Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH SISTEM ADMINISTRASI DALAM ISLAM

“Administrasi Kelembagaan Islam di Indonesia (Pondok Pesantren)”

Kelompok 4

1. Danil Anggatari 41116035

2. Muhammad Atala 41116059

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK DAN ILMU HUKUM

UNIVERSITAS SERANG RAYA

2019

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur
kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-
Nya sehingga kami dapat merampungkan penyusunan makalah “Administrasi Kelembagaan
Islam di Indonesia (Pondok Pesantren)”
Penyusunan makalah semaksimal mungkin kami upayakan dan didukung bantuan
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itu tidak lupa kami
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
merampungkan makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat
kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena itu, dengan lapang
dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi para pembaca yang ingin memberi saran
maupun kritik demi memperbaiki makalah ini.

Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini dapat
diambil manfaatnya dan kami berkeinginan dapat menginspirasi para pembaca untuk
mengangkat permasalahan lain yang relevan pada makalah-makalah selanjutnya.

Serang, 10 april 2019

Kelompok 4

2
DAFTAR ISI
COVER………………………………………………………………………………..1

KATA PENGANTAR .................................................................................................. 2

DAFTAR ISI................................................................................................................. 3

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................ 4

1.1 Latar Belakang..................................................................................................... 4

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 4

1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................. 4

BAB II ISI ..................................................................................................................... 5

2.1 Pengertian & Sejarah Pondok Pesantren ............................................................. 5

2.1.1 Permulaan Berdirinya Pondok Pesantren


2.1.2 Pesantren Pada Masa Penjajahan
2.1.3 Pertumbuhan dan Perkembangan pada masa kemerdekaan
2.1.4 Perkembangan Pondok Pesantren

2.2 Tugas & Fungsi Pondok Pesantren ................................................................... 13

2.2.1 Tugas Pondok Pesantren


2.2.2 Fungsi Pondok Pesantren

2.3 Keterkaitan Pondok Pesantren dengan Sistem Administrasi Islam .................. 16

BAB III PENUTUP .................................................................................................... 19

3.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 19

Daftar Pustaka ............................................................................................................. 20

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lembaga pendidikan yang memainkan perannya di Indonesia, jika dilihat dari struktur
internal pendidikan Islam serta praktek-praktek pendidikan yang dilaksanakan, ada empat
kategori. Pertama, pendidikanpondok pesantren, yaitu pendidikan Islam yang diselenggarakan
secara tradisional, bertolak dari pengajaran Qur’an dan hadits dan merancang segenap
pendidikannnya untuk mengajarkan kepada siswa Islam sebagai cara hidup atau way of life.

Seiring melesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia ini khususnya di
Indonesia, maka untuk mampu bertahan dan lebih jauh lagi mampu bersaing di era saat ini.
Maka mulai sedikit demi sedikit pesantren yang pada awal nya dalam pengajaran atau secara
umum penyelenggaraan nya berbasis atau masih mennggunakan pedoman-pedoman tradisional,
maka dari itu , demi menajwab tantangan-tantangan zaman di atas maka pesantren modern hadir
sebagai alternatif untuk pesantren tradisional yang ingin tetap bertahan dan mampu bersaing di
era global ini.

Begitupun dalam bidang administrasi , dalam pesantren tradisional proses administrasi masih
kurang atau masih jauh dari perkembangan administrasi saat ini namun proses administrasi
dalam pesantren modern akan lebih di atur mulai dari pembayaran,sistem pendidikan ,bangunan
dan konsep dalam kegiatan belajar mengajar namun masih tetap berdasarkan pedoman-pedoman
islam.

1.2 Rumusan Masalah


1.Bagaimana sejarah pondok pesantren ?
2. Apa tugas dan fungsi pondok pesantren?
3. Adakah kaitan pondok pesantren dengan administrasi islam?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mendeskripsikan sejarah pondok pesantren.
2. Memberi informasi tentang tugas dan fungsi pondok pesantren.
3. Menjelaskan adanya keterkaitan antara pondok pesantren dengan administrasi islam

4
BAB II

ISI

2.1 Pengertian & Sejarah Pondok Pesantren


Pesantren adalah sebuah pendidikan tradisional yang para siswanya tinggal bersama
dan belajar di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan kiai dan
mempunyai asrama untuk tempat menginap santri. Santri tersebut berada dalam kompleks
yang juga menyediakan masjid untuk beribadah, ruang untuk belajar, dan kegiatan keagamaan
lainnya. Kompleks ini biasanya dikelilingi oleh tembok untuk dapat mengawasi keluar
masuknya para santri sesuai dengan peraturan yang berlaku.[1]. Pondok Pesantren merupakan
dua istilah yang menunjukkan satu pengertian. Pesantren menurut pengertian dasarnya adalah
tempat belajar para santri, sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana
terbuat dari bambu.

