Anda di halaman 1dari 9

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang
epistimologi ini dengan baik walaupun masih banyak kekurangan didalamnya.
Makalah ini disusun agar supaya para pembaca bisa memperdalam ilmu tentang
epistimologi yang saya sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah
ini di susun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun
yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari
Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Demikianlah makalah ini saya buat semoga bermanfaat bagi para pembaca.
selanjutnya saya harapkan kritik dan saran para pembaca sehingga akan menumbuhkan
rasa syukur kepada Allah SWT dan dalam perbaikan makalah ini ke depannya.

Malang , 01 November 2015

Penyusun

Epistimologi adalah pengetahuan yang berusaha menjawab pertanyaanpertanyaan seperti apakah pengetahuan, cara manusia memperoleh dan menangkap
pengetahuan dan jenis-jenis pengetahuan, menurut epistemology, setiap pengetahuan
manusia merupakan hasil dari pemeriksaan dan penyelidikan benda hingga ahirnya
diketahui manusia, epistemology membahas sumber, proses, syarat, batas fasilitas
hakikat pengetahuan yang memberikan kepercayaan dan jaminan bahwa ia memberikan
kebenaran kepada murid- muridnya. Pengertian epistemologi diharapkan memberikan
kepastian pemahaman terhadap ubstansinya, sehingga memperlancar pembahasan
seluk-beluk yang terkait dengan epistemologi itu.Epistemologi juga disebut teori
pengetahuan (theory of knowledge). Secara etimologi, istilah epistemologi berasal dari
kata Yunani episterne berarti pengetahuan, dan logos berarti teori.

Filsafat Barat
Teori rasionalisme : Rene Descartes
Rene Descartes lahir pada tanggal 31 Maret 1596 di La Haye Totiraine, sebuah
daerah kecil di Perancis Tengah, adalah anak ketiga dari seorang parlemen Britagne.
Pada 1597, ketika berusia 1 tahun, ibunya meninggal. Peristiwa itu sangat membekas
pada dirinya dan berakibat timbulnya sifat selalu khawatir di kemudian hari. Pada 1604
hingga 1612, ia belajar di Callege des Jesuites de la Fleche. Di sana ia belajar logika,
filsafat matematika dan fisika. Rene Descartes adalah seorang filsuf yang menganut
paham rasionalis. Descartes berpendapat bahwa satu-satunya sumber pengetahuan
adalah dari dalam diri manusia itu sendiri. Descartes mengatakan bahwa kemampuan
berpikir manusia yang sekarang tidak lagi semurni dan sekokoh sebagaimana jika
manusia menggunakan nalarnya sendiri sejak dilahirkan karena sejak kecil cara berpikir
manusia sudah dipengaruhi oleh cara berpikir orang lain yang ditanamkan melalui
pendidikan. Dalam buku Filsafat dan Iman Kristen 1 dikatakan bahwa prinsip pertama
Descartes adalah tidak akan pernah mau menerima atau menganggap benar sesuatu
yang saya tidak tahu dengan jelas itu memang benar demikian. Tujuannya adalah agar
manusia tidak terperangkap dengan semua pengetahuan yang salah yang diterimanya
selama ini dari luar dan berusaha untuk mencari kebenaran yang pasti dengan nalar yang

dimiliki manusia itu sendiri sehingga tidak ada lagi kemungkinan manusia untuk
mendapatkan pengetahuan yang salah.
Dalam bukunya Risalah tentang metode, Descartes mengemukakan empat prinsip
untuk mendapatkan pengetahuan yang benar-benar benar dan tidak perlu dipertanyakan
lagi, yaitu :

1. Tidak pernah menerima apapun sebagai benar kecuali jika saya mengetahuinya
secara jelas bahwa hal itu memang benar.

2. Memilah satu persatu masalah yang akan saya telaah menjadi bagian kecil
sebanyak mungkin supaya mudah dalam penyelesaiannya.
3. Berpikir secara runtut dengan mulai dari objek yang paling sederhana, kemudian
meningkat sedikit demi sedikit ke masalah yang lebih rumit dan bahkan menata
urutan objek-objek yang secara alami tidak beraturan.
4. Membuat rincian selengkap mungkin dan pemeriksaan secara menyeluruh sampai
saya yakin tidak ada yang terlupakan.

