Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

STEREOTIF GENDER DALAM EGALITARIANISME DAN BUDAYA PATRIARKI


DI INDONESIA
Disusun:
Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Latihan Khusus Kohati (LKK)
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) CABANG BANDAR LAMPUNG

Penyusun :

Nama : Selvi Meila Puspita


E-mail : selvidungin@gmail.com
Nomor HP : 082175442601

HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI)


CABANG PERSIAPAN PRINGSEWU
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberikan rahmat,taufik, dan
hidayah-Nya kepada kita sekalian sehingga kita dapat menjalankan aktivitas sehari-hari.
Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi dan Rasul kita Rasul Yang menjadi panutan
semua umat yakni Nabi besar Muhammad SAW serta keluarga dan sahabat beliau yang telah
membawa kita dari jurang yang penuh kesesatan menuju sebuah kehidupan yang penuh
kebahagiaan dan Kedamaian.
Suatu Rahmat yang besar dari Allah SWT yang selanjutnya penulis syukuri karena dengan
kehendaknya Taufik dan rahmatnya pula lah akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini
guna persyaratan untuk mengikuti Latihan Khusus Kohati ( LKK ) tingkat nasional yang
dilaksanakan oleh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Bandar Lampung. Adapun judul
makalah ini adalah Stereotif Gender Dalam Egalitarianisme Dan Patriarki Di Indonesia.
Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada KOHATI cabang
Bandar Lampung yang telah memberikan saran koreksi dan motivasi yang sangat membangun.
Dan juga tidak lupa penulis mengucapkan ribuan terima kasih kepada kanda kanda alumni (
KAHMI) yang juga tidak luput memberi bantuan kepada penulis dari segi moril maupun materil
serta ucapan terima kasih juga penulis sampaikan untuk semua Kader HMI cabang Bandar
Lampung yang telah berjuang untuk mengadakan LKK ini dengan harapan dan tujuan yang
sangat mulia.
Akhirnya kepada Allah jualah kita memohon semoga makalah ini bermanfaat bagi kita sebagai
penambah wawasan dan Cakrawala pengetahuan. Dan dengan doa dan harapan Semoga apa yang
kita lakukan ini menjadi amal dan mendapat ridho dan balasan serta ganjaran yang berlipat ganda
dari Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang.

Pringsewu, 3 Agustus 2019


Penulis

Selvi Meila Puspita


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................i

DAFTAR ISI ........................................................................ii

BAB I
PENDAHULUAN......................................................1
A. LatarBelakang..................................................................1
B. Rumusan Masalah ......................................................3
C. Tujuan .............................................................................3
D. Manfaat Penulisan ..............................................................3

BAB II
PEMBAHASAN....................................................................................5.
A. Pengertian Egalitarianisme..............................................................5.
B. Pengertian Patriarki ..........................................................................8
C. Dampak Stereotif Gender.......................................................11
D. Hubungan Egalitarianisme dan Patriarki..............................14

BAB III
KESIMPULAN..........................................................................................15
A. Kesimpulan ..........................................................................................15
B. Saran ....................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................17
CURICULUM VITAE...............................................................................18
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Persoalan wanita dalam islam akhir-akhir ini muncul dengan tajam. Tidak saja
karena umat Islam semakin menyadari pentingnya memahami dan menghidupkan
kembali wawasan Islam tentang wanita, tapi juga antara lain akibat benturan budaya
Islam dengan modern Barat.
Sejarah Indonesia telah mencatat banyak perempuan yang turut serta
membangun bangsa. Fakta menunjukan bahwa saat ini kaum perempuan Indonesia
sudah banyak mampu berkiprah sejajar dengan laki-laki, maju, sukses dan
memperoleh penghargaan yang layak; Namun di sisi lain, masih banyak
perempuan yang hidup dalam garis kemiskinan, mendapat perlakuan yang tidak
adil dari laki-laki dalam keluarga maupun masyarakat, bahkan menjadi korban
kekerasan, pemerkosaan,tidak berdaya dengan pendidikan rendah bahkan masih
ada yang buta huruf dengan berbagai keterbatasan akses. Ini menunjukan bahwa
masalah kesetaraan gender masih merupakan masalah yang harus mendapatkan
perhatian yang serius.
Kajian tentang perempuan bukanlah suatu hal yang baru di tengah
masyarakat dewasa ini, bahkan pembicaraan tentang perempuan tak ada habis-
habisnya. Semua itu terbukti dengan munculnya banyak gerakan perempuan yang
bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak perempuan dan untuk menghapuskan
segala bentuk diskriminasi terhadap kaum perempuan.
Upaya untuk memperjuangkan kesetaraan gender sudah menjadi kebutuhan
dan tuntutan bagi umat manusia di seluruh dunia. Perjuangan kesetaraan gender
sudah dimulai sejak jaman penjajahan, tetapi setelah lama merdeka masalah
kesetaraan gender masih belum terselesaikan.

