Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


“Kegawatan Keracunan”

Dosen Pengampu :
Ns. Tiara, S.Kep., MNS

Disusun Oleh :

ANDIKA RAMADHANI (142012017005)


DELLA MONICA FITRIYANTI (142012017014)
FERY ZULIANSYAH (142012017021)
MEGA SILVIA (142012017027)
ONGKY SETYO PRAYOGO (142012017033)
SUCI BERLIANA (142012017040)
ANGGUN SULISTYAWATI (142012017228)

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN REGULER
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU
LAMPUNG
2020

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami semua, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah
tentang Asuhan Keperawatan Kegawatan Keracunan.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah Asuhan Keperawatan Kegawatan
Keracunan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Pringsewu, Februari 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i


KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................ 1
1.2 Tujuan ............................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN TEORI


2.1 Konsep Dasar Penyakit
a. Pengertian ................................................................................ 3
b. Etiologi .................................................................................... 3
c. Klasifikasi ............................................................................... 4
d. Manifestasi Klinis.................................................................... 4
e. Patofisologi ............................................................................. 4
f. Komplikasi ............................................................................. 5
g. Pemeriksaan Penunjang ........................................................... 5
h. Penatalksanaan ....................................................................... 6

2.1 Askep Kegawatan Keracunan


a. Pengkajian Primer dan Sekunder.............................................. 8
b. Diagnosa Keperawatan Gawat Darurat .................................. 13
c. Rencana Keperawatan ............................................................ 13

BAB III PENUTUP


Kesimpulan ................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kejadian gawat darurat dapat diartikan sebagai keadaan dimana seseorang
membutuhkan pertolongan segera, karena apabila tidak mendapatkan pertolongan
dengan segera maka dapat mengancam jiwanya atau menimbulkan kecacatan
permanen. Keadaan gawat darurat yang sering terjadi di masyarakat antara lain,
keadaan seseorang yang mengalami henti napas, henti jantung, tidak sadarkan diri,
kecelakaan, cedera misalnya patah tulang, kasus stroke, kejang, keracunan, dan
korban bencana. Unsur penyebab kejadian gawat darurat antara lain karena
terjadinya kecelakaan lalu lintas, penyakit, kebakaran maupun bencana alam. Kasus
gawat darurat karena kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab kematian utama di
daerah perkotaan (Media Aeculapius, 2007).
Keracunan adalah masuknya zat racun kedalam tubuh baik melalui saluran
pencernaan,saluran pernafasan, atau melalui kulit atau mukosa yang menimbulkan
gejala klinis. Angka yang pasti dari kejadian keracunan di Indonesia belum
diketahui, meski banyak dilaporkan kejadian-kejadian keracunan di beberapa rumah
sakit tetapi angka ini tidak menggambarkan kejadian yang sebenarnya di dalam
masyarakat.
Pertolongan terhadap keracunan yang ditimbulkan oleh zat apapun
haruslah dipersiapkan dengan sebaik-baikanya. Pertolongan yang keliru atau secara
berlebihan justru mendatangkan bahaya baru. Identifikasi racun merupakan usaha
untuk mengetahui bahan, zat, atau obat yang diduga sebagai penyebab terjadi
keracunan, sehingga tindakan penganggulangannya dapat dilakukan dengan tepat,
cepat dan akurat. Dalam menghadapi peristiwa keracunan, kita berhadapan dengan
keadaan darurat yang dapat terjadi dimana dan kapan saja serta memerlukan
kecepatan untuk bertindak dengan segera dan juga mengamati efek dan gejala
keracunan yang timbul.
Di Amerika Serikat kecelakaan dan keracunan merupakan penyebab utama
kematian anak-anak . Lebih kurang 60% dari paparan keracunan yang dilaporkan,
kejadian pada anak berumur <6 tahun, dengan kematian <4%. Di RSCM/FK UI

