Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWARDARURATAN PSIKIATRIK


OVERDOSIS (ALKOHOL DAN DRUG WITHDRAWAL SYNDROME)
KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN II

Dosen Fasilitator : Hetty Aprilin, S.Kep.,Ners.,M.MB

Kelas 3B
Disusun oleh :

1. Auda Nur Imania 0117040


2. M.Syaihu Abdi 0117054

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA
MOJOKERTO
2020

LEMBAR PERNYATAAN

1
Dengan ini kami menyatakan bahwa:

Kami mempunyai kopi dari makalah ini yang bisa kami reproduksi jika
makalah yang dikumpulkan hilang atau rusak.

Makalah ini adalah hasil karya kami sendiri dan bukan merupakan karya orang
lain kecuali yang telah ditulis kan dalam referensi, serta tidak ada seorangpun
yang membuatkan makalah ini untuk kami.

Jikadikemudian hari terbukti adanya ketidakjujuran akademik, kami


bersediamendapatkan sangsi sesuai peraturan yang berlaku.

Mojokerto, 23 Februari 2020

Nama NIM Tanda Tangan Mahasiswa


Auda Nur Imania 0117040
M.Syaihu Abdi 0117054

KATA PENGANTAR

2
Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT,karena atas rahmat dan
karunia-Nya kami berhasil menyelesaikan penulisan makalah dengan judul
”Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan Psikiatrik Overdosis (Alkohol dan Drug
Withdrawal Syndrome)”.
Dalam penyusunan makalah ini, kami mendapatkan banyak bimbingan
dan dukungan dari Ibu Hetty Aprilin,S.Kep.,Ners.,M.MB selaku fasilitator dalam
materi yang dibahas pada makalah ini. Dan tidak lupa anggota kelompok yang
ikut serta dalam penyelesaian makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk perkembangan wawasan serta
pengetahuan pembaca.

Mojokerto, 23 Februari 2020

Penulis

DAFTAR ISI

3
Cover ............................... 1

4
LEMBAR PERNYATAAN ............................... 2
KATA PENGANTAR ............................... 3
DAFTAR ISI ............................... 4
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................... 5
B. Rumusan Masalah ............................... 5
C. Tujuan ............................... 6
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Definisi ............................... 7
B. Klasifikasi ............................... 7
C. Etiologi ............................... 8
D. Manifestasi Klinis ............................... 8
E. Patofisiologi ............................... 10
F. Pathway ............................... 12
G. Komplikasi ............................... 13
H. Pemeriksaan Laboratorium ............................... 13
I. Penatalaksaan .............................. 14
J. Pencegahan Paparan Ulang Overdosis ............................... 23
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian ............................... 24
B. Diagnosa Keperawatan ............................... 26
C. Intervensi Keperawatan ............................... 26
D. Implementasi Keperawatan ............................... 31
E. Evaluasi Keperawatan ............................... 31
BAB IV PENUTUPAN
A. Simpulan ............................... 32
B. Saran ............................... 32
DAFTAR PUSTAKA ............................... 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

5
Keracunan adalah masuknya zat racun kedalam tubuh baik melalui
saluran pencernaan,saluran pernafasan, atau melalui kulit atau mukosa
yang menimbulkan gejala klinis. Angka yang pasti dari kejadian
keracunan di Indonesia belum diketahui, meski banyak dilaporkan
kejadian-kejadian keracunan di beberapa rumah sakit tetapi angka ini tidak
menggambarkan kejadian yang sebenarnya di dalam masyarakat.
Keracunan atau overdosis obat dapat menyebabkan perubahan fisik dan
mental cepat pada seseorang. Keracunan atau overdosis obat yang umum
dijumpai disebabkan oleh (tetapi tidak terbatas pada) asetaminofen,
amfetamin, benzodiasepin, karbon monoksida, kokain, asam lisergik
dietilammida (LSD), metanol, opiat, dan salisilat. (Patricia Gonce
dkk,2012)
Di RSCM/FK UI Jakarta dilaporkan 45 penderita anak yang
mengalami keracunan setiap tahunnya, sedangkan di RS dr. Soetomo
Surabaya 15-30 penderita anak yang datang untuk mendapatkan
pengobatan Karen setiap tahun yang sebagian besar karena kercunan
hidrokarbon (45-60%), keracunan makanan, keracunan obat-obatan,
detergen dan bahan-bahan rumah tangga yang lain. Meskipun keracunan
dapat terjadi melalui saluran cerna, saluran nafas, kulit dan mukosa atau
parental tetapi yang terbanyak racun masuk melalui saluran cerna (75%)
dan inhalasi (14%). Keracunan merupakan suatu keadaan gawat darurat
medis yang membutuhkan tindakan segera, keterlibatan dalam
memberikan pertolongan dapat membawa akibat yang fatal. (Kutipan Eka
Pratiwi,2017)

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penjelasan mengenai overdosis (alkohol dan drug
withdrawal syndrome)?

6
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan kegawatdaruratan psikiatrik
pada pasien overdosis (alkohol dan drug withdrawal syndrome)?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui penjelasan mengenai overdosis.
2. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan kegawatdaruratan
psikiatrik pada pasien overdosis.

BAB II

TINJAUAN TEORI

7
A. Definisi
Racun adalah zat yang ketika tertelan, terhisap, diabsorbsi,
menempel pada kulit, atau dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang
relatif kecil menyebabkan cedera dari tubuh dengan adanya reaksi kimia.
Keracunan melalui inhalasi dan menelan materi toksik, baik kecelakaan
dan karena kesengajaan, merupakan kondisi bahaya yang mengganggu
kesehatan bahkan dapat menimbulkan kematian. Sekitar 7% dari semua
pengunjung departemen kedaruratan datang karena masalah toksik.
Keracunan adalah masuknya zat racun ke dalam tubuh baik melalui
saluran pencernaan, saluran pernafasan, atau melalui kulit atau mukosa
yang menimbulkan gejala klinis. Rute pajanan yang paling umum pada
keracunan adalah inhalasi, ingesti,dan injeksi. Reaksi kimia racun
mengganggu sistem kardiovaskuler, pernapasan, sistem syaraf pusat,
pencernaan, dan ekskresi.
Overdosis alkohol ialah meminum sejumlah alkohol yang cukup
untuk menimbulkan toksisitas yang hebat, koma, atau kematian
(Harold&Benjamin, 1998). Masuknya sebagian besar pasien keracunan di
unit perawatan kritis adalah karena overdosis sengaja atau dugaan bunuh
diri akibat overdosis. Gejala dan sindrome putus zat (drug withdrawal
syndrome) mempersulit pengkajian kemungkinan toksidroma. Toksidroma
adalah sekumpulan tanda dan gejala (sindrom) yang terkait dengan
overdosis atau pajanan terhadap golongan tertentu obat-obatan atau racun.
Zat yang paling banyak disalahgunakan seperti nikotin, alkohol, heroin,
marijuana,analgesik narkotik, amfetamin, benzodiazepim, dan kokain.
(Patricia Gonce dkk,2012)

B. Klasifikasi
Klasifikasi keracunan atau overdosis ada 2 berdasarkan sifat bahan atau
zat yaitu :
1. Keracunan korosif : keracunan yang disebabkan oleh zat korosif yang
meliputi produk alkali, pembersih toilet, deterjen

8
2. Keracunan Non korosif : keracunan yang disebabkan oleh zat non
korosif meliputi makanan, obat-obatan, gas.

