Anda di halaman 1dari 11

PENGARUH KEPUASAN MASYARAKAT TERHADAP KINERJA BIROKRASI

PEMERINTAHAN DALAM MENINGKATKAN ELEKTABILITAS CALON


PETAHANA WALIKOTA MALANG PADA PILKADA SERENTAK 2018

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam membangun sebuah kota yang dapat membuat nyaman masyarakatnya tentu perlu
adanya sebuah strategi dalam pembuatan kebijakan. Kebijakan yang dimaksud adalah yang
cenderung kepada pemerhatian kesejahteraan masyarakat, baik dari segi ekonomi maupun
social. Dengan menerapkan pembangunan tata kelola kota dan evaluasi kinerja para birokrat
dapat menjadikan struktur dalam pemerintah lebih produktif dan efisien.

Kota Malang sendiri merupakan daerah yang sangat berpotensi untuk dikembangkan baik
dari sector Pendidikan maupun wisatanya. Maka dari itu asset penunjang juga harus
diperhatikan, misalnya fasilitas publik dan peraturan yang melibatkan masyarakat luas.
Walikota Malang mempunyai strategi komunikasi sendiri dalam menanggapi berbagai
masalah di Malang. Strategi penta-helix komunikasi yang dilakukan oleh Walikota Malang
misalnya, yakni melibatkan, memadularaskan, mengnyinergikan dan intra-komunikasi antara
elemen pemerintah, akademisi, pengusaha (swasta), masyarakat dan media yang diantaranya
diwujudkan dalam kegiatan blusukan sapa warga dua mingguan. Kampung Glintung Go
Green (3G), Kampung Warna Warni, Kampung Tridi, serta terbentuknya kampung
berkarakter lainnya menjadi beberapa contoh dari produk sinergitas komunikasi. Ditambah
dengan raihan evaluasi akuntabilitas kinerja instansi pemerintahan dengan predikat baik
menjadikan bukti bahwa kinerja Walikota dan jajaran pemerintahan benar-benar professional
dan mengacu terhadap kebutuhan masyarakat.

Kota Malang telah terbentuk Zona Integritas Kawasan Bebas Korupsi serta telah
dilaksanakan penandatanganan Perjanjian Kinerja mulai dari pejabat eselon II hingga di
tatanan staf. Komitmen dan integritas seluruh pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Malang
untuk melaksanakan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah telah diapresiasi dengan
diperolehnya penghargaan tersebut. Kemudian juga bias dilihat dari program kerja,
Pemerintah Kota Malang mengupayakan adanya control terhadap program yang
dikembangkan untuk public. Salah satu contohnya adalah Sunset Policy, Melalui Sunset
Policy, para WP PBB Perkotaan bakal mendapat keringanan berupa penghapusan sanksi
administrasi atau denda atas keterlambatan pelunasan PBB yang belum terbayar dalam
rentang waktu antara tahun 1994 sampai dengan tahun 2012.

Namun juga dalam proses pembangunan sebuah tata kota yang sempurna pasti akan timbul
celah dimana akan terlihat lemahnya proses pembangunan dibeberapa bidang. Contohnya
Kebijakan relokasi pasar dari Pasar Dinoyo ke Pasar Penampungan Sementara Merjosari
yang bertujuan untuk merevitalisasi Pasar Dinoyo yang tradisional menjadi lebih modern.
Kebijakan Pemerintah Kota Malang ini merupakan relokasi sementara. Dalam implementasi
kebijakan tersebut akan timbul dampak-dampak sosial dan ekonomi yang mempengaruhi
stakeholder Pasar Tradisional Dinoyo. Beberapa pedagang juga dirugikan dengan mahalnya
sewa kios dan masih ditambah dengan susahnya perizinan untuk kembali berdagang di pasar,
menjadikan masyarakat ini menaruh sikap negatif terhadap kebijakan pemerintah, sehingga
mengurangi kepercayaan masyarakat akan pemerintah.

