 2019, dikalkulasi penulis pada 2020.
24
Ibid.
8
Tabel 7. Persentase dari Indikator Terpilih Pasar Tenaga Kerja (2016-2019)
Indikator Utama Feb-19 Agus-18 Feb-18 Agus -17 Feb-17 Agus-16 Feb-16
Sejalan dengan status formalitas pekerjaan perlunya strategi yang lebih baik untuk meningkatkan
penyandang disabilitas, dalam hal jenis pekerjaan, partisipasi angkatan kerja penyandang disabilitas dan
mayoritas pekerja penyandang disabilitas bekerja dukungan yang lebih baik untuk mengakses pekerjaan,
di sektor pertanian sebagai buruh tani, dan kondisi terutama untuk penyandang disabilitas usia muda.
ini kurang lebih sama disepanjang periode analisis Strategi juga diperlukan untuk mendukung lebih banyak
(Gambar 5). Selain itu, juga terjadi pergeseran pilihan promosi pekerjaan produktif di daerah pedesaan, untuk
pekerjaan penyandang disabilitas pada 2016 dimana mendorong proses pertumbuhan yang lebih inklusif.
pekerja bidang penjualan meningkat signifikan dan Terjadi pergeseran pilihan pekerjaan penyandang
pekerja bidang jasa menurun. Pilihan ini tampaknya tidak disabilitas pada 2016 dimana pekerja bidang penjualan
mengalamai banyak perubahan pada 3 tahun kemudian meningkat signifikan dan pekerja bidang jasa menurun.
(Gambar 5). Tren indikator utama pasar tenaga kerja dan Pilihan ini tampaknya tidak mengalami banyak
pilihan pekerjaan penyandang disabilitas mendorong perubahan pada 3 tahun kemudian.
9
Gambar 5. Pilihan Pekerjaan Penyandang Disabilitas (2016-2019)
100
80
Persentase
60
40
20
0
Februari, 2019 Agustus, 2018 Februari, 2018 Agustus, 2017 Februari, 2017 Agustus, 2016 Februari, 2016
Lainnya
5.2 Data Pendidikan Partisipasasi Penyandang Secara khusus, penyandang disabilitas berusia di
Disabilitas dalam Pasar Tenaga Kerja atas 60 tahun lebih banyak tidak menyelesaikan
pendidikan dasar atau tidak memiliki pendidikan
Indonesia secara dramatis terus meningkatkan sama sekali. Mereka yang berusia di bawah 60 tahun
tingkat partisipasi pendidikan dan sekarang cenderung menyelesaikan pendidikan dasar (hingga
hampir mencapai tingkat melek huruf universal di sekolah menengah atas), bahkan kelompok usia 25-34
antara populasi kaum muda. Gambar 6 memberikan tahun memiliki tingkat kelulusan sarjana tertinggi dan
informasi pencapaian pendidikan berdasarkan beberapa telah menyelesaikan pendidikan pascasarjana
kelompok umur untuk angkatan kerja penyandang (S2/S3). 25
disabilitas. Gambar tersebut memberikan informasi
bahwa pasokan angkatan kerja penyandang disabilitas Gambar 6 memberikan ilustrasi bahwa tren
dengan tahun sekolah dan tingkat Pendidikan yang pencapaian pendidikan untuk penyandang
lebih tinggi, juga terus mengalami peningkatan disabilitas membaik. Meskipun secara keseluruhan
Walaupun terjadi peningkatan pasokan angkatan masih banyak penyandang disabilitas muda yang
kerja dengan partisipasi yang lebih baik, komposisi melaporkan hanya memiliki tingkat pendidikan dasar
pekerja penyandang disabilitas yang ada masih terus (SD/SMP) sebagai tingkat pendidikan tertinggi mereka,
didominasi oleh pekerja penyandang disabilitas yang menuntut perlunya fokus kebijakan berkelanjutan
dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah. pada tingkat retensi pendidikan. 26
25
Sakernas Feb 2019, dikalkulasi TNP2K 2020.
26
Ibid.