C. Etiologi
Keracunan dapat terjadi karena berbagai macam penyebab yang
mengandung bahan berbahaya dan potensial dapat menjadi racun.
Penyebab-penyebab tersebut antara lain:
1. Polusi limbah industri yang mengandung logam berat.
2. Bahan makanan yang terkontaminasi oleh mikroorganisme seperti
kuman, bakteri, protozoa, parasit, jamur beracun.
3. Begitu pula berbagai macam obat seperti nikotin, alkohol, heroin,
marijuana, analgesik narkotik, amfetamin, benzodiazepim, dan kokain
yang mana jika diberikan melampaui dosis normal, tidak
menyembuhkan penyakitnya melainkan memberikan efek samping
yang merupakan racun bagi tubuh. 

D. Manifestasi Klinis
a. Manifestasi keracunan secara umum sebagai berikut :
1. Mual
2. Dehidrasi
3. Muntah
4. Kram perut
5. Diare
6. Kejang
7. Hipertermi/hipotermia
8. Mulut kering
9. Sering BAB, kadang bercampur darah, nanah atau lender
10. Rasa lemas dan mengigil
11. Hilang nafsu makan
b. Menurut Agus & Budi (2013) dalam buku Kedaruratan Medik
manifestasi overdosis (keracunan akut) dan sindrom lepas obat (drug
withdrawal syndrome) sebagai berikut :

9
1. Alkohol
1.1 Overdosis alkohol, dengan manifestasi klinis :
1.1.1 Bau alkohol dari mulut pasien
1.1.2 Laboraturium kadar alkohol >150mg/100mL
1.1.3 Ringan : euforia, depresi ringan, implusif, dan senang
kekerasan
1.1.4 Sedang : inkoheren, inkoordinasi bicara, amnesia
retrogard
1.1.5 Berat : stupor, koma
1.2 Lepas obat, dengan manifestasi klinis terutama pada kasus
alkoholisme kronis :
1.2.1 Gelisah, insomnia, anoreksia, halusinasi visual.
1.2.2 Delirium tremens yakni delirium dan konvulsi (2-7
hari), tremor kasar terutama bila ekstensi
1.2.3 Berkeringat, dehidrasi, suhu meningkat, nadi cepat,
dan tidak teratur
2. Barbiturat
2.1 Overdosis dengan manifestasi :
2.1.1 Terutama pada kasus ketagihan narkotik dan alkohol
2.1.2 Depresi pernapasan, hipotensi, anuria, pneumonia
hipostatik
2.1.3 Emosi tidak adekuat, mengantuk progresif, dan
gangguan otak kecil
2.1.4 Bila berat : koma
2.2 Lepas obat dengan manifestasi :
2.2.1 Mirip delirium tremen yakni gelisah dan gemetaran
2.2.2 Twitching, konvulsi yang bersifat grandmal,
insomnia, bisa diikuti oleh halusinasi dan waham
3. Morfin
3.1 Overdosis dengan manifestasi :
3.1.1 Trias : koma, depresi pernapasan dan pin point pupils

10
3.1.2 Sianotik, hipotensi, kulit dingin, urine berkurang,
tonus otot melemah
3.2 Lepas obat dengan manifestasi :
3.2.1 Terjadi bila menghentikan morfin dari dosis
>240mg/hari secara tiba-tiba
3.2.2 Tidak begitu berbahaya bila tidak ada kelainan fisik
lainnya.
3.2.3 Lakrimasi, berkeringat, dilatasi pupil, hidung berair,
kadang muntah dan diare.

E. Patofisiologi
Keracunan dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya faktor
bahan kimia, mikroba, makanan, toksin, dan lain-lain. Penyebab tersebut
mempengaruhi vaskuler sistemik sehingga terjadi penurunan organ dalam
tubuh. Biasanya akibat dari keracunan menimbulkan mual, muntah, diare,
perut kembung. gangguan pernafasan, gangguan sirkulasi darah dan
kerusakan hati (sebagai akibat keracunan obat dan bahan kimia).
Makanan yang telah terkontaminasi toksik atau zat racun sampai di
lambung, lalu lambung akan mengadakan perlawanan sebagai adaptasi
pertahanan diri terhadap benda atau zat asing yang masuk ke dalam
lambung dengan gejala mual, lalu lambung akan berusaha membuang zat
tersebut dengan cara memuntahkannya. Karena seringnya muntah maka
tubuh akan mengalami dehidrasi akibat banyaknya cairan tubuh yang
keluar bersama dengan muntahan. Karena dehidrasi yang tinggi maka
lama kelamaan tubuh akan lemas dan banyak mengeluarkan keringat
dingin. Banyaknya cairan yang keluar, terjadinya dehidrasi, dan keluarnya
keringat dingin akan merangsang kelenjar hipopisis anterior untuk
mempertahankan homeostasis tubuh dengan terjadinya rasa haus. Apabila
rasa haus tidak segera diatasi maka dehidrasi berat tidak dapat dihindari,
bahkan dapat menyebabkan pingsan sampai kematian.
Penyebab terbanyak keracunan adalah pada sistem saraf pusat
dengan akibat penurunan tingkat kesadaran dan depresi pernapasan.

11
Fungsi kardiovaskuler mungkin juga terganggu,sebagian karena efek
toksik langsung pada miokard dan pembuluh darah perifer,dan sebagian
lagi karena depresi pusat kardiovaskular diotak. Hipotensi yang terjadi
mungkin berat dan bila berlangsung lama dapat menyebabkan kerusakan
ginjal,hipotermia terjadi bila ada depresi mekanisme pengaturan suhu
tubuh. Gambaran khas syok mungkin tidak tampak karena adanya depresi
sistem saraf pusat dan hipotermia. Hipotermia yang terjadi akan
memperberat syok, asidemia, dan hipoksia (Brunner and Suddarth, 2010).

