Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR SURGICAL SAFETY CHECKLIST

1. Defenisi.

Surgical safety checklist yang disusun oleh WHO atau surgical

safety checklist digunakan melalui 3 tahap masing-masing sesuai dengan

alur waktu yaitu sebelum induksi anestesi (sign in). Sebelum insisi kulit

(time out) serta periode selama atau segera setelah penutupan luka dan

sebelum mengeluarkan pasien dari ruang operasi (sign out) yang terdiri dari

19 item dan yang diperkenalkan di Pan American Health Organization

headquarters in Washington, D.C., Amerika Serikat dan merupakan salah

satu program Safe Surgery Saves Lives untuk meningkatkan keamanan

perawatan bedah (WHO, 2017;Weiser & Haynes, 2018). Checklist

Keselamatan Bedah yang disusun oleh WHO dapat dilihat pada gambar

dibawah ini:

Gambar 2.1
CheckList Keselamatan Bedah WHO 2009

1
2. Tujuan dan Manfaat Surgical Safety Checklist

Tujuan dari surgical safety checklist adalah untuk mengurangi morbiditas

dan mortalitas dan meningkatkan komunikasi dan kerja tim pada tindakan

pembedahan operasi sehingga menjadikan pelayanan bedah yang aman dan

berkualitas dan menjamin patient safety pada tindakan pembedahan oleh

tim bedah dan anestesi di ruang operasi (Wangoo et al., 2016). Manfaat dari

surgical safety checklist dalam membantu komunikasi tim bedah antara

lain:

a) Surgical safety checklist disusun untuk membantu tim bedah untuk

mengurangi angka KTD. Banyaknya KTD yang terjadi akibat

pembedahan mengakibatkan WHO membuat program surgical safety

checklist untuk mengurangi KTD. Dalam praktiknya surgical safety

checklist bermanfaat untuk mengurangi angka kematian dan

komplikasi, penelitian menunjukkan angka kematian dan komplikasi

berkurang setelah digunakan surgical safety checklist. Penelitian

Haynes menunjukkan angka kematian berkurang 47% dan angka

komplikasi berkurang 36% (Weiser & Haynes, 2018).

b) Menurunkan surgical site infection dan mengurangi resiko kehilangan

darah lebih dari 500 ml. Penelitian Weiser menunjukkan angka ILO

mengalami penurunan setelah dilakukan penelitian dengan

menggunakan surgical safety checklist. Angka ILO turun dari 11,2%

menjadi 6,6% dan risiko kehilangan darah lebih dari 500 ml turun dari

20,2% menjadi 13,2% (Thomas G. Weiser et al., 2008).

c) Menurunkan proporsi pasien yang tidak menerima antibiotik sampai

insisi kulit. Vries pada penelitiannya tentang 'a surgical Patient safety

2
system" menghasilkan penerapan surgical safety checklist pre operasi

menghasilkan waktu yang lebih lama dari 23,9-29,9 menjadi 32,9

menit, akan tetapi jumlah pasien yang tidak menerima antibiotik

sampai insisi kulit menurun sebesar 6% (Vries et al., 2009).

d) Fungsi yang paling umum adalah menyediakan informasi yang detail

mengenai kasus yang sedang dikerjakan, konfirmasi detail,

penyuaraan fokus diskusi dan pembentukan tim (Lingard et al. 2005).

e) Penggunaan checklist kertas merupakan salah satu solusi karena

checklist kertas dapat disediakan dengan cepat dan membutuhkan

biaya sedikit, selain itu checklist kertas juga dapat disesuaikan ukuran

dan bentuknya sesuai dengan kebutuhan serta tidak memerlukan

penguasaan teknologi yang tinggi untuk mengisinya (Verda Asdonk,

et al. 2009).

B. Pelaksanaan Surgical Safety Checklist.

Surgical safety checklist dibagi tiga tahap yaitu sebelum

induksianestesi (Sign In), periode setelah induksi dan sebelum bedah

sayatan (Time Out), serta periode selama atau segera setelah penutupan

luka dan sebelum mengeluarkan pasien dari operasi kamar (Sign Out).

