Penyusun :
Segala puji bagi Allah, Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberikan rahmat,taufik, dan
hidayah-Nya kepada kita sekalian sehingga kita dapat menjalankan aktivitas sehari-hari.
Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi dan Rasul kita Rasul Yang menjadi panutan
semua umat yakni Nabi besar Muhammad SAW serta keluarga dan sahabat beliau yang telah
membawa kita dari jurang yang penuh kesesatan menuju sebuah kehidupan yang penuh
kebahagiaan dan Kedamaian.
Suatu Rahmat yang besar dari Allah SWT yang selanjutnya penulis syukuri karena dengan
kehendaknya Taufik dan rahmatnya pula lah akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini
guna persyaratan untuk mengikuti Latihan Khusus Kohati ( LKK ) tingkat nasional yang
dilaksanakan oleh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Bandar Lampung. Adapun judul
makalah ini adalah Stereotif Gender Dalam Egalitarianisme Dan Patriarki Di Indonesia.
Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada KOHATI cabang
Bandar Lampung yang telah memberikan saran koreksi dan motivasi yang sangat membangun.
Dan juga tidak lupa penulis mengucapkan ribuan terima kasih kepada kanda kanda alumni (
KAHMI) yang juga tidak luput memberi bantuan kepada penulis dari segi moril maupun materil
serta ucapan terima kasih juga penulis sampaikan untuk semua Kader HMI cabang Bandar
Lampung yang telah berjuang untuk mengadakan LKK ini dengan harapan dan tujuan yang
sangat mulia.
Akhirnya kepada Allah jualah kita memohon semoga makalah ini bermanfaat bagi kita sebagai
penambah wawasan dan Cakrawala pengetahuan. Dan dengan doa dan harapan Semoga apa yang
kita lakukan ini menjadi amal dan mendapat ridho dan balasan serta ganjaran yang berlipat ganda
dari Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang.
BAB I
PENDAHULUAN......................................................1
A. LatarBelakang..................................................................1
B. Rumusan Masalah ......................................................3
C. Tujuan .............................................................................3
D. Manfaat Penulisan ..............................................................3
BAB II
PEMBAHASAN....................................................................................5.
A. Pengertian Egalitarianisme..............................................................5.
B. Pengertian Patriarki ..........................................................................8
C. Dampak Stereotif Gender.......................................................11
D. Hubungan Egalitarianisme dan Patriarki..............................14
BAB III
KESIMPULAN..........................................................................................15
A. Kesimpulan ..........................................................................................15
B. Saran ....................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................17
CURICULUM VITAE...............................................................................18
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Persoalan wanita dalam islam akhir-akhir ini muncul dengan tajam. Tidak saja
karena umat Islam semakin menyadari pentingnya memahami dan menghidupkan
kembali wawasan Islam tentang wanita, tapi juga antara lain akibat benturan budaya
Islam dengan modern Barat.
Sejarah Indonesia telah mencatat banyak perempuan yang turut serta
membangun bangsa. Fakta menunjukan bahwa saat ini kaum perempuan Indonesia
sudah banyak mampu berkiprah sejajar dengan laki-laki, maju, sukses dan
memperoleh penghargaan yang layak; Namun di sisi lain, masih banyak
perempuan yang hidup dalam garis kemiskinan, mendapat perlakuan yang tidak
adil dari laki-laki dalam keluarga maupun masyarakat, bahkan menjadi korban
kekerasan, pemerkosaan,tidak berdaya dengan pendidikan rendah bahkan masih
ada yang buta huruf dengan berbagai keterbatasan akses. Ini menunjukan bahwa
masalah kesetaraan gender masih merupakan masalah yang harus mendapatkan
perhatian yang serius.
Kajian tentang perempuan bukanlah suatu hal yang baru di tengah
masyarakat dewasa ini, bahkan pembicaraan tentang perempuan tak ada habis-
habisnya. Semua itu terbukti dengan munculnya banyak gerakan perempuan yang
bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak perempuan dan untuk menghapuskan
segala bentuk diskriminasi terhadap kaum perempuan.
Upaya untuk memperjuangkan kesetaraan gender sudah menjadi kebutuhan
dan tuntutan bagi umat manusia di seluruh dunia. Perjuangan kesetaraan gender
sudah dimulai sejak jaman penjajahan, tetapi setelah lama merdeka masalah
kesetaraan gender masih belum terselesaikan.
1
Nurcholish Majid,Islam Agama Peradaban, (Paramadina&Dian Rakyat,2008).hlm.233
2
Ace Suryadi & Ecep Idris, Kesetaraan Gender Dalam Bidang Pendidikan. (PT Genesendo 2010).hlm.85
Permasalahan ketidakadilan Gender masih menjadi konsumsi dari sebagian
masyarakat, masalah ketertinggalan perempuan mencerminkan masih adaya
ketidakadilan dan ketidak setaraan antara laki-laki dan perempuan di Indonesia,
hal ini terlihat dari gambaran kondisi pada sebagian perempuan di daerah-daerah
tertentu.