1
Jakarta dilaporkan 45 penderita anak yang mengalami keracunan setiap tahunnya,
sedangkan di RS dr. Soetomo Surabaya 15-30 penderita anak yang datang untuk
mendapatkan pengobatan Karena setiap tahun yang sebagian besar karena kercunan
hidrokarbon (45-60%), keracunan makanan, keracunan obat-obatan, detergen dan
bahan-bahan rumah tangga yang lain. Meskipun keracunan dapat terjadi melalui
saluran cerna, saluran nafas, kulit dan mukosa atau parental tetapi yang terbanyak
racun masuk melalui saluran cerna (75%) dan inhalasi (14%). Keracunan
merupakan suatu keadaan gawat darurat medis yang membutuhkan tindakan segera,
keterlibatan dalam memberikan pertolongan dapat membawa akibat yang fatal.
Mengingat resiko keracunan yang sangat berbahaya dan bahkan dapat
menyebabkan kematian dan mengingat bahwa keracunan sebagian besar adalah
karena kecelakaan dan dapat dicegah, maka usaha-usaha pencegahan hendaknya
mendapat perhatian dan prioritas utama dalam penanggulangan keracunan.

1.2 Tujuan
a. Tujuan Umum
Mahasiswa/(i) dapat menerapkan dan mengembangkan pola pikir secara
ilmiah terkait penanganan gawat darurat pasien dengan keracunan.

b. Tujuan Khusus
Agar mahasiswa/ (i) mampu mengetahui dan memahami tentang:
1) Pathway keracunan.
2) Pengkajian survei primer dan sekunder pada klien dengan keracunan.
3) Manajemen penatalaksanaan gawat darurat pada klien dengan keracunan.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.2 Konsep dasar penyakit


a. Pengertian
Racun adalah zat atau bahan yang bila masuk kedalam tubuh
melalui mulut, hidung, suntikan dan absorpsi melalui kulit atau digunakan
terhadap organisme hidup dengan dosis relative kecil akan merusak
kehidupan atau mengganggu dengan serius fungsi hati atau lebih organ atau
jaringan.
Racun adalah zat yang ketika tertelan, terhisap, diabsorbsi,
menempel pada kulit, atau dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang
relatif kecil menyebabkan cedera dari tubuh dengan adanya reaksi kimia.
Keracunan melalui inhalasi dan menelan materi toksik, baik kecelakaan dan
karena kesengajaan, merupakan kondisi bahaya yang mengganggu
kesehatan bahkan dapat menimbulkan kematian. Sekitar 7% dari semua
pengunjung departemen kedaruratan datang karena masalah toksik.
Keracunan atau intoksikasi adalah keadaan patologik yang
disebabkan oleh obat, serum, alkohol, bahan serta senyawa kimia toksik,
dan lain-lain. Keracunan dapat diakibatkan oleh kecelakaan atau tindakan
tidak disengaja, tindakan yang disengaja seperti usaha bunuh diri atau
dengan maksud tertentu yang merupakan tindakan kriminal. Keracunan
yang tidak disengaja dapat disebabkan oleh faktor lingkungan, baik
lingkungan rumah tangga maupun lingkungan kerja.

b. Etiologi
Keracunan dapat terjadi karena berbagai macam penyebab yang
mengandung bahan berbahaya dan potensial dapat menjadi racun.
Penyebab-penyebab tersebut antara lain:
 Polusi limbah industri yang mengandung logam berat,
 Bahan makanan yang terkontaminasi oleh mikroorganisme seperti
kuman, bakteri, protozoa, parasit, jamur beracun.

3
 Berbagai macam obat jika diberikan melampaui dosis
normal, tidak menyembuhkan penyakitnya melainkan memberikan
efek samping yang merupakan racun bagi tubuh.

c. Klasifikasi
Klasifikasi Keracunan ada 2 yaitu :
1) Keracunan korosif : keracunan yang disebabkan oleh zat korosif yang
meliputi produk alkali, pembersih toilet, deterjen.
2) Keracunan Non korosif : keracunan yang disebabkan oleh zat non
korosif meliputi makanan, obat-obatan, gas.

d. Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda klinis utamanya berhubungan dengan saluran
napas, pencernaan, dan CNS (Central Nervous System). Awalnya penderita
akan segera batuk, tersedak, dan mungkin muntah, meskipun jumlah yang
tertelan hanya sedikit. Sianosis, distress pernapasan, panas badan, dan batuk
persisten dapat terjadi kemudian. Pada anak yang lebih besar mungkin
mengeluh rasa panas pada lambung dan muntah secara spontan. Gejala CNS
termasuk lethargi, koma, dan konvulsi. Pada kasus yang gawat, pembesaran
jantung, atrial fibrilasi, dan fatal ventrikular fibrilasi dapat terjadi.
Kerusakan ginjal dan sumsum tulang juga pernah dilaporkan. Gejala lain
seperti bronchopneumonia, efusi pleura, pneumatocele,
pneumomediastinum, pneumothorax, dan subcutaneus emphysema. Tanda
lain seperti rash pada kulit dan dermatitis bila terjadi paparan pada kulit.
Sedangkan pada mata akan terjadi tanda-tanda iritasi pada mata hingga
kerusakan permanen mata.

e. Patofisologi
Keracunan dapat disebabkan oleh bebebrapa hal, diantaranya faktor
bahan kimia,mikroba,makanan,toksin,dll. Penyebab tersebut mempengaruhi
vaskuler sistemik sehingga terjadi penurunan organ dalam tubuh. Biasanya
akibat dari keracunan menimbulkan mual, muntah, diare, perut kembung.
gangguan pernafasan, gangguan sirkulasi darah dan kerusakan hati (sebagai
akibat keracunan obat dan bahan kimia).

4
Makanan yang telah terkontaminasi toksik atau zat racun sampai di
lambung, lalu lambung akan mengadakan perlawanan sebagai adaptasi
pertahanan diri terhadap benda atau zat asing yang masuk ke dalam lambung
dengan gejala mual, lalu lambung akan berusaha membuang zat tersebut
dengan cara memuntahkannya. Karena seringnya muntah maka tubuh akan
mengalami dehidrasi akibat banyaknya cairan tubuh yang keluar bersama
dengan muntahan. Karena dehidrasi yang tinggi maka lama kelamaan tubuh
akan lemas dan banyak mengeluarkan keringat dingin. Banyaknya cairan
yang keluar, terjadinya dehidrasi, dan keluarnya keringat dingin akan
merangsang kelenjar hipopisis anterior untuk mempertahankan homeostasis
tubuh dengan terjadinya rasa haus. Apabila rasa haus tidak segera diatasi
maka dehidrasi berat tidak dapat dihindari, bahkan dapat menyebabkan
pingsan sampai kematian.
Penyebab terbanyak keracunan adalah pada sistem saraf pusat
dengan akibat penurunan tingkat kesadaran dan depresi pernapasan. Fungsi
kardiovaskuler mungkin juga terganggu,sebagian karena efek toksik
langsung pada miokard dan pembuluh darah perifer,dan sebagian lagi
karena depresi pusat kardiovaskular diotak.Hipotensi yang terjadi mungkin
berat dan bila berlangsung lama dapat menyebabkan kerusakan
ginjal,hipotermia terjadi bila ada depresi mekanisme pengaturan suhu tubuh.
Gambaran khas syok mungkin tidak tampak karena adanya depresi sistem
saraf pusat dan hipotermia, Hipotermia yang terjadi akan memperberat
syok,asidemia,dan hipoksia. (Brunner and Suddarth, 2010)

f. Komplikasi
1) Henti nafas
2) Henti jantung
3) Syok,sindrom gawat pernafasan akut
4) Koma

g. Pemeriksaan Penunjang
1) Elektrokardiografi
EKG dapat memberikan bukti-bukti dari obat-obat yang menyebabkan
penundaan disritmia atau konduksi.

5
2) Radiologi
Banyak substansi adalah radioopak, dan cara ini juga untuk
menunjukkan adanya aspirasi dan edema pulmonal.
3) Analisa GasDarah, elektrolit dan pemeriksaan laboratorium lain
Keracunan akut dapat mengakibatkan ketidakseimbangan kadar
elektrolit, termasuk natrium, kalium, klorida, magnesium dan kalsium.
Tanda-tanda oksigenasi yang tidak adequat juga sering muncul, seperti
sianosis, takikardia, hipoventilasi, dan perubahan status mental.
4) Tes fungsi ginjal
Beberapa toksik mempunyai efek nefrotoksik secara lengsung.
5) Skrin toksikologi
Cara ini membantu dalam mendiagnosis pasien yang Keracunan. Skrin
negatif tidak berarti bahwa pasien tidak Keracunan, tapi mungkin racun
yang ingin dilihat tidak ada. Adalah penting untuk mengetahui toksin
apa saja yang bisa diskrin secara rutin di dalam laboratorium, sehingga
pemeriksaannya bisa efektif.

h. Penatalksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
1) Stabilisasi
a. Jalan nafas (A)
b. Pernafasan (B)
c. Sirkulasi (C)
2) Dekomentaminasi
a. Mata
Irigasi dengan air bersih suam-suam kuku / larutan NaCl 0,9 %
selama 15-20 menit, jika belum yakin bersih cuci kembali
b. Kulit
cuci (scrubbing) bagian kulit yang terkena larutan dengan air
mengalir dingin atau hangat selama 10 menit
c. Gastroinstestinal
Segera beri minum air atau susu secepat mungkin untuk
pengenceran. Dewasa maksimal 250cc untuk sekali minum,

6
anak-anak maksimal 100cc untuk sesekali minum. Pasang NGT
setelah pengenceran jika diperlukan.
d. Eliminasi
Indikasi melakukan eliminasi:
 Tingkat keracuan berat
 Terganggu rute elimiunasi normal (gagal ginjal)
 Menelan zat dengan dodsis letal
 Pasien dengan klinkis yang dapat memperpanjang koma

Tindakan eliminasi:
1) Dieresis paksa
Furosemida 250 mg dalam 100cc D5% habis dalam 30 menit.
2) Alkalinisasi urine
Na-Bic 50-100meq dalam !liter D5% atau NaCl 2,25%,
dengan infuse continue 2-3cc/kg/jam
3) Hemodialisa
Dilakukan di RS yang memiliki fasilitas Hemodialisa. Obat-
obat yang dapat dieleminasi dengan tehnik ini berukuran
kecil dengan berat molekul kurang dari 500 dalton, larut
dalam air dan berikatan lemah dengan protein.

2. Penatalaksanaan Keperawatan
Pengkajian
1) Kaji gejala klinis yang tampak pada klien
2) Anamnesis informasi dan keterangan tentang keracunan dari
korban atau dari orang-orang yang mengetahuinya
3) Identifikasi sumber dan jenis racun
4) Kaji tentang bentuk bahan racun
5) Kaji tentang bagaimana racun dapat masuk dalam tubuh pasien
6) Identifikasi lingkungan dimana pasien dapat terpapar oleh racun
7) Pemeriksaan fisik

7
2.3 Askep Kegawatan Keracunan
a. Pengkajian Primer dan Sekunder
1. Pengkajian Primer
Penatalaksanaan awal pasien koma, kejang, atau perubahan
keadaan mental lainnya harus mengikuti cara pendekatan yang sama
tanpa memandang jenis racun penyebab. Usaha untuk membuat
diagnosis toksikologi khusus hanya memperlambat penggunaan tindakan
suportif yang merupakan bentuk dasar “ABCD” pada pengobatan
keracunan.
1) saluran napas/airways (A) harus dibersihkan dan muntah atau
beberapa gangguan lain dan, bila diperlukan, suatu alat yang
mengalirkan napas melalui oral atau dengan memasukkan pipa
endotrakea. Pada kebanyakan pasien, penempatan pada posisi
sederhana dalam posisi dekubitus lateral cukup untuk menggerakkan
lidah yang kaku (flaccid) keluar dan saluran napas.
2) Pernapasan/breathing (B) yang adekuat harus diuji dengan
mengobservasi dan mengukur gas darah arteri. Pada pasien dengan
insufisiensi pernapasan harus dilakukan intubasi dan ventilasi
mekanik.
3) Sirkulasi/circulation (C) yang cukup harus diuji dengan mengukur
denyut nadi, tekanan darah, urin yang keluar, dan evaluasi perfusi
perifer. Alat untuk intravena harus dipasang dan darah diambil untuk
penentuan serum glukosa dan untuk pemeriksaan rutin lainnya.
4) Setiap pasien dengan keadaan mental yang berubah harus diberi
larutan dekstrosa pekat (D)/disability. Orang dewasa diberikan
larutan dekstrosa sebanyak 25 g (50 mL larutan dekstrosa 50%
secara intravena). Dekstrosa ini harus diberikan secara rutin, karena
pasien koma akibat hipoglikemia yang dengan cepat dan ireversibel
akan kehilangan sel-sel otak. Pasien hipoglikemia mungkin tampak
sebagai pasien keracunan, dan tidak ada metode yang cepat dan
dapat dipercaya untuk membedakannya dan pasien keracunan. Pada
umumnya pemberian glukosa tidak berbahaya sementara menunggu
hasil pemeriksaan gula darah. Pada waktu ini, pasien alkoholik atau

