KEPERAWATAN KRITIS I
OLEH :
MOCH. DIDIK NUGRAHA
NPM. 220120190009
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur milik Allah Swt, karena atas rahmat dan karunia-Nya,
Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah keperawatan
kepada semua pihak yang telah ikut serta membantu dan memberikan dukungan
sempurna, baik dari segi teknik penulisan maupun dari segi teori. Untuk itu
penyususun mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun untuk bahan perbaikan makalah ini, semoga makalah ini bermanfaat
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah............................................................................1
1.2 Rumusan....................................................................................................3
1.3 Tujuan........................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................5
2.1 Definisi......................................................................................................5
2.2 Etiologi Manifestasi Klinis dan Pengobatan Spesifik dan Antidotum......6
2.3 Mekanisme Keracunan............................................................................16
2.4 Klasifikasi Racun....................................................................................17
2.5 Penggolangan Keracunan........................................................................18
2.6 Gigitan Hewan Berbisa...........................................................................20
2.7 Patofisiologi.............................................................................................31
2.8 Penatalaksanaan.......................................................................................50
2.9 Diagnosa Keperawatan............................................................................55
BAB III KASUS...................................................................................................62
3.1 Kasus.......................................................................................................62
3.2 Asuhan Keperawatan...............................................................................62
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................67
4.1 Kesimpulan..............................................................................................67
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................68
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
merupakan suatu kondisi yang bisa saja terjadi kepada siapapun dan bisa
umum dan sering terjadi pada masyarakat adalah keracunan yang disebabkan
bahan kimia sintetik, atau bahan alami) yang menyebabkan luka (injury)
600 juta kasus penyakit yang disebabkan oleh makanan terjadi setiap tahun di
keracunan yang disebabkan oleh mikroba atau agen yang masuk ke dalam
1
Sepanjang bulan Juli hingga September 2017, Sentra Informasi
keracunan dari media massa online yang terdaftar di dewan pers. Insiden
korban lebih dari 1 orang. Terdapat 15 media massa online sebagai sumber
(Nasional, 2017)
keracunan adalah pusing, nyeri perut, muntah dan mual, diare, lemah, sesak
ditangani dengan cepat dan tepat, hal ini disebabkan pasien yang mengalami
kematian. Data yang diperoleh dari hasil pengkajian bisa berupa sesak nafas,
perubahan pola nafas berhubungan dengan efek racun, defisit volume cairan
2
umum tindakan yang dilakukan pada keracunan adalah mempertahankan
keracunan pada tubuh sehingga dapat menyebabkan kematian jika kita tidak
penanganannya.
1.2 Rumusan
ditetapkan bahwa rumusan masalah pada makalah ini adalah Intoxication and
Poisioning Associated.
1.3 Tujuan
3
3. Mengetahui Manifestasi Klinis dan Pengobatan Spesifik dan
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Menurut Papyrus Ebers Kata racun ”toxic” adalah bersaral dari bahasa
Yunani, yaitu dari akar kata tox, dimana dalam bahasa Yunani berarti panah.
Dimana panah pada saat itu digunakan sebagai senjata dalam peperangan,
yang selalu pada anak panahnya terdapat racun (Wirasuta & Niruri, 2006)
(racun) dari bahan yang kita makan ke dalam tubuh dan tidak hanya melalui
saluran cerna, melainkan bisa melalui kulit, inhalasi, atau dengan cara lainnya
yang menimbulkan tanda dan gejala klinis. Pada kasus keracunan makanan,
gejala-gejala terjadi tak lama setelah menelan bahan beracun tersebut, bahkan
dapat segera setelah menelan bahan beracun itu dan tidak melebihi 24 jam
Pada hakikatnya semua zat asing dapat berlaku sebagai racun, tergantung
pada dosis dan cara pemberiannya. Hampir semua racun bekerja segera dan
karena itu setiap kasus keracunan merupakan keadaan gawat darurat dan
5
Menurut Taylor, “Racun adalah setiap bahan atau zat yang dalam
jumlah tertentu bila masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan reaksi kimiawi
Menurut Dorland Dictionary: Racun adalah setiap zat yang bila dalam
jumlah sedikit ditelan atau dihirup atau diserap atau dioleskan atau
organisme hidup ke makhluk lain. “Bisa” (venom) adalah toksin dan toksin
adalah racun, tidak semua racun adalah toksin, tidak semua toksin adalah
6
2. Nyeri dada dan perut biasa.
3. Antibiotik: Penisilin
800.000-1,2 juta U/hari.
Streptomisin 25-50 mg/hari.
4. Kortikosteroid: kortison
300-500 mg/hari atau
prednison 60 mg/hari
dengan tapering 0ff selama
2-3 minggu
5. Perhatikan kemungkinan
perforasi dan striktur
esofagus.
Alkohol Emosi labil. kulit merah, 1. Emesis dan bilas lambung
(etil alkohol) minuman muntah depresi dengan air/NaHCOa 5%
keras pemapasan, stupor, beri kopi pahit
koma. 2. Infus glukosa untuk
menghindari hipoglikemi
Arsenikum LD 200-300 Tenggorokan tercekik, 1. Bilas lambung, bila ada
mg AS203 TD 100 mg disfagi, kolik usus, dengan NaHCO3 1%
AS203 muntah & diare, oliguri, 2. BAL 10% in oil 2,5 mg/kg
syok. BB IM setiap 4 jam, 4 kali.
Alkaloid beladona Mulut kering, kulit 1. Emesis dan bilas lambung.
1. Atropin merah dan panas, bila ada dengan asam tanat
2. Skopolamin midriasis. hiperpireksi. 4%, Ialu berikan activated
3. Hiosin takikardia, delirium. charcoal dalam Iambung.
koma. 2. Kateterisasi kandung
kencing
3. Fisostigmin salisilat 0,5-2.0
mg IM/IV lambat.