Pada setiap fase, koordinator checklist harus diizinkan untuk

mengkonfirmasi bahwa tim telah menyelesaikan tugasnya sebelum

melakukan kegiatan lebih lanjut (WHO, 2009). Implementasi surgery

safety checklist memerlukan seorang koordinator untuk bertanggung jawab

untuk memeriksa checklist. Koordinator biasanya seorang perawat atau

dokter atau profesional kesehatan lainnya (WHO, 2009). Sedang menurut

3
Potter & Perry, (2016) Perawat sirkulasi merupakan tenaga perawat yang

diberi wewenang dan tanggung jawab membantu kelancaran pelaksanaan

tindakan pembedahan salah satu peran perawat sirkulasi adalah memeriksa

dengan menggunakan formulir checklist.. Pada setiap fase, koordinator

checklist harus diizinkan untuk mengkonfirmasi bahwa tim telah

menyelesaikan tugasnya sebelum melakukan kegiatan lebih lanjut.

Koordinator memastikan setiap tahapan tidak ada yang terlewati, bila ada

yang terlewati, maka akan meminta operasi berhenti sejenak dan

melaksanakan tahapan yang terlewati (WHO, 2009). Proses penerapan

surgical safety checklist WHO 2009 dibagi tiga tahap yaitu:

a. Sign in (Briefing Phase)

Sign In, merupakan fase dimana verifikasi pertama kali saat pasien tiba di

ruang penerimaan atau ruang persiapan atau fase sebelum induksi

anestesi, koordinator yang biasanya dilakukan oleh penata anestesi dimana

bertanya dan memeriksa apakah identitas pasien benar, prosedur dan

bagian yang akan dioperasi sudah benar, dan telah diberi tanda,

persetujuan operasi dan pembiusan telah ditanda tangani oleh

pasien, pulse oksimetri dapat berfungsi. Perawat serta dokter

anestesi konfirmasi ulang kemungkinan adanya risiko apakah pasien ada

resiko kehilangan darahm dalam jumlah banyak, ada kemungkinan

kesulitan bernafas, dan pasien ada reaksi alergi (WHO, 2009). Rincian

untuk setiap langkah-langkah surgical safetychecklist (Sign in) adalah

sebagai berikut:

1. Perawat diruang serah terima instalasi bedah sentral mengkonfirmasi

kepada pasien mengenai identitas, bagian dan sisi yang akan dioperasi,

4
prosedur dan persetujuan tindakan, setelah lengkap selanjutnya pasien

akan memasukiruangan operasi (WHO, 2009).

2. Sisi yang akan dioperasi sudah ditandai.

Menurut Clarke, et al. 2007. Faktor-faktor yang mempengaruhi

kesalahan operasi salah sisi terletak pada tahap sign in, untuk itu

tahapan ini harus konsisten dijelaskan.

3. Obat dan mesin anestesi telah diperiksa secara lengkap Dokter anestesi

sebelum melakukan induksi anestesi memeriksa peralatan anestesi,

oksigen, dan inhalasi serta memeriksa ketersediaan obat dan resiko

anestesi terhadap setiap kasus (WHO, 2009).

4. Pulse Oksimetri pada pasien berfungsi.

Dokter anestesi memasang peralatan oksimetri pada pasien dan

berfungsi dengan benar sebelum induksi anestesi dan indikatornya

dapat dilihat pada layar monitoring oleh seluruh team operasi. Pulse

oksimetri merupakan alat non invasif yang berguna untuk memberikan

perkiraan kejenuhan oksihemoglobin arteri (SaO2) dengan

memanfaatkan panjang gelombang cahaya untuk menentukan saturasi

oksihemoglobin (SpO2) tapi tidak dapat menentukan metabolism atau

jumlah oksigen yangdigunakan pasien. Batas normal adalah 95-100%

meskipun nilai turun sampai 90% masih dianggap nilai normal pada

orang sehat (WHO, 2009).

5. Apakah pasien memiliki Alergi?

Sejak awal pasien masuk kebangsal, harus ditanyakan ada riwayat

alergi apa dan melakukan tes alergi, jika ditemukan riwayat alergi akan

diantisipasi dan ditulis pada status pasien. Untuk dokter anestesi akan

5
melakukan visit ke bangsal untuk melakukan anestesi dan pemeriksaan

fisik diagnostik. Dari hasil tersebut, dokter anestesi akan mengetahui

adanya riwayat alergi terhadap pasien, sehingga dapat mengantisipasi

untuk mencegah komplikasi obat- obatan anestesi (WHO, 2009).

6. Apakah pasien memiliki kesulitan bernafas atau mempunyai resiko

aspirasi? Kesulitan bernafas pada pasien diketahui sebelum

dilakukan operasi dengan melakukan kunjungan kepada pasien oleh

dokter bedah maupun dokter anestesi. Dari hasil tersebut, dokter

anestesi akan mengetahui adanya kesulitan pernafasan terhadap pasien.

Jika ada kesulitan jalan nafas, dokter anestesi akan menulis di status

sehingga pada tahapan sign in tim operasi dapat mengetahuinya

sehingga dapat mengantisipasi pemakaian jenis anestesi yang

digunakan. Resiko aspirasi juga harus dievaluasi sebagai bagian dari

penelitian jalan nafas, untuk mengantisipasi resiko aspirasi pasien

disuruh puasa 6 jam sebelum operasi. Beberapa keadaan paru yang

dapat menyebabkan kesulitan bernafas seperti emfisema, bronkitis

kronik, pneumonia dan edema paru (WHO, 2009).

7. Apakah pasien memiliki resiko kekurangan darah lebih dari 500 ml?

Pasien yang mempunyai resiko perdarahan lebih dari 500 ml

dipersiapkan dari sehari sebelum dilakukan operasi. Dokter anestesi

akan mempersiapkan langkah langkah di ruang operasi dengan

memakai infus dua jalur dan memastikan ketersediaan darah dan cairan

untuk resusitasi. Volume kehilangan darah yang cukup besar

merupakan salah satu dan paling umum yang membahayakanpasien

saat operasi. Resiko 30 syok hipovolemik meningkat ketika kehilangan

6
darah melebihi 500 ml (WHO, 2009).

b. Time out (Time out Phase)

Time out merupakan fase dimana setiap anggota tim operasi

memperkenalkan diri dan memberitahu perannya masing-masing. Operator

harus memastikan bahwa semua orang di ruang operasi harus kenal satu

sama lain. Sebelum melakukan insisi pertama kali pada kulit operator

konfirmasi ulang dengan suara yang keras bahwa mereka melakukan

prosedur operasi yang sesuai pada pasien yang tepat, dan insisi di tempat

yang tepat. Tidak lupa konfirmasi ulang bahwa antibiotik profilaksis telah

diberikan 30-60 menit sebelum insisi. (WHO, 2009).Rincian untuk setiap

langkah-langkah surgical safetychecklist (Time out) adalah sebagai berikut:

1. Semua anggota tim telah memperkenalkan nama dan peranan mereka

masing masing. Anggota tim dapat berganti terus. Manajemen efektif

situasi risiko tinggi membutuhkan semua anggota tim mengerti setiap

anggotanya dan peranan serta kemampuan mereka. Koordinator akan

menanyakan kepada setiap orang yang berada di ruangan untuk

memperkenalkan nama dan perannya. Tim yang sudah familiar satu

sama lain mengkonfirmasi masing-masing orang yang telah dikenal,

tetapi anggota baru atau staf yang dimutasi ke kamar operasi sejak

operasi terakhir harus memperkenalkan diri, termasuk pelajar atau

personel lain (WHO, 2009).

2. Operator, professional anestesi dan perawat secara verbal

mengkonfirmasi identitas pasien, lokasi dan prosedur Langkah ini

merupakan standard time out. Sebelum operator melakukan insisi,

koordinator atau anggota tim yang lain menanyakan setiap orang di

7
kamar operasi untuk berhenti dan secara verbal konfirmasi nama

pasien, pembedahan yang akan dilakukan, lokasi pembedahan dan

jika memungkinkan memposisikan pasien untuk mencegah kesalahan

pasien atau lokasi (WHO, 2009). Antisipasi kejadian krisis Komunikasi

tim yang efektif merupakan komponen penting dari pembedahan yang

aman, tim kerja yang efisien dan pencegahan komplikasi. Untuk

memastikan komunikasi mengenai isu pasien kritis, selama time out

coordinator checklist memimpin diskusi singkat antara operator, staf

anestesi dan staf perawat mengenai rencana bahaya dan operasi. Ini

dapat dilakukan dengan pertanyaan sederhana kepada setiap anggota

tim. Selama prosedur rutin, operator dapat menentukan pernyataan

sederhana, “ Ini seperti kasus biasa dengan durasi X” dan kemudian

menanyakan kepada professional anestesi dan perawat jika mereka

mempunyai pertimbangan tertentu(WHO, 2009).