8
malnutrisi juga harus diberi 100 mg tiamin intramuskular untuk
mencegah timbulnya sindrom Wernicke.
Antagonis narkotik nalokson (Narcan) dapat diberikan dengan
dosis 0,4-2 mg intravena. Nalokson akan memulihkan pernapasan
dan depresi sistem saraf pusat akibat semua jenis obat narkotika. Ada
manfaatnya untuk mengingat bahwa obat-obat ini menimbulkan
kematian terutama akibat depresi pernapasan; karena itu, bila
bantuan pernapasan dan pembebasan saluran pernapasan telah
diberikan, nalokson mungkin tidak diperlukan lagi. Antagonis
benzodiazepin flumazenil bermanfaat pada pasien dengan kecurigaan
takar lajak benzodiazepin, tetapi tidak boleh digunakan bila terdapat
riwayat kejang atau takar lajak antidepresan trisiklik, dan obat ini
tidak boleh digunakan sebagai pengganti penatalaksanaan saluran
napas secara hati-hati.
Penatalaksanaan keracunan memerlukan suatu pengetahuan
tentang bagaimana mengobati hipoventilasi, koma, syok, kejang, dan
psikosis. Pertimbangan toksikokinetik yang mendetil titik banyak
artinya bila fungsi-fungsi vital tidak dipertahankan. Hipoventilasi
dan koma memerlukan perhatian khusus pada penatalaksanaan
saluran napas. Gas darah arteri harus sering diperiksa, dan aspirasi isi
lambung harus dicegah. Penatalaksanaan cairan dan elektrolit
mungkin kompleks. Monitoring berat badan, tekanan vena sentral,
tekanan yang mendesak kapiler paru, dan gas darah arteri diperlukan
untuk memastikan pemberian cairan mencukupi tetapi tidak
berlebihan. Dengan tindakan suportif yang tepat untuk koma, syok,
kejang, dan agitasi, umumnya memberikan harapan hidup bagi
pasien keracunan.

2. Pengkajian Sekunder
Setelah dilakukan intervensi awal yang esensial, dapat dimulai
evaluasi yang terinci untuk membuat diagnosis spesifik. Hal ini meliputi
pengumpulan riwayat yang ada dan melakukan pemeriksaan fisik
singkat yang berorientasi pada toksikologi. Penyebab koma lainnya atau

9
kejang seperti trauma pada kepala, meningitis, atau kelainan
metabolisme harus dicari dan diobati.
a. Riwayat: Pernyataan dengan mulut tentang jumlah dan jenis obat
yang ditelan dalam kedaruratan toksik mungkin tidak dapat
dipercayai. Bahkan anggota keluarga, polisi, dan pemadam
kebakaran atau personil paramedis harus ditanyai untuk
menggambarkan lingkungan di mana kedaruratan toksik ditemukan
dan semua alat suntik, botol-botol kosong, produk rumah tangga,
atau obat-obat bebas di sekitar pasien yang kemungkinan dapat
meracuni pasien harus dibawa ke ruang gawat darurat.