Umumnya, suatu pondok pesantren berawal dari adanya seorang kyai di suatu tempat,
kemudian datang santri yang ingin belajar agama kepadanya.[4] Setelah semakin hari semakin
banyak santri yang datang, timbullah inisiatif untuk mendirikan pondok atau asrama di
samping rumah kyai. Pada zaman dahulu kyai tidak merencanakan bagaimana membangun
pondoknya itu, namun yang terpikir hanyalah bagaimana mengajarkan ilmu agama supaya
dapat dipahami dan dimengerti oleh santri. Kyai saat itu belum memberikan perhatian
terhadap tempat-tempat yang didiami oleh para santri, yang umumnya sangat kecil dan
sederhana. Mereka menempati sebuah gedung atau rumah kecil yang mereka dirikan sendiri
di sekitar rumah kyai. Semakin banyak jumlah santri, semakin bertambah pula gubug yang
didirikan. Para santri selanjutnya memopulerkan keberadaan pondok pesantren tersebut,
sehingga menjadi terkenal ke mana-mana, contohnya seperti pada pondok-pondok yang
timbul pada zaman Walisongo.[5]

Pondok Pesantren di Indonesia memiliki peran yang sangat besar, baik bagi kemajuan
Islam itu sendiri maupun bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan. Berdasarkan catatan yang
ada, kegiatan pendidikan agama di Nusantara telah dimulai sejak tahun 1596. Kegiatan agama
inilah yang kemudian dikenal dengan nama Pondok Pesantren. Bahkan dalam catatan Howard
M. Federspiel- salah seorang pengkaji keislaman di Indonesia, menjelang abad ke-12 pusat-
pusat studi di Aceh (pesantren disebut dengan nama Dayah di Aceh) dan Palembang

5
(Sumatra), di Jawa Timur dan di Gowa (Sulawesi) telah menghasilkan tulisan-tulisan penting
dan telah menarik santri untuk belajar.

2.1.1 Permulaan berdiri

Pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam yang telah tua sekali usianya, telah
tumbuh sejak ratusan tahun yang lalu, yang setidaknya memiliki lima unsur pokok, yaitu
kiyai, santri, pondok, mesjid dan pengajaran ilmu-ilmu agama.
Dalam menentukan kapan pertama kalinya pesantren berdiri di Indonesia, terlebih
dahulu perlu melacak kapan pertama kalinya Islam masuk ke semenanjung nusantara.
Terdapat berbagai pendapat mengenai kapan masuknya Islam di Indonesia, ada yang
berpendapat semenjak abad ketujuh, namun ada juga yang berpendapat semenjak abad
kesebelas. Terlepas dari perdebatan seputar kapan masuknya Islam di Indonesia, namun
terjadinya kontak yang lebih intens antara budaya Hindu-Budha dan Islam dimulai sekitar
abad ketiga belas ketika terjadi kontak perdagangan antara kerajaan Hindu jawa dengan
Kerajaan Islam di Timur Tengah dan India. Dan penyebaran Islam di Indonesia khususnya di
Jawa tidak terlepas dari peran wali songo yang dengan gigih memperjuangkan dan
menyebarkan nilai-nilai Islam.
Berdirinya Pesantren pada mulanya juga diprakarsai oleh Wali Songo yang diprakarsai
oleh Sheikh Maulana Malik Ibrahim yang berasal dari Gujarat India. Para Wali Songo tidak
begitu kesulitan untuk mendirikan Pesantren karena sudah ada sebelumnya Instiusi
Pendidikan Hindu-Budha dengan sistem biara dan Asrama sebagai tempat belajar mengajar
bagi para bikshu dan pendeta di Indonesia. Pada masa Islam perkembangan Islam, biara dan
asrama tersebut tidak berubah bentuk akan tetapi isinya berubah dari ajaran Hindu dan Budha
diganti dengan ajaran Islam, yang kemudian dijadikan dasar peletak berdirinya pesantren.
Selanjutnya pesantren oleh beberapa anggota dari Wali Songo yang menggunakan
pesantren sebagai tempat mengajarkan ajaran-ajaran Islam kepada masyarakat Jawa. Sunan
Bonang mendirikan pesantren di Tuban, Sunan Ampel mendirikan pesantren di Ampel
Surabaya dan Sunan Giri mendirikan pesantren di Sidomukti yang kemudian tempat ini lebih
dikenal dengan sebutan Giri Kedaton.
Keberadaan Wali Songo yang juga pelopor berdirinya pesantren dalam perkembangan
Islam di Jawa sangatlah penting sehubungan dengan perannya yang sangat dominan. Wali
Songo melakukan satu proses yang tak berujung, gradual dan berhasil menciptakan satu
6
tatanan masyarakat santri yang saling damai dan berdampingan. Satu pendekatan yang sangat
berkesesuaian dengan filsafat hidup masyarakat Jawa yang menekankan stabilitas, keamanan
dan harmoni.
Pendekaan Wali Songo, yang kemudian melahirkan pesantren dengan segala
tradisinya, perilaku dan pola hidup saleh dengan mencontoh dan mengikuti para pendahulu
yang terbaik, mengarifi budaya dan tradisi lokal merupakan ciri utama masyarakat pesantren.
Watak inilah yang dinyatakan sebagai faktor dominan bagi penyebaran Islam di Indonesia.
Selain itu ciri yang paling menonjol pada pesantren tahap awal adalah pendidikan dan
penanaman nilai-nilai agama kepada para santri lewat-lewat kitab-kitab klasik. Persoalan asal
usul pesantren secara historis lebih tepat jika dipandang sebagai akibat akulturasi dua tradisi
besar Islam dan Hindu-Budha yang saling berinteraksi dan saling memperngaruhi satu sama
lain dari pada menerima warisan tradisi yang memposisikan tradisi Islam sebagai tradisi yang
pasif. Artinya, pandangan hidup dan pemikiran keagamaan kalangan pesantren tidak begitu
saja mewarisi taken for granted kebudayaan Hindu-Budha.
2.1.2 Pesantren pada Masa Penjajahan
Pada zaman penjajahan Belanda, dengan berbagai cara Penjajah berusaha untuk
mendiskreditkan pendidikan Islam yang dikelola oleh pribumi termasuk didalamnya
Pesantren. Sebab pemerintah kolonial mendirikan lembaga pendidikan dengan sistem yang
berlaku di barat pada waktu itu, namun hal ini hanya diperuntukkan bagi golongan elit dari
masyarakat Indonesia. Jadi ketika itu ada dua alternatif pendidikan bagi bangsa Indonesia.
Sebagian besar sekolah kolonial diarahkan pada pembentukan masyarakat elit yang
akan digunakan untuk mempertahankan supremasi politik dan ekonomi bagi Pemerintah
Belanda. Dengan didirikannya lembaga pendidikan atau sekolah yang diperuntukkan bagi
sebagian Bangsa Indonesia tersebut terutama bagi golongan priyayi dan pejabat oleh
pemerintah kolonial, maka semenjak itulah terjadi persaingan antara lembaga pendidikan
pesantren dengan lembaga pendidikan pemerintah.
Meskipun harus bersaing dengan sekolah-sekolah yang diselenggarakan pemerintah
Belanda, pesantren terus berkembang jumlahnya. Persaingan yang terjadi bukan hanya dari
segi ideologis dan cita-cita pendidikan saja, melainkan juga muncul dalam bentuk perlawanan
politis dan bahkan secara fisik. Hampir semua perlawanan fisik (peperangan) melawan