12
F. Pathway

Makanan Bahan kimia & Gigitan binatang berbisa

(bakteri & non bakteri) obat-obatan

Saluran cerna Sal.pernafasan Kulit

Mual,muntah Pemb.darah Korosi trachea Pemb.darah nyeri lokal

&diare &kemerahan

Defisit Gg. system edema laring Sal.cerna Gg.integritas


kulit
cairan&ele Saraf otonom

Obstruksi sal. Mual,muntah

nafas

Bersihan jln
nafas tdk
Defisit
efektif hipotensi
cairan&elektrolit
Nyeri kepala kelemahan pusat pernafasan

&otot otot,kram,

opistotonus nafas cepat&dalam Gg.pola nafas

Gg.rasa Gg.pergerakan CO2dikeluarkan >>


nyaman

Intoleransi
Alkalosis respiratorik
aktifitas

G. Komplikasi

13
1. Henti nafas
2. Henti jantung
3. Syok,sindrom gawat pernafasan akut
4. Koma

H. Pemeriksaan Laboraturium
1. Elektrokardiografi
EKG dapat memberikan bukti-bukti dari obat-obat yang menyebabkan
penundaan disritmia atau konduksi. EKG berguna untuk mengarahkan
diagnosis dan terapi. Bradikardi dan AV block dapat terjadi pada
pasien yang keracunan  agonis, antiaritmia,  blocker, calcium
channel blocker, obat kolinergik (karbamat dan insektisida
organofosfat), glikosida jantung, litium, magnesium, atau trisiklik
antidepresan.Pemanjangan QRS dan interval QT dapat disebabkan
oleh hiperkalemia dan oleh obat-obat membran aktif. Takiaritmia
ventrikel dapat terjadi pada keracunan glikosida jantung, fluorida, obat
membran aktif, simpatomimetik, atau obat yang menyebabkan
hiperkalemi, atau yang mempotensiasi efek katekolamin endogen
(misalnya kloral hidrat, hidrokarbon alifatik dan hidrokarbon
halogenasi).
2. Radiologi
Banyak substansi adalah radioopak, dan cara ini juga untuk
menunjukkan adanya aspirasi dan edema pulmonal.
3. Analisa Gas Darah, elektrolit dan pemeriksaan laboratorium lain
Keracunan akut dapat mengakibatkan ketidakseimbangan kadar
elektrolit, termasuk natrium, kalium, klorida, magnesium dan kalsium.
Tanda-tanda oksigenasi yang tidak adequat juga sering muncul,
seperti sianosis, takikardia, hipoventilasi, dan perubahan status
mental. Analisis urin dan darah (dan kadang-kadang cairan lambung
serta sampel kimia) dapat berguna untuk memastikan atau
menyingkirkan dugaan keracunan.

14
4. Tes fungsi ginjal
Beberapa toksik mempunyai efek nefrotoksik secara lengsung.
5. Skrin toksikologi
Cara ini membantu dalam mendiagnosis pasien yang Keracunan.
Skrin negatif tidak berarti bahwa pasien tidak Keracunan, tapi
mungkin racun yang ingin dilihat tidak ada. Adalah penting untuk
mengetahui toksin apa saja yang bisa diskrin secara rutin di dalam
laboratorium, sehingga pemeriksaannya bisa efektif. Walaupun
beberapa skrining test cepat untuk sejumlah penyalahgunaan obat
sudah tersedia, untuk menyelesaikan test tersebut diperlukan 2-6 jam
dan penatalaksanaan segera haruslah berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan test rutin lainnya. Pemeriksaan skrining
bernilai bermakna bila dilakukan pada penderita dengan keracunan
yang berat atau keracunan yang tidak jelas, yang menderita koma,
kejang, instabilitas kardiovaskuler, asidosis metabolic atau
respiratorik, dan irama jantung nonsinus.

I. Penatalaksanaan
Prinsip umum penatalaksanaan overdosis dengan tujuan terapi
adalah mengawasi tanda-tanda vital, mencegah absorpsi racun lebih lanjut,
mempercepat eliminasi racun, pemberian antidot spesifik, dan mencegah
paparan ulang.
Terapi spesifik tergantung dari identifikasi racun, jalan masuk,
banyaknya racun, selang waktu timbulnya gejala, dan beratnya derajat
keracunan.
 Penatalaksanaan medis secara umum untuk overdosis
1. Stabilisasi
- Jalan nafas (A) : kaji, tetapkan , dan pertahankan jalan napas. Bisa
dilakukan pemasangan intubasi nasotrakea atau endotrakea.

15
- Pernafasan (B) : evaluasi upaya pernapasan. Dengan ventilator dapat
membantu pasien dalam bernapas hingga obat atau racun dibuang dari
tubuh.
- Sirkulasi (C) : pertahankan sirkulasi adekuat. Komplikasi dari syok
dan edema paru yang perlu diperhatikan.
- Pantau fungsi jantung : overdosis dapat menyebabkan konduksi
jantung terlambat dan aritmia, sehingga diperlukan pemantauan
jantung kontinu dan EKG 12 sadapan membantu mendeteksi efek
kardiotoksik.
- Pertahankan atau koreksi keseimbangan asam-basa dan homeostatis
elektrolit.
- Kaji kejiwaan : pasien alkoholisme kronis juga mempunyai resiko
khusus yang disebut sindrome Wernicke-Karsakoff yang ditandai
dengan ataksia dan perubahan mental.
- Identifikasi cedera dan proses penyakit yang meningkatkan risiko.
- Ukur tanda vital dansuhu dengan sering untuk mengetahui perubahan.
2. Dekontaminasi
a) Mata
Irigasi dengan air bersih suam-suam kuku / larutan NaCl 0,9 % selama
15-20 menit, jika belum yakin bersih cuci kembali
b) Kulit, cuci (scrubbing) bagian kulit yang terkena larutan dengan air
mengalir dingin atau hangat selama 10 menit
c) Gastroinstestinal
 Segera beri minum air atau susu secepat mungkin untuk
pengenceran.
 Dewasa maksimal 250cc untuk sekali minum, anak-anak maksimal
100cc untuk sesekali minum.
 Pasang NGT setelah pengenceran jika diperlukan.