b. Pemeriksaan Fisik: Pemeriksaan yang cepat harus dilakukan dengan


penekanan pada daerah yang paling mungkin memberikan petunjuk
ke arah diagnosis toksikologi. Hal ini termasuk tanda-tanda vital,
mata dan mulut, kulit, abdomen, dan sistem saraf.
1) Tanda-tanda vital. Evaluasi dengan teliti tanda-tanda vital
(tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, dan suhu tubuh)
merupakan hal yang esensial dalam kedaruratan toksikologi.
Hipertensi dan takikardia adalah khas pada obat-obat
amfetamin, kokain, fensiklidin, nikotin, dan antimuskarinik.
Hipotensi dan bradikardia, merupakan gambaran karakteristik
dan takar lajak narkotika, kionidin, sedatif-hipnotik dan beta
bloker. Takikardia dan hipotensi sering terjadi dengan
antidepresan trisiklik, fenotiazin, dan teofihin. Pernapasan yang
cepat adalah khas pada amfetamin dan simpatomimetik
lainnya, salisilat, karbon monoksida dan toksin lain yang
menghasilkan asidosis metabolik. Hipertermia dapat
disebabkan karena obat-obat simpatomimetik, antimuskarinik.
salisilat dan obat-obat yang menimbulkan kejang atau
kekakuan otot. Hipotermia dapat disebabkan oleh takar lajak
yang berat dengan obat narkotik, fenotiazin, dan obat sedatif,
terutama jika disertai dengan pemaparan pada lingkungan yang
dingin atau infus intravena pada suhu kamar.

10
2) Mata. Mata merupakan sumber informasi toksikologi yang
berharga. Konstriksi pupil (miosis) adalah khas utituk
keracunan narkotika, klonidin, fenotiazin, insektisida
organofosfat dan penghambat kolinesterase lainnya, serta koma
yang dalam akibat obat sedatif. Dilatasi pupil (midriasis)
umumnya terdapat pada amfetamin, kokain, LSD, atropin, dan
obat antirnuskarinik lain. Nistagmus riorizontal dicirikan pada
keracunan dengan fenitoin, alkohol, barbiturat, dan obat
seclatit lain. Adanya nistagmus horizontal dan vertikal
memberi kesan yang kuat keracunan fensiklidin. Ptosis dan
oftalmoplegia merupakan gambaran karakteristik dari
botulinum.
3) Mulut. Mulut dapat memperlihatkan tanda-tanda luka bakar
akibat zat-zat korosif. atau jelaga dan inhalasi asap. Bau yang
khas dan alkohol, pelarut hidrokarbon. Paraldehid atau amonia
mungkin perlu dicatat. Keracunan dengan sianida dapat
dikenali oleh beberapa pemeiriksa sebagai bau seperti bitter
almonds. Arsen dan organofosfat telah dilaporkan
menghasilkan bau seperti bau bawang putih.
4) Kulit. Kulit sering tampak merah, panas, dan kering pada
keracunan dengan atropin dan antimuskarinik lain. Keringat
yang berlebihan ditemukan pada keracunan dengan
organofosfat, nikotin, dan obat-obat simpatomimetik. Sianosis
dapat disebabkan oleh hipoksemia atau methemoglohinemia.
Ikterus dapat memberi kesan adanya nekrosis hati akibat
keracunan asetaminofen atau jamur A manila phailoides.
5) Abdomen. Pemeriksaan abdomen dapat menunjukkan ileus,
yang khas pada keracunan dengan antimuskarinik, narkotik,
dan obat sedatif. Bunyi usus yang hiperaktif, kram perut, dan
diare adalah urnum terjadi pada keracunan dengan
organofosfat, besi, arsen, teofihin, dan A.phalloides.
6) Sistem saraf. Pemeriksaan neurologik yang teliti adalah
esensial. Kejang fokal atau defisit motorik lebih
menggambarkan lesi struktural (seperti perdarahan intrakranial

11
akibat trauma) daripada ensefalopati toksik atau metabolik.
Nistagmus, disartria, dan ataksia adalah khas pada keracunan
fenitoin, alkohol, barbiturat, dan keracunan sedatif lainnya.
Kekakuan dan hiperaktivitas otot umum ditemukan pada
metakualon, haloperidol, fensiklidin (PCP), dan obat-obat
simpatomimetik. Kejang sering disehabkan oleh takar lajak
antidepresan trisiktik, teotilin, isoniazid, dan fenotiazin. Koma
ringan tanpa refleks dan bahkan EEG isoelektrik mungkin
terlihat pada koma yang dalam karena obat narkotika dan
sedatif-hipnotik, dan mungkin menyerupai kematian otak.

c. Pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan laboratorium. Laboratorium rutin (darah, urin, feses,
lengkap)tidak banyak membantu.
2) Pemeriksaan darah lengkap, kreatinin serum (N: 0,5-1,5 mg/dl),
elektrolit serum (termasuk kalsium (N: 9-11 mg/dl).
3) Foto thorax kalau ada kecurigaan udema paru.
4) Pemeriksaan EKG. Pemeriksaan ini juga perlu dilakukan pada
kasus keracunan karena sering diikuti terjadinya gangguan irama
jantung yang berupa sinus takikardi, sinus bradikardi, takikardi
supraventrikuler, takikardi ventrikuler, fibrilasi ventrikuler,
asistol, disosiasi elektromekanik. Beberapa faktor predosposisi
timbulnya aritmia pada keracunan adalah keracunan obat
kardiotoksik, hipoksia, nyeri dan ansietas, hiperkarbia, gangguan
elektrolit darah, hipovolemia, dan penyakit dasar jantung iskemik.

12
b. Diagnosa Keperawatan Gawat Darurat
1. Nyeri akut b/d agen cedera biologis.
2. Pola nafas tidak efektif b/d distress pernafasan.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake tidak
adekuat (anoreksia, mual dan muntah), kesulitan menelan.
4. Defisit volume cairan b/d muntah, diare.
5. Hambatan mobilitas fisik b/d paralisis, ketidakmampuan otot
berkontraksi.
6. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik.

c. Rencana Keperawatan
No NOC NIC
1. Setelah dilakukan tindakan 1) Lakukan pengkajian nyeri
keperawatan 1x 24 jam secara komprehensif termasuk
diharapkan nyeri berkurang, lokasi, durasi frekuensi,
menghilang dengan kriteria hasil:
karakteristik, kualitasdan
- Pain level, dibuktikan dengan
faktor presipitasi
respon nonverbal pasien
2) Observasi reaksi non verbal
menunjukkan tidak ada nyeri,
dari ketidaknyamanan
tanda vital dalam batas
normal, tidak ada masalah
3) Bantu pasien dan keluarga

pola tidur, pasien melaporkan untuk mencari dan


nyeri berkurang. menemukan dukungan
- Pain control, dibuktikan 4) Kontrol lingkungan yang
dengan pasien dapat dapat mempengaruhi nyeri
melakukan teknik seperti suhu ruangan,
nonfarmakologis untuk pencahayaan dan kebisingan
mengurangi nyeri.
5) Kurangi faktor presipitasi
nyeri
6) Kaji tipe da nsumber nyeri
untuk menentukan intervensi
7) Ajarkan tentang teknik non
farmakologi: napas dalam,
relaksasi, distraksi,kompres

13
hangat/ dingin
8) Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
9) Tingkatkan istirahat
10) Berikan informasi tentang
nyeri seperti penyebab nyeri,
berapa lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
11) Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
2. Setelah dilakukan 1) Monitor vital sign
tindakankeperawatan 1x 24 jam 2) Identifikasi kebutuhan insersi
diharapkan pola nafas menjadi jalan nafas buatan
efektif dengan kriteria hasil:
3) Posisikan pasien untuk
Status Pernapasan :
memaksimalkan ventilasi
- Pertukaran Gas tidak akan
4) Monitor status respirasi: adanya
terganggu dibuktikan dengan :
suara nafas tambahan
Kesadaran composmentis,
5) Kolaborasi dengan tim medis:
TTV menjadi normal
,pernafasan menjadi normal pemberian oksigen
yaitu tidak mengalami nafas
dangkal
3. Setelah dilakukan tindakan 1) Monitor intake dan output
keperawatan selama 1 x 24jam makanan/cairan dan hitung
pemenuhan nutrisi dapat masukan kalori perhari sesuai
adekuat/terpenuhidengan kriteria
kebutuhan
hasil:
2) Kaji kebutuhan nutrisi
- Status Gizi
parenteral
AsupanMakanan dan
3) Pilih suplemen nutrisi sesuai
Cairan ditandai pasien nafsu
makan meningkat, mual dan
kebutuhan