7
pemerintah colonial pada abad ke-19 bersumber atau paling tidak mendapatkan dukungan
sepenuhnya dari pesantren, seperti perang paderi, Diponegoro dan Perang Banjar.
Menghadapi kenyataan demikian menyebabkan pemerintah Belanda diakhir abad ke-
19 mencurigai eksistensi pesantren, yang mereka anggap sebagai sumber perlawanan terhadap
pemerintah Belanda. Pada tahun 1882 Belanda mendirikan Priesterreden (pengadilan agama)
yang salah satu tugasnya mengawasi pendidikan di pesantren. Kemudian dikeluarkan
Ordonansi (undang-undang) tahun 1905 mengenai pengawasan terhadap peguruan yang hanya
mengajarkan agama (pesantren), dan guru-guu yang mengajar harus mendapatkan izin
pemerintah setempat.
Seiring dengan perkembangan sekolah-sekolah Barat modern yang mulai menjamah
sebagian masyarakat Indonesia, pesantren pun tampaknya mengalami perkembangan yang
bersifat kualitatif, meskipun ruang geraknya senantiasa diawasi dan dibatasi. Ide-ide
pembaharuan dalam Islam, termasuk pembaharuan dalam pendidikan mulai masuk ke
Indonesia, dan mulai merasuk ke dunia pesantren serta dunia pendidikan Islam lainnya.
Pembaharuan ini menyebabkan sistem modern klasikal mulai masuk ke pesantren,
yang sebelumnya masih belum dikenal. Metode halaqah berubah menjadi sistem klasikal,
dengan mulai menggunakan kursi, meja dan mengajarkan pelajaran umum. Sementara itu
beberapa pesantren mulai memperkenalkan sistem madrasah sebagaimana yang diterapkan
pada sekolah umum.
2.1.3 Pertumbuhan dan Perkembangan Pada Masa Kemerdekaan
Dalam sejarahnya mengenai peran pesantren, dimana sejak masa kebangkitan
Nasional sampai dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI, pesantren senantiasa
tampil dan telah mampu berpartisipasi secara aktif. Oleh karena itulah setelah kemerdekaan,
pesantren masih mendapatkan tempat dihati masyarakat. Ki Hajar Dewantara saja selaku
tokoh pendidikan Nasional dan menteri Pendididkan Pengajaran Indonesia yang pertama
menyatakan bahwa pondok pesantren merupakan dasar pendidikan nasional, karena sesuai
dan selaras dengan jiwa dan kepribadian Bangsa Indonesia.
Begitupula halnya dengan Pemerintah RI, mengakui bahwa pesantren dan madrasah
merupakan dasar pendidikan dan sumber pendidikan nasional, dan oleh karena itu harus
dikembangkan, diberi bimbingan dan bantuan. Sejak awal kehadiran pesantren dengan
sifatnya yang lentur (flexible) ternyata mampu menyesuaikan diri dengan masyarakat serta