Perlu tidaknya dilakukan dekontaminasi gastrointestinal dan


prosedur mana yang akan dipakai, tergantung dari : waktu sejak racun
tertelan, toksisitas bahan yang telah & akan terjadi kemudian,

16
availabilitas, efikasi, dan kontraindikasi dari prosedur; serta beratnya
keracunan dan resiko komplikasi.

Rata-rata waktu terapi dekontaminasi gastrointestinal yang


disarankan adalah lebih dari 1 jam setelah keracunan pada anak dan
lebih dari 3 jam pada dewasa dari sejak racun tertelan sampai timbul
gejala/tanda keracunan. Sebagian besar penderita akan sembuh dari
keracunan dengan semata-mata perawatan suportif yang baik, namun
komplikasi dari dekontaminasi gastrointestinal khususnya aspirasi,
dapat memanjangkan proses ini. Karena itu prosedur ini dilakukan
secara selektif dan bukan rutin. Prosedur ini jelas tidak diperlukan
bilamana toksisitas diperkirakan minimal atau waktu terjadinya efek
toksik maksimal sudah terlewati tanpa efek signifikan. Ada beberapa
cara dalam dekontaminasi gastrointestinal, yaitu :

 Karbon aktif
Karbon aktif lebih efektif digunakan, kontraindikasinya &
komplikasinya lebih sedikit, lebih tidak invasive, sedikit lebih
disukai, dibandingkan ipecac atau lavase lambung. Karbon aktif
merupakan metoda dekontaminasi gastrointestinal yang terpilih
untuk sebagian besar kasus keracunan. Karbon aktif disiapkan
sebagai suspensi dalam air, baik sendiri atau dengan suatu katartik.
Diberikan per oral melalui botol susu pada bayi atau melalui
cangkirsedotan, atau NGT berkaliber kecil. Dosis yang
direkomendasikan : 1 gr/kgBB dengan 8 ml pelarut untuk tiap
gram karbon aktif. Untuk memperbaiki rasanya, dapat
ditambahkan pemanis (sorbitol), atau penambah rasa (ceri, coklat,
atau cola) dalam suspensinya. Karbon menyerap racun dalam
lumen usus, sehingga memungkinkan kompleks karbon-toksin
dievakuasi melalui feses. Kompleks tersebut dapat juga
dikeluarkan dari lambung dengan induksi muntah atau lavase.
Secara in vitro, karbon menyerap ≥ 90% dari sebagian besar jenis
racun bila diberikan dalam jumlah10x lipat berat racun. Bahan

17
kimia yang terionisasi (asam & basa mineral), garam sianida yang
terdisosiasi amat cepat, flourida, Fe, lithium, dan senyawa
anorganik lainnya, tidak diserap dengan baik oleh karbon. Pada
studi binatang dan sukarelawan, karbon rata-rata akan menyerap
73% ingestan bila diberikan dalam 5 menit setelah pemberian
ingestan, menyerap 51% bila diberikan dalam 30 menit, dan 36%
dalam 1 jam. Karbon paling tidak sama efektifnya dengan sirup
ipecac atau lavase lambung. Dalam eksperimen, lavase yang diikuti
dengan pemberian karbon aktif lebih efektif daripada karbon aktif
saja, pemberian karbon aktif sebelum dan sesudah lavase lebih
efektif lagi. Namun kenyataannya pada penderita keracunan yang
diberikan karbon aktif saja, hasilnya lebih baik daripada kombinasi
seperti di atas.
Efek samping karbon aktif meliputi mual, muntah, dan
diare atau konstipasi. Karbon aktif juga menghambat penyerapan
obat-obatan yang diberikan per oral. Komplikasi pemberian karbon
aktif meliputi obstruksi mekanik dari jalan nafas, aspirasi, muntah,
obstruksi usus, dan infeksi. Kontraindikasi karbon aktif penderita
dengan keracunan agen korosif, karena akan mengaburkan
endoskopi.

 Lavase lambung

Lavase lambung dikerjakan dengan cara memberikan dan


mengaspirasi secara bergantian cairan sebanyak 5 ml/kgBB melalui
tube orogastrik No.28 (French) pada anak dan No. 40 pada
dewasa. Kecuali pada bayi, tap cairan dapat dilakukan. Penderita
dalam posisi Trendelenburg dan left lateral decubitus untuk
mencegah aspirasi (kecuali bila sudah dipasang ETT). Efektivitas
lavase kira-kira sama dengan ipecac.
Komplikasi lavase tersering adalah aspirasi (terjadi pada
>10% penderita), khususnya pada lavase yang kurang benar.
Komplikasi serius berupa lavase trakheal, perforasi esofagus dan

18
gaster, terjadi kira-kira pada hampir 1% penderita. Karenanya
dokter harus melakukan sendiri pemasangan tube lavage dan
mengkonfirmasi letaknya dan pasien juga harus kooperatif atau
diberi sedasi bila perlu selama prosedur.
Kontraindikasi lavage lambung adalah pada keracunan
bahan korosif atau petroleum distilate peroral karena bisa saja
terjadi perforasi gastroesofageal dan aspiration induced
hydrocarbon pneumonitis.
 Irigasi usus

Irigasi usus dilakukan dengan cara memberikan cairan


pembersih usus yang mengandung elektrolit dan polietilen glikol
(Golytely, Colyte) peroral atau dengan tube gastric dengan
kecepatan > 0,5 liter/jam pada anak-anak dan 2 liter/jam pada
dewasa, sampai diperoleh cairan rectum yang jernih. Pasien harus
dalam posisi duduk.
Irigasi seluruh usus mungkin sama efektifnya dengan
prosedur dekontaminasi yang lain. Irigasi usus dapat dilakukan
pada penderita yang tertelan benda asing, bungkus obat illegal,
obat yang lepas lambat atau tablet salut dan agen yang tidak dapat
diserap oleh karbon aktif misalnya (logam berat).
Kontraindikasi irigasi usus pada penderita obstuksi usus,
ileus, hemodinamik yang tidak stabil, dan jalan nafas yang tidak
terlindungi.
 Katartik
Garam-garam katartik (disodium fosfat, magnesium sitrat
dan sulfat, serta sodium sulfat), atau golongan sakarida (manitol,
sorbitol), merangsang evakuasi rektal dari isi lambung dan usus.
Katartik yang paling efektif ialah sorbitol dengan dosis 1-2
gram/kgBB. Katartik tunggal tidak mencegah absorpsi bahan yang
tertelan dan sebaiknya tidak digunakan untuk dekontaminasi usus.
Penggunaan utamanya adalah untuk mencegah konstipasi pada
pemberian karbon aktif.