Teori Empirisme : John Locke


John Locke adalah filisof yang berasal dari inggris. Beliau dilahirkan di Wrington
Somerst pada tanggal 29 Agustus 1632. Locke belajar di Westminster School selama lima
tahun yaitu pada tahun 1647-1652 pada tahun itu juga hingga tahun 1656 ia melanjutkan
studinya di Christ Church, Oxford untuk mempelajari agama dan mendapat gelar B.A.
disana ia kemudian melanjutkan studinya lagi untuk mendapatkan gelar M.A.
John Locke (1632-1704) yang untuk pertama kali menerapkan metode empiris
kepada persoalan-persoalan tentang pengenalan atau pengetahuan. Bagi Locke, yang
terpenting adalah menguraikan cara manusia mengenal. Locke berusaha menggabungkan
teori-teori empirisme seperti yang diajarkan Bacon dan Hobbes dengan ajaran
rasionalisme Descartes. Usaha ini untuk memperkuat ajaran empirismenya. Ia menentang
teori rasionalisme mengenai idea-idea dan asas-asas pertama yang dipandang sebagai
bawaan manusia. Menurut dia, segala pengetahuan datang dari pengalaman dan tidak
lebih dari itu. Peran akal adalah pasif pada waktu pengetahuan didapatkan. Oleh karena

itu akal tidak melahirkan pengetahuan dari dirinya sendiri. Locke menekankan bahwa
satu-satunya yang dapat kita tangkap adalah penginderaan sederhana. Ketika kita makan
apel misalnya, kita tidak merasakan seluruh apel itu dalam satu penginderaan saja.
Sebenarnya, kita menerima serangkaian penginderaan sederhana, yaitu apel itu berwarna
hijau, rasanya segar, baunya segar dan sebagainya. Setelah kita makan apel berkali-kali,
kita akan berpikir bahwa kita sedang makan apel. Pemikiran kita tentang apel inilah yang
kemudian disebut Locke sebagai gagasan yang rumit atau ia sebut dengan persepsi.
Dengan demikian kita dapat mengatakan bahwa semua bahan dari pengetahuan kita
tentang dunia didapatkan melalui penginderaan. Di tangan empirisme Locke, filsafat
mengalami

perubahan

arah.

Jika

rasionalisme

Descartes

mengajarkan

bahwa

pengetahuan yang paling berharga tidak berasal dari pengalaman, maka menurut Locke,
pengalamanlah yang menjadi dasar dari segala pengetahuan. Namun demikian,
empirisme dihadapkan pada sebuah persoalan yang sampai begitu jauh belum bisa
dipecahkan secara memuaskan oleh filsafat. Persoalannya adalah menunjukkan
bagaimana kita mempunyai pengetahuan tentang sesuatu selain diri kita dan cara kerja
pikiran itu sendiri. Sebagai penganut empirisme, pengenalan atau pengetahuan diperoleh
melalui pengalaman. Pengalaman adalah awal dari segala pengetahuan, juga awal
pengetahuan tentang asas-asas yang diperoleh dan diteguhkan oleh pengalaman. Segala
pengetahuan diturunkan dari pengalaman. Dengan demikian, hanya pengalamanlah yang
memberi jaminan kepastian.

Teori Empirisme : David Hume


Hume lahir di Edinburgh Skotlandia pada April 26, 1711 anak bungsu dalam
keluarga yang baik tetapi tidak kaya. Ayahnya meninggal ketika Hume masih kecil, dan ia
dibesarkan oleh ibunya di perkebunan keluarga Ninewells, dekat Berwick. Hume adalah
seorang murid yang sukses, dan sebagai anak muda, ia memiliki perhatian yang tinggi
terhadap sastran dan filsafat. Solomon (2002: 390) menyebut bahwa filsafat Hume adalah
skeptisisme yang menyeluruh. Tahun 1723 ia masuk Universitas Edinburgh, studi pada
hukum sesuai keinginan ibunya (Lavine, 1984: 137). Selama tiga tahun studi hukum dia
membangun pandangan filsafat
Skeptisme mendasar dalam pikiran Hume menentang terhadap tiga pemikiran
sebelumnya. Hume melawan ajaran-ajaran rasionalitas tentang idea-idea bawaan.