10
Gambar 6. Persentase Pencapaian Pendidikan berdasarkan Kelompok Usia untuk Angkatan Kerja Penyandang
Disabilitas Februari 2019
100
Persentase
50
0
15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60+
Persentase penyandang disabilitas yang mampu Situasi ini menyoroti masih adanya tantangan untuk
memiliki pekerjaan dan jenis pekerjaannya pertumbuhan yang lebih inklusif, di kelompok
dikaitkan dengan tingkat pendidikan digambarkan penyandang disabilitas dengan tingkat pendidikan
pada Gambar 7. Status pekerjaan penyandang tertentu. Diperlukan upaya yang lebih berkelanjutan
disabilitas meningkat secara dramatis seiring untuk memastikan berkurangnya angkatan kerja yang
dengan pendidikan yang meningkat. Pekerja cenderung berpindah antara pekerjaan sementara
disabilitas yang telah menyelesaikan pendidikan dan hanya memiliki kesempatan terbatas, untuk
hingga jenjang pendidikan menengah atas (SMA/ beralih ke pekerjaan yang lebih mampu memberikan
sederajat) memiliki kemungkinan 2 kali / atau lebih jaminan pendapatan. Intervensi komprehensif lebih
untuk pindah ke pekerjaan tetap dan penuh waktu. lanjut untuk mempromosikan perpindahan pekerja
Pekerjaan tersebut mampu memberikan pendapatan yang berketerampilan rendah ke pekerjaan yang
di atas upah minimum bila dibandingkan dengan lebih berkualitas, sangat diperlukan baik bagi pekerja
mereka yang hanya memiliki pendidikan dasar (SD/ disabilitas juga bagi pekerja pada umumnya.
SMP/sederajat). Pekerja disabilitas dengan kualifikasi
pendidikan jenjang menengah, memiliki kemungkinan
3,5 hingga 4,5 kali untuk pindah ke pekerjaan lain jika
dibandingkan dengan mereka yang hanya memiliki
pendidikan dasar.27
27
Ibid.
11
Gambar 7. Status Pekerjaan Penyandang Disabilitas berdasarkan Capaian Pendidikan, Feb 2017-2019
100
Persentase
50
0
tidak sekolah/ SD/SMP SMA Diploma I-III DIV/S1 S2/S3
tidak lulus SD
5.3 Data Upah Penyandang Disabilitas dalam Pasar Gambar 8. Persentase Pekerja Penyandang Disabilitas
Tenaga Kerja dengan Pendapatan Lebih Kecil dari Upah Minimum
Provinsi berdasarkan Status Pekerjaan, Februari 2019
Pada status pekerjaan dalam Survei Angkatan
Kerja Nasional/Sakernas tentang informasi upah/
pendapatan, mayoritas pekerja penyandang 100
disabilitas mendapat upah di bawah upah minimum
90
provinsi pada Februari 2019. Pekerja penyandang
disabilitas yang dikategorikan sebagai pekerja lepas di 80
bidang pertanian memiliki pendapatan lebih rendah
dibandingkan karyawan tetap (Gambar 8). Dalam 70
periode yang sama, upah bulanan rata-rata pekerja
bebas di bidang pertanian adalah Rp0,8 juta, pekerja 60
Persentase
Sakernas sebelumnya.
28
Ibid.
12
Secara khusus, selama dekade terakhir Sebaliknya, pekerja dengan tingkat keterampilan
pembangunan ekonomi di Indonesia berhubungan rendah akan menghadapi tekanan untuk dapat
erat dengan industri yang membutuhkan tingkat meningkatkan upah mereka. Tanpa investasi dan
keterampilan yang lebih tinggi dari periode intervensi substansial dalam pendidikan, terutama bagi
sebelumnya. Dengan demikian, ketika suatu ekonomi penyandang disabilitas, kemungkinan mendapatkan
terus berkembang, permintaan akan tenaga kerja yang pekerjaan berkualitas menjadi lebih sulit walaupun
lebih terampil juga akan terus berlanjut. Oleh karena ekonomi terus tumbuh/berkembang.
itu diperlukan pekerja yang berpendidikan (lebih) tinggi
yang akan mendapatkan upah yang lebih baik dan pada
akhirnya diharapkan akan memberikan insentif pasokan
pekerja dengan kualifikasi lebih tinggi akan meningkat.
Hal ini juga berlaku pada penyandang disabilitas.
6. Kesimpulan
Pemerintah Indonesia terus berupaya memastikan kemajuan dalam kebijakan dan pelaksanaan
berbagai program termasuk pendidikan, kesehatan dan perlindungan sosial,yang lebih baik
terutama untuk mendukung penyandang disabilitas. Walaupun masih banyak pekerjaan rumah yang
perlu dilakukan agar Indonesia dapat memastikan sepenuhnya hak dan mengurangi hambatan, baik sosial
maupun ekonomi, kelompok yang paling terpinggirkan, termasuk penyandang disabilitas. Tidak hanya agar
kelompok ini memiliki akses yang lebih baik ke fasilitas dan layanan dasar, tetapi juga untuk mewujudkan
negara yang masyarakatnya lebih setara, inklusif dan kohesif di masa depan. Selain itu, diperlukan juga
upaya untuk meningkatkan ketersediaan infrastruktur yang bersahabat bagi seluruh penyandang disabilitas,
termasuk kemudahan akses untuk alat bantu yang diperlukan seperti alat bantu dengar, alat bantu berjalan,
penerjemah Bahasa isyarat dan lain lain. Masalah disabilitas bersifat lintas-sektoral, sehingga penting bagi
pemerintah dan Lembaga-lembaga lainnya untuk memberikan prioritas dan perhatian yang lebih di berbagai
bidang mulai dari bidang ekonomi, kesehatan, pendidikan dan budaya, dll.
