Anda di halaman 1dari 27

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KERACUNAN MAKANAN

DAN KERACUNAN INHALASI

Disusun Oleh:

KELOMPOK 2

1. Bunga cici saputri P00320120040


2. Carli cenora P00320120041
3. Jesika defani putri P00320120053
4. Lilis alfiani P00320120055
5. Ririn dwi anggesti P00320120060
6. Sherly natasya putri P00320120063
7. Tomi jepisa P00320120066

Dosen Pembimbing

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
TAHUN AJARAN
2022/2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Shalawat serta salam
tidak lupa kami ucapkan untuk junjungan kita Nabi Besar Muhammad
SAW. Kami bersyukur kepada Allah SWT yang telah memberikan hidayah
serta taufik-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.

Dalam makalah ini, kami membahas tentang ” konsep Asuhan


Keperawatan Pada keracunan makanan dan keracunan inhalasi” yang kami
buat berdasarkan hasil diskusi yang kami lakukan selama beberapa hari dan
refrensi yang kami ambil dari berbagai sumber, diantaranya buku dan
google book serta jurnal-jurnal keperawatan. Makalah ini diharapkan bisa
menambah wawasan dan pengetahuan yang selama ini kita cari. Kami
berharap bisa dimafaatkan semaksimal dan sebaik mungkin.

Demikian pula makalah ini, oleh karena itu saran dan kritik yang
membangun tetap kami nantikan dan kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.

Lubuk Linggu, 13 juli 2022

Kelompok 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................3
BAB 1................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
1.1 LATAR BELAKANG..............................................................................................4
1.2 RUMUSAN MASALAH.........................................................................................4
1.3 TUJUAN..................................................................................................................5
BAB II...........................................................................................................................6
TINJAUAN TEORI.......................................................................................................6
2.2.1 DEFINISI..............................................................................................................6
2.2.2 ETIOLOGI...........................................................................................................6
2.2.3 PATOFISIOLOGI.................................................................................................7
2.2.4 BAGAN WOC......................................................................................................9
2.2.5 MANIFESTASI KLINIK....................................................................................10
2.2.6 KOMPLIKASI....................................................................................................11
2.2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG........................................................................11
2.2.8 PENATALAKSANAAN....................................................................................12
BAB 3..............................................................................................................................16
ASUHAN KEPERAWATAN..........................................................................................16
3.1 PENGKAJIAN.......................................................................................................16
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN............................................................................20
3.3 Intervensi keperawatan...........................................................................................20
3.4 Implementasi keperawatan.....................................................................................25
3.5 Evaluasi keperawatan.............................................................................................25
BAB IV............................................................................................................................26
PENUTUP.......................................................................................................................26
A Kesimpulan..............................................................................................................26
B.SARAN....................................................................................................................26
Daftar pustaka..................................................................................................................27
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Keracunan adalah masuknya zat racun kedalam tubuh baik melalui saluran
pencernaan,saluran pernafasan, atau melalui kulit atau mukosa yang
menimbulkan gejala klinis. Angka yang pasti dari kejadian keracunan di
Indonesia belum diketahui, meski banyak dilaporkan kejadian-kejadian
keracunan di beberapa rumah sakit tetapi angka ini tidak menggambarkan
kejadian yang sebenarnya di dalam masyarakat.

Menurut dr. Anung Sugihantono, M. Kes, Dirjen Kesehatan Masyarakat


Kementerian Kesehatan. Jumlah kasus keracunan makanan di Indonesia
mengalami peningkatan dari 2016 sebesar 106 kejadian menjadi 142 kejadian
di 2017.