8
memenuhi tuntutan masyarakat. Begitu juga pada era kemerdekaan dan pembangunan
sekarang, pesantren telah mampu menampilkan dirinya aktif mengisi kemerdekaan dan
pembangunan, terutama dalam rangka pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas.
Berbagai inovasi telah dilakukan untuk pengembangan pesantren baik oleh masyarakat
maupun pemerintah. Masuknya pengetahuan umum dan keterampilan ke dalam dunia
pesantren adalah sebagai upaya memberikan bekal tambahan agar para santri bila telah
menyelesaikan pendidikannya dapat hidup layak dalam masyarakat.
Dewasa ini pondok pesantren mempunyai kecenderungan-kecenderungan baru dalam
rangka renovasi terhadap sistem yang selama ini dipergunakan, diantaranya adalah mulai
akrab dengan metodologi ilmiah modern, den semakin berorientasi pada pendidikan dan
fungsional, artinya terbuka atas perkembangan di luar dirinya. Juga diversifikasi program dan
kegiatan makin terbuka dan ketergantungannya pun absolute dengan kiai, dan sekaligus dapat
membekali para santri dengan berbagai pengetahuan di luar mata pelajaran agama maupun
keterampilan yang diperlukan di lapangan kerja dan juga dapat berfungsi sebagai pusat
pengembangan masyarakat.
Dalam rangka menjaga kelangsungan hidup pesantren, pemerintah berusaha untuk
membantu mengembangkan pesantren dengan potensi yang dimilikinya. Arah perkembangan
itu dititik beratkan pada: Pertama, peningkatan tujuan institusional pondok pesantren dalam
kerangka pendidikan nasional dan pengembangan potensinya sebagai lembaga sosial
pedesaan. Kedua, peningkatan kurikulum dengan metode pendidikan agar efisiensi dan
efektifitas pesantren terarah. Ketiga, menggalakkan pendidikan keterampilan di lingkungan
pesantren untuk mengembangkan potensi pesantren dalam bidang prasarana sosial dan taraf
hidup masyarakat, dan yang terakhir, menyempurnakan bentuk pesantren dengan madrasah
menurut keputusan tiga menteri tahun 1975 tentang peningkatan mutu pendidikan pada
madrasah.
Akhir-akhir ini pesantren mempunyai kecenderungan-kecenderungan yang tampaknya
ditujukan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidikan yang ada, sebagaimana
telah dikemukaakan terdahulu. Pertumbuhan dan perkembangan pesantren di Indonesia
sepertinya cukup mewarnai perjalanan sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Kendatipun
demikian pesantren dengan berbagai kelebihannya, juga tentunya tidak akan dapat
menghindar dari segala kritik dan kekurangannya.

9
2.1.4 Perkembangan Pondok Pesantren
Satu abad setelah masa Walisongo, abad 17, pengaruh Walisongo diperkuat oleh
Sultan Agung yang memerintah Mataram dari tahun 1613-1645. Sultan Agung merupakan
penguasa terbesar di Jawa, yang juga terkenal sebagai Sultan Abdurrahman dan Khalifatullah
Sayyidin Panotogomo ing Tanah Jawi, yang berarti Khalifatullah pemimpin dan penegak
agama di tanah Jawa. Dia memproklamirkan kalender Islam di Jawa. Dengan system kalender
baru ini, nama-nama bulan dan hari Hijriyyah seperti Muharram dan Ahad dengan mudah
menjadi ucapan sehari-hari lisan Jawa.
Pada tahun 1641, Sultan Agung memperoleh gelar baru “Sultan Abdullah Muhammad
Maulana Matarani” dari Syarrif Mekkah setelah Sultan Agung mengirim utusan ke Mekkah
untuk memohon anugrah title tersebut tahun 1639. Agaknya Mekkah telah lama memainkan
peran penting dalam memperkuat legitimasi politik, keagamaan, serta orientasi pendidikan
dunia Islam. Sultan Agung menawarkan tanah pendidikan bagi kaum santri serta memberi
iklim sehat bagi kehidupan intelektualisme keagamaan hingga komunitas ini berhasil
mengembangkan lembaga pendidikan mereka tidak kurang dari 300 pesantren.
Pada masa penjajahan Belanda, pesantren mengalami ujian dan cobaan dari Allah,
pesantren harus berhadapan dengan dengan Belanda yang sangat membatasi ruang gerak
pesantren, dikarenakan kekhawatiran Belanda akan hilangnya kekuasaan mereka. Sejak
perjanjian Giyanti, pendidikan dan perkembangan pesantren dibatasi oleh Belanda. Belanda
bahkan menetapkan resolusi pada tahun 1825 yang membatasi jumlah jama’ah haji. Selain itu,
Belanda juga membatasi kontak atau hubungan orang Islam Indonesia dengan negara-negara
Islam yang lain. Hal-hal ini akhirnya membuat pertumbuhan dan pekembangan Islam menjadi
tersendat.
Sebagai respon atas penindasan Belanda, kaum santri pun mengadakan perlawanan.
Menurut Clifford Geertz, antara 1820-1880, telah terjadi pemberontakan besar kaum santri di
Indonesia, yaitu pemberontakan kaum Paderi di Sumatra dipimpin oleh Imam Bonjol,
pemberontakan Diponegoro di Jawa, pemberontakan Banten akibat aksi tanam paksa yang
dilakukan Belanda, pemberontakan di Aceh yang dipimpin antara lain oleh Teuku Umar dan
Teuku Ciktidiro.
Pada masa penjajahan Jepang untuk menyatukan langkah, visi dan misi demi meraih
tujuan, organisasi-organisasi tertentu melebur menjadi satu dengan nama Masyumi (Majelis

10
Syuro Muslimin Indonesia). Pada masa Jepang ini pula kita saksikan perjuangan K.H. Hasyim
Asy’ari beserta kalangan santri menentang kebijakan kufur Jepang yang memerintahkan
setiap orang pada pukul tujuh pagi untuk menghadap arah Tokyo menghormati kaisar Jepang
yang dianggap keturunan dewa matahari sehingga beliau ditangkap dan dipenjara delapan
bulan.
Pada masa awal-awal kemerdekaan kalangan santri turut berjuang mempertahankan
kemerdekaan Indonesia. K.H. Hasyim Asy’ari pada waktu itu mengeluarkan fatwa, wajib
hukumnya mempertahankan kemerdekaan. Fatwa tersebut disambut positif oleh umat Islam
sehingga membuat arek-arek Surabaya dengan Bung Tomo sebagai komando, dengan
semboyan “Allahhu Akbar!! Merdeka atau mati” tidak gentar menghadapi Inggris dengan
segala persenjataanya pada tanggal 10 November. Diperkirakan sepuluh ribu orang tewas
pada waktu itu. Namun hasilnya, Inggris gagal menduduki Surabaya.