Amfetamin Mulut kering, hiperaktif, 1. Bilas lambung masih efektif
hiperrefleksi anoreksi, setelah 4 jam,
takikardia. an’tmia, 2. Klorpromazin 0.5-1 mg/ kg
7
psikosis, kegagalan BB IM atau oral, dapat
pemapasan dan sirkulasi. diulang setiap 30 menit
3. Kurangi rangsang luar
4. Cegah edema otak.
Aminopoirin Edema angionerotik dan Antihistamin dan epinefn'n
Antalgin kelainan kulit Iain, 1/1000 0.3 mL SC.
Novalgin gelisah, kadang-kadang
agranulositosis.
Anilin, Asetaminofen, Sianosis, 1. Bilas lambung, bila ada
Fenasetin methemoglobinemia, dengan KMnO4 1/5000
urtikaria, dispnea, 2. Biru metilen 1% 1 mg/kg
muntah, delirium, BB IV.
kegagalan pemapasan 3. Vitamin C 1 gr IV.
dan sirkulasi.
Antihistamin Mulut kering, takikardia, Sedatif hanya bila kejang.
disorientasi, rangsang/
depresi susunan saraf
pusat, hiperpireksi.
Barbiturat Kekacauan mental, 1. Jangan gunakan emetik
LD 5 gr fenobarbital 3 gr mengantuk, hiporetleksi. 2. Bilas lambung masih efektif
sekobarbital bullae berisi serum. sampai 24 jam, lalu berikan
hipotensl, delirium, Na-sulfat/Mg-sulfat 30 gr
depresi pemapasan. dalam lambung
syok, koma. 3. Beri kopi pahit
4. Untuk depresi pemapasan
dapat berikan amfetamin, 4-
10 mg IM.
Digitalis Anoreksi, mual, diare 1. KCI 2 gfjarn oral atau
LD 3 digitalis delirium, nadi lambat larutan 0.3% dalam glukosa
3 mg digitoksin hipotensi, aritmia. 5% IV
5-7 mg digitoksin 2. Propanolol (Indera|®) 4 kali
10-30 mg/hari oral atau 1
8
mg IV.
3. Monitor EKG
Deterjen-anionik sabun Muntah dan diare 1. Emesis dan bilas lambung
dan deterjen ruma hanya bila tertelan dalam
tangga jumlah besar.
2. Biasanya tidak berbahaya.
Deterjen kationik Mual, muntah, diare, Bilas lambung dengan air sabun
deterjen bakterisid di kejang, syok, koma. biasa.
rumah sakit (zephiren)
Deterjen-non ionik Tidak barbahaya
Deterjen untuk mesin Serupa dengan basa kuat 1. Lihat hal asam/basa kuat
cuci Kalsium glukonat 10% 5 mL
IV bila tetani.
2. Pencahar setalah bila:
lambung
1. Papaverin 60 mg IV atau
amil nitrlt 0.3 mL inhalasi.
Ergot Ergotamin® Haus. muntah, diare. 1. Bilas lambung hati-hafl, bila
Methergin® klaudikasio kejang, ada dengan minyak
hipotensi, koma zaitun/activaled charcoal.
2. Relatif jarang menimbulkan
Fenol TD + t 1 gr Korosi, berbau khas Struktur esofagus.
Asam karbol
kresol
Lysol®
Fenotiazin Mulut kering, anoreksi, 1. Difenhidrarnin (Benadrym
CPZ (klorpromazin) mual, sumbatan hidung, 2-3 mg/kg BB lV/IM.
Trifluoperazin hipotensi. takikardia, 2. Jangan gunakan epinefrin
ataksi, tremor, atau levarterenol
hipotermi, kegagalan
pemapasan, koma,
leukopeni, gangguan,
pembekuan darah,
9
ikterus.
Formaldehid Inhalasi: 1. Bilas lambung, bila ada
formalin Iritasi mata, hidung & dengan Iarutan amonia 0,2%
(Iarutan 40%) saluran pemapasan, Ialu beri activated charcoal
LD 60 mL formalin edema dan spasme atau susu.
lan'ng, disfagi, bronkitis, 2. Hati-hati asidosis.
pneumoni.
Kulit
lritasi, nekrosis,
dennatitis.
Ditelan:
Nyeri perut, mual,
hematemesis,
hematuri /anuri syok,
koma, kegagalan
pemapasan.
Insektisida-CHC Muntah. parestesi, 1. Pencahar,setelah bilas
DDT tremenkejang. edema lambung jangan gunakan
Dieldrin® paru, fibrilasi ventrikal, minyak kastroli
Chlordane® kegagaian pemapasan. 2. Jangan gunakan epinefrin
Endrin® koma. 3. Kalsium glukonat 10% 10
LD 15-30 g DDT mL IV lambat
1g Endrin
Insektisida-Karbamat Mual, muntah, nyeri 1. Atropin sulfat 2 mg SC/IM
Sevin® perut, hipersalivasi, senap 15 menit sampai
nyeri kepala, miosis. tercapai (muka merah,
kekacauan mental. midriasis. takikardi,
bronkokonstriksi. hipersalivasi berhenti)
hipotensi, depresi 2. Jangan berikan pralidoksin.
pemapasan, kejanq.
Insektisida Sama dengan karbamat, Penolong harus berhati-hati,
Organofosfat tetapi lebih berat. Dapat jangan sampal terkontaminasi
10
Malamion® diserap melalui kulit Atropin sulfat 2 mg SC/IM
Parathion® setiap 15 menit sampai
DDVP atropinisasi; bila gejala kembali
Diazinon® dapat diulang.
TEPP -Pralidoksin (Protopam®) 1 g
LD 20 mg IV lambat; anak 0.25 g IV dapat
Parahion® 1000 mg diulang setiap 12 jam
Malathion® Jangan berikan morfin atau
aminofIIin.
Hidrokarbon, Inhalasi: Jangan lakukan emesis
senyawa, Nyeri kepala, mual, Bilas lambung hati-hati, lalu
bensin minyak tanah lemah, dispnea, depresi berikan pencahar.
pemapasan. Depresi pernapasan dapat
Ditelan: diatasi dengan kafein 200-500
Korosi, muntah, diare. mg IM.
Sangat berbahaya bila Perhatikan kemungkinan edema
terjadi aspirasi. paru/pneumoni aspirasi.