3. Tinjauan operator apakah langkah langkah kritis/yang tidak

diharapkan, durasi operasi, antisipasi kehilangan darah. Diskusi

mengenai langkah–langkah kritis atau yang tidak diharapkan. Minimal

untuk mengkonfirmasi anggota tim mengenai setiap langkah yang

meletakan pasien dalam bahaya kehilangan darah yang cepat, cedera

atau morbiditas utama lainnya (WHO, 2009).

4. Tinjauan tim anestesi: apakah pasien mempunyai pertimbangan khusus

tertentu. Pada pasien yang beresiko kehilangan darah, ketidakstabilan

hemodinamik atau morbiditas utama lainnya karena prosedur, seorang

anggota tim anestesi harus mengutarakan rencana spesifik dan

mempertimbangan resusitasi. Pada ketiadaan risiko kritis yang harus

8
dibagi dengan tim, professional anestesi dapat mengatakan dengan

sederhana, “Saya tidak mempunyai sesuati pertimbagan yang khusus

pada kasus atau pasien ini” (WHO, 2009).

5. Tinjauan tim perawat: apakah sterilisasi telah dikonfirmasi dan apakah

ada pemberitahuan mengenai peralatan atau yang lain. Perawat yang

mencuci atau teknisi yang mengatur peralatan harus secara verbal

mengkonfirmasi bahwa sterilisasi telah dilaksanakan. Jika tidak ada

pemberitahuan yang penting, maka perawat yang mencuci atau teknisi

dapat mengatakan sederhana “sterilisasi terjaga, saya tidak ada

pemberitahuan yang lain” (WHO, 2009).

6. Apakah antibiotik profilaksis telah diberikan dalam 30-60 menit

terakhir? Pemberian antibiotik profilaksis pada pembedahan adalah

penggunaan antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi setelah

pembedahan. Pemberian antibiotik yang tepat dapat mengurangi

terjadinya infeksi luka operasi tetapi penggunaan antibiotik yang

berlebihan mengakibatkan terjadinya resistensi terhadap antimikroba.

Harus ada perbedaan antara pemberian antibiotik profilaksis pada

sebelum pembedahan dan sesudah pembedahan (WHO, 2009).

7. Penempatan pencitraan Pencitraan penting untuk memastikan rencana

yang sesuai dan melibatkan banyak operasi, termasuk bedah tulang,

spinal, prosedur thorakal dan banyak reseksi tumor. Selain time out

koordinator harus menanyakan kepada operator apakah perlu

pencitraan. Jika iya, koordinator harus mengkonfirmasi secara verbal

mengenai pencitraan yang ada di ruangan dan selalu diletakan selama

operasi. Jika pencitraan dilakukan tetapi tidak dipasang, maka harus

9
diambil. Operator harus memutuskan apakah proses dapat dilakukan

tanpa pencitraan, jika iya maka kotak pengisian dikosongkan. Jika tidak

dibutuhkan, maka diisikan pada kolom tidak dapat diaplikasikan”

(WHO,2009).

c. Sign out (Debriefing Phase)

Sign Out merupakan bagian dimana seluruh tim (bedah dananestesi) akan

menilai akhir operasi yang sudah selesai dilakukan. Pengecekan

kelengkapan pasca operasi seperti, kasa dan penghitungan alat-alat bedah,

pemberian label pada spesimen 15 jaringan yang diambil, adanya kerusakan

alat selama operasi dan masalah lain yang belum dan telah ditangani.

Periode final dimana tim bedah dan anestesi merencanakan manajemen

setelah operasi dan fokus perhatian pada manajemen pemulihan pasien dan

disebutkan rencananya oleh operator dan dokter anestesi belum

memindahkan pasien dari kamar operasi (WHO, 2009). Rincian untuk

setiap langkah-langkah surgical safety checklist (sign out) adalah sebagai

berikut:

1. Perawat melakukan konfirmasi secara verbal dengan tim mengenai

nama prosedur yang telah di rekam. Sejak prosedur diubah atau

diperluas selama operasi, koordinator checklist harus mengkonfirmasi

dengan operator dan tim mengenai prosedur yang telah dilakukan. Ini

dapat dilakukan dengan pertanyaan, “prosedur apa yang telah

dilakukan?” atau “apakah kita telahmelakukan prosedur X?”

a. Perhitungan instrument, jarum, dan kasa.