Akhirnya hal inilah yang menjadi permasalahn dimana kebijakan pemerintah dan kinerja dari
pemerintah kota Malang akan dinilai oleh masyarakat. Dengan pembaharuan dan banyaknya
pembangunan terhadap fasilitas public belum tentu menjadikan masyarakat puas terhadap
kinerja pemerintahan Kota Malang sekarang, namun apresisasi juga pelu disematkan agar
kemajuan kinerja pemerintah dalam menyediakan pelayanan publik yang ideal akan terus
berkembang positif.

1.2 Rumusan Masalah

1. bagaimana penilaian mayarakat terhadap kinerja birokrai yang dapat meningkatkan


elektabilita calon petahana?

2. bagaimana elektabilitas calon petahana dapat berpengaruh terhadap pilkada jawa timur
2018?

1.3 Tujuan Penelitian

1. untuk mengehtahui tingkat elektabilitas calon petahana dengan melihat penilaian masyarakat
terhadap kinerja birokrasi pemerintahan

2. untuk mengehtahui elektabilitas calon petahana dalam menghadapi pilkada jawa timur 2018

1.4 Manfaat Penelitian


penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi akademis serta dengan dilakukannya
penelitian ini diharapkan masyarakat dapat menilai kinerja birokrasi pemerintahan kota
malang secara objektif, sehingga berdampak positif kepada masyarakat apabila kepuasan
terhadap birokrasi dapat meningkatkan elektabilitas calon petahana.

BAB II

KERANGKA TEORI

Konsep Kepuasan Kerja eprints.uny.ac.id/7518/3/BAB%202-09409131010.pdf


Setiap orang yang bekerja mengharapkan memperoleh kepuasan dari tempatnya
bekerja. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual karena setiap
individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan nilai-nilai yang
berlaku dalam diri setiap individu. Semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai
dengan keinginan individu, maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan. Menurut
Kreitner dan Kinicki (2001;271) kepuasan kerja adalah suatu efektifitas atau respons
emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan. Davis dan Newstrom (1985;105)
mendeskripsikan kepuasan kerja adalah seperangkat perasaan pegawai tentang
menyenangkan atau tidaknya pekerjaan mereka. Menurut Robbins (2003;78) kepuasan kerja
adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang yang menunjukkan perbedaan antara
jumlah penghargaan yang diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya
mereka terima.
Kepuasan kerja merupakan respon afektif atau emosional terhadap berbagai segi atau
aspek pekerjaan seseorang sehingga kepuasan kerja bukan merupakan konsep tunggal.
Seseorang dapat relatif puas dengan salah satu aspek pekerjaan dan tidak puas dengan satu
atau lebih aspek lainnya. Kepuasan Kerja merupakan sikap (positif) tenaga kerja terhadap
pekerjaannya, yang timbul berdasarkan penilaian terhadap situasi kerja. Penilaian tersebut
dapat dilakukan terhadap salah satu pekerjaannya, penilaian dilakukan sebagai rasa
menghargai dalam mencapai salah satu nilai-nilai penting dalam pekerjaan. Karyawan yang
puas lebih menyukai situasi kerjanya daripada tidak menyukainya.
Perasaan-perasaan yang berhubungan dengan kepuasan dan ketidakpuasan kerja
cenderung mencerminkan penaksiran dari tenaga kerja tentang pengalaman-pengalaman kerja
pada waktu sekarang dan lampau daripada harapan-harapan untuk masa depan. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa terdapat dua unsur penting dalam kepuasan kerja, yaitu nilai-nilai
pekerjaan dan kebutuhan-kebutuhan dasar.
Nilai-nilai pekerjaan merupakan tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan
tugas pekerjaan. Yang ingin dicapai ialah nilai-nilai pekerjaan yang dianggap penting oleh
individu. Dikatakan selanjutnya bahwa nilai-nilai pekerjaan harus sesuai atau membantu
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
kepuasan kerja merupakan hasil dari tenaga kerja yang kerja yang berkaitan dengan motivasi
kerja. Kepuasan kerja secara keseluruhan bagi seorang individu adalah jumlah dari kepuasan
kerja (dari setiap aspek pekerjaan) dikalikan dengan derajat pentingnya aspek pekerjaan bagi
individu. Seorang individu akan merasa puas atau tidak puas terhadap pekerjaannya
merupakan sesuatu yang bersifat pribadi, yaitu tergantung bagaimana ia mempersepsikan
adanya kesesuaian atau pertentangan antara keinginan-keinginannya dengan hasil
keluarannya (yang didapatnya). Sehingga dapat disimpulkan pengertian kepuasan kerja
adalah sikap yang positif dari tenaga kerja meliputi perasaan dan tingkah laku terhadap
pekerjaannya melalui penilaian salah satu pekerjaan sebagai rasa menghargai dalam
mencapai salah satu nilai-nilai penting pekerjaan.
Teori Kepuasan Kerja
Teori kepuasan kerja mencoba mengungkapkan apa yang membuat sebagian orang
lebih puas terhadap suatu pekerjaan daripada beberapa lainnya. Teori ini juga mencari
landasan tentang proses perasaan orang terhadap kepuasan kerja. Ada beberapa teori tentang
kepuasan kerja yaitu:
Two Factor Theory
Teori ini menganjurkan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan merupakan bagian dari kelompok
variabel yang berbeda yaitu motivators dan hygiene factors. Ketidakpuasan dihubungkan
dengan kondisi disekitar pekerjaan (seperti kondisi kerja, upah, keamanan, kualitas
pengawasan dan hubungan dengan orang lain) dan bukan dengan pekerjaan itu sendiri.
Karena faktor mencegahreaksi negatif dinamakan sebagai hygiene atau maintainance factors.
Sebaliknya kepuasan ditarik dari faktor yang terkait dengan pekerjaan itu sendiri atau hasil
langsung daripadanya seperti sifat pekerjaan, prestasi dalam pekerjaan, peluang promosi dan
kesempatan untuk pengembangan diri dan pengakuan. Karena faktor ini berkaitan dengan
tingkat kepuasan kerja tinggi dinamakan motivators.