Menurut jurnal Counsel & Heal di Amerika Serikat (AS), keracunan


akibat makanan dua kali lebih mungkin terjadi direstoran dari pada di rumah.
Dalam sebuah studi baru dari pusat Ilmu Pengetahuan untuk Kepentingan
Umum (CPSI) 2002-2017, peneliti menganalisa 10.408 wabah keracunan
makanan berdasarkan data dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit
(CDC). selama periode tersebut, peneliti menemukan lebih dari 28.000 orang
di restoran. Dalam rentang waktu yang sama, 893 kasus keracunan terjadi
pada sekitar 13.000 yang makan di rumah.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latarbelakang diatas, masalah yang akan dibahas pada makalah ini
yaitu:

1. Apa yang dimaksud kegawatdaruratan pada keracunan makanan dan keracunan


inhalasi ?
2. Apa saja etiologi keracunan makanan dan keracunan inhalasi?
3. Bagaimana penatalaksanaan keracunan makanan dan keracunan inhalasi?
4. Bagaimana patofisiologi keracunan makanan dan keracunan inhalasi ?
5. Apa saja manifestasi klinis dari keracunan makanan dan keracunan inhalasi?
6. Bagaimana pathway dari keracunan makanan dan keracunan inhalasi?
7. Bagaimana asuhan keperawatan dari keracunan makanan dan keracunan
inhalasi?

1.3 TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari pembuatan makalah ini
adalah:

1. Setelah mempelajarinya mahasiswa paham akan penyebab keracunan.

2. Setelah mempelajarinya mahasiswa paham akan tanda dan gejala


keracunan makanan dan keracunan inhalasi.

3. Setelah mempelajarinya mahasiswa paham akan patofisiologi keracunan


Makanan dan keracunan inhalasi.

4. Setelah mempelajarinya mahasiswa paham akan pathway keracunan


Makanan dan keracunan inhalasi.

5. Setelah mempelajarinya mahasiswa paham akan penatalaksanaan dari


keracunan makanan dan keracunan inhalasi.

6. Setelah mempelajarinya mahasiswa paham akan asuhan keperawatan


dari keracunan makanan dan keracunan inhalasi.
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.2.1 DEFINISI
Racun adalah zat yang ketika tertelan, terhisap, diabsorbsi, menempel pada
kulit, atau dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang relatif kecil
menyebabkan cedera dari tubuh dengan adanya reaksi kimia. Keracunan melalui
inhalasi dan menelan materi toksik, baik kecelakaan dan karena kesengajaan,
merupakan kondisi bahaya yang mengganggu kesehatan bahkan dapat
menimbulkan kematian. Sekitar 7% dari semua pengunjung departemen
kedaruratan datang karena masalah toksik (Sartono,2012).

Keracunan atau intoksikasi adalah keadaan patologik yang disebabkan


oleh obat, serum, alkohol, bahan serta senyawa kimia toksik, dan lain-lain.
Keracunan dapat diakibatkan oleh kecelakaan atau tindakan tidak disengaja,
tindakan yang disengaja seperti usaha bunuh diri atau dengan maksud tertentu
yang merupakan tindakan kriminal. Keracunan yang tidak disengaja dapat
disebabkan oleh faktor lingkungan, baik lingkungan rumah tangga maupun
lingkungan kerja (Brunner and Suddarth, 2010).

2.2.2 ETIOLOGI
Penyebab keracunan ada beberapa macam dan akibatnya bisa mulai yang
ringan sampai yang berat. Secara umum yang banyak terjadi di sebabkan oleh :

1. Mikroba yang menyebabkan keracunan di antaranya :

a. Escherichia coli patogen

b. Staphilococus aureus
c. Salmonella

d. Bacillus Parahemolyticus

e. Clostridium Botulisme

f. Streptokkkus

2. Bahan Kimia

a. Peptisida golongan organofosfat

b. Organo Sulfat dan karbonat

3. Toksin

a. Jamur

b. Keracunan Singkong

c. Tempe Bongkrek

d. Bayam beracun

e. Kerang

2.2.3 PATOFISIOLOGI
Penyebab terbanyak keracunan adalah pada sistem saraf pusat dengan
akibat penurunan tingkat kesadaran dan depresi pernapasan. Fungsi
kardiovaskuler mungkin juga terganggu,sebagian karena efek toksik langsung
pada miokard dan pembuluh darah perifer,dan sebagian lagi karena depresi pusat
kardiovaskular diotak.Hipotensi yang terjadi mungkin berat dan bila berlangsung
lama dapat menyebabkan kerusakan ginjal,hipotermia terjadi bila ada depresi
mekanisme pengaturan suhu tubuh. Gambaran khas syok mungkin tidak tampak
karena adanya depresi sistem saraf pusat dan hipotermia, Hipotermia yang terjadi
akan memperberat syok,asidemia,dan hipoksia (Brunner and Suddarth, 2010).
2.2.4 BAGAN WOC
2.2.5 MANIFESTASI KLINIK
1. Rasa terbakar di tenggorokan dan lambung.

2. Pernafasan yang cepat dan dalam, hilang selera makan, anak terlihat
lemah.

3. Mual, muntah, haus, buang air besar cair.

4. Sakit kepala, telinga berdenging, sukar mendengar, dan pandangan


kabur.

5. Bingung.

6. Koma yang dalam dan kematian karena kegagalan pernafasan

7. Reaksi lain yang kadang bisa terjadi : demam tinggi, haus, banyak
berkeringat, bintik merah kecil di kulit dan membran mukosa (Noer
Syaifoellah,2006).

1. Keracunan ringan:

a. Anoreksia

b. Nyeri kepala

c. Rasa lemah

d. Rasa takut

e. Tremor pada lidah dan kelopak mata

f. Pupil miosis

2. Keracunan sedang:

a. Nausea

b. Muntah – muntah

c. Kejang dan kram perut

d. Hipersalifa
e. Hiperhidrosis

f. Fasikulasi otot

g. Bradikardi

3. Keracunan berat

a. Diare

b. Reaksi cahaya negatif

c. Sesak nafas

d. Sianosis

e. Edema paru

f. Inkontinensia urine dan feses

g. Kovulsi

h. Koma

i. Blokade jantung akhirnya meninggal

2.2.6 KOMPLIKASI
a. Kejang

b. Koma

c. Henti jantung

d. Henti napas

e. Syok (Brunner and Suddarth, 2010).

2.2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Laboratorium

Penurunan kadar Khe dengan sel darah merah dalam plasma,

penting untuk memastikan diagnosis keracuna IFO akut / kronik .


b. Pathologi Anatomi

Pada keracunan akut, hasil pemeriksaan pathologi biasanya

tidak khas. Sering hanya di temukan edema paru, dilatasi kapiler,

hiperemi paru, otak dan organ – organ lainnya.

2.2.8 PENATALAKSANAAN
A. PRINSIP PENATALAKSANAAN TERHADAP RACUN YANG

TERTELAN

Dekontaminasi lambung (menghilangkan racun dari lambung) efektif bila

dilakukan sebelum masa pengosongan lambung terlewati (1-2 jam, termasuk


penuh

atau tidaknya lambung).

Keputusan untuk melakukan tindakan ini harus mempertimbangkan


keuntungan dan kerugian (risiko) yang mungkin terjadi akibat tindakan
dekontaminasi dan jenis

racun. Dekontaminasi lambung tidak menjamin semua bahan racun yang masuk
bisa dikeluarkan, oleh karena itu tindakan dekontaminasi lambung tidak rutin
dilakukan pada kasus keracunan.

Kontra indikasi untuk dekontaminasi lambung adalah:

1. Keracunan bahan korosif atau senyawa hidrokarbon (minyak tanah, dll) karena
mempunyai risiko terjadi gejala keracunan yang lebih serius