1
Nurcholish Majid,Islam Agama Peradaban, (Paramadina&Dian Rakyat,2008).hlm.233
2
Ace Suryadi & Ecep Idris, Kesetaraan Gender Dalam Bidang Pendidikan. (PT Genesendo 2010).hlm.85
Permasalahan ketidakadilan Gender masih menjadi konsumsi dari sebagian
masyarakat, masalah ketertinggalan perempuan mencerminkan masih adaya
ketidakadilan dan ketidak setaraan antara laki-laki dan perempuan di Indonesia,
hal ini terlihat dari gambaran kondisi pada sebagian perempuan di daerah-daerah
tertentu.
Gender ditengah masyarakat masih diartikan sebagai perbedaan jenis
kelamin. Masyarakat belum memahami bahwa gender adalah suatu konstruksi
budaya tentang peran dan fungsi serta tanggung jawab sosial antara laki-laki dan
perempuan. Hanya saja bila dibandingkan, diskriminasi terhadap perempuan
kurang menguntungkan dibandingkan laki-laki. Ketidakadilan gender merupakan
bentuk perbedaan perlakuan dan pembatasan peran antara kaum laki-laki dan
perempuan. Di negara ini banyak isu-isu yang beredar yang menyatakan bahwa
kesetaraan gender masih sangat lemah, hak-hak perempuan masih belum
diperjuangkan dan dibebaskan.
Fakta lainnya di masyarakat ini yaitu dipandangnya kaum perempuan
sebagai sesuatu yang kurang diperhitungkan dalam berbagai hal, dalam berpolitik
misalnya, seorang perempuan dianggap bukan lah suatu hal yang harus ditakuti
akan kepandaiannya. Padahal tidak semua perempuan dianggap sebelah mata,
buktinya saja banyak kaum perempuan yang menjadi elit partai politik, tidak
sedikit pula yang menjadi kepala daerah bahkan perempuan pernah menjadi
seorang kepala negara. Banyak persepsi-persepsi tentang kesetaraan gender ini ,
baik itu yang berupa positif maupun berupa persepsi yang negatif. Dan banyak
pula yang memandang buruk terhadap wanita.

3
Nurcholis Majid, Ialam Agama Peradaban(Dian Rakyat,2008. hlm. 233
4
Tim Penyusun, Perempuan,Ruang Publik & Islam, Februari 2014. hlm. 12
B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Egalitarianisme?

2. Apa pengertian budaya patriarki?

3. Apa dampak dari adanya stereotif ?

4. Bagaimana hubungan antara egalitarianisme dengan budaya patriarki?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui pengertian Egalitarianisme

2. Mengetahui maksud dari budaya patriarki

3. Mengetahui dampak dari stereotif terhadap kesetaraan gender

4. Mengetahui bagaimana hubungan egalitarianisme dengan budaya patriarki

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi penulis:

a. Penulis mengetahui pengertian egalitarianisme

b. Penulis mengetahui maksud dari stereotif gender

c. Penulis mengetahui apa hubungan antara egalitariaisme dan budaya patriarki


c. Sebagai salah satu syarat untuk memenuhi kegiatan Latihan Khusus Kohati
(LKK) yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
Cabang Bandar Lampung.

