Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

FARMAKOLOGI DASAR
“ANTIDOTUM DAN KERACUNAN”

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK III

1. MEKARIA (PBC220014)
2. ZARWIAH (PBC220015)
3. FIRNA (PBC220016)
4. WATI (PBC220017)
5. SARFILA RAMADAN LA IBANDI (PBC220018)

PROGRAM STUDI DIII FARMASI


FAKULTAS KESEHATAN
POLITEKNIK BAUBAU
2023
KATA PENGANTAR

Assalamu ‘Alaikum Warahmatullahi Wabarakatu


Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
kesehatan, rahmat dan hidayahnya, sehingga kelompok kami masih diberikan
kesehatan dan kesempatan untuk menyelesaikan tugas makalah mata kuliah
Farmakologi Dasar yang berjudul “Antidotum dan Keracunan”.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan,
baik dari segi kata-kata maupun penyajian serta dari teknis yang lain. Oleh sebab itu
dengan kerendahan hati, diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis agar
dapat menambah pengetahuan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehar-hari.
Tak lupa penulis haturkan maaf kepada semua pihak atas segala kesalahan dan
kekurangan dalam penyusunan makalah ini.

Baubau, 04 Juni 2023

Kelompok 3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................2
DAFTAR ISI.................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................4
A. Latar Belakang..................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.............................................................................................4
C. Tujuan...............................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................5
A. Keracunan.........................................................................................................5
1. Defenisi Keracunan.....................................................................................6
2. Tanda dan Gejala Keracunan......................................................................6
3. Bentuk Zat Racun.......................................................................................7
4. Klasifikasi Racun........................................................................................7
5. Penyebab Keracunan...................................................................................8
6. Diagnosa Keracunan...................................................................................8
7. Faktor yang mempengaruhi Keracunan....................................................10
B. Terapi Antidotum............................................................................................15
1. Pengertian dan Tujuan Terapi Antidotum.................................................11
2. Jenis-Jenis Terapi Antidotum...................................................................12
BAB III PENUTUP....................................................................................................14
A. Kesimpulan.....................................................................................................14
B. Saran...............................................................................................................14
Daftar Pustaka.............................................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Racun adalah zat padat, cair atau gas yang dapat mengganggu proses
kehidupan sel suatu oragnisme. Zat racun dapat masuk ke dalam tubuh melalui
jalur oral maupun topikal. Racun juga disebut senyawa yang masuk kedalam
tubuh dengan berbagai cara yang menghambat respon pada sistem biologi
menyebabkan gangguan kesehatan bahkan kematian.
Keracunan adalah masuknya suatu racun kedalam tubuh disebabkan oleh
menelan, mencium, menyentuh atau menyuntikkan berbagai macam obat, bahan
