Pendahuluan
Undang-Undang RI No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, disebutkan bahwa
ragam Penyandang Disabilitas meliputi: penyandang Disabilitas fisik, intelektual, mental,
sensorik. Ragam Penyandang Disabilitas dapat dialami secara tunggal, ganda, atau multi
dalam jangka waktu lama yang ditetapkan oleh tenaga medis sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual,
mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan
lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan
efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.
Kesamaan Kesempatan merupakan keadaan yang memberikan peluang dan/atau
menyediakan akses kepada Penyandang Disabilitas untuk menyalurkan potensi dalam
segala aspek penyelenggaraan negara dan masyarakat. Diskriminasi merupakan setiap
pembedaan, pengecualian pembatasan, pelecehan, atau pengucilan atas dasar disabilitas
yang bermaksud atau berdampak pada pembatasan atau peniadaan pengakuan,
penikmatan, atau pelaksanaan hak Penyandang Disabilitas.
Rehabilitasi sosial diberikan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam bentuk
motivasi dan diagnosis psikososial, perawatan dan pengasuhan, pelatihan vokasional dan
pembinaan kewirausahaan, bimbingan mental spiritual, bimbingan fisik, bimbingan sosial
dan konseling psikososial, pelayanan aksesibilitas, bantuan dan asistensi sosial, bimbingan
resosialisasi, bimbingan lanjut, dan rujukan. Perlindungan sosial dilakukan oleh Pemerintah
dan Pemerintah Daerah melalui bantuan sosial, advokasi sosial, bantuan hukum.
Pertimbangan lainnya, adanya desentralisasi dengan UU No. 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, yang berdampak adanya tanggung-jawab pelayanan publik dari
Pemerintah Daerah kepada setiap individu masyarakatnya dalam urusan konkuren
(bersama) dengan pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/Kota untuk memperoleh pelayanan dasar yang berpedoman pada Standar
Pelayanan Minimal (SPM). Urusan rehabilitasi sosial penyandang disabilitas dalam panti
dan lembaga menjadi kewenangan provinsi, luar panti dan lembaga menjadi kewenangan
kabupaten/kota.
Paradigma pendekatan penanganan Orang Dengan Kecacatan Berat/ ODKB (Penyandang
Disabilitas) masih kental di charity based dan medical treatment. Paradigma ini berakibat
kepada aktivitas karena belas kasihan, dan biasanya tidak memiliki kelanjutan. Medical
treatment sebagai pendekatan penanganan ODKB menjadikan kondisi fisik ODKB saja yang
diperhatikan, padahal ODKB memerlukan pemenuhan kebutuhan sosial, kepercayaan diri
dan keceriaan dalam menjalani perawatan kesehariannya. Perubahan paradigma terjadi
dalam pendekatan penanganan disabilitas.
2
Perlunya Data penyandang disabilitas berat (orang dengan kecacatan berat) terintegrasi
dalam data fakir miskin dan termasuk dalam Basis Data Terpadu (BDT). Dengan Jumlah 34
(tiga puluh empat) provinsi dan 514 (lima ratus empat belas) kabupaten/kota diseluruh
Indonesia, sesuai Peraturan Menteri Sosial RI No. 10 Tahun 2016 tentang Mekanisme
Penggunaan Data Terpadu Program Penanganan Fakir Miskin, diatur mekanisme pendataan
dan pengelolaan data fakir miskin di Indonesia.
Kebijakan perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah daerah pada
Pasal 108 UU No. 33 Tahun 2004, bahwa anggaran dekonsentrasi dan tugas pembantuan
yang dikerjakan pemerintah pusat dan menjadi kewenangan pemerintah daerah secara
bertahap dialihkan menjadi Dana Alokasi Khusus (DAK).
Deskripsi Masalah
1. Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas
2. Pendekatan charity based dan medical treatment menjadi right based atau pendekatan
hak
Rasio pendamping di kabupaten kota tidak sesuai dengan kuantitas target ODKB
5. Pendampingan
Dalam melaksanakan tugasnya pendamping masih merasakan berbagai hambatan yang
terkait dengan kapasitasnya Jauhnya lokasi penerima ASODKB, kurangnya sarana dan
prasarana bagi pendamping dalam melaksanakan pendampingan, seperti pendamping tidak
didukung dengan sarana transportasi dan sarana untuk penyusunan pelaporan.