Value Theory
Menurut teori ini kepuasan kerja terjadi pada tingkatan dimana hasil pekerjaan diterima
individu seperti diharapkan. Semakin banyak orang menerima hasil, akan semakin puas dan
sebaliknya. Kunci menuju kepuasan pada teori ini adalah perbedaan antara aspek pekerjaan
yang dimiliki dengan yang diinginkan seseorang. Semakiin besar perbedaan, semakin rendah
kepuasan orang.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Ada lima faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja menurut Kreitner dan Kinicki
(2001; 225) yaitu sebagai berikut :
1) Pemenuhan kebutuhan (Need fulfillment)
Kepuasan ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan memberikan kesempatan pada
individu untuk memenuhi kebutuhannya.
2) Perbedaan (Discrepancies)
Kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi harapan. Pemenuhan harapan mencerminkan
perbedaan antara apa yang diharapkan dan apa yang diperoleh individu dari pekerjaannya.
Bila harapan lebih besar dari apa yang diterima, orang akan tidak puas. Sebaliknya individu
akan puas bila menerima manfaat diatas harapan.
3) Pencapaian nilai (Value attainment)
Kepuasan merupakan hasil dari persepsi pekerjaan memberikan pemenuhan nilai kerja
individual yang penting.
4) Keadilan (Equity)
Kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di tempat kerja.
5) Komponen genetik (Genetic components)
Kepuasan kerja merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Hal ini menyiratkan
perbedaan sifat individu mempunyai arti penting untuk menjelaskan kepuasan kerja disampng
karakteristik lingkungan pekerjaan.
Selain penyebab kepuasan kerja, ada juga faktor penentu kepuasan kerja. Diantaranya adalah
sebagi berikut :
Pekerjaan itu sendiri (work it self)
Setiap pekerjaan memerlukan suatu keterampilan tertentu sesuai dengan bidangnya masing-
masing. Sukar tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa keahliannya
dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan atau mengurangi
kepuasan.
Hubungan dengan atasan (supervision)
Kepemimpinan yang konsisten berkaitan dengan kepuasan kerja adalah tenggang rasa
(consideration). Hubungan fungsional mencerminkan sejauhmana atasan membantu tenaga
kerja untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja. Hubungan
keseluruhan didasarkan pada ketertarikan antar pribadi yang mencerminkan sikap dasar dan
nilai-nilai yang serupa, misalnya keduanya mempunyai pandangan hidup yang sama. Tingkat
kepuasan kerja yang paling besar dengan atasan adalah jika kedua jenis hubungan adalah
positif. Atasan yang memiliki ciri pemimpin yang transformasional, maka tenaga kerja akan
meningkat motivasinya dan sekaligus dapat merasa puas dengan pekerjaannya.
Teman sekerja (workers)
Teman kerja merupakan faktor yang berhubungan dengan hubungan antara pegawai dengan
atasannya dan dengan pegawai lain, baik yang sama maupun yang berbeda jenis
pekerjaannya.
Promosi (promotion)
Promosi merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya kesempatan untuk
memperoleh peningkatan karier selama bekerja.
Gaji atau upah (pay)
Merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang dianggap layak atau tidak.