19
Efek samping katartik berupa kram perut, mual, dan
kadang-kadang muntah.Komplikasi dosis katartik yang berulang
berupa hipermagnesemia dan diare yang hebat. Katartik
dikontraindikasi kan pada penderita keracunan bahan korosif
peroral dan pada penderita yang sedang diare. Katartik yang
mengandung magnesium tidak boleh dipakai pada penderita gagal
ginjal.
3. Eliminasi
Indikasi melakukan eliminasi:
- Tingkat keracuan berat
- Terganggu rute elimiunasi normal (gagal ginjal)
- Menelan zat dengan dodsis letal
- Pasien dengan klinkis yang dapat memperpanjang koma

Tindakan eliminasi:

a) Diuresis paksa dan perubahan pH urine


Diuresis dan iontrapping melalui perubahan pH urin dapat
mencegah reabsorpsi renal dari racun yang mengalami ekskresi oleh
filtrasi glomerulus dan sekresi aktif tubuler. Karena membran lebih
permeable terhadap molekul yang tidak terion dibandingkan yang
dapat terion, racun-racun yang asam (pKa rendah) akan diionisasi dan
terkumpul dalam urin yang basa. Sebaliknya racun-racun yang sifatnya
basa akan diionisasi dan dikumpulkan dalam urin yang asam.
Diuresis salin dapat mempercepat ekskresi renal dari alkohol,
bromida, kalsium, fluorida, lithium, meprobamat, kalium, dan INH.
Diuresis basa (pH urin ≥ 7,5 dan output urin 3-6 cc/kgBB/jam)
mempercepat eliminasi dari herbisida chlorphenoxyacetic acid,
klorpropamid, diflunisal, fluorida, metotreksat, fenobarbital,
sulfonamid, dan salisilat.
Diuresis asam mempercepat eliminasi renal dari amfetamin,
klorokuin, kokain, anestetik local, phencyclidine, kinidin, kinin,
strychnine, simpatomimetik, antidepresan trisiklik, dan tokainid.

20
Namun penggunaannya banyak dilarang karena potensial terjadi
komplikasi dan efektifitas kliniknya tidak banyak.
Kontraindikasi diuresis paksa meliputi gagal jantung kongestif,
gagal ginjal, dan edema otak. Parameter asam-basa, cairan, dan
elektrolit harus dimonitor dengan cermat. Diuresis paksa dapat dengan
Furosemida 250 mg dalam 100cc D5% habis dalam 30 menit.

b) Alkalinisasi urine dan karbon aktif dosis multipel


Alkalisasi urine dengan Na-Bic 50-100meq dalam liter D5% atau
NaCl 2,25%, dengan infuse continue 2-3cc/kg/jam.
Sedangkan untuk karbon aktif dosis multiple dengan dosis oral
karbon aktif yang berulang dapat mempercepat eliminasi substansi
yang sebelumnya diabsorpsi dengan cara mengikatnya dalam usus lalu
diekskresikan melalui empedu, disekresikan oleh sel-sel
gastrointestinal, atau difusi pasif kedalam lumen usus (absorpsi balik
atau exsorpsi enterokapiler). Dosis yang direkomendasikan 0,5-1
gram/kgBB tiap 2-4 jam, diberikan untuk mencegah regurgitasi pada
pasien dengan motilitas gastrointestinal yang berkurang. Terapi dosis
multipel ini tidak efektif dalam mempercepat eliminasi dari
klorpropamid, tobramisin, atau bahan yang tidak bisa diserap oleh
karbon. Komplikasinya berupa obstruksi usus, pseudoobstruksi, dan
infark usus nonoklusif pada penderita-penderita dengan motilitas usus
yang rendah.
c) Pengeluaran racun secara ekstrakorporeal
Dialisis peritoneal, hemodialisis, hemoperfusi karbon atau resin,
hemofiltrasi, plasmaferesis, dan tranfusi ganti dapat dilakukan untuk
mengeluarkan toksin dari aliran darah. Kandidat untuk terapi-terapi ini
adalah :

 Penderita dengan keracunan berat yang mengalami deteriorasi


klinis walaupun sudah diberi terapi suportif yang agresif;
 Penderita yang potensial mengalami toksisitas yang
berkepanjangan, ireversibel, atau fatal;

21
 Penderita dengan kadar racun darahnya dalam tingkat yang
berbahaya;
 Penderita yang dalam tubuhnya tidak mampu dilakukan
detoksifikasi alami seperti pada penderita gagal hati atau gagal
ginjal;
 Serta penderita keracunan dengan penyakit dasar/komplikasinya
yang berat
Obat atau zat yang dapat dieleminasi dengan tehnik ini berukuran
kecil dengan berat molekul kurang dari 500 dalton, larut dalam air dan
berikatan lemah dengan protein, volume distribusi kecil (< 1
liter/kgBB), eliminasi memanjang (waktu paruh panjang), dan
memiliki bersihan dialisis yang tinggi relatif terhadap bersihan total
dari badan. Berat molekul, kelarutan dalam air, atau ikatan dengan
protein, tidak mengurangi efektivitas metode ekstrakorporeal yang
lainnya.
Indikasi dialisis untuk kasus keracunan berat dengan barbiturat,
bromida, chloral hydrate, ethanol, etilen glikol, isopropyl alcohol,
lithium, methanol, procainamide, teofilin, salisilat, dan mungkin
logam berat.
Walaupun hemoperfusi mungkin lebih efektif dalam mengeluarkan
beberapa racun, namun metode ini tidak sekaligus mengoreksi
abnormalitas asam-basa dan elektrolit. Indikasi hemoperfusi pada
keracunan berat yang disebabkan karbamazepin, kloramfenikol,
disopiramid, dan sedatif-hipnotik (barbiturat, ethchlorvynol,
glutethimide, meprobamat, methaqualone), paraquat, fenitoin,
prokainamid, teofilin, dan valproat.
Baik metode dialisis maupun metode hemoperfusi, sama-sama
memerlukan akses vena sentral dan antikoagulan sistemik, serta dapat
menyebabkan hipotensi sementara. Hemoperfusi juga dapat
mengakibatkan hemolisis, hipokalsemia, dan trombositopenia.
Dialisis peritoneal dan transfusi ganti lebih kurang efektivitasnya,
tetapi metode ini dapat digunakan bila tidak dapat dikerjakan prosedur

22
ekstrakorporeal lainnya, baik karena terdapat kontraindikasi, maupun
secara tehnis sulit (misalnya pada bayi). Tranfusi ganti mengeluarkan
racun-racun yang mempengaruhi eritrosit (seperti pada
methemoglobinemia, atau arsen–induced hemolysis).

 Penatalaksanaan spesifik untuk overdosis dan drug withdrawal


syndrome (lepas obat)
1. Alkohol
1.1 Overdosis akut
 Istirahatkan dan perbaiki keadaan umum
 Singkirkan kemungkinan adanya trauma, hematoma subdural
atau infeksi akut.
 Obat yang diberikan klorpromazin 50mg IM atau barbiturat
bisa dicoba reguler insulin 60U IV, kalau perlu diulang 20U
satu jam kemudian sampai pasien somnolen.
1.2 Lepas obat
 Istirahat dan perbaiki keadaan umum dengan diet banyak
karbohidraat.
 Obat-obatan : klorpozamin 4x100mg oral, maksimal 1gr/hari,
ditambah paraldehid 12-16mL dalam air buah, ditambah
vitamin B IM yang diteruskan per oral.
2. Babiturat
2.1 Overdosis
 Lavase lambung, awasi jalan napas, perbaiki tekanan darah,
dan diuresis.
 Berikan katartik Na2SO4
 Obat yang diberikan : analeptik (kafein)
2.2 Lepas obat

23
 Obat-obatan : berikan barbiturat (fenobarbital) secara
tappering off dicari sampai dosis sekitar 100mg/hari IV baru
dihentikan.
 Psikoterapi bila perlu

3. Morfin
3.1 Overdosis
 Awasi jalan napas, perhatikan adanya snooring atau tidak
 Obat-obatan nallyl morfin (nalline®, nalorphine®) 3-5mg IV
bisa diulang setiap setengah jam, sampai gejala trias
menghilang.
 Narcan-® 0,25-5mg IV bisa diulang kalau perlu.
3.2 Lepas obat
 Obat-obatan : methadone 15-20mg per oral dalam air buah,
diberikan dalam 24-36 jam yang kemudian dilakukan
tappering off.
J. Pencegahan Paparan Ulang Overdosis
Orang dewasa yang pernah terpapar racun karena kecelakaan harus
mentaati instruksi penggunaan obat dan bahan kimia yang aman (sesuai
yang tertera pada labelnya). Penderita yang menurun kesadarannya harus
dibantu dalam meminum obatnya. Kesalahan dosis obat oleh petugas
kesehatan membu-tuhkan pendidikan khusus bagi mereka. Penderita harus
diingatkan untuk menghindari lingkungan yang terpapar bahan kimia
penyebab keracunan. Departemen Kesehatan dan instansi terkait juga
harus diberi laporan bila terjadi keracunan di lingkungan tertentu/tempat
kerja.

24
Pada anak-anak dan penderita overdosis yang disengaja, upaya
terbaik adalah membatasi jangkauan terhadap racun/ obat/ bahan/
minuman tersebut.
Penderita depresi atau psikotik harus menerima penilaian
psikiatrik, disposisi, dan follow-up. Bila mereka diberi resep obat harus
dengan jumlah yang terbatas dan dimonitor kepatuhan minum obatnya,
serta dinilai respon terapinya.

BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Kaji gejala klinis yang tampak pada klien dengan Triage, bila
mengancam nyawa segera dilakukan stabilisasi dan evaluasi pasien
serta penatalaksanaan ABC
2. Pengkajin Primer
A. Kaji jalan napas (Airways)
Periksa adanya sumbatan seperti lidah, sekret, benda asing, dan darah.
Bebaskan dengan teknik chin lift atau jaw trust. Bila diperlukan
pasang orofaringeal atau nosofaringeal.
B. Kaji pernapasan (Breathing)
Periksa adanya bunyi napas, irama pengembangan paru dan pola
napas. Atasi bila kurang baik, karena pada beberapa kasus seperi pada
opioida, sedatif hipnotik, dan multi drug abuse seringkali ditemukan
depresi pernapasan sampai dengan henti napas.
C. Kaji sirkulasi (Circulation)

25
Periksa sirkulasi dengan memeriksa kulit, akral dan nadi. Atasi segera
jika kulit pucat dan andi cepat atau kecil, karena ada kemungkinan
terjadi syok.
D. Kaji tingkat kesadaran
Periksa status neurologis dengan GCS (Glasgow Coma Scale).Respon
yang dinilai adalah respon membuka mata, respon motorik dan respon
verbal.
3. Anamnesis informasi dan keterangan tentang keracunan dari korban
atau dari orang-orang yang mengetahuinya
 Identifikasi sumber dan jenis racun
 Kaji tentang bentuk bahan racun
 Kaji tentang bagaimana racun dapat masuk dalam tubuh pasien
 Identifikasi lingkungan dimana pasien dapat terpapar oleh racun
 Riwayat kesehatan meliputi riwayat keracunan, bahan racun yang
digunakan, waktu pajanan diketahui setelah keracunan, ada
masalah lain sebagai pencetus keracunan, syndroma toksik yang
ditimbulkan, penanganan pertama sebelum dibawa ke rumah sakit
4. Pengkajian Sekunder
Hasil pemeriksaan pendahuluan mengarahkan evaluasi mendalam
dan pengkajian serial pada sistem yang terkena (aktual atau diduga).
Hasil pemeriksaan tergantung pada jenis penyebab overdosis ataupun
drug withdrawal syndrome.
Overdosis alkohol biasanya menunjukkan hasil pemeriksaan
seperti emosi labil, gangguan koordinasi, muka merah, mual, muntah,
penurunan kesadaran (stupor hingga koma), depresi pernapasan.
Overdosis barbiturat seperti sakit kepala, bingung, ptosis, rasa
gaduh, delirium, kehilangan refleks kornea, gagal napas,dan koma.
Sedangkan overdosis narkotik menunjukkan hasil pupil mengecil,
sering kantuk, pernapasan dangkal, spastisitas, dan gagal napas.
Sehingga pemeriksaan fisiknya berfokus sebagai berikut :
 Kaji Intoksikasi : Intoksikasi perlu dikaji untuk mengetahui
adanya obat atau zat makanan, kimia,maupun gas karena sering