Perluasan PKH 2019 adalah langkah awal menuju cakupan perlindungan sosial bagi penyandang
disabilitas yang lebih luas. Tetapi sayangnya, penyandang disabilitas berat tidak dapat menerima bantuan
PKH jika pendapatan keluarga mereka melebihi tingkat ambang batas untuk bisa menerima bantuan dari
program tersebut, walaupun sebenarnya mereka juga mungkin membutuhkannya . Ada juga perdebatan
mengenai apakah nilai tambahan bantuan PKH penyandang disabilitas cukup untuk membantu meningkatkan
otonomi mereka, mengingat bahwa bantuan tersebut ditransfer ke keluarga daripada langsung ke orang
dengan disabilitas (Burke & Siyaranamual, 2019). Seiring waktu, sistem perlindungan sosial yang lebih luas
dan berfokus penyandang disabilitas dapat diperkenalkan dan diperbesar.
Akses ke Layanan Dasar (Akte Kelahiran dan Pendidikan) dan Perlindungan Sosial (Program dan
Asuransi/Jaminan Kesehatan dan Program Indonesia Pintar)
• Upaya pemerintah untuk memastikan anak-anak penyandang disabilitas (usia 2 - 17 tahun) memiliki akses
ke akte kelahiran (sekitar 84.6 persen dari total 1,3 juta anak) telah mengalami kemajuan. Sayangnya,
akses ke pendidikan tingkat pra sekolah untuk anak-anak penyandang disabilitas masih sangat rendah,
hanya 1% total 23,3 juta populasi penyandang disabilitas nasional.
• Selain itu, kepemilikan individu dengan disabilitas pada ijazah tingkat sekolah menengah pertama dan
sekolah menengah atas juga lebih rendah dibandingkan dengan total populasi tingkat nasional. Hanya 43
persen dan 32 persen penyandang disabilitas memiliki ijazah SMP dan SMA, dari 23,3 juta total populasi
penyandang disabilitas. Persentase ini menunjukkan bahwa penyandang disabilitas perlu memiliki akses
yang lebih baik pada pendidikan, baik fasilitas maupun layanan pendidikan.
• Dalam hal akses ke Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Susenas Maret 2019 menunjukkan 67 persen
penyandang disabilitas memiliki asuransi/jaminan kesehatan swasta atau publik. Berarti masih ada sekitar
33 persen populasi penyandang disabilitas tidak memiliki asuransi/jaminan sosial kesehatan.
13
• Susenas mengidentifikasi secara nasional, Program Indonesia Pintar telah diberikan kepada hampir 20
juta anak usia 6-21 tahun yang terdaftar di sekolah formal atau non-formal. Sayangnya, PIP hanya mampu
menjangkau sekitar 11,7 persen dari total 780.558 anak penyandang disabilitas dikelompok usia 7-18
tahun, dan sekitar 16,8 persen dari total 338.406 anak penyandang disabilitas dari 40 persen terbawah di
kelompok usia 7-18 tahun.
• Oleh karena itu, akses ke perlindungan sosial terutama jaminan/asuransi kesehatan dan bantuan sosial
untuk pendidikan masih sangat perlu ditingkatkan untuk menjangkau lebih banyak penyandang disabilitas
agar memiliki jaminan sosial kesehatan dan berpendidikan yang lebih tinggi.
• Meskipun ada kemajuan luar biasa dalam situasi pasar tenaga kerja di Indonesia di mana tingkat
pengangguran tercatat sebesar 5 persen, kemajuan ini belum memberikan pengaruh positif terhadap
ketersediaan lapangan pekerjaan bagi para penyandang disabilitas.
• Dari 18,3 juta orang penyandang disabilitas usia 15 tahun ke atas, hanya 8,5 juta (46 persen) berpartisipasi
dalam pasar tenaga kerja dan 9,8 juta sisanya tidak berpartisipasi dalam pasar tenaga kerja.
• Banyak kelompok penyandang disabiltas (laki-laki dan perempuan, pemuda dan pekerja yang berusia
lebih tua, serta kelompok perkotaan dan pedesaan) juga memiliki pasar kerja yang berbeda. Tingkat
partisipasi angkatan kerja perempuan penyandang disabilitas lebih rendah daripada laki-laki penyandang
disabilitas (hanya 37 persen dibandingkan dengan 59 persen) per Februari 2019. Angka ini juga lebih
rendah jika dibandingkan dengan tingkat partisipasi tenaga kerja nasional.