Gender ditengah masyarakat masih diartikan sebagai perbedaan jenis
kelamin. Masyarakat belum memahami bahwa gender adalah suatu konstruksi
budaya tentang peran dan fungsi serta tanggung jawab sosial antara laki-laki dan
perempuan. Hanya saja bila dibandingkan, diskriminasi terhadap perempuan
kurang menguntungkan dibandingkan laki-laki. Ketidakadilan gender merupakan
bentuk perbedaan perlakuan dan pembatasan peran antara kaum laki-laki dan
perempuan. Di negara ini banyak isu-isu yang beredar yang menyatakan bahwa
kesetaraan gender masih sangat lemah, hak-hak perempuan masih belum
diperjuangkan dan dibebaskan.
Fakta lainnya di masyarakat ini yaitu dipandangnya kaum perempuan
sebagai sesuatu yang kurang diperhitungkan dalam berbagai hal, dalam berpolitik
misalnya, seorang perempuan dianggap bukan lah suatu hal yang harus ditakuti
akan kepandaiannya. Padahal tidak semua perempuan dianggap sebelah mata,
buktinya saja banyak kaum perempuan yang menjadi elit partai politik, tidak
sedikit pula yang menjadi kepala daerah bahkan perempuan pernah menjadi
seorang kepala negara. Banyak persepsi-persepsi tentang kesetaraan gender ini ,
baik itu yang berupa positif maupun berupa persepsi yang negatif. Dan banyak
pula yang memandang buruk terhadap wanita.
3
Nurcholis Majid, Ialam Agama Peradaban(Dian Rakyat,2008. hlm. 233
4
Tim Penyusun, Perempuan,Ruang Publik & Islam, Februari 2014. hlm. 12
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi penulis:
PEMBAHASAN
A. Pengertian Egalitarianisme
Egalitarianisme berasal dari bahasa Prancis egal yang berarti “sama”, adalah
kecenderungan berpikir bahwa seseorang harus diperlakukan sama pada dimensi
seperti agama, politik,ekonomi,sosial, atau budaya.
Di Indonesia sendiri asas kesetaraan antara semua orang atau asas keadilan
pada setiap orang telah diatur oleh UU RI No. 39 Th. 1999 tentang Hak Asasi
Manusia.Dan pada UU RI NO. 40 Th.2008 BAB VI Tentang Hak,
Kewajiban,dan Peran Serta Warga Negara yang tercantum pada
Pasal 9 “Setiap warga negara berhak memperoleh perlakuan yang sama untuk
mendapatkan hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan,tanpa pembedaan ras dan etnis.
5
Undang-Undang,Penghapusan Diskriminasi Ras dab Etnis,(Sinar Grafika,2009).hlm 9 &15.
Setiap manusia berkedudukan sama di adapan Tuhan Yang Maha Esa,
karena dilahirkan dengan martabat,derajat, hak dan kewajiban yang sama.
Karena pentingnya nilai kesetaraan, maka mengaktualkan Pancasila dapat di
artikan sebagai membiasakan diri untuk bersikap egaliter. Seperti sudah
digarisbawahi, sikap egaliter adalah sikap yang perlu ditanamkan dalam
pendidikan karakter. Para panutan perlu menunjukkan sikap itu, tidak hanya dalam
kata-kata dan di bawah sorotan kamera televisi. Proses politik dan proses hukum
yang nyata-nyata terjadi haruslah ditandai oleh kesetaraan itu. Dengan adanya
egalitarianisme, keutuhan NKRI akan tetap terjaga, karena egalitarianisme
merupakan syarat bagi hidupnya negara sebagai “kerja sama sosial yang adil”.
Di Indoneisa sendiri egalitarianisme sangat diterapkan di Minang Kabau, orang
Minang Kabau menganut paham egaliter dengan istilah “ Duduk sama rendah Tegak
sama tinggi”. Artinya setiap orang mempunyai derajat yang sama atau setara.
B. Pengertian Patriarki
Secara historis, patriarki telah terwujud dalam organisasi sosial, hukum, politik,
agama dan ekonomi dari berbagai budaya yang berbeda. Bahkan ketika tidak secara
gamblang tertuang dalam konstitusi dan hukum, sebagian besar masyarakat
kontemporer adalah, pada praktiknya, bersifat patriarkal.