Karbon monoksida Nyeri dan pusing kepala. Pernapasan dengan oksigen
dispnea kekacauan murni bertekanan,
mental, midriasis, Jangan gunakan stimulan
kejang. Perhatikan kemungkinan edema
depresi pemapasan. otak.
koma.
Kulit & mukosa:
berwarna merah terang.
Kalium Permanganat Pewarnaan coklat. Jangan lakukan emesis
korosif, edema epiglotis Bilas lambung lalu berikan
hipotensi. demulsen
Jangan berikan morfln
Kokain Rangsang susunan saraf Bilas lambung dengan KMnO4
pusat, halusinasi, mual, 1/5000 dan activated charcoal
midriasis, takikardia, Antitoksin 10.000 U diencerkan
11
kejang, depresi 10 kali IV lambat setiap 4 jam,
pernapasan koma. syok. waspada reaksi terhadap serum.
Dapat digunakan untuk
pencegahan (10.000 U)
Makanan-Botulisma Masa laten 18-36 jam 1. Sedatif: fenobarbital 3 kali
Makanan dalam kaleng lemah, gangguan 30-60 mg oral/IM Jangan
yang tidak sempurna penglihatan, refleks gunakan morfin
Cegah dengan pupil (-), paresis bulber 2. Perhatikan kemungkinan
memanaskan 80°C (disartri disfagi, pneumoni aspirasi karena
selama 30 menit. regurgitasi nasal), kesulitan menelan.
Kausa: CIostium kelemahan otot lurik. 3. Bila perlu hisap sekret
botulinum. tidak ada gangguan orofarings secara teratur.
pencemaan dan
gangguan kesadaran.
Makanan-bongkrek Mengantuk nyeri perut, Hanya simtomatik
Kausa: berkeringat, dispnea,
Pseudomonas spasme otot, vertigo,
Cocovenenans koma.
Makanan ikan Masa Iaten 1/2 -4 jam Emesis dan bilas lambung
panas sekitar mulut, rasa dengan KMnO4 1/5000 Ialu
baal pada ekstremitas, berikan pencahar.
mual, muntah, diare
nyeri perut, nyeri sendi,
pruritus, demam,
kelemahan otot umum,
paralisa otot pernapasan.
Makanan jamur Masa laten kurang 2 Idem keracunan ikan.
Amanita Muscarina jam, lakrimasi, salivasi, 1. Atropin sulfat1 mg SC/IM
Amanita phalloidine keringat, miosis, diulang setiap 1-2 jam sampai
muntah, nyeri perut, atropinisasi
diare, pusing, kejang,
koma. 2. Hati-hati hipoglikemi, beri
12
Masa laten 6-24 jam infus glukosa 10%
mual, muntah, melena,
dehidrasi, ikterik,
anemia, syok, koma.
Makanan jengkol Kolik ureter, hematuri, 1. Na-bikarbonat 4 x 2 g
oliguri/anuri hati-hati oral/hari
uremi 2. Infus NaHC03 1.5%.
Makanan kontaminan Tergantung jenis
kontaminan
Makanan singkong Lihat hal sianida
Makanan stafilokokal Masa Iaten 2-8 jam Obati seperti gastroenteritis
(tersering) mual, muntah, diare. akut.
nyeri parut. Nyeri
kepala, demam,
dahidrasi.
Dapat menyerupai
disentri.
Marijuana (ganja) Serupa atropin dengan Cukup simtomatik, kesadaran
halusinasi nyata, mulut akan pulih dalam ½ - 1 hari
kering, midriasis tidak
begitu jelas
Metil alkohol (metanol) Masa laten 8-32 Jam 1. Bilas Iambung dengan
dalam spiritus bakar 5- nyeri kepala dan pusing, NaHCO3 hanya efektif dalam
10% nyeri perut. kulit dingin, 2 jam
LD30 mL metanol kekacauan mental, 2. Etanol 50% (wiski) 30 mL
kejang. bradikardi, setiap 3-4 jam
gangguan penglihatan, 3. NaHC03 4 g oral setiap 15
sampai buta, asidosis, menit atau 4 mEq/kg BB IV
koma. setiap 4 jam.
Naftalena (Kamper) LD Kontak: dematitis, ulkus 1. Prednison: 30-50 mg/hari
2g komea Inhalasi: nyeri untuk mengatasi hemolisis.
kepala, muntah, dispnea, 2. Alkalisasi urine dengan
kekacauan mental. NaHC03 oral.
13
Ditelan: nyeri perut,
muntah, nyeri kepala,
kekacauan mental,
disuri, hemolisis
intravaskular, kejang.
Natrium Hipoklorit Korosi Demulsen: susu, antasid
pemutih (3-6%) LD 30 Jangan beri NaHCO3 / asam
mL larutan 15% Beri Na-sulfat 5% 200 mL oral.
14
alkalosis respiratorik. 3-4 mEq/Kg BB IV
4. KCI 3-5 mEq/kg BB/24 jam
IV VIt.K 25-50 mg/hari IM.
Sianida singkong racun Nyeri kepala, mual, Inhalasi amilnitrit 0.2 mL setiap
lnhalasi amilnitrit 0,2 2 menit (kecuali bila-sistolik
mL mengantuk, kurang 80 mmHg)
hipotensi, setiap 2 menit Na-nitrit 3% 10 mL IV dalam 3
(kecuali takikardia, menit dan
dispnea, biIa-sistolik Na-tiosulfat 25% 50 mL IV
kurang kejang, koma. 80 dalam 10 menit.
mmHg)
Timah hitam Plumbum Inhalasi akut: insomnia. Pencahar
(Pb) nyeri kepala, ataksia, Ca-glukonat 10% 10 mL IV dan
manik, kejang. Ca-diNa-EDTA 25-35 mg/kg
Ditelan akut: haus, rasa BB dalam Iarutan 3% per drip
terbakar di perut, mual, selama 1 jam, 2 x / hari seiama
diare, ataksia. manik, 5 - 7 hari. Ulangi setelah
kejang. istirahat 7 hari dan
Kronik: rasa metal Penisilamin 2 x 15-20 mgl kg
dalam mulut lead line di BB oral.
gusi, kolik usus, diare,
basophilic stippling,
kopropomrin uri,
ensefalopati.