• Akses penyandang disabilitas ke pasar tenaga kerja dan pekerjaan tidak merata dalam hal status formalitas
lapangan kerja dan jam kerja, dibandingkan dengan jumlah nasional. Dibandingkan dengan tingkat
nasional, 7,3 persen di daerah pedesaan dan 5,2 persen di daerah perkotaan, penyandang disabilitas
bekerja kurang dari 35 jam per minggu (masing-masing 4,6 persen dan 10 persen di wilayah perkotaan
dan perdesaan).
• Mayoritas penyandang disabilitas yang bekerja di sektor informal terutama di sektor pertanian adalah
pekerja lepas.
Dengan demikian, berdasarkan beberapa analisis kuantitatif terkait situasi penyandang disabilitas di Indonesia
menggunakan data Susenas 2019 dan Sakernas hingga Februari 2019, dapat disimpulkan bahwa kelompok
individu penyandang disabilitas belum mendapat manfaat dari berbagai kemajuan bagi penduduk
Indonesia pada umumnya dalam memperoleh akses ke fasilitas dan layanan dasar, perlindungan
sosial, serta ke pasar tenaga kerja dan lapangan kerja.
Diperlukan intervensi khusus dan upaya-upaya yang lebih komprehensif untuk memastikan agar
seluruh individu penyandang disabilitas di Indonesia bisa memperoleh hak dasar mereka sebagai
warga negara dengan lebih baik. Kebijakan dan program-program yang ada terkait penyandang disabilitas
perlu secara bertahap dan sistematis ditransformasi seperti meningkatkan infrastruktur yang lebih bersahabat
bagi mereka, konsesi yang bermanfaat seperti pendidikan yang inklusi, kesehatan yang komprehensif dan
perluasan kesempatan – kesempatan bagi kelompok disabilitas ke berbagai pasar tenaga kerja dan lapangan
pekerjaan.
14
DAFTAR REFERENSI
Burke, Paul J & Siyaranamual, Martin D. 2019. “No one left behind in Indonesia?”. Bulletin of Indonesian Economic
Studies, 55:3, 269-293, DOI: 10.1080/00074918.2019.1690410.
Badan Pusat Statistik (2016), Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), Jakarta: BPS
Badan Pusat Statistik (2017), Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), Jakarta: BPS
Badan Pusat Statistik (2018), Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), Jakarta: BPS
Badan Pusat Statistik (2019), Survei Angkatan Kerja Nasiona (Sakernas)l, Jakarta: BPS
Badan Pusat Statistik (2018), Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Jakarta: BPS
Badan Pusat Statistik (2019), Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Jakarta: BPS
Badan Penyelenggara Jaminan Sosisal (BPJS) Kesehatan, seperti dikutip dari https://www.bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/,
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, Jakarta: BPJS Kesehatan
Manning, Chris. 2006. “A Review of Employment Trends and Statistics in Indonesia with Special Reference to the National
Labour Force Survey (Sakernas)”. Report for the World Bank, Washington, DC.
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (2019), Ringkasan Kebijakan:Perlindungan Sosial Inklusif bagi
Penyandang Disabilitas di Indonesia, Jakarta: TNP2K
15
Analisa Situasi Penyandang Disabilitas di Indonesia ditulis oleh Martin Siyaranamual, Kepala Unit Pemantauan dan
Evaluasi dan Dyah Larasati, Koordinator Kebijakan Bantuan Sosial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Sekretariat
TNP2K). Simulasi dihitung dengan menggunakan data sekunder oleh Martin Siyaranamual (Sekretariat TNP2K) pada 2020.
Analisa Situasi Penyandang Disabilitas di Indonesia ini telah ditinjau oleh Sri Kusumastuti Rahayu, Ketua Tim
Kebijakan Perlindungan Sosial, dan Elan Satriawan, Kepala Tim Kebijakan (Sekretariat TNP2K).
Dokumen ini diedit dalam bahasa Inggris oleh Chris Stewart dan diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh
Dyah Larasati (Sekretariat TNP2K). Publikasi ini didukung oleh Pemerintah Australia melalui Program MAHKOTA.
Temuan, interpretasi, dan kesimpulan dalam publikasi ini tidak mencerminkan pandangan Pemerintah Indonesia
atau Pemerintah Australia. Pembaca dipersilakan untuk menyalin, menyebarluaskan, dan mengirimkan publikasi ini
untuk tujuan nonkomersial.
www.tnp2k.go.id
16