Setelah perang kemerdekaan, pesantren mengalami ujian kembali dikarenakan


pemerintahan sekuler Soekarno melakukan penyeragaman atau pemusatan pendidikan
nasional yang tentu saja masih menganut sistem barat ala Snouck Hurgronje. Akibatnya
pengaruh pesantren pun mulai menurun, jumlah pesantren berkurang, hanya pesantren besar
yang mampu bertahan. Hal ini dikarenakan pemerintah mengembangkan sekolah umum
sebanyak-banyaknya. Berbeda pada masa Belanda yang terkhusus untuk kalangan tertentu
saja dan disamping itu jabatan-jabatan dalam administrasi modern hanya terbuka luas bagi
orang-orang bersekolah di sekolah tersebut.

Pada masa Soekarno pula, pesantren harus berhadapan dengan kaum komunis. Banyak
sekali pertikaian di tingkat bawah yang melibatkan kalangan santri dan kaum komunis.
Sampai pada puncaknya setelah peristiwa G30S/PKI, kalangan santri bersama TNI dan
segenap komponen yang menentang komunisme memberangus habis komunisme di
Indonesia. Diperkirakan lima ratus ribu nyawa komunis melayang akibat peristiwa ini.
Peristiwa ini bisa dibilang merupakan peristiwa paling berdarah di republik ini, namun
hasilnya komunisme akhirnya lenyap dari Indonesia.

Biarpun begitu, dengan jasa yang demikian besarnya, pemerintahan Soeharto seolah
tidak mengakui jasa pesantren. Soeharto masih meneruskan lakon pendahulunya yang tidak
mengakui pendidikan ala pesantren. Kalangan santri dianggap manusia kelas dua yang tidak

11
dapat melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi dan tidak bisa diterima menjadi
pegawai-pegawai pemerintah. Agaknya, hal ini memang sengaja direncanakan secara
sistematis untuk menjauhkan orang-orang Islam dari struktur pemerintahan guna
melanggengkan ideologi sekuler.

Namun demikian, pesantren pada kedua orde tersebut tetap mampu mencetak orang-
orang hebat yang menjadi orang-orang penting di negara kita seperti, K.H. Wahid Hasyim, M.
Nastir, Buya Hamka, Mukti Ali, K.H. Saifuddin Zuhri, dl

Pada dekade pertama abad 20 ditandai dengan munculnya “anak pesantren” yang
berupa lembaga pendidikan madrasah. Lembaga ini tumbuh menjamur pada dekade pertama
dan kedua dalam rangka merespons sistem klasikal yang dilancarkan pemerintah Belanda
sebelumnya. Meskipun ada beberapa perbedaan antara pesantren dan madrasah, tapi
hubungan historis, kultural, moral, ideologis antara keduanya tidak dapat dipisahkan.
Populasi pondok pesantren ini semakin bertambah dari tahun ke tahun, baik pondok
pesantren tipe salafiyah maupun khalafiyah yang kini tersebar di penjuru tanah air. Pesatnya
pertumbuhan pesantren ini akan sekan mendorong pemerintah untuk melembagakannya
secara khusus. Sehingga keluarlah surat keputusan Menteri Agama Republik Indonesia nomor
18 tahun 1975 tentang susunan organisasi dan tata kerja Departemen agama yang kemudian
diubah dan disempurnakan dengan keputusan Menteri Agama RI nomor 1 tahun 2001.
Dengan keluarnya surat keputusan tersebut, maka pendidikan pesantren dewasa ini telah
mendapatkan perhatian yang sama dari pemerintah terutama Departemen Agama. Data yang
diperoleh dari kantor Dinas Pendidikan, Departemen Agama serta Pemerintahan Daerah,
sebagaian besar anak putus sekolah, tamatan sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah, mereka
tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, namun mereka tersebar di pondok
pesantren dalam jumlah yang relatif banyak.
Kondisi pondok pesantren yang demikian akhirnya direspons oleh pemerintah.
Sehingga lahirlah kesepakatan bersama antara departemen Agama dan departemen
Pendidikan dengan nomor 1/U/KB/2000 dan MA/86/2000 tentang pedoman pelaksanaan
pondok pesantren salafiyahsebagai pola pendidikan dasar. Secara eskplisit, untuk
operasionalnya, setahun kemudian keluar surat keputusan Direktur Jendral Kelembagaan
Agama Islam, nomor E/239/2001 tentang panduan teknis penyelenggaraan program wajib
belajar pendidikan dasar pada pondok pesantren salafiyah. Lahirnya UU nomor 02 tahun

12
1989, yang disempurnakan menjadi UU nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional pada pasal 30 ayat 1 sampai ayat 4 disebutkan pendidikan keagamaan, pondok
pesantren termasuk bagian dari sistem pendidikan nasional.

2.2 Tugas & Fungsi Pondok Pesantren


2.2.1 Tugas Pondok Pesantren
Nenden Maesaroh dan Yani achdiani (2017:351) mengemukakan:
“tugas pesantren di era modern adalah mempertahankan eksistensi dan
fungsinya sebagai lembaga pendidikan ilmu agama, cara nya dengan konsisten
berinovasi dalam kegiatan pendidikan yang diselenggarakannya misalnya
dengan mengadopsi system pendidikan formal, serta mengembangkan
kegiatan seperti dalam bidang ekonomi dan bisnis agar eksistensi pesantren
tetap terjaga.”