Yodium tingtura LD 30- Korosi. pewamaan Bilas Iambung dengan air tajin
60 mL larutan 7% coklat, kolaps dan susu: bila ada dengan Na-
sirkulatorik, nefritis, tiosulfat 10%.
delirium, stupor.
Sumber : (Purwadianto, 2013)
15
2.3 Mekanisme Keracunan
ditandai oleh masuknya racun dari tempat paparan menuju sirkulasi sistemik
yang mencapai sistem sirkulasi sistemik dalam bentuk tidak berubah. Racun
terdispersi molekular. Jalur utama absorpsi racun adalah saluran cerna, paru-
paru dan kulit. Setelah racun mencapai sistemik, ia bersama darah akan
lebih jauh melewati membran sel menuju sistem organ atau ke jaringan-
kelenjar ludah, dan paru-paru). Jalur eliminasi yang paling penting adalah
pertama bisa berdasar karena racun korosif, kedua racun iritan, ketiga racun
16
1. Racun Korosif merupakan agen pengiritasi yang sangat aktif dan biasanya
2. Racun Iritan merpuakan penyebab gejala sakit pada perut dan biasanya
bagian, diantaranya :
dan antimon. Sedangkan untuk non logam yaitu fosfor, klorin, bromin
dan iodin
3. Racun saraf, racun ini beraksi disistem saraf pusat. Adapun gejala yang
- Perifal : Curare
2003)
17
2.5 Penggolangan Keracunan
kesengajaan
18
Keracunan kronis yang sering terjadi antara lain keracunan
binatang berbisa lainnya, pada umumnya menyebabkan nyeri lokal dan tidak
reaksi berat. Reaksi klinis berat pada anak sering terjadi karena volume tubuh
Pada setiap kasus yang dilaporkan sebagai gigitan ular, harus dipastikan
apakah gigitan tersebut disebabkan ular berbisa. Hal tersebut dapat ditentukan
19
antara lain dari luka bekas gigitan yang terjadi. Jika identifikasi sulit
ditentukan, gejala dan tanda akibat gigitan bisa ular menjadi dasar untuk
mengancam jiwa.
45.000 kasus, namun yang disebabkan oleh ular berbisa hanya 8000 kasus.
melaporkan bahwa dari 6000 kasus gigitan ular, 2000 diantaranya merupakan
dan biasanya terjadi pada anak-anak, orang yang lanjut usia, dan pada kasus
yang tidak atau terlambat mendapatkan anti bisa ular. Pasien korban gigitan
20
ular berbisa 15% sampai 40% akan meninggalkan gejala sisa. Menurut
catatan medik RSCM, kejadian kasus gigitan ular berbisa selama 5 tahun
ular adalah lakilaki dengan usia antara 17 sampai tahun, seringkali dalam
menangkap bahkan bermain dengan ular. Waktu gigitan biasanya terjadi pada
malam hari dan gigitan lebih sering terjadi pada ekstremitas. Malik dkk, pada
tempat gigitan pada tungkai atau kaki (83,3%) dan lengan atau tangan
(17,7%). Terdapat 3000 spesies ular, 200 spesies diantaranya termasuk ular
berbisa. Ular berbisa sebagian besar berasal dari 3 famili yaitu, Hydrophidae
gigitan ular berbisa 95% disebabkan oleh gigitan ular dari famili Crotalidae.
Ular jenis Crotalidae disebut juga Viperidae atau pit vipers karena kepala
berbentuk triangular, pupil matanya elips, serta terdapat lubang antara hidung
dan mata. Lubang tersebut pada jenis pit viper berfungsi sebagai organ
sensoris terhadap panas. Pit viper mudah dikenal dari taringnya yang cukup
panjang, sekitar 3-4 cm.3 Jenis ular berbisa dari famili Elapidae misalnya
coral snake mempunyai kepala kecil dan bulat, dengan pupil bulat dan taring
lebih kecil sekitar 1-3 mm. Coral snake mudah diidentifikasi karena warnanya
2.6.1 Patofisiologi
21
Bisa ular terdiri dari campuran beberapa polipeptida, enzim dan
tergantung dari spesies dan usia ular. Bisa ular bersifat stabil dan
sebagian hasil reaksi yang terjadi akibat bisa ular. Enzim yang
Amino acid esterase menyebabkan terjadi KID. Pada kasus yang berat
bahkan dapat terjadi amputasi pada ekstremitas. Bisa ular dari famili
bisa ular jenis ini mempunyai dampak hampir pada semua sistem
22
organ. Bisa ular dari famili Elapidae dan Hydrophidae terutama
dari bisa ular di dalam tubuh, tergantung dari dalamnya taring ular
2.6.2 Klasifikasi
skor dari derajat beratnya kasus gigitan ular berbisa dari famili
ditimbulkan oleh bisa ular terjadi dalam 2-6 jam setelah gigitan. Infark
gigitan.
pada tempat gigitan berupa nyeri dan bengkak yang dapat terjadi
23
dalam beberapa menit, bisa akan menjalar ke proksimal, selanjutnya
terjadi edem dan ekimosis. Pada kasus berat dapat timbul bula dan
tidak adanya gejala lokal atau minimal, tidak berarti gejala yang lebih
serius tidak akan terjadi. Gejala yang serius lebih jarang terjadi dan
24
dideteksi dan dapat terjadi leukosituria (56,4%). Penelitian
masih dalam batas normal pada semua pasien. Hasil EEG abnormal
EEG segera terjadi setelah gigitan dan akan kembali normal dalam 1-2
25
kelemahan otot,
paralisis, sesak
3 Severe Terdapat tanda bekas 2 - Gejala pada
gigitan, edem regional severe derajat 1
(2 segmen dari ditambah
ekstremitas), nyeri paralisis otot
yang tidak teratasi pernapasan
oleh analgesic, tdak dalam 36 jam
ada tanda sistemik, pertama
terdapat tanda
koagulapati
4 Major Terdapat tanda bekas
gigitan , edem yang
luas terdapat tanda
sistemik (muntah,
sakit kepala, nyeri
pada perut dan dada,
syok), trombosis
sistemik
2.6.4 Diagnosis
keadaan hidup atau mati, baik sebagian atau seluruh tubuh ular.