muntah hilang, pasien tampak 4) Bantu pasien memilih makanan

14
segar yang lunak dan lembut
- StatusGizi; Nilai Gizi 5) Berikan nutrisi yang
terpenuhi dibutuhkan sesuai batas diet
dibuktikan dengan BB
yang dianjurkan
meningkat, BB tidak turun
6) Kolaborasikan pemberian anti
emesis sesuai indikasi
4. Setelah dilakukan tindakan 1) Monitor intake dan output,
keperawatan selama 1x24 jam karakter serta jumlah feses
diharapkan kebutuhan cairan 2) Observasi kulit kering
terpenuhi dengan kriteria hasil:
berlebihan dan membran
- Tidak adanya tanda-tanda
mukosa, penurunan turgor kulit
dehidrasi
3) Anjurkan klien untuk
- Vital sign dalam batas
meningkatkan asupan cairan
normal
per oral
4) Kolaborasi pemberian cairan
paranteral sesuai indikasi
5. Setelah dilakukan tindakan 1) Tentukan batasan pergerakan
keperawatan selama 1x24 jam sendi dan efeknya terhadap
diharapkan kemampuan mobilitas fungsi sendi
fisik meningkat dengan kriteria
2) Monitor lokasi dan
hasil:
kecenderungan adanya nyeri
- Kekuatan otot meningkat
dan ketidaknyamanan selama
- Tidak ada kaku sendi
pergerakan/aktivitas
Dapat bergerak dengan
3) Lakukan latihan ROM pasif
mudah
atau ROM dengan bantuan,
sesuai indikasi
4) Jelaskan pada pasien atau
keluarga manfaat dan tujuan
melakukan latihan sendi
Dukung pasien untuk melihat
gerakan tubuh sebelum
memulai latihan
6. Setelah dilakukan tindakan 1) Observasi adanya pembatasan

15
keperawatan selama 1x24 jam klien dalam melakukan
diharapkan klien dapat memenuhi aktivitas
kebutuhan dirinya dengan kriteria 2) Kaji adanya fakor yang
hasil:
menyebabkan kelelahan
- Ketidaknyamanan setelah
3) Monitor nutrisi dan sumber
beraktivitas berkurang
energi yang adekuat
- Dapat memenuhi
4) Bantu klien dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari
kebutuhannya
Bantu klien dalam melakukan
aktivitas sehari-hari

16
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Keracunan adalah masuknya toksin yang dapat membahayakan tubuh.
Pada hakekatnya semua zat dapat berlaku sebagi racun, tergantung pada dosis dan
cara pemberiannya.Proses keracunan dapat berlangsung secara perlahan, dan lama
kemudian baru menjadi kegawatdarurat, atau dapat juga berlangsung dengan cepat
dan segera menjadi keadaan gawat darurat.
Racun adalah zat yang ketika tertelan, terhisap, diabsorbsi, menempel
pada kulit, atau dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang relatif kecil
menyebabkan cedera dari tubuh dengan adanya reaksi kimia. Keracunan melalui
inhalasi dan menelan materi toksik, baik kecelakaan dan karena kesengajaan,
merupakan kondisi bahaya yang mengganggu kesehatan bahkan dapat
menimbulkan kematian. Tujuan tindakan kedaruratan adalah menghilangkan atau
meng-inaktifkan racun sebelum diabsorbsi, untuk memberikan perawatan
pendukung, untuk memelihara sistem organ vital, menggunakan antidotum spesifik
untuk menetralkan racun, dan memberikan tindakan untuk mempercepat eliminasi
racun terabsorbsi.

17
DAFTAR PUSTAKA

Alimul Hidayat A. Aziz. (2006). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Cet. 2. Jakarta :
Salemba Medika.

Krisanty, dkk. (2011). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Trans Info Media.

Sartono. (2012). Racun dan Keracunan. Jakarta: Widya Medika.

Smeltzer, Suzanne C., & Bare, Brenda G. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah, vol:
3. Jakarta: EGC.

Ramadhani ferdi. (2016). Materi Keracunan. Dari:


https://www.academia.edu/35321088/materi_keracunan

Pratiwi eka. (2015). Makalah askep keracunan KGD. Dari :


https://www.academia.edu/31985432/MAKALAH_ASKEP_KERACUNAN_KGD

18

Anda mungkin juga menyukai