Perkembangan masyarakat dewasa ini menghendaki adanya pembinaan anak didik


yang dilaksanakan secara seimbang antara nilai dan sikap, pengetahuan, kecerdasan dan
ketrampilan, kemampuan berkomunikasi dengan masyarakat secara luas, serta meningkatkan
kesadaran terhadap alam lingkungannya. Asas pendidikan yang demikian itu diharapakan
dapat merupakan upaya pembudayaan untuk mempersiapkan warga guna melakukan suatu
pekerjaan yang menjadi mata pencahariannya dan berguna bagi masyarakatnya, serta mampu
menyesuaikan diri secara konstruktif terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di
lingkungan sekitarnya. Untuk memenuhi tuntutan pembinaan dan pengembangan masyarakat
berusaha mengerahkan segala sumber dan kemungkinan yang ada agar pendidikan secara
keseluruhan mampu mengatasi berbagai problem yang dihadapi masyarakat dan bangsa.

Kini masyarakat dan bangsa di hadapkan dengan berbagai masalah dan persoalan yang
mendesak, masalah-masalah yang paling menonjol ialah tekanan masalah penduduk, krisis
ekonomi, pengangguran, arus urbanisasi dan lainnya. Sementara krisis nilai, terancamnya
kepribadian bangsa, dekadensi moral semakin sering terdengar.

Dalam upaya mengerahkan segala sumber yang ada dalam bidang pendidikan untuk
memecahkan berbagai masalah tersebut, maka ekstensi pondok pesantren akan lebih disorot.

13
Karena masyarakat dan Pemerintah mengharapkan pondok pesantren yang memiliki potensi
yang besar dalam bidang pendidikan.

Watak otentik pondok pesantren yang cenderung menolak pemusatan (sentralisasi),


merdeka dan bahkan desentralisasi dan posisinya di tengah-tengah masyarakat, pondok
pesantren sangat bisa diharapkan memainkan peranan pemberdayaan (enpowerment) dan
transformasi masyarakat secara efekif, diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Peranan instrumental dan fasilitator

Hadirnya pondok pesantren yang tidak hanya sebagai lembaga pendidikan dan
keagamaan, namun juga sebagai lembaga pemberdayaan umat merupakan petunjuk yang amat
berarti. Bahwa pondok pesantren menjadi sarana bagi pengembangan potensi dan
pemberdayaan umat, seperti halnya dalam kependidikan atau dakwah islamiyah, sarana dalam
pengembangan umat ini tentunya memerlukan sarana bagi pencapaian tujuan. Sehingga
pondok pesantren yang mengembangkan hal-hal yang demikian berarti pondok pesantren
tersebut telah berperan sebagai alat atau instrumen pengembangan potensi dan pemberdayaan
umat.

b. Peranan mobilisasi

Pondok pesantren merupakan lembaga yang berperan dalam mobilisasi masyarakat


dalam perkembangan mereka. Peranan seperti ini jarang dimiliki oleh lembaga atau perguruan
lainnya, dikarenakan hal ini dibangun atas dasar kepercayaan masyarakat bahwa pondok
pesantren adalah tempat yang tepat untuk menempa akhlak dan budi pekerti yang baik.
Sehingga bagi masyarakat tertentu, terdapat kecenderungan yang memberikan kepercayaan
pendidikan hanya kepada pondok pesantren.

c.Peranan sumber daya manusia

Dalam sistem pendidikan yang dikembangkan oleh pondok pesantren sebagai upaya
mengoptimalkan potensi yang dimilikinya, pondok pesantren memberikan pelatihan khusus
atau diberikan tugas magang di beberapa tempat yang sesuai dengan pengembangan yang
akan dilakukan di pondok pesantren. Di sini peranan pondok sebagai fasilitator dan
instrumental sangat dominan.

14
d.Sebagai agent of development

Pondok pesantren dilahirkan untuk memberikan respon terhadap situasi dan kondisi
sosial suatu masyarakat yang tengah dihadapakan pada runtuhnya sendi-sendi moral, melalui
transformasi nilai yang ditawarkan. Kehadirannya bisa disebut sebagai agen perubahan sosial
(agent of social change), yang selalu melakukan pembebasan pada masyarakat dari segala
keburukan moral, penindasan politik, kemiskinan ilmu pengetahuan, dan bahkan dari
pemiskinan ekonomi.

e. Sebagai center of excellence

Institusi pondok pesantren berkembang sedemikian rupa akibat persentuhan-


persentuhannya dengan kondisi dan situasi zaman yang selalu berubah. Sebagai upaya untuk
menjawab tantangan zaman ini, pondok pesantren kemudian mengembangkan peranannya
dari sekedar lembaga keagamaan dan pendidikan, menjadi lembaga pengembangan
masyarakat (center of excellence).