Perlu juga dibedakan apakah gigitan berasal dari ular yang tidak
berbisa atau binatang lain, dari pemeriksaan fisik pada luka gigitan
menegakkan diagnosis.
2.6.5 Terapi
26
termasuk mengurangi atau mencegah penyebaran racun dengan
Saat ini eksisi dan penghisapan bisa tidak dianjurkan bila dalam 45
anti bisa ular. Pengukuran pada tempat gigitan perlu dinilai untuk
27
tanda guratan, tidak ada gejala sistemik, tidak ada gangguan tidak
atau lokal, tidak ada gejala disertai eforia, mual, sistemik, tidak ada
yang luas terdapat tanda sistemik (muntah, sakit kepala, nyeri pada
untuk black widow spider. Semua anti bisa ular adalah derivat
protein dari bisa. Produk hewan ini bila terpapar pada pasien dalam
28
jumlah besar dapat menyebabkan reaksi hipersensitifitas tipe cepat
dan tipe III. Reaksi akut berupa reaksi anafilaktik dapat terjadi
namun efek samping yang serius jarang terjadi. Pemberian anti bisa
kecilnya rasio antara volume tubuh dan bisa ular yang terdistribusi.
dari serum domba. Serum Fab ini ternyata lima kali lebih poten dan
dalam 250 ml NaCl 0,9% dan pemberiannya lebih dari satu jam
29
penggunaan anti bisa ular tergantung derajat beratnya kasus. Kasus
dengan derajat none tidak diberikan anti bisa, untuk kasus dengan
2.6.6 Prognosis
2.7 Patofisiologi
proses fisika, biokimia, dan biologik yang sangat rumit dan komplek. Proses
30
organisme terhadap xenobiotika. Yang dimaksud dengan kerja tokson pada
organisme adalah sebagai suatu senyawa kimia yang aktif secara biologik
keadaan siap terabsorpsi menuju sistem sistemik. Fase ini sangat ditentukan
Berikutnya adalah fase toksikinetik, fase ini disebut juga dengan fase
pada mana keadaan xenobiotika siap untuk diabsorpsi menuju aliran darah
atau pembuluh limfe, maka xenobiotika tersebut akan bersama aliran darah
31
termetabolisme, atau tereksresi bersama urin melalui ginjal, melalui empedu
(tempat kerja toksik) dan juga proses-proses yang terkait dimana pada
kimia antara xenobiotika dengan subtrat biologi dimana terjadi ikatan kimia
subtrat biologi akibat dari suatu perubaran kimia dari xenobiotika, seperti
32
Sumber : (Wirasuta & Niruri, 2006)
Dalam fase ini terjadi kotak antara xenobiotika dengan organisme atau
dengan lain kata, terjadi paparan xenobiotika pada organisme. Paparan ini
senyawa radioaktif, efek biologik atau toksik akan muncul, jika xenobiotika
dalam bentuk padat: tablet, kapsul, atau serbuk), maka terlebih dahulu
terabsorpsi secara normal dalam duodenal dari usus halus dan ditranspor
33
hati sebelum ke sirkulasi sistemik. Penyerapan xenobiotika sangat
tersebut. Dalam hal ini laju absorpsi dan jumlah xenobitika yang terabsorpsi
ini dikenal dengan fase farmaseutika, yaitu semua proses yang berkaitan
salep, dll). Bagian dosis dari senyawa obat, yang tersedia untuk diabsorpsi
dijumpai, bahwa sediaan tablet dengan kandungan zat aktif yang sama dan
dibuat oleh fabrik farmasi yang berbeda, dapat memberikan potensi efek
kristal, demikian pula jenis zat pembantu (tambahan pada tablet) dan
dari xenobiotika (seperti bentuk dan ukuran kristal, kelarutan dalam air atau
lemak, konstanta disosiasi) tidak boleh diabaikan dalam hal ini. Laju
absorpsi suatu xenobiotika ditentukan juga oleh sifat membran biologi dan
34
yang dibentuk oleh molekul lipid dengan molekul protein yang tersebar
industri di tempat kerja, ialah pemejanan sengaja atau tidak sengaja pada
kulit. Kulit terdiri atas epidermis (bagian paling luar) dan dermis, yang
tipis, yaitu rata-rata sekitar 0,1-0,2 mm, sedangkan dermis sekitar 2 mm.
Dua lapisan ini dipisahkan oleh suatu membran. Lapisan epidermis terdiri
atas lapisan sel basal (stratum germinativum), yang memberikan sel baru
bagi lapisan yang lebih luar. Sel baru ini menjadi sel duri (stratum
itu sel ini juga menghasilkan keratohidrin yang nantinya menjadi keratin
35
yang bertindak sebagai makrofag dan limfosit. Dua sel ini belakangan
struktur penting untuk mengokong kulit. Dalam lapisan ini ada beberapa
jenis sel, yang paling banyak adalah fibroblast, yang terlibat dalam
terdapat juga sel lainnya antara lain sel lemak, makrofag, histosit, dan
sebasea, kapiler pembuluh darah dan unsur syaraf. Pejanan kulit terhadap
tokson dapat juga terabsorpsi dari permukaan kulit menuju sistem sistemik.