Konsep Elektabilitas https://core.ac.uk/download/pdf/77623640.pdf


Elektabilitas berasal dari kata electability (bahasa Inggris), diturunkan dari kata elect
(memilih). Bentuk-bentuk turunan dari kata elect antara lain election, electable, elected,
electiveness, electability, dan sebagainya. Elektabilitas dalam pemaknaan politik adalah
tingkat keterpilihan suatu partai, atau kandidat yang terkait dengan proses pemilihan umum.
Istilah popularitas dan elektabilitas dalam masyarakat memang sering disamaartikan, padahal
keduanya mempunyai makna dan konotasi yang berbeda meskipun keduanya mempunyai
kedekatan dan korelasi yang besar. Popularitas lebih banyak berhubungan dengan dikenalnya
seseorang, baik dalam arti positif ataupun negatif. Sementara elektabilitas berarti kesediaan
orang memilihnya untuk jabatan tertentu. Artinya, elektabilitas berkaitan dengan jenis jabatan
yang ingin diraih.
Menurut Robert Tanembaum, pemimpin politik adalah mereka yang menggunakan
wewenang-wewenang formal untuk mengorganisasikan, mengarahkan, mengontrol para
bawahan atau rakyat yang bertanggung jawab, supaya semua bagian pekerjaan dikoordinasi
demi mencapai tujuan politik yakni kesejahteraan rakyat.6 Syarat umum itu, dalam teori
politik modern, dirumuskan dalam tiga hal, yakni :
1. Akseptabilitas,
2. Kapabilitas, dan
3. Integritas.
Akseptabilitas mengandaikan adanya dukungan riil dari sekelompok masyarakat yang
menghendaki orang tersebut menjadi pemimpin. Seseorang baru dianggap sah sebagai
pemimpin jika ada yang menginginkan dan memilihnya menjadi pemimpin. Aspek ini, dalam
teori politik disebut sebagai legitimasi, yakni kelayakan seorang pemimpin untuk diakui dan
diterima oleh orang-orang yang dipimpinnya melalui proses pemilihan yang berlangsung
secara jujur dan adil. Hanya orang yang dipilih melalui proses pemilihan itulah yang
dianggap memiliki legitimasi sebagai pemimpin. Syarat ini memang khas kepemimpinan
politik. Tidak semua pemimpin harus dipilih, namun dipastikan kepemimpinan di luar politik
juga akan memiliki legitimasi yang sangat kuat jika melalui proses pemilihan, bukan sekedar
ditunjuk oleh orang tertentu.
Kapabilitas, jika akseptabilitas menyangkut keabsahan seseorang sebagai pemimpin,
maka kapabilitas menyangkut kemampuan untuk menjalankan kepemimpinan. Untuk
menjadi pemimpin tidak hanya cukup karena ada yang menghendaki menjadi pemimpin dan
kemudian memilihnya sebagai pemimpin, tetapi harus dilengkapi dengan kemampuan yang
memadai untuk mengelola berbagai sumber daya dari orang-orang yang dipimpinnya agar
tidak sampai terjadi konflik satu sama lain. Kalau pun nantinya ada konflik, maka pemimpin
itu harus bisa menunjukkan bahwa dia bisa mengelola konflik itu bukan hanya agar konflik
itu mereda dan tidak meluas menjadi konflik fisik apalagi sampai berdarah-darah, tetapi juga
agar dari pengelolaan konflik itu lahir sebuah konsensus yang disepakati bersama. Integritas,
tidak kalah pentingnya.
Akseptabilitas dan kapabilitas hanya mungkin bisa menghasilkan produk yang
dirasakan orang-orang yang dipimpinnya jika dilengkapi oleh integritas. Kemampuan
memimpin dan keabsahan menjalankan kepemimpinan tidak cukup berarti jika pemimpin.
Secara sederhana, integritas adalah komitmen moral untuk berpegang teguh dan mematuhi
aturan main yang telah disepakati bersama sekaligus kesediaan untuk tidak melakukan
pelanggaran baik terhadap aturan main maupun terhadap norma-norma tak tertulis yang
berlaku di masyarakat.
Jika akseptabilitas menyangkut legitimasi dan kapabilitas berhubungan dengan
kompetensi, maka integritas menyangkut konsistensi dalam memegang teguh aturan main
dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. pin itu tidak memiliki integritas. Tanpa
akseptabilitas, seorang pemimpin akan sangat mudah dipertanyakan keabsahannya karena
tidak memiliki legitimasi yang kuat. Sebaliknya, tanpa kapabilitas, seorang pemimpin tidak
akan mungkin bisa menjalankan kepemimpinannya dengan baik karena dia tidak dilengkapi
dengan kompetensi. Namun akseptabilitas dan kapabilitas menjadi tidak ada gunanya jika
tidak didukung oleh integritas. Tanpa integritas, seorang pemimpin akan mudah terjerumus
dalam sikap sewenang-wenang dan cenderung mengabaikan aturan main dan norma-norma
yang berlaku di masyarakat. Dengan sendirinya berbagai bentuk penyelewengan moral akan
mudah terjadi.
Konsep Incumbent
Menurut Salomo Simanungkalit kata Incumbent identik berkaitan dengan kata
petahana. Incumbent dapat diartikan sebagai orang yang memegang jabatan. Menurut kamus
Oxford, Incumbent sendiri memiliki sebuah makna person holding an official position.
Dalam konteks politik, Incumbent sendiri diposisikan bagi the holder of a political office.
Istilah ini digunakan untuk membedakan dengan pertarungan antara pemegang jabatan dan
juga bukan pemegang jabatan dalam suatu pemilu. Dalam literature ekonomi politik,
Incumbent yang mempertahankan posisinya disebut sebagai opportunistic atau office-
motivated[1].