2. Bagi pembaca pada umunya:

e. Pembaca mengetahui arti dari Egalitarianisme

a. Pembaca mengetahui maksud dari Stereotif

b. Sebagai referensi bagi kaum milenials


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Egalitarianisme

Egalitarianisme berasal dari bahasa Prancis egal yang berarti “sama”, adalah
kecenderungan berpikir bahwa seseorang harus diperlakukan sama pada dimensi
seperti agama, politik,ekonomi,sosial, atau budaya.

Dalam pengertian doktrin Egalitas ini mempertahankan bahwa pada hakikatnya


semua orang manusia adalah sama dalam status nilai atau moral secara fundamental.
Sebagian besar, pengertian ini merupakan respon terhadap pelanggaran
pembangunan statis dan memiliki dua definisi yang berbeda, dalam bahasa Inggris
modern dapat didefinisikan secara baik sebagai doktrin politik yang menyatakan
bahwa semua orang harus diperlakukan secara setara dan memiliki hak-hak politik,
ekonomi, sosial, dan sipil yang sama atau dalam pengertian filsafat sosial penganjur
penghapusan kesenjangan ekonomi antara orang-orang atau adanya semacam
redistribusi/desentralisasi kekuasaan. Dalam hal demikian ini dianggap oleh beberapa
pihak dianggap sebagai keadaan alami dari sebuah masyarakat.

Adanya studi yang menunjukkan bahwa kesenjangan sosial sebagai penyebab


adanya banyak masalah sosial. Sebuah studi komprehensif ekonomi utama dunia
bahkan mengungkapkan adanya hubungan antara ketimpangan sosial seperti masalah
pembunuhan, kematian bayi, obesitas, kehamilan remaja, depresi emosional dan
populasi sampai pada pemenjaraan. Oleh karena itu egalitarianisme merupakan
subjek utama yang merujuk pada politik, Yang juga perlu ditekankan dari semangat
kesetaraan ini ialah sikap anti kekerasan, baik kekerasan simbolik, maupun
kekerasan fisik. Kekerasan mengingkari kesetaraan, karena menjadikan pihak lain
obyek dari keunggulan simbolik maupun fisik.
Seorang suami yang memukul istrinya atau melarang istrinya bekerja dengan
alasan-alasan yang tidak masuk akal sering dikatakan melanggar kesetaraan gender.
Seorang pemimpin yang melindungi bawahannya dari jangkauan hukum dan
mengejar kasus korupsi para lawan politiknya tanpa ampun sering pula dikatakan
sebagai melanggar kesamaan di hadapan hukum. Pelanggaran kesetaraan itu dapat
diacu dengan bermacam-macam istilah, semisal diskriminasi, tebang-pilih,
marginalisasi, dominasi, hegemonisme – dan jangan lupa terorisme.

Di Indonesia sendiri asas kesetaraan antara semua orang atau asas keadilan
pada setiap orang telah diatur oleh UU RI No. 39 Th. 1999 tentang Hak Asasi
Manusia.Dan pada UU RI NO. 40 Th.2008 BAB VI Tentang Hak,
Kewajiban,dan Peran Serta Warga Negara yang tercantum pada
Pasal 9 “Setiap warga negara berhak memperoleh perlakuan yang sama untuk
mendapatkan hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan,tanpa pembedaan ras dan etnis.