36
dalam bentuk gas, uap, butiran cair, dan partikel padat dengan ukuran yang
partikel berdasarkan ukurannya. Oleh sebab itu ambilan dan efek toksik dari
tokson yang dihirup tidak saja tergantung pada sifat toksisitasnya tetapi juga
partikel besar dari udara yang dihirup, menambahkan uap air,dan mengatur
suhu. Umumnya partikel besar ( >10 µm) tidak memasuki saluran napas,
37
saluran udara yang menuju alveoli. Trakea dan bronki dibatasi oleh epiel
bersilia dan dilapisi oleh lapisan tipis lendir yang disekresi dari sel tertentu
dalam lapisan epitel. Dengan silia dan lendirnya, lapisan ini dapat
partikel padat yang kecil juga dapat diserap lewat difusi dan fagositosis.
partikel yang dapat terlarut mungkin diserap lewat epitel ke dalam darah.
ini berkaitan dengan luasnya permukaan alveoli, cepatnya aliran darah, dan
dekatnya darah dengan udara alveoli. Laju absorpsi bergantung pada daya
larut gas dalam darah. Semakin mudah larut akan semakin cepat diabsorpsi.
makanan, minuman, atau secara sendiri baik sebagai obat maupun zat kimia
murni. Pada jalur ini mungkin tokson terserap dari rongga mulut (sub
lingual), dari lambung sampai usus halus, atau eksposisi tokson dengan
sengaja melalui jalur rektal. Kecuali zat yang bersifat basa atau asam kuat ,
atau zat yang dapat merangsang mukosa, pada umumnya tidak akan
38
memberikan efek toksik kalau tidak diserap. Cairan getah lambung bersifat
sangat asam, sehingga senyawa asam-asam lemah akan berada dalam bentuk
non-ion yang lebih mudah larut dalam lipid dan mudah terdifusi, sehingga
dengan senyawa basa lemah, pada cairan getah lambung akan terionkan oleh
sebab itu akan lebih mudah larutdalam cairan lambung. Senyawa basa
lemah, karena cairan usus yang bersifat basa, akan berada dalam bentuk
Namun disamping difusi pasif, juga dalam usus, terdapat juga transpor aktif,
pinositosis.
39
2.7.2 Fase Toksokinetik
dikelompokkan ke dalam proses invasi dan evesi. Proses invasi terdiri dari
permukaan tubuh (disini termasuk juga mukosa saluran cerna) atau dari
bersama peredaran darah) dan difusi (difusi xenobiotika di dalam sel atau
40
menyebabkan penurunan kadar xenobiotika dalam sistem biologi / tubuh
A. Absorpsi
41
Absorpsi sistemik tokson dari tempat extravaskular dipengaruhi oleh sifat-
sifat anatomik dan fisiologik tempat absorpsi (sifat membran biologis dan
aliran kapiler darah tempat kontak), serta sifat-sifat fisiko-kimia tokson dan
larutan). Jalur utama absorpsi tokson adalah saluran cerna, paru-paru, dan
proses absorpsi. Absorpsi suatu xenobiotika tidak akan terjadi tanpa suatu
transpor melalui membran sel, demikian halnya juga pada distribusi dan
ekskresi. Oleh sebab itu membran sel (membran biologi) dalam absorpsi
dan luar. Pada awalnya membran biologi dipandang sebagai susunan sel,
2.2). Menurut model ini membran terdiri atas lapisan rangkap lipid dan
42
melalui: (a) difusi pasif, (b) filtrasilewat pori-pori membran ”poren”, (c)
oleh sel ”pinositosis” (a) Difusi pasif. Difusi pasif merupakan bagian
kedua sisi membran sel dan daya larutnya dalam lipid. Menurut hukum
B. Distribusi
sistemik ia akan terdistribusi lebih jauh melewati membran sel menuju sitem
model ini tubuh dipandang sebagai satu ruang yang homogen (seperti satu
ember besar), dalam hal ini distribusi xenobiotika hanya ditentukan oleh
43
daya konveksi di dalam ember. Namun pada kenyataannya, agar xenobitika
yang dibatasi oleh membran. Sehingga lebih lanjut tubuh minimal dibagi
Sekitar 75% dari bobot tubuh manusia merupakan ruang intrasel, sedangkan
cairan intrasel dan komponen sel yang padat. Ruang ekstrasel dibagi atas:
air plasma, ruang usus, dan cairan transsel (seperti cairan serebrospinalia, air
humor, perilimfe, dan endolimfe serta cairan dalam rongga tubuh dan
44
tercampurnya xenobiotika di darah dan laju aliran darah ditentukan oleh
C. Eliminasi
kelenjar mamai, kelenjar ludah, dan paru-paru). Jalur eliminasi yang paling
melalui ginjal.
tetapi hati dan paru-paru juga merupakan alat ekskresi penting bagi tokson
tertentu. Disamping itu ada juga jalur ekskresi lain yang kurang penting
45
umumnya tidak diperlukan lagi oleh tubuh. Proses utama ekskresi renal dari
dengan berat lebih besar dari 50 kilo Dalton (k Da) tidak dapat melewati
filtrasi glumerular. Oleh sebab itu hanya senyawa dengan ukuran dan berat
lebih kecil akan dapat terekskresi. Xenobiotika yang terikat dengan protein
empedu. Hati juga merupakan alat tubuh yang penting untuk ekskresi
(anion dan kation), kojugat yang terikat pada protein plasma, dan senyawa
dengan berat molekul lebih besar dari 300. Umumnya, begitu senyawa
meningkat 130 kali pada tikus percobaan yang saluran empedunya diikat.
46
Ekskresi paru-paru. Zat yang pada suhu badan berbentuk gas terutama
keluar lewat udara ekspirasi. Cairan yang sangat mudah larut lemak seperti
membran sel. Jalur lain. Jalur ekskresi ini umumnya mempunyai peranan
yang sangat kecil dibandingkan jalur utama di atas, jalur-jalur ekskresi ini
mamai (air susu ibu, ASI), keringan, dan air liur. Jalur ekskresi lewat
kelenjar mamai menjadi sangat penting ketika kehadiran zat-zat racun dalam
ASI akan terbawa oleh ibu kepada bayinya atau dari susu sapi ke manusia.
Karena air susu bersifat agak asam, maka senyawa basa akan mencapai
kadar yang lebih tinggi dalam susu daripada dalam plasma, dan sebaliknya
untuk senyawa yang bersifat asam. Senyawa lipofilik, misalnya DDT dan
PCB juga mencapai kadar yang lebih tinggi dalam susu karena kandungan
masuk ke dalam tubuh akan diperlakukan oleh sistem enzim tubuh, sehingga
akhirnya dapat dieksresi dari dalam tubuh. Proses biokimia yang dialami
47
ginjal, paru-paru, saluran pencernaan, kelenjar susu, otot, kulit atau di darah.