[1] Salomo Simanungkalit. Pengertian incumbent, diakses dari nuansanuansabahasaindonesia.


weebly.com/esai-konten/incumbent-petahana pada tanggal 20 Mei 2016 pukul 20.52 Wita
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian
Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, karena penelitian ini
disajikan dengan angka-angka. Hal ini sesuai dengan pendapat (Arikunto 2006: 12)yang
mengemukakan penelitian kuantitatif adalah pendekatan penelitian yang banyak dituntut
menguakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta
penampilan hasilnya.

B. Fokus Penelitian
Desain penelitian adalah rencana dan struktur penyelidikan yang disusun sedemikian
rupa sehingga peneliti akan dapat memperoleh jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan
penelitinya. Jenis desain penelitian ini termasuk dalam ex-post facto.Dalam penelitian ex-
postfacto tidak ada kelompok kontrol atau kegiatan pre tes.

Hubungan sebab dan akibat antara subjek satu dengan subjek yang lain diteliti tidak
manipulasi, karena penelitian ex-post facto hanya mengungkap gejala-gejala yang ada atau
telah terjadi. Fakta dalam penelitian ini diungkapkan apa adanya dari data yang terkumpul.
Dengan demikian penelitian ini mengungkapkan hubungan dari varibel-vriabel yang ada.