26
ditemui kasus di IGD seringkali klien datang dengan masalah
depresi berat yang mencoba bunuh diri dengan bahan-bahan
tersebut.
 Kaji nyeri : Kaji skala nyeri, intensitas dan lokasi dimana hal
tersebut sering timbul pada klien dengan pemakaian zat jenis
heroin, morfin, atau opiat.
 Kaji integumen : Kaji adanya neadle track atau bekas suntikan,
lihat kondisi baru atau atau sudah lama serta letak bekas suntikan
tersebut.
 Kaji Turgor kulit : Kaji adanya dehidrasi, mukosa mulut, muntah,
dan adanya pendarahan. Atasi bila ada gangguan keseimbangan
volume cairan.
 Kaji muskoloskeletal : Kaji adanya perubahan sensorik-motorik,
adanya kerusakan jaringan serta perubahan bentuk ektremitas.
 Kaji psikososial : Kaji adanya kecemasan, perilaku kekerasan
yang dapat mencederai diri dan orang lain.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektik behubungan dengan adanya
sumbatan
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi susunan syaraf
pusat.
3. Volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake dan output tidak seimbang.
4. Resiko injuri berhubungan dengan kejang, agitasi
5. Perilaku kekerasan.
C. Intervensi Keperawatan

NO
. Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Rasional
DX
1. Setelah diberikan asuhan a) Membersihkan jalan a) Membantu pasien
keperawatan selama ... X.. jam, napas mendapat oksigen
aku diharapkan jalan nafas klien b) Mengobservasi TTV b) Mengetahui keadaan

27
kembali efektif dengan Kriteria c) Memberikan posisi umum pasien
hasil: yang nyaman : c) Meningkatkan
- Pasien mampu fowler/semi inspirasi maksimal,
bernafas dengan fowler/supine ekstensi meningkatkan
normal d) Mengajarkan cara ekspansi paru.
- Paru-paru pasien batuk efektif d) Memberikan
bersih, bebas dari e) Melakukan alternatif untuk
cianosis, dan tanda- penghisapan/suction membebaskan jalan
tanda/ gejala-gejala f) Memasang nafas
hipoksia yang lain. orofaringeal tube atau e) Mengambil sekret
- TTV dalam keadaan gudel bila perlu yang tidak bisa
normal Kolaborasi : keluar spontan
g) Pemberian obat f) Membantu pasien
Bronchodilator tidak sadar untuk
h) Pemberian oksigenasi membebaskan jalan
Pemeriksaan napas
laboratorium : AGD g) Untuk melebarkan
jalan napas
h) Meningkatkan dan
membantu napas
pasien
i) Mencegah adanya
hipoksia, maupun
asidosis
2. Setelah diberikan asuhan a) Observasi TTV, a) Mengetahui keadaan
keperawatan selama.... X.... jam, irama, kedalaman umum pasien
diharapkan pola napas efektif pernapasan serta terutama pada sistem
dengan Kriteria hasil: penggunaan otot respirasi.
 TTV normal bantu pernapasan. b) Memberikan
b) Atur posisi tidur ketenangan pasien
 Irama napas teratur
klien dengan posisi dan mempermudah
 Tidak ada tanda-tanda
nyaman (ekstensi pernapasan.
sianosis
kepala/semi c) Untuk memenuhi

28
fowler/fowler. cairan elektrolit
Kolaborasi : pasien
c) Pemberian cairan, d) Untuk memenuhi
d) Pemberian oksigen kebutuhan oksigen.
e) Pemberian anti e) Untuk menetralkan
dotum sesuai Intoksikasi
dengan masalah f) Mencegah adanya
klien komplikasi.
f) Pemeriksaaan : g)
Analisa Gas darah
(AGD), urinalisis,
thorax foto.

3. Setelah diberikan asuhan a) Observasi TTV, catat a) Untuk


keperawatan selama.... X.... jam, adanya peningkatan mengetahui
diharapkan volume cairan tubuh suhu tubuh dan durasi kondisi umum
terpenuhi dengan Kriteria hasil: demam pasien
 Pasien tidak tampak b) Bantu klien untuk b) Memudahkan
lemas, lelah memakai pakaian yang pasien untuk
 TTV normal mudah menyerap menjaga
keringat serta kelembapan
 Jumlah intake dan output
pertahankan agar kulit.
pasien seimbang
pakaian tetap kering c) Untuk
 Hb normal c) Observasi turgor kulit, mengetahui
membran kulit dan keadaan kulit dan
 Tidak ada mual muntah
perasaan haus yang kondisi pasien.
berlebihan d) Mengawasi input
d) Catat input dan output atau output yang
klien keluar
e) Anjurkan klien minum e) Memenuhi
2500-3000 cc/hari atau kebutuhan cairan
sesuai kebutuhan. f) Memenuhi nutrisi
f) Berikan makanan yang pasien

29
mudah dicerna/lunak g) Untuk menjaga
g) Hindari pemberian kerja sistem
makanan yang pedas, percernaan agar
berlemak tinggi, tidak terjadi
kacang, kubis, dan susu masalah.
Kolaborasi : h) Memudahkan
h) Pemberian makan pasien untuk
parenteral memenuhi nutrisi
i) Pemeriksaan bila pasien tidak
laboratorium sadarkan diri
Hemoglobin, Ht, i) Untuk mencegah
Elektrolit terjadi
j) Pemberian obat anti komplikasi
emetik, anti diare dan anti j) Untuk
piretik. mengurangi
mual, diare, dan
panas.
a) .
4. Setelah diberikan asuhan a) Observasi TTV a) Untuk b)
keperawatan selama.... X.... jam, b) monitor tingkat mengetahui
diharapkan injuri tidak terjadi kesadaran dan keadaan umum
dengan Kriteria hasil: perilaku pasien
 Pasien aman c) berikan restain b) Untuk
 Pasien tidak jatuh halus pada mengetahui
pergelangan keadaan pasien
(fixasi) c) Untuk menjaga
d) tempatkan klien pasien tetap aman
pada lokasi yang d) Memudahkan
mudah dilihat dalam observasi
e) jauhkan klien perilaku pasien
terhadap hal-hal e) Mencegah injury
yang f) Menenangkan
membahayakan pasien bila sudah

30
f) kolaborasi : tidak bisa
pemberian terapi ditenangkan.
sedatif

5. Setelah diberikan asuhan a) Bina hubungan a) Memudahkan c)


keperawatan selama.... X.... jam, saling percaya dalam
diharapkan perilaku kekerasan b) Terapkan memberikan
tidak terjadi dengan Kriteria komunikasi asuhan
hasil: terupetik b) Untuk
 Pasien tenang c) Ajarkan teknik memudahkan
 Pasien mampu menjaga relaksasi dalam
emosi d) Tempatkan klien berkomunikasi
 Tidak ada pencetus pada ruangan yang c) Membantu dalam
perilaku kekerasan terang, aman dan mengontrol
nyaman emosi klien
e) Jauhkan benda- d) Memberikan
benda tajam yang ruang pada
dapat digunakan pasien
untuk menyakiti e) Untuk mencegah
diri sendiri dan kejadian yang
orang lain tidak diharapkan
f) Berikan f) Membantu klien
kesempatan pada mengurangi
klien untuk beban yang
melampiaskan dirasakan
kemarahannya g) Untuk
secara verbal mengetahui
g) Identifikasi pemicu tindakan
penyebab klien klien
marah h) Memberikan
h) Tawarkan pada pilihan pada
klien untuk klien untuk
melakukan berkreasi

31
aktifitas yang i) Memberikan
dapat mengurangi pandangan pada
tindakan agresif klien
i) Jelaskan pada klien j) Mengamankan
kemungkinan klien agar tidak
konsekuensi yang melukai diri
akan diterima atas sendiri atau
perilaku klien orang lain.
j) Pasang fiksasi dan k) Mengetahui
isolasikan klien keadaan klien
k) Observasi klien secara berkala
secara intensif l) Untuk
Kolaborasi : meringankan
l) pemberian terapi gejala amuk
Chlopromazine m) Untuk
(torzine), dizepam menenangkan
(valium), klien
halloperidol n) Rencana lanjutan
m) (haldol) atau mengenai
klordiazikpoksida perawatan klien.
(librium)
n) konsulkan ke
psikiater

D. Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien sesuai dengan
intervensi yang telah dibuat. Tindakan yang sesuai dengan legal etik
keperawatan dan SOP yang telah ditentukan.
E. Evaluasi Keperawatan
Setelah dilakukan tindakan, perawat melakukan evaluasi dengan
format SOAP dengan melihat respon pasien dengan membandingkan
kriteria hasil. Dan juga dilakukan pendokumentasian lengkap meliputi

32
nama perawat, tindakan yang dilakukan, respon pasien, dan tanda tangan
perawat. Evaluasi yang diinginkan sebagai berikut :
 Bersihan jalan napas efektif
 Pola napas adekuat
 Volume cairan terpenuhi
 Injuri tidak terjadi
 Perilaku kekerasan tidak terjadi

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan
Keracunan adalah masuknya zat racun kedalam tubuh baik melalui
saluran pencernaan, saluran pernafasan, atau melalui kulit atau mukosa
yang menimbulkan gejala klinis. Overdosis alkohol ialah meminum
sejumlah alkohol yang cukup untuk menimbulkan toksisitas yang hebat,
dan juga kematian. Masuknya sebagian besar pasien keracunan di unit
perawatan kritis adalah karena overdosis sengaja atau dugaan bunuh diri
akibat overdosis. Gejala dan sindrome putus zat (drug withdrawal
syndrome) mempersulit pengkajian kemungkinan toksidroma.
Asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada pasien dengan
overdosis alkohol dan drug withdrawal syndrome, dilakukan secara capt
dan tepat. Yang dilakukan pertama yaitu triage pasien, pemeriksaan ABC
(Airway,Breathing,dan Circulation), pemeriksaan laboraturium, dan
penatalaksaan dengan stabilisasi, dan dekontaminasi. Dan juga
penanganan lanjutan dengan pencegahan paparan ulang overdosis.

B. Saran
Kepada orang tua yang mempunyai anak yang belum dewasa harus
memperhatikan penyimpanan bahan-bahan kimia jauh dari jangkauan

33
anak dan diberi lebel sehingga anak dapat membaca dan lebih berhati-hati.
Bagi petugas kesehatan hendaknya mengetahui jenis-jenis anti dotum dan
penanganan racun berdasarkan jenis racunnya sehingga bisa memberikan
pertolongan yang cepat dan benar. Bagi petugas kesehatan hendaknya
melakukan penilaian terhadap tanda vital seperti jalan nafas / pernafasan,
sirkulasi dan penurunan kesadaran, sehingga penanganan tindakan
risusitasi ABC (Airway, Breathing, Circulatory) tidak terlambat dimulai.

DAFTAR PUSTAKA

Algifari, Fauzian Rachmat. Diakses 21 Februari 2020 JAM 16.05 WIB. Website :
https://www.academia.edu/34662037/askep_keracunan
Dipublikasikan 07 Januari 2020. Diakses 21 Februari 2020 jam 15.45 WIB.
Website: https://pathways.nice.org.uk/pathways/alcohol-use-disorders/acute-
alcohol-withdrawal.pdf
Kaplan,Harold I&Benjamin J.Sadock. 1998. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat.
Jakarta : Widya Medika.
Khair,Masykur. 2016. Diakses 21 Februari 2020 jam 16.37 WIB . Website :
https://adoc.tips/kegawatdaruratan-napza.html. ANZDOC : Ari Hermawan
Lie, Yohanes. Diakses 21 februari 2020 jam 16.24 WIB. Website :
https://adoc.tips/queue/kasus-emergensi-pada-penggunaan-alkohol.html
Mordon,Patricia G...et al. 2012. Keperawatan Kritis : Pendekatan Asuhan
Holistik Edisi 8 Vol.2. Jakarta : ECG
Purwadianto,Agus dan Budi Sampurna. 2013. Kedaruratan Medik : Pedoman
Penatalaksanaan Praktis Edisi Revisi. Tangerang : Binarupa Aksara.
Pratama,Reza Riyan. 2015. Diakses 21 februari 2020 jam 16.57 WIB. Website :
https://adoc.tips/makalah-kegawatdaruratan-napza-oleh-riyan-reza-pratama-
skep-.html .ANZDOC : Utami Chandra.
Pratiwi,Eka. Diakses 22 Februari 2020 jam 17.02 WIB. Website :
https://www.academia.edu/31985432/MAKALAH_ASKEP_KERACUNAN_KG
D
Reba,Theresia. Diakses 22 Februari 2020 jam 16.55 WIB. Website :
https://www.academia.edu/5705173/22_KERACUNAN_and_OVERDOSIS_OB
AT

34
Smeltzer,Suzanne&Brenda G.Bare.2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner&Suddarth Edisi 8 Vol.3. Jakarta : EGC
Suwitra, Ketut Diakses 21 Februari 2020 jam 16.28 WIB. Website :
https://adoc.tips/terapi-dialysis-pada-overdosis-dan-keracunan-obat.html
.ANZDOC : Liani Kusumo
Tiffano, Nano. Diakses 21 Februari 2020 jam 16.48 WIB . Website :
https://www.academia.edu/8140085/95114996-KEGAWATDARURATAN-
PSIKIATRI

35

Anda mungkin juga menyukai