kimia, racun atau gas yang mengganggu fungsi organ dan dapat menimbulkan
kematian.
Kejadian keracunan baik yang disebabkan karena obat, makanan,
pestisida ataupun bakteri dan jamur, sering kali menjadi penyebab terjadinya
kematian. Hal ini dapat terjadi karena berbagai sebab antara lain ketidaktahuan
teman atau keluarga pasien bahwa telah terjadi kasus keracunan, keterlambatan
pasien dibawa ke rumah sakit, dan penatalaksanaan terapi keracunan yang kurang
tepat. Penatalaksanaan terapi keracunan yang kurang tepat ini kemungkinan
dapat terjadi karena: pertama tidak diketahuinya sumber racunnya, kedua
informasi yang kurang tepat dari keluarga pasien, ketiga diagnosis keracunan
yang kurang tepat, keempat terapi antidot yang tidak sesuai, dan masih banyak
lagi yang lain. Kematian dapat dihindari bila penatalaksanaan terapinya tidak
terlambat dan sudah tepat.
Berdasarkan latar belakang diatas maka disusunlah makalah ini yang
berjudul “Antidotum dan Keracunan”.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari antidotum?
2. Apakah tujuan dari antidotum?
3. Apakah penyebab keracunan?
4. Bagaimanakah gejala dari keracunan?
5. Bagaimanakah cara mendiagnosa keracunan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari antidotum.
2. Untuk mengetahui tujuan dari antidotum.
3. Untuk mengetahui penyebab keracunan.
4. Untuk mengetahui gejala dari keracunan.
5. Untuk mengetahui cara mendiagnosa keracunan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Keracunan
1. Defenisi Keracunan
Racun adalah zat tertentu yang dapat menyebabkan cedera dari tubuh
dengan adanya reaksi kimia yang terjadi. Zat racun yang bersifat toxic masuk
kedalam tubuh manusia melalui: mulut (per-oral), hidung (inhalasi), kulit
(cutan), suntikan (invasive), mata (kontaminasi mata), serta sengatan atau
gigitan binatang berbisa. Keracunan merujuk pada istilah yang digunakan
untuk mendeskripsikan kondisi masuknya suatu zat racun ke dalam tubuh
sehingga menimbulkan efek yang membahayakan atau mengganggu fungsi
organ, dan ditentukan oleh jumlah, jenis, frekuensi dan durasi yang terjadi
karena disengaja atau tidak disengaja bahkan menimbulkan kecacatan dan
kematian.
Keracunan adalah kondisi yang disebabkan oleh menelan, mencium,
menyentuh, atau menyuntikkan zat yang berbahaya bagi tubuh. Bahaya
keracunan bisa berdampak fatal. Tak hanya dari racun, obat-obatan dosis
tinggi, produk kimia dan makanan juga bisa menyebabkan keracunan. Saat
terjadi, keracunan membutuhkan penanganan cepat dan tepat. Oleh karena itu,
penting untuk mengetahui langkah pertolongan pertama pada keracunan. Pada
kondisi yang parah, keracunan memerlukan penanganan medis darurat. Akan
tetapi, pertolongan pertama bisa membantu mencegah risiko berbahaya yang
disebabkan oleh keracunan. Cara mengatasi atau mengobati keracunan pada
seseorang bisa berbeda-beda tergantung dari kondisi dan penyebab
keracunannya, entah karena makanan, obat, maupun zat kimia.
2. Tanda dan Gejala Keracunan
Tanda-tanda dan gejala keracunan bisa meliputi :
a. Kemerahan di sekitar mulut dan bibir
b. Napas berbau seperti bahan kimia
c. Muntah
d. Diare
e. Nyeri perut
f. Gangguan pernapasan
g. Tubuh lemas
h. Sulit fokus (linglung)
i. Gelisah
j. Kehilangan nafsu makan
k. Tubuh menggigil
l. Sakit kepala
m. Sulit menelan makanan
n. Ruam merah pada kulit
o. Kehilangan kesadaran atau pingsan
3. Bentuk Zat Racun
Keracunan dapat terjadi pada siapa saja, kapan dan dimana saja.
Adapun zat yang dapat menimbulkan keracunan dapat berupa:
a. Zat cair: alkohol, bensin, minyak tanah, zat kimiawi yang memiliki kadar
toksisitas beracun.
b. Zat padat: makanan beracun, makanan terkontaminasi dan makanan
tercemar zat biologis maupun zat kimia.
c. Zat gas/inhalasi: misalnya kabon monoksida (CO2).
d. Gigitan serangga dan ular bebisa.
e. Narkotika, NAPZA
4. Klasifikasi Keracunan
Zat racun yang bersifat toxic masuk kedalam tubuh manusia melalui:
mulut (per-oral), hidung (inhalasi), kulit (cutan), suntikan (invasive), mata
(kontaminasi mata), serta sengatan atau gigitan binatang berbisa.
Menurut sifatnya, zat racun yang dapat menyebabkan keracunan dibagi
menjadi dua yaitu:
a. Zat racun bersifat korosif berasal sari asam basa kuat (asam klorida, asam
sulfat, natrium hidroksida).
b. Zat racun yang bersifat non-korosif berasal dari makanan yang beracun,
makanan terkontaminasi cemaran zat biologis dan kimia yang bersifat
toxic.
Berdasarkan kajian dan telaah progresifitas keracunan diklasifikasikan
menjadi:
a. Keracunan akut, lazimnya dihubungkan dengan seberapa berbahaya
paparan zat beracun atau tingkat toksisitas yang ada.
b. Keracunan kronis, dicurigai apabila penggunaan obat tertentu dalam jangka
waktu yang lama, atau lingkungan pekerjaan yang berhubungan dengan
paparan zat kimia berbahaya dalam satuan dosis intoleran.
5. Penyebab Keracunan
Beberapa penyebab potensial keracunan meliputi faktor kontaminasi
atau terpapar zat racun dari: makanan, gas beracun, obat-obatan, narkotika,
senyawa biologis, zat kimia, pestisida maupun sengatan insektisida atau
binatang berbisa. Oleh karena itu perlu adanya pemahaman dan pengkajian
awal untuk menentukan penyebab keracunan.
6. Diagnosa Keracunan
Untuk mendiagnosa keracunan dapat ditinjau dari riwayat pasien, uji fisik,
pemeriksaan laboratorium dan toxicological screening.
a. Riwayat
Diagnosa berdasarkan riwayat pasien merupakan indikator yang paling penting
untuk racun yang tertelan. Dengan mengetahui riwayat pasien kita dapat
mengidentifikasi racun, jumlah obat dan lama waktu terpapar. Informasi tentang
peresepan obat yang diterima pasien, obat bebas dan zat berbahaya lain harus
diketahui. Teman, pasien terdekat dan health care providers harus ditanyakan dan
pengobatan yang diterima diidentifikasi. Obat yang ditemukan disekitar pasien
harus dijauhkan dan meminta pertanggungjawaban toko obat/apotek yang menjual
obat tersebut tentang obat-obatan yang diberikan ke pasien.
b. Uji fisik
Evaluasi jalan nafas, respirasi dan sirkulasi. Status mental, suhu tubuh, ukuran
pupil, otot, refleks, kulit dan aktivitas peristaltik juga harus segera diperiksa
kemudian tentukan status pasien apakah termasuk dalam depressed status atau
agitated status. Obat yang menyebabkan depressed status adalah sympatholytics
seperti adrenergic blockers, anti-aritmia, anti hipertensi, anti-psikotik, kolinergik
seperti nikotin, karbamat, organofosfat, fisostigmin, pilokarpin. Obat yang
menyebabkan agitated status adalah symptomatic seperti agonis adrenergik,
amfetamin, kafein, teofilin, MAO-inhibitors, anti spasmodik, antikolinergik
seperti antihistamin obat anti-parkinson.
c. Evaluasi laboratorium
Data laboratorium klinik yang menggambarkan keracunan terdiri atas yaitu :
1) Anion gap
Menggambarkan perbedaan antara kation dan anion. [Na+]-[Cl-] – [HCO3-].
Nilai normal = 12±4 meqL-1. Adanya anion gap mengindikasikan adanya
kelebihan kation dibanding anion
2) Osmolal gap
Beberapa obat dan racun yang memiliki berat molekul rendah menyebabkan
perbedaan antara osmolaritas plasma yang diukur dengan yang dihitung.
Osmolaritas plasma normal = 285-295 mosmL-1.
3) Arterial oksigen saturation gap
Racun yang berhubungan dengan peningkatan Arterial oksigen saturation gap
[> 5% perbedaan antara saturasi dihitung dari ABG dan saturasi diukur dengan
co-oximetery] termasuk karbon monoksida dan methemoglobin. Racun ini
menghambat oksigen mengikat hemoglobin dan dengan demikian secara
signifikan menurunkan kadar oksigen tanpa menurunkan PaO2 (Chadha,
2003).
d. Toxicological Screening
Dengan uji ini kita dapat mengetahui dengan pasti racun apa yang tertelan namun
langkah-langkah pertolongan awal tidak boleh menunggu hasil uji tersebut.
Toxicological Screening digunakan sebagai dasar untuk menyediakan pengobatan
dengan antidot yang spesifik atau metode untuk meningkatkan eliminasi obat dan
juga mengidentifikasi obat yang digunakan untuk terapi selanjutnya serta mencari
tanda-tanda karakteristik dari berbagai jenis keracunan sementara tindakan
pengobatan di awal juga dilakukan.
7. Faktor yang Mempengaruhi Keracunan
Keracunan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
a. Jenis zat racun dan port the entry
Berdasarkan jenis dan bentuk zat racun mempengaruhi seberapa cepat efek
yang ditimbulkan. Racun dalam bentuk larutan akan bekerja lebih cepat
menimbulkan efek dibandingkan dengan yang berbentuk padat. Berikutnya
racun yang masuk kedalam tubuh secara intravena dan intramuskuler akan
memberikan efek lebih kuat dibandingkan dengan racun yang masuk
kedalam tubuh melalui mulut sebagai port the enry.
b. Usia
Faktor usia juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi efek yang
ditimbulkan keracunan. Pada umumnya usia anak dan bayi lebih mudah
terpengaruh efek racun dibandingkan dengan orang dewasa yang telah
memiliki daya tahan tubuh dan imunitas yang lebih kuat.
c. Makanan
Efek racun bekerja lebih cepat pada keadaan perut kosong dibandingkan
dengan perut dalam keadaan yang penuh berisi makanan.
d. Kebiasaan
Faktor kebiasaan disini menjelaskan kondisi dimana seseorang telah
terpapar zat racun dalam jumlah relatif kecil sebelumnya, sehingga
memungkinkan efek toleran terhadap paparan zat toksik yang sama dalam
jumlah relatif lebih besar pada waktu berikutnya tanpa menimbulkan gejala
keracunan. Perlu diperhatikan bahwa zat racun juga dapat menimbulkan
efek intoleran terhadap sebagian orang, meskipun telah terpapar berulang-
ulang dengan dosis tertentu, hal ini menjelaskan bahwa pada
penyalahgunaan obat-obatan terlarang maka dapat menimbulkan kematian.
e. Status kesehatan
Kondisi kesehatan seseorang mempengaruhi efek racun yang ditimbulkan,
seseorang yang sedang dalam keadaan sakit akan lebih mudah terpengaruh
oleh efek racun dibandingkan dengan orang yang dalam keadaan fit dan
sehat.
f. Idiosinkrasi
Idiosinkrasi merujuk pada kondisi dimana reaksi seseorang terhadap racun
tertentu menunjukkan efek yang tidak biasa, bahkan mungkin
menunjukkan reaksi yang berlawanan. Hal ini dapat dijelaskan efek morfin
pada sebagian orang tertentu tidak menyebabkan tidur melainkan
menimbulkan efek sebaliknya terjaga terus menerus.
g. Jumlah racun
Kadar jumlah racun erat berkaitan dengan efek yang ditimbulkan. Secara
fisiologis tubuh memiliki ambang batas toleran juga terhadap racun yang
masuk, racun dalam jumlah besar menyebabkan muntah sehingga jumlah
racun yang tertinggal sedikit dan menimbulkan efek sistemik yang
minimal.
B. Terapi Antidotum
1. Pengertian dan Tujuan Antidotum
Pengertian dari terapi antidotum yaitu sebagai tata cara yang ditunjukkan
untuk membatasi intensitas efek toksik zat kimia atau menyembuhkannya sehingga
bermanfaat dalam mencegahnya timbulnya bahaya selanjutnya. Efek toksik suatu zat
kimia dapat terjadi jika kadar zat toksik melampaui kadak toksik minimal (KTM)nya
dalam sel sasaran.
Penatalaksanaan terapi keracunan pada umumnya disebut terapi
antidot, yakni tata cara yang secara khusus ditujukan untuk membatasi
intensitas efek toksik zat beracun atau untuk menyembuhkan efek toksik yang
ditimbulkannya, sehingga bermanfaat untuk mencegah bahaya selanjutnya.
Beberapa asas umum yang mendasari terapi antidot tersebut meliputi sasaran,
strategi dasar, cara, dan pilihan terapi antidot. Sasaran terapi antidot ialah
penurunan atau penghilangan intensitas efek toksik zat beracun. Strategi dasar
terapi antidot meliputi penghambatan absorpsi, distribusi (translokasi),
peningkatan eliminasi dan atau penaikan ambang toksik zat beracun dalam
tubuh.
2. Jenis-Jenis Terapi Antidotum
a. Terapi Non Spesifik
Terapi non spesifik adalah suatu terapi keracunan yang bermanfaat
hampir pada semua kasus, melalui cara-cara seperti memasu muntah, bilas
lambung, dan memberikan zat absorben. Cara lain adalah mempercepat
eliminasi dengan pengasaman dan pembasaan urin atau hemodialysis.
Terapi non spesifik meliputi:
1) Menghambat absorpsi zat racun dapat dilaksanakan dengan beberapa
cara antara lain :
a) Membersihkan atau mencuci kulit yang terkontaminasi zat toksik
b) Mengeluarkan racun dalam lambung
c) Memuntahkan atau memberi pencahar atau bilas lambung
d) Mencuci kulit dilakukan dengan air mengalir dan jika zat mengenai
pakaian, pakaiannya ditanggalkan
e) Zat toksik yang sudah masuk ke dalam lambung dapat dilakukan
dengan pemberian norit (arang aktif).
2) Mempercepat Eliminasi
Kecepatan eliminasi dapat mempengaruhi jumlah obat yang
berada di sel sasaran dalam melampaui nilai KTM nya. Percepatan
eliminasi dapat dilakukan dengan cara meningkatkan eksresi melalui
pengasaman atau pembasaan urin dan diuresis paksa.
a) Pengasaman Urin (Menurunkan pH Urin)
Dengan memberikan zat seperti ammonium klorida atau vitamin c
akan mengurangi reabsorbsi zat atau obat yang bersifat basa lemah
seperti Amfetamin.
b) Pembasaan Urin
Melalui pemberian natrium bikarbonat akan mengurangi reabsorpsi
pada obat yang bersifat asam lemah seperti aspirin dan fenobarbital.
Pengurangan reabsorpsi tubulus terjadi karena pengasaman atau
pembasaan urin meningkatkan derajat ionisasi di tubulus sehingga
akan mengurangi reabsorbsi.
c) Hemodialisis
Salah satu cara untuk mempercepat eliminasi suatu zat dan
mengembalikan keseimbangan elektrolit. Cara ini efektif apabila zat
sudah terabsopsi dan berada pada cairan sistemik dan tidak
mempunyai volume distribusi terlalu besar. Eliminasi Yang dapat
ditingkatkan dengan hemodialisis adalah:
 Salisilat
 Methanol
 Etilen Glikol
 Praquat
 Lithium
b. Terapi Spesifik
Terapi antidotum spesifik adalah terapi antidotum yang hanya efektif
untuk zat-zat tertentu. Cukup banyak antidotum spesifik telah digunakan
dalam klinik. Untuk memudahkan mempelajarinya, antidotum yang spesifik
dikelompokan menjadi : antidotum yang bekerja secara kimiawi, bekerja
secara farmakologi dan yang bekerja secara fungsional.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keracunan adalah kondisi yang disebabkan oleh menelan, mencium,
menyentuh, atau menyuntikkan zat yang berbahaya bagi tubuh. Bahaya
keracunan bisa berdampak fatal. Kejadian keracunan baik yang disebabkan
karena obat, makanan, pestisida ataupun bakteri dan jamur, sering kali menjadi
penyebab terjadinya kematian. Namun kematian akibat keracunan dapat dihindari
bila penatalaksanaan terapi antidotum tidak terlambat dilakukan dan
penggunaanya yang sudah sesuai.
B. Saran
Diharapkan materi ini dapat menambah pengetahuan serta wawasan bagi
para pembaca dan penulis terutama mengenai keracunan dan terapi antidotum.
DAFTAR PUSTAKA
Kusumasari H., dkk. 2023. Buku Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K) dan
Kasus Kegawatdaruratan. Penerbit Media Sains Indonesia: Bandung.
Nulaila. 2005. Evaluasi Penatalaksanaan Terapi Keracunan Pestisida Pasien Rawat
Inap di Rumah Sakit A Yogyakarta Periode Januari 2001 sampai dengan
Desember 2002. Majalah Farmasi Indonesia, 16 (3). Hal: 150.
Priyanto. 2014. Buku Toksikologi, Mekanisme, Terapi Antidotum, Dan Penilaian
Resiko. Jakarta: Leskonfi.
Suprapto, dkk. 2022. Buku Keperawatan Kegawatdaruraan dan Manajemen
Bencana. Penerbit PT Global Eksekutif Teknologi: Padang.

Anda mungkin juga menyukai