6
Mukhtar Zamzami, Perempuan & Keadilan,Kencana 2013.hlm 232
Tentang anak perempuan yang tidak dianggap sebagai ahli waris, hal tersebut
disebabkan perkawinan dalam masyarakat adat patrilineal adalah perkawinan
eksogam. Akibat perkawinan seperti ini, anak perempuan yang menikah akan keluar
dari marganya sehingga mereka tidak mewar isi harta orang tuanya.
Patriarki disini dapat diartikan sebagai otoritas laki-laki yang berada diatas
perempuan. Disitu dapat kita simpulkan bahwa perempuan menjadi makhluk yang
berada di taraf sosial paling bawah. Perempuan menjadi objek penindasan yang
paling menyiksa dari lahir sampai batin. Bagaimana tidak menjadi objek utama jika
saat itu banyak perempuan-perempuan pribumi menjadi selir bahkan sebagai objek
pemuas nafsu para penjajah. Bahkan jika laki-laki diperbolehkan untuk meneruskan
pendidikan sedangkan perempuan tidak boleh karena persepsi saat itu perempuan
pasti ujung-ujungnya akan Dapur, Sumur, Kasur.
Di era saat ini, budaya patriarki yang sebenarnya sudah menjadi masa lalu
bangsa ini masih terpelihara. Semakin meningkatnya kapitalisme di Indonesia juga
semakin tingginya Patriarki tersebut. Jika era penjajahan perempuan banyak
dijadikan selir atau pemuas nafsu seks koloni, sekarang perempuan dijadikan objek
iklan untuk menggoda para penonton agar beli produk-produk yang di iklankan.
Bahkan mirisnya perempuan tersebut dipaksa untuk tampil berani dengan membuka
lekuk tubuhnya untuk menggoda penonton. Perempuan di paksa untuk memenuhi
kebutuhan perusahaan, bukan untuk dipenuhi kebutuhannya.
7
Mukhtar Zamzami, Perempuan & Keadilan,Kencana 2013.hlm 233-234
Al-Qur’an sebagai pedoman hidup orang Islam sebenarnya telah menjelaskan
terkait gender. Dalam QS An-Nisa telah menjelaskan bahwa perempuan adalah
makhluk yang mulia dan harus dihormati, bukan makhluk yang lemah dan harus
ditindas sedemikian rupa. Di surat An-Nisa ayat 1 pun sudah dijelaskan bahwa
kedudukan laki-laki dan perempuan adalah sama sebagai hamba Allah. Keduanya
diciptakan oleh Allah dalam jiwa yang satu, artinya tidak ada perbedaan diantara
keduanya. Hanya amal ibadah lah yang menjadikan perbedaan disetiap makhluk dan
perbedaan dalam hal fungsi peran yang dilakukan oleh laki-laki dan permpuan. Maka
Allah menciptakan laki-laki dan perempuan dalam bentuk postur fisik yang berbeda
dan emosionalnya.
Didalam teori feminisme kritis atau yang biasa disebut juga dengan feminisme
radikal berteori, bahwa dalam suatu kehidupan masyarakat terjadi suatu tekanan-
tekanan terhadap kaum kaum perempuan karena sistem masyarakatnya bersifat
patriarki. Banyak sekali kita jumpai masyarakat yang menganut sistem patriarki ini
sebut saja di Bali, Jawa hingga Lampung . Di Lampung sendiri otoritas tertingi yaitu
berada pada anak laki-laki tertua , maka anak laki-laki tertua tersebut berhak untuk
harta kekayaan orang tuanya serta mendiami rumah keluarga besar.
8
Munir Fuady, Teori-Teori Besar Dalam Hukum,Kencana 2013,hlm.304-305
C. Dampak Stereotif Gender
9
Nurkholis Madjid,Islam Agama Peradaban,Dian Rakyat.2008.hlm 234-235
Banyak sekali budaya Stereotif-Stereotif dan Stereotif Gender yang masih
dipertahankan, baik sadar ataupun tidak budaya Stereotif ini masih sangat sering
kita dengar dan kita lihat pada masa ini. Sejalan dengan paham Egalitarianisme
yang masih terus ditegakkan bagi sebagian masyarakat sejalan pula dengan
timbulnya stereotif terhadap seseorang maupun kelompok orang contohnya saja
stereotif gender.
Tidak sedikit orang-orang yang masih membeda-beda kan antara kelompok
satu dengan kelompok yang lain, antara laki-laki dan perempuan. Citra baku atau
citra buruk atau penilaian biasanya hanya didasarkan pada satu dua orang dalam
kelompok tersebut akan tetapi imbasnya atau dampaknya satu kelompok itu yang
menanggung nya.