Selanjutnya menyerang pemikiran religius, entah dari katolik, Anglikan, maupun Penganut
Deisme.Terakhir serangan pada empirisme sendiri yang masih percaya pada substansi.
Dengan mengembangkan pandangan Hutcheson dan menggabungkan empirisme Locke
dan Berkeley, Hume berpendapat bahwa pengetahuan didapat hanya dari persepsi panca
indra (Lavine, 1984: 138). Hume memulai pemikiran kontroversialnya melalui
penggabungan dua konsep tersebut, yaitu bahwa pengetahuan terbaik kita, hukum ilmiah,
bukanlah apa-apa melainkan persepsi pengindraan yang meyakinkan perasaan kita.
Karena itu meragukan sekali bahwa kita memiliki pengetahuan, kita hanya mempunyai
persepsi panca indra dan perasaan. Dalam pemikiran Hume, ada skeptisme radikal,
bentuk keraguan ekstrem atas kemungkinan bahwa kepastian dalam pengetahuan
merupakan hal yang bisa dicapai. Prinsip dasar yang telah ditetapkan Hume adalah
Segala gagasan sederhana kita awalnya dihasilkan dari kesan sederhana yang berkaitan
dengan gagasan itu dan benar-benar mewakili keberadaannya (Lavine, 1984: 145). Cara
Hume mengungkapkan penjelasan tersebut dengan benar-benar mengkritik untuk
menganalisis dan menjatuhkan berbagai gagasan. Hal ini juga disebut sebagai bola
penghacurnya yang paling kuat. Lavine (1984: 146-147) mengatakan Hume membuat tiga
ciri sebagi basis dari tiga hukum penggabungan gagasan.
Hukum pertama adalah gagasan tergabung atau terkait oleh kemiripan atar-gagasan.
Hume memberi contoh sebuah lukisan dengan mudah membawa pikiran kita ke obyek
aslinya.
Hukum kedua adalah kedekatan satu gagasan dengan gagasan yang lainnya dalam hal
ruang dan waktu. Pikiran kita cenderung menggabungkan satu gagasan dengan gagasan
yang lain secara fisik atau jasmaniah tergabung. Hume mencotohkan menyebutkan satu
apartemen dalam sebuah gedung umunya akan membawa pikiran kita mengenai
apartemen lainya.
Hokum ketiga adalah sebab-akibat, pikiran kita tampaknya dipaksa untuk mengaitkan
suatu sebab dengan akibat yang dibawanya. Bertrand (1946: 880) menyatakan skeptisme
Hume semata didasarkan pada penolakannya atas prinsip induksi yang diterapkan pada
hukum sebab akibat. Misalnya jika kita memikirkan luka, kita tidak jarang sekali bias
mencegah diri kita memikirkan rasa sakit yang mengikutinya.

Filsafat India
Dasa Indria
Dalam hal ini dimaksudkan sebagai kemampuan untuk mengendalikan Dasa Indrianya
berikut ini :
1. Srotendria artinya indra pendengar. Srota artinya telinga. Dalam hal ini manusia
harus mampu mengendalikan telinganya. Maksudnya adalah bahwa orang harus dapat
mengendalikan apa yang diterima atau didengar oleh telinga. Jangan salah terima atau
salah mengerti. Karena itu apa yang didengar melalui telinga hendaknya dapat dicerna
dengan baik, sehingga kita tidak salah mengerti. Perhatikan benar-benar, dengar baik-baik
apa yang dibicarakan, jangan sampai kita salah tangkap atau salah mengartikannya.
2. Twakindria artinya indra peraba. Twak artinya kulit. Dalam hal ini manusia harus
mampu mengendalikan alat perabanya. Alat peraba itu bisa jadi tangan atau kulit. Kita
diharapkan jangan sampai salah memberikan arti terhadap apa yang kita raba, terhadap
apa yang kita rasakan. Dan jangan menggunakan alat peraba itu untuk tujuan yang tidak
baik, misalnya untuk meraba payudara seorang gadis.
3. Granendria artinya indra pencium. Grana artinya hidung. Dalam hal ini manusia
harus mampu indra penciumannya. Hidung itu sangat penting untuk mencium sesuatu.
Hidung tentu harus dapat membedakan bau yang harum dan bau yang busuk. Salah
mencium bau, kita barangkali bisa ngoceh, ngomel atau menyalahkan orang lain. Karena
itu kendalikanlah indra pncium itu dengan baik, jangan sampai salah memberikan makna
terhadap apa yang dicium.
4. Caksundria artinya indra penglihatan. Caksu, caksuh atau caksur berarti mata.
Dalam hal ini manusia hendaknya mampu mengendalikan indra penglihatannya. Mata
sangat penting artinya bagi manusia. Dengan mata kita bisa melihat. Tetapi mata
hendaknya kita jangan sampai salah melihat atau salah memberi arti terhadap apa yang
kita lihat. Mata juga tidak boleh jelalatan atau ingin melihat atau memperhatikan wanita
cantik misalnya. Penggunakanlah mata dengan wajar, dengan sebaik-baiknya, jangan
sampai mengganggu orang lain.
5. Wakindria artinya indra bicara. Wak artinya suara, bicara atau bunyi. Dalam hal
ini manusia hendaknya mampu mengendalikan mulutnya. Mulut juga sangat penting bagi
seseorang. Mulut digunakan untuk makan dan berbicara. Janganlah makan sembarangan,