Secara umum proses biotransformasi dapat dibagi menjadi dua fase, yaitu
pengubahan gugus fungsi yang ada atau reaksi penguraian melalui reaksi
(reduksi azo, reduksi nitro reduksi aldehid atau keton) dan hidrolisis
(hidrolisis dari ester amida). Pada fase II ini tokson yang telah siap atau
dengan asam glukuronida asam amino, asam sulfat, metilasi, alkilasi, dan
mitokondria, disamping itu ada bentuk terikat sebagai enzim terlarut (seperti
esterase, amidase, sulfoterase). Sistem enzim yang terlibat pada reaksi fase I
enzim yang terlibat pada reaksi fase II sebagian besar ditemukan di sitosol.
biliribun, asam urat, dll). Selain organ-organ tubuh, bakteri flora usus juga
48
dapat melakukan reaksi metabolisme, khususnya reaksi reduksi dan
hidrolisis.
interaksi antara molekul tokson atau obat pada tempat kerja spesifik, yaitu
reseptor dan juga proses-proses yang terkait dimana pada akhirnya timbul
efek toksik atau terapeutik. Kerja sebagian besar tokson umumnya melalui
dan yang mengawali mata rantai peristiwa biokimia menuju terjadinya suatu
efek toksik dari tokson yang diamati. Interaksi tokson - reseptor umumnya
dengan subtrat biologi dimana terjadi ikatan kimia kovalen yang bersbersifat
49
seperti: kerusakan saraf, dan kerusakan sel hati (serosis hati), atau juga
2.8 Penatalaksanaan
Pada kasus tersebut tidak bisa dikategorikan dari tidak berbahaya sampai
yang paling berbahaya, karena setiap kasus mempunyai tingkat kesulitan dan
atau ditelan :
1) Air biasa.
50
3) Activated charcoal (Norit®) 2 sendok teh penuh dalam 1 gelas air.
hangus).
2. Kosongkan lambung.
Tindakan ini hanya efektif bila dilakukan dalam 4 jam setelah racun ditelan.
b. Obat-obatan
b) Sirup ipekak 15-20 mL dalam 1 gelas air hangat per oral; untuk
anak <2 tahun cukup 8 mL; dapat diulang 2-3 kali setiap 15 menit;
atau
d) CuSO4 0,25 gr/ 100 mL air peroral atau ZnSO4 1-2 gr/200 mL air
peroral.
Kontra indikasi:
51
c. Penumnan kesadaran
d. Kejang.
2) Bilas lambung
Cara:
f. Bilas dengan cairan pembilas yang hangat :1: 250 mL setiap kali,
Kontra indikasi:
b. Kejang
52
2. Cuci/bilas bagian yang terkena dengan air dan sabun; dapat digunakan asam
cuka encer atau natrium bikarbonat encer untuk netralisasi basa atau asam kuat.
1. Pasang turniket proksimal tempat suntikan: jaga agar denyut arteri bagian
2. Beri epinefrin 1/ 1000 dengan dosis 0,3-0,4 mg SC/IM. atau kompres dingin
di tempat suntikan.
1. Forced diurais:
b. Exchange transfusion.
Pengobatan simtomatik:
53
b. Edema laring diatasi dengan
b) Trakeotomi
a) Oksigen
a. Bila terdapat gejala penekanan (depresi), tidak perlu diberi obat stimulan
mg/kg BB).
Antidotum yang dapat digunakan sesuai dengan kasus atau agen penyebab
diantaranya :
54
Sumber : (Marik, 2015)
Untuk mendiagnosa keracunan dapat ditinjau dari riwayat pasien, uji fisik,
a. Riwayat
penting untuk racun yang tertelan. Dengan mengetahui riwayat pasien kita
dapat mengidentifikasi racun, jumlah obat dan lama waktu terpapar. Informasi
tentang peresepan obat yang diterima pasien, obat bebas dan zat berbahaya
lain harus diketahui. Teman, pasien terdekat dan health care providers harus
pasien
55
b. Uji fisik
Evaluasi jalan nafas, respirasi dan sirkulasi. Status mental, suhu tubuh,
ukuran pupil, otot, refleks, kulit dan aktivitas peristaltik juga harus segera
status atau agitated status. Obat yang menyebabkan depressed status adalah
c. Evaluasi laboratorium
yaitu :
1) Anion gap
2) Osmolal gap
56
Racun yang berhubungan dengan peningkatan Arterial oksigen saturation
gap [> 5% perbedaan antara saturasi dihitung dari ABG dan saturasi diukur
PaO2
d. Toxicological Screening
Dengan uji ini kita dapat mengetahui dengan pasti racun apa yang
(Chadha, 2003).
1. Diagnosa
57
5) (00085) Hambatan mobilitas fisik b/d paralisis, ketidakmampuan otot
berkontraksi.