Fakta dilapangan yang ditemukan disekitar yaitu seperti kemaskulinan
seorang laki-laki dan sosok feminim dari seorang wanita. Laki-laki digambarkan
dengan sosok yang harus tegas, mampu memimpin, terlihat cool, pantang
menyerah, pantang menangis, tidak suka akan warna-warna yang disukai
perempuan atau anti warna pink, badan laki-laki pun harus berotot, kekar, harus
cerdas, dan harus mengerti dalam segala bidang, serta laki-laki tidak
diperbolehkan mesuk dapur atau artinya laki-laki dilarang memasak. Faktanya
tidak semua laki-laki menyukai tubuh yang kekar, tidak semua laki-laki mengerti
dalam segala hal, laki-laki juga tak semuanya bersifat tegar dan tidak cengeng,
karena sejatinya laki-laki juga manusia biasa yang banyak sekali kelebihan dan
kekurangannya.
Jika seorang laki-laki digambarkan dengan kemaskulinannya maka seorang
perempuan digambarkan dengan sifat feminimnya, banyak sekali stereotif yang
terjadi seperti, perempuan tidak boleh menikah diatas usia 23 tahun,bagi sebagian
masyarakat bahkan harus menikah diusia 20 tahun tak sedikit pula dijodohkan,
perempuan senantiasa harus bersih, rajin, perempuan tidak boleh terlalu sering
keluar rumah, anak gadis tidak diperbolehkan keluar pada malam hari, tidak boleh
tertawa teralu keras, bersifat pemalu, senantiasa terlihat cantik, memiliki bentuk
tubuh yang indah dan ideal, tidak boleh terlihat gemuk , rambut harus panjang,
harus bisa memasak dan masih banyak lagi.
Stereotif tersebut ada yang benar dan ada yang tidak sosok perempuan tidak
selalu menyenangi sifat feminim, tidak semua wanita mau menikah diusia muda,
banyak sekali wanita-wanita yang mempunyai ambisi untuk meneruskan
pendidikan dan mencari berbagai pengalaman. Perempuan tidak selamanya
mempunyai sifat pemalu, sebab bagi sebagian perempuan pejuang feminisme ia
selalu bersifat percaya diri, memperjuangkan keadilan dan menyamaratakan
pendidikan.
Dampak yang ditimbulkan yaitu masih belum adanya kesetaraan Gender.
Padahal dalam Islam sendiri kita tidak boleh mengkotak-kotakan suatu kelompok
ataupun orang-orang karena semuanya itu sama di mata Tuhan hanya yang
membedakan adalah amal pebuatannya. Apalagi stereotif terhadap gender yang
bersifat menghina karena Allah subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-ngolok
kaum yang lain, karena boleh jadi mereka (yang diolok) lebih baik dari pada mereka
(mengolok-olok). Dan jangan pula para wanita (megolok-olok). Wanita lain, karena
boleh jadi wanita (yang diperolok) lebih baik dari wanita yang mengolok-olok).
Janganlah kalian mencela driri kalian sendiri dan jangan pula kalian panggil-
memanggil denga gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah panggilan
yang buruk sesudah iman2). Barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah
orang-orang yang zalim.”(Al-Hujurat:11).
10
Syaikh Kamil Muhammad’Uwaidah”fikih wanita” (jakarta:pustaka Al-Kautsar,1998).hlm.688
D. Hubungan Antara Egalitarianisme dan Patriarki
PENUTUP
A. Simpulan
Egalitarianisme berasal dari bahasa Prancis egal yang berarti “sama”, adalah
kecenderungan berpikir bahwa seseorang harus diperlakukan sama pada dimensi
seperti agama, politik,ekonomi,sosial, atau budaya.
Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai
pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam peran kepemimpinan
politik, otoritas moral, hak sosial dan penguasaan properti.[1] Dalam domain
keluarga, sosok yang disebut ayah memiliki otoritas terhadap perempuan, anak-
anak dan harta benda.
Stereotif Gender adalah kategori luas yang merefleksikan kesan dan
keyakinan tentang apa perilaku yang tepat untuk pria dan wanita.
Fakta menunjukan bahwa saat ini kaum perempuan Indonesia sudah banyak
mampu berkiprah sejajar dengan laki-laki, maju, sukses dan memperoleh
penghargaan yang layak; Namun di sisi lain, masih banyak perempuan yang
hidup dalam garis kemiskinan, mendapat perlakuan yang tidak adil dari laki-laki
dalam keluarga maupun masyarakat, bahkan menjadi korban kekerasan,
pemerkosaan,tidak berdaya dengan pendidikan rendah bahkan masih ada yang
buta huruf dengan berbagai keterbatasan akses. Ini menunjukan bahwa masalah
kesetaraan gender masih merupakan masalah yang harus mendapatkan perhatian
yang serius.
B. Saran
16
CURICULLUM VITAE
Jenjang Training
1. LK l HMI Cabang Persiapan Pringsewu