C. Lokasi dan Obyek Penelitian

Penelitian ini berlokasi di Kota Malang, sedangkan obyek dari penelitian adalah
masyarakat Kota Malang. Tepatnya di wilayah kelurahan Ketawanggede. Selain itu wilayah
kelurahan Ketawanggede adalah kelurahan yang memiliki Universitas yaitu Universitas
Brawijaya dimana tingkat kepuasan masyarakat dipengaruhi juga oleh keberadaan kampus
Universitas Brawijaya.

D. Penentuan Populasi dan Sampel

Dalam penelitian ini diambil sebagai populasi adalah masyarakat Kelurahan


Sumbersari yang memiliki hak suara. Penetapan ini didasari oleh aturan atau UU yang
mengatur hak pilih yaitu warga negara Indonesia yang memiliki umur diatas 17 tahun. Dalam
artian kata setiap masyarakat yang memenuhi syarat untuk memilih dan terdaftar sebagai
pemilih. Karena banyaknya populasi maka dalam penelitian ini ditarik sampel. Sampel adalah
sebagian wakil yang akan diteliti. Sampel dalam penelitian ini ditarik dengan menggunakan
teknik stratified proportional random sampling

Untuk menjelaskan isi penelitian diperlukan penentuan populasi dan sampel, serta
menentukan teknik penentuan pengambilan sampel

Populasi : Masyarakat kota Malang yang masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT)

Sampel : -Masyarakat kelurahan Ketawanggede

-Masyarakat kelurahan Polowijen

Teknik Pengambilan Sampling menggunakan teknik Stratified Random Sampling


Data : Jumlah Daftar Pemilih Tetap di kelurahan Ketawanggede berjumlah 600 orang
sampel total golongan (laki-laki dan perempuan) belum diketahui jumlahnya

Jika menggunakan rumus slovin:

n = N / ( 1 + N d ) = 600/(1+ 600 x 0,05)= 600/1 + 15= 600/16= 37,5 dibulatkan 38

Ket:

n : jumlah sampel

N : jumlah populasi

d : presisi / margin eror

E. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan: Angket

Angket
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Menurut Iskandar (2009:
76) data primer merupakan data yang diperoleh dari serangkaian kegiatan. Dalam penelitian
ini data primer akan diperoleh dari hasil kuesioner, wawancara, dan observasi. Angket
merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan memberikan pertanyaan tertulis
kepada responden untuk dijawab.

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis statistik
parametris. Menurut Iskandar (2009: 101) analisis statistik adalah cara untuk mengolah
informasi data (kuantitatif) yang berhubungan dengan angka-angka, bagaimana mencari,
mengumpul, mengolah data, sehingga sampai menyajikan data dalam bentuk sederhana dan
mudah dibaca atau data yang diperoleh dapat dimaknai (diinterpretasikan). Parameter
populasi yang berupa rata-rata dengan notasi diuji melalui rata-rata garis selanjutnya varians
diuji melalui simpangan baku dan varians simpangan baku diuji melalui simpangan baku.
Pengujian parameter melalui statistik tersebut dinamakan uji hipotesis statistik oleh karena itu
penelitian berhipotesis statistik adalah penelitian yang menggunakann sampel. Dalam statistik
hipotesis yang diuji adalah hipotesis nol karena tidak di kehendaki adanya perbedaan antara
parameter populasi dan statistik.
Teknik analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan tabel
frekuensi dan tabel silang (crosstab). Dengan menggunakan Tabel frekuensi peneliti dapat
mendeskripsikan kondisi aktual yang ada di lapangan berdasarkan data yang diperoleh
melalui angket yang sudah tergambar dari tabel tersebut. Selanjutnya dengan tabel silang
(crosstab) peneliti dapat mendeskripsikan tipologi masyarakat dari perspektif teori solidaritas
sosial Emil Durkheim dan teori kekerabatan Ferdinand Tonnies yang disilangkan. Dengan
begitu kita dapat melihat keterhubungan dari tipologi masyarakat dengan perspektif teori
solidaritas sosial Emil Durkheim dan teori kekerabatan Ferdinand Tonnies.

Anda mungkin juga menyukai