Anda di halaman 1dari 3

NAMA : Rio Pratama

KELAS : C-Pol-3

NIM : 155120500111029

MATA KULIAH : Birokrasi Indonesia

DOSEN PENGAMPU : Wimmi Halim, S. IP., M.Sos

PATOLOGI BIROKRASI DI TANGERANG SELATAN

Reformasi Sumber Daya Manusia di Birokrasi Tangerang Selatan

Pada awalnya, Birokrasi dipandang sebagai suatu organinasi yang berskala besar dan
memiliki cakupan yang luas, sangat dibutuhkan negara untuk menjalankan tugas-tugas yang
begitu komplek. Birokrasi publik dikembangkan untuk menanggapi perluasan dan
kompleksitas tugas-tugas administratif (Dwiyanto, 2011 : 22). Kemampuan Birokrasi untuk
menangani tugas-tugas tersebut dikarenakan birokrasi memiliki karakter yang diperlukan
sebagaimana yang dikemukakan Weber.

Karakter-karakter yang dikemukakan Weber sangat diperlukan dalam


penyelenggaraan pemerintahan negara. Hal ini digunakan untuk memperlancar pelayanan di
sektor publik, meskipun di sisi lain birokrasi dianggap sebagai penghambat karena hirearkis,
tidak efisien, tidak fleksibel dan tidak efektif serta tidak otonom. Maka dari itu, pada abad 19
ini birokratisasi dalam pelayanan publik menjadi tujuan reformasi administrasi.

Saat ini reformasi birokrasi sedang gencar disuarakan oleh instansi pemerintahan.
Salah satu area perubahan tersebut adalah sumber daya manusia aparatur. Sumber Daya
Manusia (SDM) adalah sumber daya organisasi yang paling berharga yaitu staff birokrasi.
Sebuah organisasi tanpa staff, maka organisasi tidak akan berjalan, karena staflah yang yang
melakukan tugas dan mengatur input menjadi output. Maka dari itu, pengembangan dan
manajemen SDM mendapat perhatian besar dalam reformasi dalam rangka mencapai tujuan
efisiensi dan efektivitas birokrasi pemerintahan.

Di kota Tangerang Selatan (Tangsel) terdapat beberapa masalah birokrasi. Salah


satunya masalah pendayagunaan pegawai yang belum optimal. Hal ini tampak pada
penempatan PNS yang tidak sesuai dengan kompetensinya. Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
(KKN) sangat kental terlihat pada rekruitmen PNS di Pemerintahan Kota Tangsel, karena
banyak dipengaruhi atau ditentukan oleh para politisi dari partai-partai politik dan Tim
Sukses Pemilihan Kepala Daerah.

Keterangan di atas menggambarkan bahwa status kepegawaian di tingkat kelurahan


Pemda Kota Tangsel perlu mendapat perhatian serius, karena hal ini menyangkut tingkat
kesejahteraan pegawai yang berdampak pada pelayanan dan efektifitas pemerintah daerah.
Konsep Patron Clien Relationship menjadi penyakit dalam aparatur birokrasi Pemerintah
daerah Kota Tangsel.

Kota Tangsel sendiri adalah kota yang dimekarkan dari Kabupaten Tangerang sebagai
kabupaten induknya pada tahun 2008, sehingga konsekuensinya hasil pemekaran tersebut
berdampak pada pelimpahan pegawai dari provinsi dan kabupaten induk. Konsekuensi
pelimpahan pegawai ke Kota Tangsel ini, membuat Pemda Kota Tangsel tidak berdaya untuk
melakukan penyaringan terlebih dahulu, sehingga kualitas pegawai atau kualifikasi
kompetensi tidak menjadi pertimbangan. Prioritas pegawai pada waktu itu, hanya untuk
mememnuhi kebutuhan pegawai bagi Kota baru seperti Tangsel.

Pengabaian terhadap kualitas atau kompetensi pegawai tidak hanya dikarenakan


pelimpahan dari provinsi atau kabupaten induk (Provinsi Banten atau Kabupaten Tangerang),
tetapi juga dikarenakan pengaruh para politisi dan tim sukses pemilihan kepala daerah untuk
memasukkan sanak saudara dan teman. Beberapa contoh berikut menunjukkan bahwa di
sebgian SKPD, terdapat praktek nepotisme.

Nepotisme dalam perekrutan pegawai belum dapat dihilangkan dari Pemerintah


Daerah Kota Tangsel. Pengangkatan pegawai baru (rekrutmen) dari orang-orang dekat
walikota terpilih sebagai ucapan terima kasih terhadap tim sukses, tampaknya sudah menjadi
fenomena umum di setiap daerah yang baru dimenangkan oleh kepala daerah terpilih. Hal ini
bertolak belakang dengan amanah UU No. 43 tahun 1999 tentang manajemen PNS dalam
pasal 1 dikatakan bahwa Manajemen Pegawai Negeri Sipil adalah keseluruhan upaya untuk
meningkatkan efisiensi, efektivitas dan derakat profesionalisme penyelenggaraan tugas, fungi
dan kewajiban kepegawaian. Tujuan efisiensi dan efektifitas tiakan akan tercapai, jika dalam
rekrutmen pegawai tidak berjalan secara profesional, transparan, dan objektif.
Untuk menjalankan reformasi birokrasi, khususnya di bidang SDM, perlu
mendapatkan motivasi dari pimpinan, sehingga para aparatur dapat melaksanakan dengan
baik. Motivasi itu dapat diperoleh, apabila terdapat komitmen yang kuat dari setiap pimpinan
langsung (Kadin atau Ketua Lembaga), terutama Walikota dan didukung oleh pihak legislatif.
Selain penegakkan komitemen, standar aturan yang jelas, tegas dan transparan juga
diperlukan dalam menegakkan reformasi birokrasi khususnya dalam bidang SDM. SDM yang
didayagunakan benar-benar berdasarkan kompetensi, tidak berdasarkan KKN, sehingga yang
diharapkan dapat diwujudkan, terutama pemberian pelayan kepada masyarakat.

Solusi yang diharapkan dari Pemerintah Kota Tangerang Selatan adalah dengan
menggunakan Merit system, dimana adanya kesesuaian antara kecakapan yang dimiliki
seorang pegawai dengan jabatan yang dipercayakan kepadanya sehingga kinerja dari
birokrasi di Kota Tangsel dapat berjalan maksimal. Dengan menerapkan tipe Merit System,
ini berarti bahwa calon yang lulus dalam seleksi dijamin memiliki kualitas yang baik dan
dapat mendukung kinerja birokrasi untuk lebih optimal di masa mendatang.

Anda mungkin juga menyukai