2.2.2 Fungsi Pondok Pesantren


Nenden Maesaroh dan Yani achdiani (2017:351) mengemukakan:
“fungsi pesantren adalah menciptakan dan mengembangkan kepribadian
muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT,
berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat atau berkhidmat kepada
masyarakat dengan jalan menjadi kawula atau abdi masyarakat, sebagaimana
ke-pribadian Nabi Muhammad SAW (mengikuti sunnah Nabi), mampu berdiri
sendiri, bebas, dan teguh da-lam kepribadian, menyebarkan agama atau
menegakkan Islam dan kejayaan umat Islam ditengah-tengah masyarakat (Izz
al-Islam wa al-Muslimin) dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan
kepribadian manusia. Sekaligus memilki etik dan etos kerja (amanu wa
amilushshali-hah) yang sangat dibutuhkan teruta-ma di era modern seperti
saat ini, pe-santren harus mampu mendidik santri dengan soft skill dan
wawasan ilmu keagamaannya agar mampu memberi warna berbeda dan
penerang diten-gah masyarakat modern yang cenderung memisahkan urusan
dunia dan keagamaan.”

15
Fungsi tarbiyah atau fungsi pendidikan, ikhtiar yang dilakukan oleh pesantren
Najaahaan untuk mewujudkan fungsi ini dengan tetap melaksanakan pendidikan
kepesantrenan sekaligus mulai merin-tis pendidikan formal dengan men-jadikan SDIT dan
SMPIT Najaahaan sebagai langkah awal untuk ikut me-menuhi kebutuhan masyarakat akan
pendidikan formal tanpa menghilangkan pendidikan keagamaan sejak dini kepada anak-anak.
Fungsi religius. Pesantren Najaahaan konsisten mengedukasi masyarakat dengan pembiasaan
kegiatan-kegiatan keagamaan untuk menjadikan masyarakat lebih religius memaknai status
keagamaannya serta menjadikan Pesantren Najaahan se-bagai pusat kegiatan keagamaan
masyarakat sekitar. Fungsi sosial. Salah satu fungsi sosial dari pesantren mencetak ulama.
Dalam hal ini pesantren Najaahaan sebagaimana yang diungkapkan pengurus kepada peneliti
melalui wawancara bahwa untuk fungsi yang satu ini pesantren Najaahaan secara terbuka
menyam-paikan tidak terlalu menargetkan hal ini, sebagaimana diketahui bahwa tid-ak semua
individu yang belajar di pondok pesantren memiliki cita-cita menjadi seorang ulama, tidak
jarang mereka yang masuk ke pondok justru dianggap anak atau individu yang bermasalah di
lingkungannya. Oleh karena itu ditegaskan bahwa yang ter-penting pesantren Najaahaan dapat
bermanfaat bagi santri nya dan masyarakat di sekitarnya, menjadi seorang individu yang
sholeh dan memiliki pribadi I’baaadul mukhlishin atau pribadi yang bisa ikhlas dalam
menjalankan ibadah sebagaimana sa-lah satu misi nya. Walaupun demikian, Pesantren
Najaahaan tidak menampik harapan agar lembaganya mampun mencetak banyak
ulamaul’amiliin atau ulama yang mengamalkan ilmunya serta mewujudkan ‘ibaad atau
pribadi yang sukses dunia dan akhirat sebagaimana visi dan misi pe-santren.

2.3 Keterkaitan Pondok Pesantren dengan Sistem Administrasi Islam

Sedangkan Ricard A. Johnson (1973) secara umum menyampaikan bahwa administrasi


yaitu proses mengintegrasikan sumber-sumber yang tidak bekerjasama menjadi sistem total
untuk menuntaskan suatu tujuan.

Pada prinsipnya administrasi ialah serangkaian kegiatan merencanakan,


mengorganisasikan, menggerakkan, mengendalikan dan menyebarkan segala upaya dalam
mengatur dan mendayagunakan sumber daya manusia, masukana dan pramasukana untuk
mencapai tujuan organisasi yang sudah diputuskan secara efektif dan efisien.
melaluiataubersamaini kata lain, administrasi ialah suatu disiplin ilmu pengetahuan terkena

16
kemampuan dan keterampilan melaksanakan kegiatan bersama untuk mencapai tujuan yang
sudah diputuskan. Untuk itu, terdapat beberapa fungsi administrasi yang secara konseptual
mempunyai kesamaan, yakni Planning (perencanaan), Organizing (pengorganisasian),
Actuating (penggerakkan), dan Controlling (pengawasan) atau sering disingkat dengan
POAC.

Makna administrasi menurut Kamus Bahasa Indonesia (1) Arti sempit, administrasi adalah
kegiatan yang meliputi mencatat, surat-surat, pembukuan ringan, ketik-mengetik, agenda, dan
sebagainya yang bersifat teknis ketatausahaan. (2) Arti luas, administrasi adalah seluruh
proses kerja sama antara dua orang atau lebih dalam mencapai tujuan dengan memanfaatkan
sarana prasarana tertentu secara berdaya guna dan berhasil guna.

Pondok pesantren sebagai wadah yang mendidik santri berdasarkan Alquran dan Alhadis,
pasti dalam kegiatan kesehariannya melakukan kegiatan administrasi, baik administrasi dalam
arti sempit dan luas. Misal, administrasi bermakna sempit adalah mencatat pembayaran kas
bulanan, menghitung dan melaporkan keuangan saat ada kegiatan, mengirimkan surat ke
orang tua/ wali santri, menyimpan surat atau berkas pondok pesantren, dan kegiatan lainnya.
Sedangkan, misal administrasi bermakna luas adalah mengadakan kegiatan
Tasyakuran Akhirussanah, dimana melibatkan semua komponen yang terdiri dari santri,
ustad, kiai, dan kegiatan administrasi (pencatatan, persuratan, penyimpanan, pembiayaan,
sarana dan prasarana, logistik, dan sumber lainnya).