seperti juga berbicara tidak boleh asal ngomong. Makanlah makanan sederhana dan
ringan-ringan saja, jangan berlebihan, jangan pula rakus. Makan yang banyak dapat
menyebabkan kita malas, pikiran menjadi buntu bahkan tidak bisa berpikir jernih. Dan
jangan pula sembarangan menggunakan mulut sebagai alat untuk berbicara.
6. Panandria artinya indra memegang. Pana artinya tangan. Umat manusia
haruslah mampu mengendalikan tangannya. Jangan asal memegang. Tangan itu
hendaknya digunakan dengan tujuan yang baik. Jangan menggunakan tangan untuk
maksud-maksud buruk seperti mencuri atau mengambil barang orang lain. Jangan pula
menggunakan tangan untuk menyakiti atau memukul orang lain.
7. Payundria artinya indra pengeluar kotoran. Payu artinya anus atau bubu.
Manusia haruslah mampu mengendalikan pantat atau duburnya. Gunakanlah anus itu ada
tempatnya. Membuang air besar hendaknya di WC. Membuang angin atau kentut,
janganlah dihadapan orang ramai. Perhatikanlah sopan santun, jangan sampai orang lain
merasa terganggu.
8. Jihwendria artinya indra perasa. Jihwa artinya lidah. Umat manusia sepatutnya
mampu mengendalikan lidahnya. Menggunakan lidah itu sama pentingnya dengan
menggunakan mulut. Lidah perlu dikendalikan agar tidak sembarangan ngomong. Jangan
juga bersilat lidah atau berdebat yang bukan-bukan dan tidak perlu. Belajarlah
menggunakan dengan baik-baik, dengan santun, agar orang lain tidak merasa
tersinggung. Kalau berbicara, ingatlah tata karma dan sopan santun. Berbicaralah yang
manis, lemah lembut dan enak didengar.
9. Padendria artinya indra atau kekuatan berjalan. Dalam hal ini umat manusia
haruslah mampu mengendalikan gerakan kakinya. Kaki kita memang untuk berjalan.
Tetapi kakipun perlu dikendalikan. Jangan menggunakan kaki sembarangan, misalnya
untuk pergi kerumah tetangga guna mengambil atau mencuri barang. Gunakanlah kaki
untuk tujuan mulia, misalnya untuk pergi kepura guna sembahyang atau medana punia.
10. Pastendria artinya indra kelamin. Pasthendriya artinya alat kelamin laki-laki.
Umat manusia, khususnya yang laki-laki, hendaknya mampu mengendalikan kelaminnya.
Alat kelamin itu dapat menimbulkan kenikmatan, tetapi bila salah menggunakannya dapat
menimbulkan kesedihan dan kesengsaraan. Kita bisa kena penyakit kotor jika tidak hatihati. Kendalikanlah penggunaannya hanya untuk istri kita saja. Jangan digunakan untuk
orang lain yang bukan istri sendiri.

Rasa dan Nafsu


Rasa adalah tangkapan dari stimulus yang direspon oleh otak melalui panca
indera sehingga menimbulkan penafsiran-penafsiran sesuai denfan terjemahan dari hasil
repon yang menghasilkan makna.
Sebagai objek kajian filsafat, salah satu topik penting adalah pembahasan tentang
aspek internal yaitu Nafsu/jiwa manusia dan posisinya sebagai pemegang kendali dalam
setiap tingkah laku yang diambilnya.
Sangat tepat ketika film Samsara ini dikaitkan dengan apa yang tampak dalam
kehidupan suatu agama. Disana jelas, ada ritual bertapa, kehidupan biara, penghayatan
terhadap agama, dan peng-implementasi-an kehidupan rohani/ spiritual. Tashi dalam film
ini adalah seorang biarawan yang berusaha menjalani hidup laku tapa dan ekstase.
Meditasi yang dijalaninya adalah untuk memperoleh pencerahan . Seorang muda yang
penuh gelora hidup, hasrat seksual yang ada dalam tahap keinginan melakukan hubungan
intim, kenyataan hidup panggilan yang dihadapkan pada modernitas dunia dan emosi
normal seorang laki-laki tidak lagi menjadi urusan pribadi seseorang tetapi justru
berkembang menjadi ciri hidup sosial seseorang, biarawan sekalipun. Pertapaannya
selama bertahun-tahun tidak cukup baginya untuk mencapai kebahagiaan (pada taraf
pemahamannya sendiri). Jalan hidupnya harus dijalani dengan suatu penemuan yang
terus menerus. Ia terus mencari apa yang tidak pernah dirasakannya. Ia kemudian
bahagia dengan kehidupan seksual yang ia dapatkan melalui jalur yang benar.
Pengunduran dirinya dari kehidupan religius adalah sesuatu yang masuk akal dalam
ajarannya, bahwa Buddha-pun adalah pribadi yang terus menerus mencari pencerahan,
hingga kemudian memperoleh dalam taraf penemuan hakikat hidup yakni kesucian,
pengendalian nafsu, dan pengembangan hidup positif serta penyingkiran hidup negatif.

Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai