Anda di halaman 1dari 12

ANALISIS KEPATUHAN PENERAPAN SURGICAL SAFETY CHECKLIST

PADA PASIEN LAPARATOMI DI RUMAH SAKIT UMUM

ANDI MAKKASAU PAREPARE


BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Pembedahan merupakan salah satu tindakan medis yang penting dalam

pelayanan kesehatan. Tindakan pembedahan merupakan salah satu tindakan

medis yang bertujuan untuk menyelamatkan nyawa, mencegah kecacatan dan

komplikasi. Namun demikian, pembedahan yang dilakukan juga dapat menimbulkan

komplikasi yang dapat membahayakan nyawa (WHO, 2009)

Penelitian di 56 negara dari 192 negara anggota WHO tahun 2004 diperkirakan

234,2 juta prosedur pembedahan dilakukan setiap tahun berpotensi komplikasi dan

kematian (Haynes et al., 2009). Berbagai penelitian menunjukkan komplikasi yang

terjadi setelah pembedahan. Data WHO menunjukkan komplikasi utama

pembedahan adalah kecacatan dan rawat inap yang berkepanjangan 3-16% pasien

bedah terjadi di negara-negara berkembang. Secara global angka kematian kasar

berbagai operasi sebesar 0,2-10%. Diperkirakan hingga 50% dari komplikasi dan

kematian dapat dicegah di negara berkembang jika standar dasar tertentu

perawatan diikuti (WHO, 2009)

Data World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa selama lebih dari

satu abad perawatan bedah telah menjadi komponen penting dari perawatan

kesehatan di seluruh dunia. Diperkirakan setiap tahun ada 230 juta operasi utama

dilakukan di seluruh dunia, satu untuk setiap 25 orang hidup (Haynes et al., 2009).
Salah satu bagian penting dari pendekatan manajemen risiko untuk lingkungan

rumah sakit yang lebih aman dalam pelaksanaan bedah adalah penggunaan

checklist keselamatan bedah (Haugen et al., 2015).

Pada tahun 2008 World Health Organization (WHO) atau Badan Kesehatan

Dunia mempelopori dan meluncurkan Checklist Keselamatan Bedah (Surgical

Safety Checklist) (Haugen et al., 2015), dan pada tahun 2009 Penerapan checklist

keselamatan bedah mulai dilaksanakan di beberapa rumah sakit (Russ et al., 2014;

Sewell et al., 2011). Tujuan dari checklist ini adalah menciptakan kerangka kerja

standar untuk meningkatkan keselamatan pasien dan mengurangi morbiditas dan

mortalitas yang terkait dengan penyimpangan potensial dari prosedur bedah,

misalnya, berkaitan dengan antibiotik dan “deep vein thrombosis profilaksis“, serta

menghindari kesalahan dalam proses pembedahan (WHO, 2009)

Hasil studi mengakui bahwa mekanisme penggunaan checklist keselamatan

bedah dilakukan untuk perbaikan dengan melibatkan multi profesi. Mereka juga

melaporkan bahwa langkah-langkah dari checklist ini masih sering diabaikan oleh

individu (perawat, anastesi dan operator). (Haynes et al., 2009)

Manfaat penggunaan checklist keselamatan bedah salah satunya berdampak

pada penurunan angka mortalitas yang signifikan dan komplikasi pasca bedah

lainnya, maka sejak saat itu checklist telah diadopsi oleh lebih dari 3900 rumah sakit

di 122 negara yang mewakili lebih dari 90% populasi dunia (Conley et al, 2011)

Selain itu, Checklist keselamatan pasien telah diuji coba dalam sebuah studi

global di 8 rumah sakit di negara maju dan berkembang, hasilnya diterbitkan pada
bulan Januari 2009 dan menunjukkan penurunan yang signifikan dalam angka

kematian dan morbiditas setelah pelaksanaan checklist (Russ et al., 2015)

Sekarang lebih dari 4000 rumah sakit di dunia telah menerapkan checklist

keselamatan bedah, atas saran dari WHO checklist tersebut dapat dimodifikasi

sesuai keadaan setempat (Sendlhofer et al., 2015)

Di indonesia telah penerapan surgical safety checklist disingkat SSC yang

dikeluarkan oleh World Health Organization, 2009, wajib dipatuhi dan dilaksanakan

oleh seluruh rumah sakit di indonesia sesuai dengan peraturan dan perundang-

undangan Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit (SNARS), sasaran 4 :

memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar, pembedahan

pada pasien yang benar. Standar skp.4 rumah sakit memastikan tepat-lokasi, tepat-

prosedur, dan tepat-pasien sebelum menjalani tindakan dan atau prosedur (SNARS,

2018). Sedang

Menurut WHO, pasien laparatomi meningkat setiap tahunnya sebesar 15%

(Nurlela, 2009), sedangkan menurut Data Tabulasi Nasional Departemen

Kesehatan Republik Indonesia tahun 2009 menjabarkan bahwa, tindakan bedah

menempati urutan ke-11 dari 50 pola penyakit di Indonesia dengan persentase

12,8% dan diperkirakan 32% diantaranya merupakan bedah laparatomi

(Kusumayanti, 2015).