2. Penurunan kesadaran (bila jalan napas tidak terlindungi) :

1. Identifikasi bahan racun dan keluarkan bahan tersebut sesegera mungkin.


Ini akan sangat efektif jika dilakukan sesegera mungkin setelah terjadinya
keracunan, idealnya dalam waktu 1 jam pertama pajanan. Jika korban
tidak sengaja tertelan minyak tanah, premium atau bahan lain yang
mengandung premium/minyak tanah/solar (pestisida pertanian berbahan
pelarut minyak tanah) atau jika mulut dan tenggorokan mengalami luka
bakar (misalnya karena bahan pemutih, pembersih toilet atau asam kuat
dari aki), jangan rangsang muntah tetapi beri minum air.
2. Jangan gunakan garam sebagai emetik karena bisa berakibat fatal.
3. Jika anak tertelan racun lainnya:
1) Berikan arang aktif (activated charcoal) jika tersedia, jangan rangsang
2) muntah. Arang aktif diberikan peroral dengan atau tanpa pipa
3) nasogastrik dengan dosis seperti pada Tabel 5. Jika menggunakan pipa
4) nasogastrik, pastikan dengan seksama pipa nasogastrik berada di
5) lambung.
6) Tabel 5: Dosis arang aktif
7) Anak sampai umur 1 tahun 1 g/kg
8) Anak umur 1 hingga 12 tahun 25-50 g
9) Remaja dan dewasa 25-100 g
10) Larutkan arang aktif dengan 8-10 kali air, misalnya 5 g ke dalam 40 ml air
11) Jika mungkin, berikan sekaligus, jika sulit (anak tidak suka), dapat
diberika secara bertahap
12) Efektifitas arang aktif bergantung pada isi lambung (lambung kosong lebih
efektif)
13) Jika arang aktif tidak tersedia, rangsang muntah (hanya pada anak sadar)
yaitu dengan merangsang dinding belakang tenggorokan dengan
menggunakan spatula atau gagang sendok. Bilas lambung Lakukan hanya
di fasilitas kesehatan dengan petugas kesehatan terlatih yang mempunyai
pengalaman melakukan prosedur tersebut dan keracunan terjadi kurang
dari 1 jam (waktu pengosongan lambung) dan mengancam nyawa. Bilas
lambung tidak boleh dilakukan pada keracunan bahan korosif atau
hidrokarbon. Bilas lambung bukan prosedur rutin pada setiap kasus
keracunan. Pastikan tersedia mesin pengisap untuk membersihkan
muntahan di rongga mulut.Tempatkan anak dengan posisi miring ke kiri
dengan kepala lebih rendah. Ukur panjang pipa nasogastrik yang akan
dimasukkan. Masukkan pipa nasogastrik ukuran 24-28 F melalui mulut ke
dalam lambung (menggunakan ukuran pipa nasogastrik lebih kecil dari 24
tidak dapat mengalirkan partikel besar seperti tablet). Pastikan pipa berada
dalam lambung. Lakukan bilasan dengan 10 ml/kgBB garam normal
hangat.Jumlah cairan yang diberikan harus sama dengan yang dikeluarkan,
tindakan bilas lambung dilakukan sampai cairan bilasan yang keluar
jernih. Catatan: Intubasi endotrakeal dengan pipa endotrakeal (cupped ET)
diperlukan untuk mengurangi risiko aspirasi.
1) Berikan antidot spesifik jika tersedia
2) Berikan perawatan umum
3) Observasi 4–24 jam bergantung pada jenis racun yang tertelan
4) Pertahankan posisi recovery position pada anak yang tidak sadar
5) Pertimbangkan merujuk anak ke rumah sakit rujukan terdekat jika kasus
yang dirujuk adalah kasus keracunan dengan penurunan kesadaran,
mengalami luka bakar di mulut dan tenggorokan, mengalami sesak napas
berat, sianosis atau gagal jantung.

B. PENATALAKSANAAN TERHADAP RACUN YANG TERHIRUP


1) Keluarkan korban dari sumber pajanan
2) Berikan oksigen, jika diperlukan Terhirupnya gas iritan dapat
menyebabkan pembengkakan dan sumbatan jalan napas bagian atas,
bronkospasme dan delayed pneumonitis. Intubasi endotrakeal,
bronkodilator dan bantuan ventilator mungkin diperlukan.

C. PENATALAKSANAAN TERHADAP RACUN YANG TERKENA

KONTAK KULIT ATAU MATA


Kontaminasi kulit :

1) Lepaskan semua pakaian dan barang pribadi dan cuci menyeluruh seluruh
daerah yang terkontaminasi dengan air hangat yang banyak. Gunakan
sabun dan air untuk bahan berminyak.
2) Petugas kesehatan yang menolong harus melindungi dirinya terhadap
kontaminasi sekunder dengan menggunakan sarung tangan dan celemek
3) Pakaian dan barang pribadi yang telah dilepas harus diamankan dalam
4) kantung plastik transparan yang dapat disegel, untuk dibersihkan lebih
lanjut atau dibuang.Kontaminasi Mata
5) Bilas mata selama 10-15 menit dengan air bersih yang mengalir atau
garam normal, jaga curahannya tidak masuk ke mata lainnya.
6) Penggunaan obat tetes mata anestetik akan membantu irigasi mata.
7) Balikkan kelopak mata dan pastikan semua permukaannya terbilas. Pada
kasus asam atau alkali irigasi mata hingga pH mata kembali dan tetap
normal (periksa kembali pH mata 15-20 menit setelah irigasi dihentikan).
8) Jika memungkinkan, mata harus diperiksa secara seksama dengan
pengecatan fluorescein untuk mencari tanda kerusakan kornea. Jika ada
kerusakan konjungtiva atau kornea, anak harus diperiksa segera oleh
dokter mata.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
Pengkajian pada kasus gawat darurat dibedakan menjadi dua, yaitu :
pengkajian primer dan pengkajian sekunder. Pertolongan kepada pasien gawat
darurat dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan survei primer untuk
mengidentifikasi masalah-masalah yang mengancam hidup pasien, barulah
selanjutnya dilakukan survei sekunder. Pengkajian primer bertujuan mengetahui
dengan segera kondisi yang mengancam nyawa pasien. Pengkajian primer
dilakukan secara sekuensial sesuai dengan prioritas. Tetapi dalam prakteknya
dilakukan secara bersamaan dalam tempo waktu yang singkat (kurang dari 10
detik) difokuskan pada Airway Breathing Circulation (ABC).

3.1.1 Primary Survey

Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian dan


manajemen segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang mengancam
kehidupan. Tujuan dari Primary survey adalah untuk mengidentifikasi dan
memperbaiki dengan segera masalah yang mengancam kehidupan. Prioritas yang
dilakukan pada primary survey antara lain (Fulde, 2009) :

1. Airway maintenance dengan cervical spine protection


2. Breathing dan oxygenation
3. Circulation dan kontrol perdarahan eksternal
4. Disability-pemeriksaan neurologis singkat
5. Exposure dengan kontrol lingkungan

Sangat penting untuk ditekankan pada waktu melakukan primary survey bahwa
setiap langkah harus dilakukan dalam urutan yang benar dan langkah berikutnya
hanya dilakukan jika langkah sebelumnya telah sepenuhnya dinilai dan berhasil.

Primary survey dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain

(Gilbert., D’Souza., & Pletz, 2009) :


a) General Impressions

1. Memeriksa kondisi yang mengancam nyawa secara umum.


2. Menentukan keluhan utama atau mekanisme cedera
3. Menentukan status mental dan orientasi (waktu, tempat, orang)

b) Pengkajian Airway

1. Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain :
2. Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau
bernafas dengan bebas?
3. Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
a) Adanya snoring atau gurgling
b) Stridor atau suara napas tidak normal
c) Agitasi (hipoksia)
d) Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements
e) Sianosis
f) Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan
potensial penyebab obstruksi
g) Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien terbuka.
h) Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang
berisiko untuk mengalami cedera tulang belakang.
i) Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien sesuai
indikasi

c) Pengkajian Breathing (Pernafasan)

Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas


dan keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada pasien tidak
memadai, maka langkah-langkah yang harus dipertimbangkan adalah: dekompresi
dan drainase tension pneumothorax/haemothorax, closure of open chest injury dan
ventilasi buatan (Wilkinson & Skinner, 2000).Yang perlu diperhatikan dalam
pengkajian breathing pada pasien antara lain :
1) Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi
pasien.
2) Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakahada tanda-tanda
sebagai berikut : cyanosis, penetrating injury, flail chest, sucking chest
wounds, dan penggunaan otot bantu pernafasan.
3) Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga, subcutaneous
emphysema, perkusi berguna untuk diagnosishaemothorax dan
pneumotoraks.
4) Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
5) Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika perlu.
6) Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut
mengenai karakter dan kualitas pernafasan pasien.
7) Penilaian kembali status mental pasien.
8) Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
9) Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau
oksigenasi
10) Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan
berikan terapi sesuai kebutuhan.

d) Pengkajian Circulation

Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara lain :

1. Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.


2. CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
3. Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan pemberian
penekanan secara langsung.
4. Palpasi nadi radial jika diperlukan
5. Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia
(capillary refill).
6. Lakukan treatment terhadap hipoperfusi

e) Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities

Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :


1. A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah
yang diberikan
2. V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak
bisa dimengerti
3. P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika
ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon)
4. U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri
maupun stimulus verbal.

f) Expose, Examine dan Evaluate

Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang


mengancam jiwa, maka Rapid Trauma Assessment harus segera dilakukan:

1) Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada pasien


2) Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa pasien
luka dan mulai melakukan transportasi pada pasien yang berpotensi tidak
stabil atau kritis. (Gilbert., D’Souza., & Pletz, 2009)

3.1.2 Secondary Assessment

Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan secara


head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey hanya dilakukan
setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam artian tidak mengalami syok atau tanda-
tanda syok telah mulai membaik.

Pemeriksaan fisik

a) Keadaan umum : Kesadaran menurun

b) Pernafasan : Nafas tidak teratur

c) Kardiovaskuler : Hipertensi, nadi aritmia.

d) Persarafan : Kejang, miosis, vasikulasi, penurunan kesadaran, kelemahan,

paralise
e) Gastrointestinal : Muntah, diare

f) Integumen: Berkeringat

g) Muskuloskeletal: Kelelahan, kelemahan

h) Integritas Ego: Gelisah, pucat

i) Eliminasi: Diare, Selaput lendir, Hipersaliva

j) Sensori: Mata mengecil/membesar, pupil miosis

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan
nafas
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah, dan diare.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan nyeri lokal dan Kemerahan

3.3 Intervensi keperawatan


No Diagnosa Tujuan kriteria hasil Intervensi keperawatan
1. Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan Manajemen jalan napas
tidak efektif tindakan keperawatan Observasi:
berhubungan selama 3x24 jam 1.Monitor pola napas
dengan obstruksi diharapakan pertukaran 2.Monitor bunyi napas
jalan nafas gas meningkat dengan tambahan
kriteria hasil: Terapeutik:
1.Batuk efektif 3.Pertahankan
meningkat 2.Mengi kepatenan jalan napas
menurun 4.Posisikan semi
3.Sianosis menurun Fowler atau Fowler
4.Dispenia menurun 5.Berikan oksigen bila
5.Pola napas membaik perlu
Edukasi:
6.Anjurkan asupan
cairan 2000ml/hari jika
tidak kontraindikasi
Kolaborasi:
7.Kolaborasi
pemberian
bronkodilator, jika
Kekurangan volume perlu
cairan berhubungan Setelah dilakukan
dengan mual, intervensi keperawatan MANAJEMEN

muntah, 3x24 jam diharapkan HIPOVOLEMIA

dan diare. status cairan membaik (I.03116)

dengan kriteria hasil :


Observasi
1.Turgor kulit meningkat
5
1.Periksa tanda dan
2. berat badan membaik
gejala hipovolemia
2. 5
(mis. frekuensi nadi
3. Intake cairan
meningkat, nadi teraba
membaik 5
lemah, tekanan darah
4. Keluhan haus
menurun, tekanan nadi
menurun 5
menyempit,turgor kulit
menurun, membrane
mukosa kering, volume
urine menurun,
hematokrit meningkat,
haus dan lemah)