5
Undang-Undang,Penghapusan Diskriminasi Ras dab Etnis,(Sinar Grafika,2009).hlm 9 &15.
Setiap manusia berkedudukan sama di adapan Tuhan Yang Maha Esa,
karena dilahirkan dengan martabat,derajat, hak dan kewajiban yang sama.
Karena pentingnya nilai kesetaraan, maka mengaktualkan Pancasila dapat di
artikan sebagai membiasakan diri untuk bersikap egaliter. Seperti sudah
digarisbawahi, sikap egaliter adalah sikap yang perlu ditanamkan dalam
pendidikan karakter. Para panutan perlu menunjukkan sikap itu, tidak hanya dalam
kata-kata dan di bawah sorotan kamera televisi. Proses politik dan proses hukum
yang nyata-nyata terjadi haruslah ditandai oleh kesetaraan itu. Dengan adanya
egalitarianisme, keutuhan NKRI akan tetap terjaga, karena egalitarianisme
merupakan syarat bagi hidupnya negara sebagai “kerja sama sosial yang adil”.
Di Indoneisa sendiri egalitarianisme sangat diterapkan di Minang Kabau, orang
Minang Kabau menganut paham egaliter dengan istilah “ Duduk sama rendah Tegak
sama tinggi”. Artinya setiap orang mempunyai derajat yang sama atau setara.
B. Pengertian Patriarki

Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai


pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam peran kepemimpinan politik,
otoritas moral, hak sosial dan penguasaan properti. Dalam domain keluarga, sosok
yang disebut ayah memiliki otoritas terhadap perempuan, anak-anak dan harta benda.
Beberapa masyarakat patrilineal, yang berarti bahwa properti dan gelar diwariskan
kepada keturunan laki-laki. Secara tersirat sistem ini melembagakan pemerintahan
dan hak istimewa laki-laki serta menempatkan posisi perempuan di bawah laki-laki.

Sistem sosial patriarki menjadikan laki-laki memiliki hak istimewa terhadap


perempuan. Dominasi mereka tidak hanya mencakup ranah personal saja, melainkan
juga dalam ranah yang lebih luas seperti partisipasi politik, pendidikan, ekonomi,
sosial, hukum dan lain-lain. Dalam ranah personal, budaya patriarki adalah akar
munculnya berbagai kekerasan yang dialamatkan oleh laki-laki kepada perempuan.
Atas dasar "hak istimewa" yang dimiliki laki-laki, mereka juga merasa memiliki hak
untuk mengeksploitasi tubuh perempuan.

Secara historis, patriarki telah terwujud dalam organisasi sosial, hukum, politik,
agama dan ekonomi dari berbagai budaya yang berbeda. Bahkan ketika tidak secara
gamblang tertuang dalam konstitusi dan hukum, sebagian besar masyarakat
kontemporer adalah, pada praktiknya, bersifat patriarkal.

Permasalahan kedudukan dan hak perempuan sebagai ahli waris di Indonesia


yaitu masyarakat yang menganut prinsip garis keturunan patrilineal, ahli warisnya
adalah anak laki-laki saja. Dengan demikian anak perempuan tidak dianggap sebagai
ahli waris demikian pula dengan janda. Di beberapa daerah seperti di Bali, hak untuk
menikmati harta tersebut dibatasi dengan syarat selama tidak kawin lagi dan tidak
melakukan hal-hal yang dilarang oleh ketentuan adat.

6
Mukhtar Zamzami, Perempuan & Keadilan,Kencana 2013.hlm 232
Tentang anak perempuan yang tidak dianggap sebagai ahli waris, hal tersebut
disebabkan perkawinan dalam masyarakat adat patrilineal adalah perkawinan
eksogam. Akibat perkawinan seperti ini, anak perempuan yang menikah akan keluar
dari marganya sehingga mereka tidak mewar isi harta orang tuanya.

Patriarki disini dapat diartikan sebagai otoritas laki-laki yang berada diatas
perempuan. Disitu dapat kita simpulkan bahwa perempuan menjadi makhluk yang
berada di taraf sosial paling bawah. Perempuan menjadi objek penindasan yang
paling menyiksa dari lahir sampai batin. Bagaimana tidak menjadi objek utama jika
saat itu banyak perempuan-perempuan pribumi menjadi selir bahkan sebagai objek
pemuas nafsu para penjajah. Bahkan jika laki-laki diperbolehkan untuk meneruskan
pendidikan sedangkan perempuan tidak boleh karena persepsi saat itu perempuan
pasti ujung-ujungnya akan Dapur, Sumur, Kasur.

Di era saat ini, budaya patriarki yang sebenarnya sudah menjadi masa lalu
bangsa ini masih terpelihara. Semakin meningkatnya kapitalisme di Indonesia juga
semakin tingginya Patriarki tersebut. Jika era penjajahan perempuan banyak
dijadikan selir atau pemuas nafsu seks koloni, sekarang perempuan dijadikan objek
iklan untuk menggoda para penonton agar beli produk-produk yang di iklankan.
Bahkan mirisnya perempuan tersebut dipaksa untuk tampil berani dengan membuka
lekuk tubuhnya untuk menggoda penonton. Perempuan di paksa untuk memenuhi
kebutuhan perusahaan, bukan untuk dipenuhi kebutuhannya.

7
Mukhtar Zamzami, Perempuan & Keadilan,Kencana 2013.hlm 233-234
Al-Qur’an sebagai pedoman hidup orang Islam sebenarnya telah menjelaskan
terkait gender. Dalam QS An-Nisa telah menjelaskan bahwa perempuan adalah
makhluk yang mulia dan harus dihormati, bukan makhluk yang lemah dan harus
ditindas sedemikian rupa. Di surat An-Nisa ayat 1 pun sudah dijelaskan bahwa
kedudukan laki-laki dan perempuan adalah sama sebagai hamba Allah. Keduanya
diciptakan oleh Allah dalam jiwa yang satu, artinya tidak ada perbedaan diantara
keduanya. Hanya amal ibadah lah yang menjadikan perbedaan disetiap makhluk dan
perbedaan dalam hal fungsi peran yang dilakukan oleh laki-laki dan permpuan. Maka
Allah menciptakan laki-laki dan perempuan dalam bentuk postur fisik yang berbeda
dan emosionalnya.

Permasalahan gender di Indonesia ini menjadi persepsi masyarakat yang sudah


mengakar turun-temurun, dan susah sekali untuk dihilangkan. Maka dapat
disimpulkan bahwa itu hanyalah konstruksi dari masyarakat Indonesia. Tidak ada
yang berbeda antara laki-laki dan perempuan, keduanya sama-sama jiwa yang satu
dalam lingkup hamba Allah. Perempuan makhluk yang mulia dan dihormati hanya
amal ibadah, fungsi dan peran yang membedakan keduanya.

Didalam teori feminisme kritis atau yang biasa disebut juga dengan feminisme
radikal berteori, bahwa dalam suatu kehidupan masyarakat terjadi suatu tekanan-
tekanan terhadap kaum kaum perempuan karena sistem masyarakatnya bersifat
patriarki. Banyak sekali kita jumpai masyarakat yang menganut sistem patriarki ini
sebut saja di Bali, Jawa hingga Lampung . Di Lampung sendiri otoritas tertingi yaitu
berada pada anak laki-laki tertua , maka anak laki-laki tertua tersebut berhak untuk
harta kekayaan orang tuanya serta mendiami rumah keluarga besar.