Pembedahan yang menyangkut luka insisi di abdomen menurut data dari

ruang operasi instalasi bedah sentral RSUD Andi Makkasau Parepare dari tahun….

Januari sampai ……… terdapat ….. kasus dengan rata-rata tiap bulan sekitar …..

kasus. Angka kejadian laparotomi di Indonesia menunjukan bahwa kasus


laparotomi meningkat dari 162 kasus pada Gambaran Kepatuan Pasien Post

Laparotomi Terhadap Edukasi Perioperatif Di RSUD Andi Makkasau Parepare

WASIS HANI HANAFI S Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari

http://etd.repository.ugm.ac.id/ 2 tahun 2005 menjadi 983 kasus pada tahun 2006

dan 1281 kasus pada tahun 2007 (Depkes, 2007). Berdasarkan data dari

bagian …… RSUD Andi Makkasau Parepare selama kurun waktu…… tahun

terakhir bahwa, pada tahun 200 sebanyak …. pasien operasi abdomen di kamar

bedah. Pada tahun 200.. tercatat sebanyak ….. pasien operasi abdomen di kamar

bedah. Pada bulan Januari-September 200 sebanyak …. pasien operasi abdomen.

Dengan rata-rata setiap bulan terdapat 46 pasien (Mendes, 2012). Adapun data

Rekam Medis RSUD Andi Makkasau Parepare tanggal 31 Oktober 2009, dalam 3

bulan terakhir khususnya pasien Laparotomi menangani 72 kasus pada bulan

Agustus 2009, 75 kasus pada bulan September 2009, dan 73 kasus pada bulan

Oktober 2009 (Estria, 2011). Di dukung sesuai data yang berasal dari bangsal

cendana 2 instalasi rawat inap RSUD Andi Makkasau Parepare ditemukan data

sebanyak 20 pasien menjalani laparotomi dari bulan Desember 2015 – Februari

2016.

Sebagian besar perawat fungsional, setelah memanfaatkan checklist sebelum

dan sesudah melaksanakan prosedur bedah, perhatian tentang keselamatan pasien

dan kepatuhan terhadap standar serta peraturan di ruang bedah meningkat pasca-

intervensi. Checklist dianggap mudah dan cepat untuk digunakan. Mereka juga

percaya bahwa checklist meningkatkan perbaikan yang signifikan dalam komunikasi


yang mencerminkan kesesuaian prosedur (Santana, Rodrigues, & do Socorro

Nantua Evangelista, 2016).

Melihat adamya permasalahan yang muncul dan pentingnya Surgical Safety

Checklist terhadap pelaksanaan prosedur bedah, yang dapat memberikan perilaku

positif dalam pengembangan mutu pelayanan kesehatan, maka peneliti tertarik

untuk menganalisa kepatuhan penerapan SSC dengan pelaksanaan operasi

laparatomi dirumah sakit?

B. Rumusan Masalah.

Pelaksanaan Surgical Safety Checklist oleh tim bedah yang bertujuan

meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, bukan tampa masalah melainkan banyak

persoalan ketika dilaksanakan bahwa langkah-langkah dari checklist ini masih

sering diabaikan oleh individu (perawat, anastesi dan operator). Banyaknya

persoalan yang muncul menunjukkan implementasi kebijakan ini menemui kendala-

kendala yang harus selalu di evaluasi, agar tujuannya tercapai. Untuk itu perlu

perhatian khusus kepada tim bedah terkait bagaimana surgical safety checklist

terkait pelaksanaan prosedur bedah. Dari analisis tersebut,, pertanyaan penelitian

dalam penelitian ini adalah Bagaimana Gambaran Surgical Safety Checklist Dengan

Pelaksanaan Operasi Laparatomi Dirumah Sakit?

C. Tujuan penelitian.

D. Originilitas Penelitian.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Literatur

1. Surgical Safety Checklist (SSC)

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyusun Checklist Keselamatan

Bedah, untuk dilaksanakan oleh tim di ruang bedah. Tiga bagian checklist dan

petunjuk penggunaan tersebut dipublikasikan

http://www.who.int/patientsafety/safesurgery/en/.

Alasan disusunnya checklist keselamatan bedah dikarenakan kinerja tim

mensyaratkan bahwa pelaksanaan anestesi dan bedah terganggu di tiga waktu

tertentu, sehingga informasi penting tersebut diperiksa dan dikomunikasikan

kepada semua anggota tim. Berdasarkan kesenjangan di atas, maka WHO

merumuskan struktur checklist keselamatan bedah dalam 3 bagian yang terdiri

dari : sebelum induksi anestesi ("sign-in"), segera sebelum sayatan kulit ("time-

out"), dan tepat setelah penutupan kulit ("sign-out") (gambar 1). ‘Sign-in’,

dilakukan oleh ahli anestesi, perawat anestesi, dan pasien, terdiri dari cek

identitas pasien, prosedur yang akan dilakukan dan hal yang harus dilakukan,

dan poin lain yang berkaitan dengan anestesi . Dalam proses ‘time-out’, nama
dan peran dari semua anggota tim, dan semua aspek penting dari bedah itu

sendiri, termasuk waktu yang diharapkan dan kehilangan darah yang

diharapkan, semuanya dikomunikasikan. Akhirnya, dalam ‘sign-out’, poin

kesimpulan utama diperiksa, misalnya, kebenaran menghitung kassa dan

penyelesaian pasca bedah. (WHO Patient Safety. & World Health Organization.,

2009)

2.

3. Gambar 1.

4. Check List Keselamatan Bedah WHO


6. Tim bedah.

7. Kolaborasi.

8. Kepatuhan.

a. Pengetahuan.

b. Sikap.

c. Praktik.

9. Laparatomi.

B. Kerangka teori
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konseptual Penelitian.

B. Variabel Penelitian.

C. Defenisi Operasional.

D. Hipotesis Penelitian.

daftar pustaka

Conley, D. M., Singer, S. J., Edmondson, L., Berry, W. R., & Gawande, A. A. (2011).

Effective surgical safety checklist implementation. Journal of the American College

of Surgeons, 212(5), 873–879. https://doi.org/10.1016/j.jamcollsurg.2011.01.052

Haugen, A. S., Søfteland, E., Almeland, S. K., Sevdalis, N., Vonen, B., Eide, G. E., …

Harthug, S. (2015). Effect of the World Health Organization checklist on patient

outcomes: a stepped wedge cluster randomized controlled trial. Annals of Surgery,

261(5), 821–828. https://doi.org/10.1097/SLA.0000000000000716

Haynes, A., Weiser, T. G., Berry, W. R., Lipsitz, S., Breizat, A.-H., Dellinger, E., …

Gawande, A. (2009). A Surgical Safety Checklist to Reduce Morbidity and Mortality

in a Global Population. The New England Journal of Medicine, 360(5), 491–499.

https://doi.org/10.1056/NEJMsa0810119

Russ, Stephanie J, Sevdalis, N., Moorthy, K., Mayer, E. K., Rout, S., Caris, J., … Darzi,
A. (2015). A qualitative evaluation of the barriers and facilitators toward

implementation of the WHO surgical safety checklist across hospitals in England:

lessons from the “Surgical Checklist Implementation Project”. Annals of Surgery,

261(1), 81–91. https://doi.org/10.1097/SLA.0000000000000793

Russ, Stephanie Jane, Rout, S., Caris, J., Moorthy, K., Mayer, E., Darzi, A., … Vincent,

C. (2014). The WHO surgical safety checklist: Survey of patients’ views . BMJ

Quality and Safety , 23(11), 939–946. https://doi.org/10.1136/bmjqs-2013-002772

Santana, H. T., Rodrigues, M. C. S., & do Socorro Nantua Evangelista, M. (2016).

Surgical teams’ attitudes and opinions towards the safety of surgical procedures in

public hospitals in the Brazilian Federal District. BMC Research Notes, 9(1), 276.

https://doi.org/10.1186/s13104-016-2078-3

Sendlhofer, G., Mosbacher, N., Karina, L., Kober, B., Jantscher, L., Berghold, A., …

Kamolz, L. P. (2015). Implementation of a surgical safety checklist: Interventions to

optimize the process and hints to increase compliance. PLoS ONE, 10(2), 1–14.

https://doi.org/10.1371/journal.pone.0116926

Sewell, M., Adebibe, M., Jayakumar, P., Jowett, C., Kong, K., Vemulapalli, K., &

Levack, B. (2011). Use of the WHO surgical safety checklist in trauma and

orthopaedic patients. International Orthopaedics, 35(6), 897–901.

https://doi.org/10.1007/s00264-010-1112-7

SNARS. (2018). Snars_Edisi1 (1).

WHO Patient Safety., & World Health Organization. (2009). Implementation manual

WHO surgical safety checklist 2009 : safe surgery saves lives. 16 p.

World Health Organization. (2009). WHO Guidelines for Safe Surgery 2009. In WHO.
https://doi.org/January 13, 2013

Anda mungkin juga menyukai