2.Monitor intake dan


output cairan
Terapeutik

3.Hitung kebutuhan
cairan

4.Berikan posisi
modified trendelenburg

5.Berikan asupan
cairan oral

Edukasi

6.Anjurkan
memperbanyak asupan
cairan oral

7. Anjurkan
menghindari perubahan
posisi mendadak

Kolaborasi

8. Kolaborasi
pemberian cairan IV
issotonis (mis. cairan
NaCl, RL)

9. Kolaborasi
pemberian cairan IV
hipotonis (mis. glukosa
2,5%, NaCl 0,4%)
3.
Gangguan integritas 10.Kolaborasi
kulit berhubungan setelah di lakukan pemberian cairan
dengan nyeri lokal tindakan keperawatan koloid (mis. albumin,
dan selama 3 x 24 jam, maka plasmanate)
Kemerahan di harapkan integritas
kulit dan jaringan PERAWATAN
meningkat dengan INTEGRITAS KULIT
kriteria hasil : (I.11353)
1. elastisitas meningkat
2.kerusakan jaringan Observasi
menurut
3.kemerahan menurun 1.Identifikasi penyebab
gangguan integritas
kulit (mis. Perubahan
sirkulasi, perubahan
status nutrisi,
peneurunan
kelembaban, suhu
lingkungan ekstrem,
penurunan mobilitas)

Terapeutik

2.Bersihkan perineal
dengan air hangat,
terutama selama
periode diare

3. Gunakan produk
berbahan petrolium
atau minyak pada kulit
kering
4.Gunakan produk
berbahan ringan/alami
dan hipoalergik pada
kulit sensitif

5.Hindari produk
berbahan dasar alkohol
pada kulit kering

Edukasi

6.Anjurkan
menggunakan
pelembab (mis. Lotin,
serum)

7.Anjurkan minum air


yang cukup

8.Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi

9.Anjurkan meningkat
asupan buah dan saur
3.4 Implementasi keperawatan
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telahdisusun pada tahap perencanaan. Menurut Setiadi (2012),
Implementasi merupakan tahap proses keperawatan di mana perawat memberikan
intervensikeperawatan langsung dan tidak langsung terhadap klien.

3.5 Evaluasi keperawatan


Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan
terencaan tentangkesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
dengan cara bersinambungandengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga
kesehatan lainnya. Setiadi (2012),

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan


perbandingan yangsistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan
tujuan atau kriteria hasil yangdibuat pada tahap perencanaan.
BAB IV

PENUTUP
A Kesimpulan.
Keracunan adalah masuknya zat racun kedalam tubuh baik melalui saluran
pencernaan, saluran pernafasan, atau melalui kulit atau mukosa yang
menimbulkan gejala klinis. Keracuanan Makanan adalah penyakit yang tiba – tiba
dan mengejutkan yang dapat terjadi setelah menelan makanan / minuman yang
terkontaminasi. (KMB Brunner & Suddarth Vol.3)

Keracunan inhalasi merupakan kerusakan pada saluran pernafasan yang


disebabkan karena menghirup gas berbahaya, uap dan komponen partikel yang
terdapat dalam asap pembakaran. Hal ini bermanifestasi sebagai cedera termal,
cedera kimia dan toksisitas sistemik, ataupun kombinasi dari semuanya (Gill &
Rebecca. 2015).

B.SARAN
Diharapkan tenaga kesehatan seperti perawat dapat mengetahui dan
memahami tentang tatalaksana yang tepat bagi klien penderita keracunan
makanan. Sehingga klien dapat diintervensi secara tepat, cepat dan efisien, tanpa
menambah masalah baru yang timbul. Diharapkan juga perawat dapat
memberikan edukasi kepada klien dan keluarga klien tentang masalah yang dapat
ditimbulkan akibat keracunan makanan, serta pembatasan cairan, aktivitas yang
dibatasi sehingga klien dapat tetap mendapatkan perawatan yang terbaik ketika
sudah diperbolehkan pulang ke rumah dan keluarga dapat merawat klien dengan
tepat.
Daftar pustaka
-Suzanne C. Brenda G.2012,Keperawatan Medikal Bedah,EGC,Jakarta

-Bunner and Suddarth.2012. Keperawatan Medikal Bedah, vol 3. EGC. Jakarta

-Sartono. 2012. Racun dan Keracunan. Widya Merdeka. Jakarta.

-Widodo, Djoko. 2013. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Balai Pustaka. Jakarta

-Dongoes, Marillyn. 2014. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta

- PPNI. 2016., Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia(SDKI)., Jakarta

-PPNI. 2017., Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)., Jakarta

-PPNI. 2017., Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) .Jakarta

Anda mungkin juga menyukai