8
Munir Fuady, Teori-Teori Besar Dalam Hukum,Kencana 2013,hlm.304-305
C. Dampak Stereotif Gender

Stereotif Gender adalah kategori luas yang merefleksikan kesan dan


keyakinan tentang apa perilaku yang tepat untuk pria dan wanita.
Seperti Stereotif Barat tentang Islam, mereka memberikan gambaran dengan nada
menuduh atau merendahkan tentang Islam yang tidak menghargai wanita.
Meskipun kita ketahui bahwa beberapa sebabnya yaitu karena permusuhan dan
salah paham.
Pemikiran stereotif tentang ciri-ciri laki-laki dan perempuan biasanya
dikaitkan dengan gender mereka. Misalnya saja jika kita melihat orang Amerika
kulit putih yang masih kesulitan memandang orang kulit hitam, artinya antara
orang kulit putih dan kulit hitam masih ada jarak dan terbentuk stratifikasi
didalamnya.
Bertolak dari pandangan negatif umum tentang Islam dan kaum Muslim itu
muncullah pandangan negatif umum tentang wanita dalam Islam. Gambaran-
gambaran negatif mengenai wanita dalam Islam menjadi sangat dramatis oleh
buku bergaya novel seperti yang ditulis oleh Jean Sasson (Princess dan Daughters
of Arabia). Princess ditulis berkenaan dengan seorang wanita aristokratik Arabia
yang dihukum mati karena bercinta.
Jika kita melihat dari Stereotif Gender antara laki-laki dan perempuan maka
Citra baku yang ada pada laki-laki adalah kecakapan atau tampan, keberanian,
pantang menyerah, pantang menangis, agresif dan lainnya yang berkaitan dengan
peran mereka sebagai pencari nafkah utama dan pemimpin keluarga. Sedangkan
citra baku pada perempuan yaitu lemah lembut, pemalu, cantik, sering menangis,
rajin dan lain sebagainya. Dalam fakta dilapangannnya citra tersebut banyak yang
tidak sesuai. Perempuan juga memiliki kecakapan, pantang menyerah, memiliki
keberanian, pantang menangis, agresif dan lainnya, begitu pula seorang laki-laki
juga suka menangis, lembut, penyayang, pemalu, pengasuh dan sebagainya.

9
Nurkholis Madjid,Islam Agama Peradaban,Dian Rakyat.2008.hlm 234-235
Banyak sekali budaya Stereotif-Stereotif dan Stereotif Gender yang masih
dipertahankan, baik sadar ataupun tidak budaya Stereotif ini masih sangat sering
kita dengar dan kita lihat pada masa ini. Sejalan dengan paham Egalitarianisme
yang masih terus ditegakkan bagi sebagian masyarakat sejalan pula dengan
timbulnya stereotif terhadap seseorang maupun kelompok orang contohnya saja
stereotif gender.
Tidak sedikit orang-orang yang masih membeda-beda kan antara kelompok
satu dengan kelompok yang lain, antara laki-laki dan perempuan. Citra baku atau
citra buruk atau penilaian biasanya hanya didasarkan pada satu dua orang dalam
kelompok tersebut akan tetapi imbasnya atau dampaknya satu kelompok itu yang
menanggung nya.
Fakta dilapangan yang ditemukan disekitar yaitu seperti kemaskulinan
seorang laki-laki dan sosok feminim dari seorang wanita. Laki-laki digambarkan
dengan sosok yang harus tegas, mampu memimpin, terlihat cool, pantang
menyerah, pantang menangis, tidak suka akan warna-warna yang disukai
perempuan atau anti warna pink, badan laki-laki pun harus berotot, kekar, harus
cerdas, dan harus mengerti dalam segala bidang, serta laki-laki tidak
diperbolehkan mesuk dapur atau artinya laki-laki dilarang memasak. Faktanya
tidak semua laki-laki menyukai tubuh yang kekar, tidak semua laki-laki mengerti
dalam segala hal, laki-laki juga tak semuanya bersifat tegar dan tidak cengeng,
karena sejatinya laki-laki juga manusia biasa yang banyak sekali kelebihan dan
kekurangannya.
Jika seorang laki-laki digambarkan dengan kemaskulinannya maka seorang
perempuan digambarkan dengan sifat feminimnya, banyak sekali stereotif yang
terjadi seperti, perempuan tidak boleh menikah diatas usia 23 tahun,bagi sebagian
masyarakat bahkan harus menikah diusia 20 tahun tak sedikit pula dijodohkan,
perempuan senantiasa harus bersih, rajin, perempuan tidak boleh terlalu sering
keluar rumah, anak gadis tidak diperbolehkan keluar pada malam hari, tidak boleh
tertawa teralu keras, bersifat pemalu, senantiasa terlihat cantik, memiliki bentuk
tubuh yang indah dan ideal, tidak boleh terlihat gemuk , rambut harus panjang,
harus bisa memasak dan masih banyak lagi.
Stereotif tersebut ada yang benar dan ada yang tidak sosok perempuan tidak
selalu menyenangi sifat feminim, tidak semua wanita mau menikah diusia muda,
banyak sekali wanita-wanita yang mempunyai ambisi untuk meneruskan
pendidikan dan mencari berbagai pengalaman. Perempuan tidak selamanya
mempunyai sifat pemalu, sebab bagi sebagian perempuan pejuang feminisme ia
selalu bersifat percaya diri, memperjuangkan keadilan dan menyamaratakan
pendidikan.
Dampak yang ditimbulkan yaitu masih belum adanya kesetaraan Gender.
Padahal dalam Islam sendiri kita tidak boleh mengkotak-kotakan suatu kelompok
ataupun orang-orang karena semuanya itu sama di mata Tuhan hanya yang
membedakan adalah amal pebuatannya. Apalagi stereotif terhadap gender yang
bersifat menghina karena Allah subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-ngolok
kaum yang lain, karena boleh jadi mereka (yang diolok) lebih baik dari pada mereka
(mengolok-olok). Dan jangan pula para wanita (megolok-olok). Wanita lain, karena
boleh jadi wanita (yang diperolok) lebih baik dari wanita yang mengolok-olok).
Janganlah kalian mencela driri kalian sendiri dan jangan pula kalian panggil-
memanggil denga gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah panggilan
yang buruk sesudah iman2). Barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah
orang-orang yang zalim.”(Al-Hujurat:11).

10
Syaikh Kamil Muhammad’Uwaidah”fikih wanita” (jakarta:pustaka Al-Kautsar,1998).hlm.688
D. Hubungan Antara Egalitarianisme dan Patriarki

Egalitarianisme merupakan kecenderungan berpikir bahwa seseorang harus


diperlakukan sama pada dimensi seperti agama, politik,ekonomi,sosial, atau budaya.
Sedangkan patriarki yaitu sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai
pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam peran kepemimpinan politik,
otoritas moral, hak sosial dan penguasaan property.
Artinya antara Egalitarianisme dan Patriarki sama-sama membahas tentang
gender. Jika Egalitarianisme sangat diterapkan oleh masyarakat Minang Kabau
maka budaya patriarki banyak diterapkan di Indonesia seperti di Bali yang mengenal
sistem kasta, serta di Jawa yang mengenal sistem stratifikasi .
Egalitarianisme merupakan budaya yang sudah diterapkan di beberapa daerah
di Indonesia begitu juga dengan patriarki yang merupakan budaya dikalangan
masyarakat, maka menurut penulis keduanya tidak dapat dihilangkan ataupun
digabungkan karena antara egaliter dan patriarki sangat berbeda. Patriarki juga
disebabkan karena adat dan kebiasaan yang turun temurun masyarakat Indonesia
sejak nenek moyang zaman dahulu. Maka budaya patriarki tidak dapat dihapuskan
secara mudah dan digantikan dengan egalitarianisme.

Walaupun saat ini perempuan telah memperoleh hak pendidikan sampai


pendidikan yang paling tinggi, namun inilah faktanya hegemoni persepsi patriarki di
Indonesia susah untuk dihilangkan yang sudah menjadi pegangan erat masyarakat
Indonesia. Dapat dilihat meski perempuan telah melakukan pendidikan yang bebas
sekalipun, namun ketika sudah nikah berumah tangga perempuan harus membagi
perannya. Sebenarnya persepsi seperti itu hanya konstruksi cara berpikir masyarakat
Indonesia jika dahulu perempuan hanya Dapur, Kasur, Sumur namun sekarang di
bidang politik membutuhkan sekitar 30% posisi perempuan dalam partai politik.
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Egalitarianisme berasal dari bahasa Prancis egal yang berarti “sama”, adalah
kecenderungan berpikir bahwa seseorang harus diperlakukan sama pada dimensi
seperti agama, politik,ekonomi,sosial, atau budaya.
Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai
pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam peran kepemimpinan
politik, otoritas moral, hak sosial dan penguasaan properti.[1] Dalam domain
keluarga, sosok yang disebut ayah memiliki otoritas terhadap perempuan, anak-
anak dan harta benda.
Stereotif Gender adalah kategori luas yang merefleksikan kesan dan
keyakinan tentang apa perilaku yang tepat untuk pria dan wanita.
Fakta menunjukan bahwa saat ini kaum perempuan Indonesia sudah banyak
mampu berkiprah sejajar dengan laki-laki, maju, sukses dan memperoleh
penghargaan yang layak; Namun di sisi lain, masih banyak perempuan yang
hidup dalam garis kemiskinan, mendapat perlakuan yang tidak adil dari laki-laki
dalam keluarga maupun masyarakat, bahkan menjadi korban kekerasan,
pemerkosaan,tidak berdaya dengan pendidikan rendah bahkan masih ada yang
buta huruf dengan berbagai keterbatasan akses. Ini menunjukan bahwa masalah
kesetaraan gender masih merupakan masalah yang harus mendapatkan perhatian
yang serius.
B. Saran

Egalitarianisme adalah sebuah sikap yang bagus untuk diterapkan karena


didalamnya terdapat kesetaraan gender, tetapi sebagai masyarakat sosial kita tidak
bisa memaksakan agar egaliter masuk kedalam budaya patriarki yang sudah
dipercaya oleh masyarakat secara turun temurun.
Stereotif bisa dikatakan pelabelan aau penilaian pada suatu kelompok ataupun orang
baik negatif maupun positif akan tetapi biasanya lebih kie negatif, dalam kehidupan
bermayarakat dan beragama maka kita tidak boleh menerapkan stereotif sebab
semua itu sama dihadapan Tuhan Yang Maha Esa. Jika stereotif masih terjadi maka
akan menimbulkan kesenjangan sosial, sebagai masyarakat modern dangenerasi
milenial maka kita harus mempelajari apa itu egaliter, patriarki, stererotif sebagai
wawasan kita agar kita mengetahui dampak positif dan negatifnya.
DAFTAR PUSTAKA

Nurcholish madjid.2008.islam Agama Peradaban.Jakarta:Paramadina


Munir Fuady.2013. Teori-Teori Besar Dalam Hukum.Jakarta: Kencana
Mukhtar Zamzami. 2013. Perempuan & Keadilan.Jakarta: Kencana
Undang-Undang. 2009.Penghapusan Diskriinasi Ras dan Etnis.Jakarta: Sinar Grafika
Ace Suryadi & Ecep Idris. 2010. Kesetaraan Gender Dalam Bidang Pendidikan.Bandung: PT
Genesendo
Syaikh Kamil Muhammad’Uwaidah.1998”fikih wanita” .jakarta: Pustaka Al-Kautsar
Tim Penyusun,2014. Perempuan,Ruang Publik & Islam,

16
CURICULLUM VITAE

Nama : Selvi Meila Puspita


Tempat / Tanggal Lahir : Karangbuah, 20 Mei 1999
Asal Cabang : HMI Cabang Persiapan Pringsewu
Fak / Dept. / Stambu : STKIP MPL/ PBSI / 2017
Alamat : Pulau Tabuan, Tanggamus, Lampung
No HP : 082175442601
Alamat emai : selvidungin@gmail.com
Jenjang Pendidikan
1. SD Negeri 1 Karang Buah
2. SMP Muhammadiyah 1 Kotaagung
3. SMA Negeri 1 Kotaagung

Jenjang Training
1. LK l HMI Cabang Persiapan Pringsewu

Motto ; Ubah Pikiranmu Maka Kau Akan Mengubah Duniamu.

Anda mungkin juga menyukai