3
Rekomendasi
1. Pembenahan dan Penguatan Data Sebagai Gambaran “input” dari Program Asistensi
Sosial Orang Dengan Kecacatan Berat (ASODKB);
2. Internalisasi Program ASODKB dalam merupakan bentuk negara hadir untuk
memberikan pelayanan kepada penyandang disabilitas berat (orang dengan kecacatan
berat);
3. Kemitraan Strategis dalam bentuk komplimentaritas, sebagai wujud pertanggungjawaban
terhadap kualitas & perluasan jangkauan program, serta sustainibilitas program.
4. Pembenahan dan penguatan data sebagai gambaran “input” dari program ASODKB.
Verifikasi Data terpadu terkait ASODKB bekerja sama dengan BPS dan Pusdatin menjadi
sangat penting.
5. Program ASODKB merupakan bagian dari Program layanan penyandang disabilitas
berbasis keluarga dan masyarakat.
6. Lampiran Bidang Sosial UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Sub-Bidang
Perlindungan dan Jaminan Sosial, Kewenangan Provinsi adalah Pendataan dan
Pengelolaan data Fakir Miskin cakupan provinsi. Kewenangan Kabupaten/Kota adalah
pendataan fakir miskin cakupan kabupaten/kota.
7. Pengintegrasian data penyandang disabilitas berat (orang dengan kecacatan berat) masuk
dalam data fakir miskin dan termasuk dalam Basis Data Terpadu (BDT) di 34 (tiga puluh
empat) provinsi dan 514 (lima ratus empat belas) kabupaten/kota diseluruh Indonesia.
Referensi
• Undang-Undang RI No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
• Undang-undang RI No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial;
• Undang-undang RI No. 13 tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin;
• Undang-Undang RI No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
• Peraturan Pemerintah RI No. 7 Tahun 2008 tentang Dana Dekonsentrasi dan Tugas
Pembantuan.
• Peraturan Presiden RI No. 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2015-2019
• Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2015 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi
Manusia 2015-2019;
• Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2015 tentang Aksi Hak Asasi Manusia Tahun 2015.
4
LAMPIRAN
Tabel 1.
Perubahan Paradigma Penanganan ODK
Sebelumnya Saat Ini
Tabel 3.
Populasi ODK dan ODKB
Dari hasil review lapangan oleh Biro Perencanaan Kementerian Sosial Tahun 2013,
terkait penganggaran, diketahui bahwa ada tiga wilayah yang sudah mulai mengucurkan
APBD untuk memperluas jangkauan pelayanan, sebagai berikut:
a. Sumatera Barat
Sumatera Barat adalah salah satu provinsi penerima sejak awal yaitu tahun 2006. Pada
tahun 2013, Sumatera Barat, khususnya Kota Bukit Tinggi telah sharing APBD untuk
50 orang dan dana pendamping, Kabupaten Batu Sangkar 20 orang, Kabupaten Agam
8 orang, Padang Panjang 19 orang, dan Kabupaten Pasaman menyediakan pendamping
2 orang.
b. Sumatera Selatan
Jumlah penerima 322 orang yang dibiayai APBN dari jumlah keseluruhan 740 orang
dengan daftar tunggu 18 orang. ASODKB yang masuk dalam daftar tunggu mendapat
program ASODKB dari APBD dari Kota Palembang Rp. 200.000,-/orang/ bulan.
Sisanya 400 orang mendapat ASODK dari APBD dengan kriteria disabilitas ringan.
6
c. DI Yogyakarta (DIY)
Di DIY Sudah ada penyediaan APBD untuk program ASODKB di Kab. Sleman,
Angggaran APBN Rp. 300.000,- Per ODKB/bulan dengan 2 orang pendamping
memperoleh Rp. 500.000,-/ bulan. Anggaran APBD untuk 97 ODK Berat Rp. 300.000,-
per ODKB/bulan dan 20 orang pendamping Rp. 300.000,-/ bulan karena keterbatasan
anggaran. Untuk Provinsi NTB dan Jawa Barat belum ada sharing anggaran.
7
b. Penghasilan
8
Tabel 2 menunjukkan bahwa pada umumnya (84.9 %) pendamping berasal dari
berbagai organisasi mitra Kementerian Sosial di tingkat lokal seperti pekerja sosial
masyarakat, karang taruna, tenaga kesejahteraan sosial kecamatan (TKSK), organisasi
sosial kecacatan dan tagana, dan 15.1 % bukan berasal dari organisasi.
Jumlah pendamping di setiap wilayah tidak sama, tergantung jumlah sasaran ODKB
di masing-masing wilayah. Demikian pula rasio pendamping dengan ODKB yang
didampinginya juga sangat bervariasi yaitu antara satu sampai dengan 66 orang. Bila
dikelompokkan rasionya dapat dilihat pada diagram 4 berikut ini:
Diagram 5.
Rasio Pendamping & ODK Berat