2. Intervensi
58
nyeri akan berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari prosedur
11) Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
2. Setelah dilakukan tindakan 1) Monitor vital sign
keperawatan 1x 24 jam diharapkan 2) Identifikasi kebutuhan insersi jalan
pola nafas menjadi efektif dengan nafas buatan
kriteria hasil: 3) Posisikan pasien untuk
NOC : Status Pernapasan : memaksimalkan ventilasi
Pertukaran Gas tidak akan 4) Monitor status respirasi: adanya suara
terganggu dibuktikan dengan : nafas tambahan
Kesadaran composmentis, TTV 5) Kolaborasi dengan tim medis:
menjadi normal, pernafasan pemberian oksigen
menjadi normal yaitu tidak
mengalami nafas
Dangkal
3. Setelah dilakukan tindakan 1) Monitor intake dan output
keperawatan selama 1 x 24 jam makanan/cairan dan hitung masukan
pemenuhan nutrisi dapat kalori perhari sesuai kebutuhan
adekuat/terpenuhi dengan kriteria 2) Kaji kebutuhan nutrisi parenteral
hasil: 3) Pilih suplemen nutrisi sesuai
Status Gizi Asupan Makanan dan kebutuhan
Cairan ditandai pasien nafsu 4) Bantu pasien memilih makanan yang
makan meningkat, mual dan lunak dan lembut
muntah hilang, pasien tampak segar 5) Berikan nutrisi yang dibutuhkan
Status Gizi; Nilai Gizi terpenuhi sesuai batas diet yang dianjurkan
dibuktikan dengan BB meningkat, Kolaborasikan pemberian anti emesis
BB tidak turun. sesuai indikasi
4. Setelah dilakukan tindakan 1) Monitor intake dan output, karakter
keperawatan selama 1x24 jam serta jumlah feses
diharapkan kebutuhan cairan 2) Observasi kulit kering berlebihan dan
59
terpenuhi dengan kriteria hasil: membran mukosa, penurunan turgor
a. Tidak adanya tanda-tanda kulit
dehidrasi 3) Anjurkan klien untuk meningkatkan
Vital sign dalam batas normal asupan cairan per oral
6) Kolaborasi pemberian cairan
paranteral sesuai indikasi
5. Setelah dilakukan tindakan 1) Tentukan batasan pergerakan sendi
keperawatan selama 1x24 jam dan efeknya terhadap fungsi sendi
diharapkan kemampuan mobilitas 2) Monitor lokasi dan kecenderungan
fisik meningkat dengan kriteria adanya nyeri dan ketidaknyamanan
hasil: selama pergerakan/aktivitas
a. Kekuatan otot meningkat 3) Lakukan latihan ROM pasif atau
b. Tidak ada kaku sendi ROM dengan bantuan, sesuai indikasi
Dapat bergerak dengan mudah 4) Jelaskan pada pasien atau keluarga
manfaat dan tujuan melakukan latihan
sendi
4) Dukung pasien untuk melihat gerakan
tubuh sebelum memulai latihan
6. Setelah dilakukan tindakan 1) Observasi adanya pembatasan klien
keperawatan selama 1x24 jam dalam melakukan aktivitas
diharapkan klien dapat memenuhi 2) Kaji adanya fakor yang menyebabkan
kebutuhan dirinya dengan kriteria kelelahan
hasil: 3) Monitor nutrisi dan sumber energi
a. Ketidaknyamanan setelah yang adekuat
beraktivitas berkurang 4) Bantu klien dalam memenuhi
Dapat memenuhi kebutuhan sehari- kebutuhannya
hari 5) Bantu klien dalam melakukan
aktivitas sehari-hari
60
BAB III
3.1 Kasus
singkong rebus sekitar 5 jam yang lalu. Pasien terlihat lemas dan pucat, klien
A. Pengkajian
Diagnosa Medis : Keracunan
Nama : Ny. K Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 36 Thn
Agama : Islam Status Perkawinan : Kawin Pendidikan : SMP
: :
Pekerjaan : IRT Sumber Informasi Alamat
Pasien/Keluarga Bandung
TRIAGE P1 P2 P3
P4
GENERAL IMPRESSION / PRIMARY SURVEY
Keluhan Utama : Muntah-muntah
DS : Pasien mengeluh lemas
DO : Suami pasien mengatakan pasien mengalami muntah-muntah setelah mengkonsumsi
singkong rebus sekitar 5 jam yang lalu.
Pasien terlihat lemas dan pucat, klien mengalami penurunan kesadaran somnolen, muntah,
diare, dehidrasi dan pusing.
61
Dari hasil pengkajian sementara didapatkan Tekanan darah : 100/60 mmHg , BB : 50 kg,
Nadi : 120 x/ menit, RR : 38 x/menit, Suhu : 360C
Suami pasien mengatakan bahwa istrinya tidak memiliki riwayat alergi sebelumnya.
Pasien dianjurkan untuk dilakukan tindakan bilas lambung.
1. Pengkajian Primer
a. Airway
Tidak ada sumbatan jalan nafas. RR: 38 x/ menit, cepat dan dangkal.
b. Breathing
c. Circulation
d. Disability
Reaksi pupil kiri/kanan (+) terhadap cahaya, besar pupil kanan 2/kiri 2.
keluarga klien.
Suami klien mengatakan bahwa klien muntah 5 jam yang lalu setelah
62
Dalam keluarga klien tidak ada keluarga yang mempunyai keluhan yang
d. Anamnesa singkat
rontok.
2) Mata: besar pupil kanan kiri 2 dan reaksi pupil keduanya (+)
gangguan pendengaran
hidung.
bibir basah.
9) Abdomen: tidak ada nyeri tekan pada abdomen, tidak asites, tidak
10) Ekstremitas: Tidak terdapat luka, capilari revil <2 detik, akral dingin
11) Genetalia: Bersih tidak ada kelainan, Tidak terdapat luka/ulkus, tidak
terpasang kateter.
63
f. Pemeriksaan tanda-tanda vital:
1) TD : 100/60 mmHg
2) BB : 50 kg
4) RR : 38 x/menit
5) Suhu : 36oC
A. DIAGNOSA
B. INTERVENSI
64
dehidrasi 3) Anjurkan klien untuk meningkatkan
b. Vital sign dalam batas normal asupan cairan per oral
4) Kolaborasi pemberian cairan
paranteral sesuai indikasi
65
BAB IV
4.1 Kesimpulan
bahan kimia sintetik, atau bahan alami) yang menyebabkan luka (injury).
Keracunan makanan merupakan suatu proses masuknya zat toxic (racun) dari
bahan yang kita makan ke dalam tubuh dan tidak hanya melalui saluran cerna,
melainkan bisa melalui kulit, inhalasi, atau dengan cara lainnya yang
menimbulkan tanda dan gejala klinis. Pada kasus keracunan makanan, gejala-
gejala timbul karena racun masuk melalui saluran pencernaan yang ikut
gejala-gejala terjadi tak lama setelah menelan bahan beracun tersebut, bahkan
dapat segera setelah menelan bahan beracun itu dan tidak melebihi 24 jam
66
DAFTAR PUSTAKA
67