Dengan demikian, santri harus memahami kegiatan administrasi. Meskipun, ada orang
yang mengatakan bahwa pondok pesantren itu tidak “kolot”, saya rasa itu tidak pas. Oleh
karena, santri harus mampu membuktikannya melalui kegiatan-kegiatan administrasi yang
bersifat luas, bukan kegiatan administrasi yang bersifat sempit.

Bagaimana cara membuktikannya? Jawabannya, sederhana yaitu melakukan kegiatan


administrasi dari hal kecil. Orang yang terbiasa melakukan kegiatan administrasi secara kecil
(baca:disiplin), maka ia sedang belajar menyelasaikan permasalahan adminstrasi yang luas.
Sebagai santri, harus tanggap terhadap perbuatan-perbuatan yang kecil. Misal, pencatatan
pembayaran uang. Langsung tulis, jangan menunda kegiatan pencatatan tersebut.

17
Jadi, kalau kita bicara administrasi pondok pesantren sangat luas. Bisa dilihat dari
pelakunya, yaitu santri, ustad, dan Kiai. Bisa dilihat dari sarana dan prasarana. Dan, bisa
dilihati dari materi atau kurikulum dari pondok pesantren. Jelas, banyak sekali administrasi
pondok pesantren. Oleh karenanya, harus tertib dalam melakukan kegiatan administrasi.

Ngaji OK, administrasi juga OK. Santri alim, administrasi tertib. Prinsipnya itu.
Jangan sampai, ngaji jalan, administrasi amburadul. Jelas, santri seperti ini akan susah dalam
mencapai tujuan. Mengapa demikian? Karena bicara administrasi bicara pula, tujuan yang
akan dicapai. Jadi, saya punya keyakinan, saat ada santri yang tertib administrasi, maka ia
akan mudah merencanakan dan membuktikan akan mudahnya menggapai tujuan.

Dengan cara seperti ini, paradigma santri “kolot” dan “tidak tertib” administrasi akan
terkikis. Anggapan itu muncul, mungkin perilaku itu ada pada diantara para santri yang ada di
pondok pesantren. Sebagai santri, mulai sekarang harus tertib administrasi. Kerjakan dari hal-
hal yang kecil terlebih dahulu. Setelah itu, administrasi yang berskala luas akan mudah
dilakukan. Bukankah, sangat mungkin sekali, santri bisa menjadi pemegang utama bangsa
ini? Maka, lakukanlah kegiatan adminisrasi dari yang terkecil terlebih dahulu.

18
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pondok Pesantren di Indonesia memiliki peran yang sangat besar, baik bagi kemajuan
Islam itu sendiri maupun bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan. Dalam menentukan
kapan pertama kalinya pesantren berdiri di Indonesia, terlebih dahulu perlu melacak kapan
pertama kalinya Islam masuk ke semenanjung nusantara. namun terjadinya kontak yang lebih
intens antara budaya Hindu-Budha dan Islam dimulai sekitar abad ketiga belas ketika terjadi
kontak perdagangan antara kerajaan Hindu jawa dengan Kerajaan Islam di Timur Tengah dan
India. Berdirinya Pesantren pada mulanya juga diprakarsai oleh Wali Songo yang diprakarsai
oleh Sheikh Maulana Malik Ibrahim yang berasal dari Gujarat India.

Tugas pesantren di era modern adalah mempertahankan eksistensi dan fungsinya sebagai
lembaga pendidikan ilmu agama, cara nya dengan konsisten berinovasi dalam kegiatan
pendidikan yang diselenggarakannya misalnya dengan mengadopsi system pendidikan formal,
serta mengembangkan kegiatan seperti dalam bidang ekonomi dan bisnis agar eksistensi
pesantren tetap terjaga. Lalu fungsi pesantren adalah menciptakan dan mengembangkan
kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT,
berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat atau berkhidmat kepada masyarakat dengan
jalan menjadi kawula atau abdi masyarakat, sebagaimana ke-pribadian Nabi Muhammad
SAW (mengikuti sunnah Nabi).

Pondok pesantren sebagai wadah yang mendidik santri berdasarkan Alquran dan Alhadis,
pasti dalam kegiatan kesehariannya melakukan kegiatan administrasi, baik administrasi dalam
arti sempit dan luas. Misal, administrasi bermakna sempit adalah mencatat pembayaran kas
bulanan, menghitung dan melaporkan keuangan saat ada kegiatan, mengirimkan surat ke
orang tua/ wali santri, menyimpan surat atau berkas pondok pesantren, dan kegiatan lainnya.
Sedangkan, misal administrasi bermakna luas adalah mengadakan kegiatan
Tasyakuran Akhirussanah, dimana melibatkan semua komponen yang terdiri dari santri,
ustad, kiai, dan kegiatan administrasi (pencatatan, persuratan, penyimpanan, pembiayaan,
sarana dan prasarana, logistik, dan sumber lainnya).

19
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Pesantren

http://ejournal.upi.edu/index.php/sosietas/article/download/10348/6398

http://melindabiebs.blogspot.com/2017/03/makalah-manajemen-pesantren.html

Agung kuswantoro. 2017. Administrasi Pondok Pesantren


https://agungbae123.wordpress.com/2017/08/12/administrasi-pondok-pesantren/ 09 April 2019

Yuliani Zumaroh. 2015. Peran Pondok Pesantren Dalam Masyarakat


https://www.kompasiana.com/yulianizumaroh/5562b6fae9afbde416533eec/peran-pondok-pesantren-
dalam-masyarakat 09 April 2019

20

Anda mungkin juga menyukai