Pelaksanaan perhitungan instrumen, jarum, dan kasa di instalasi

bedah sudah mempunyai checklist tersendiri berupa rekaman

10
asuhan keperawatan perioperatif dimana perhitungan pertama

asuhan keperawatan perioperatif (sebelum operasi) dan tambahan

selama operasi dilakukan. Perawat memberitahukan secara lisan

kepada tim mengenai kelengkapan instrument (WHO, 2009).

b. Jika ada spesimen harus dilakukan pelabelan

Perawat atau dokter bedah membuat label yang benar dari setiap

spesimen patologis yang diperoleh selama prosedur dengan

membuat pengantar patologi dan menggambarkan bentuk dari

spesimen, salah membuat label berpotensi bencana bagi pasien dan

telah terbukti menjadi sumber kesalahan pada pemeriksaan

patologi anatomi (WHO, 2009).

c. Permasalahan berbagai peralatan.

Koordinator harus mengkonfirmasikan masalah peralatan

diidentifikasi oleh tim.

d. Pada tahap akhir sebelum mengeluarkan pasien dari ruang operasi

dilakukan pemeriksaan keselamatan, tujuannya adalah saat

pemindahan pasien dari ruang operasi diberikan informasi tentang

kondisi pasien kepada perawat yang bertanggung jawab di ruang

pemulihan (WHO, 2009). Pembedahan pada dasarnya, memiliki

empat pembunuh utama: infeksi, perdarahan, anestesi yang tidak

aman dan hal-hal yang dapat disebut sebagai tak terduga. Dengan

bantuan surgical safetychecklist dapat menyediakan perlindungan

terhadap kesalahan- kesalahan pembedahan. Dalam penerapan

checklist kerja sama tim antara beberapa praktisi kesehatan yang

diperlukan bukan hanya mereka yang bekerja sama saling akur

11
dengan yang lain. Yang diperlukan adalah disiplin. Disiplin adalah

suatu yang harusdiperjuangkan bahkan checklist yang sederhana

sekali pun (Gawande, 2011). Disiplin kerja adalah sikap yang

patuh terhadapperaturan-peraturan dan norma yang berlaku

(Amiruddin, 2019).

C. MOTIVASI PERAWAT

1. Defenisi

Motivasi adalah karakteristik psikologis manusia yang memberi

kontribusi pada tingkat komitmen seseorang. Hal ini termasuk faktor-

faktor yang menyebabkan, menyalurkan, dan mempertahankan tingkah laku

manusia dalam arah tekad tertentu. Motivasi adalah segala sesuatu yang

mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motivasi adalah perasaan

atau pikiran yang mendorong seseorang melakukan pekerjaan atau

menjalankan kekuasaan, terutama dalam berperilaku (Nursalam, 2014).

Motivasi berasal dari bahasa latin yang berarti to move. Secara

umum mengacu pada adanya kekuatan dorongan yang menggerakkan kita

untuk berperilaku tertentu. Oleh karena itu, dalam mempelajari motivasi

kita juga akan berhubungan dengan hasrat, keinginan, dorongan dan tujuan

(Notoatmodjo, 2010).

Dari berbagai macam definisi motivasi, ada tiga hal penting dalam

pengertian motivasi, yaitu hubungan antara kebutuhan, dorongan, dan

tujuan. Kebutuhan muncul karena seseorang merasakan sesuatu yang

kurang, baik fisiologis maupun psikologis. Dorongan merupakan arahan

untuk memenuhi kebutuhan, sedangkan tujuan adalah akhir dari satu siklus

12
motivasi (Notoatmodjo, 2010).

2. Tujuan Motivasi

Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan motivasi adalah untuk

menggerakkan dan menggugah seseorang agar timbul keinginan dan

kemauannya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil

atau tujuan tertentu. Adapun tujuan motivasi secara khusus menurut Titiek

Lestari (2014), sebagai berikut :

a. Meningkatkan moral

b. Meningkatkan produktivitas

c. Mempertahankan kestabilan pekerja

d. Meningkatkan kedisiplinan

e. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik

f. Mempertinggi rasa tanggungjawab terhadap tugas-tugasnya

3. Sumber – Sumber Motivasi

Menurut Titiek Lestari (2014) sumber-sumber motivasi dibagi menjadi 3,

yaitu :

g. Motivasi Intrinsik

Yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri.

Contonhnya adalah perasaan nyaman pada ibu nifas ketika berada di

rumah bersalin

b. Motivasi Ekstrinsik

Yaitu motivasi yang datangnya dari luar individu, misalnya saja

dukungan verbal dan non verbal yang diberikan oleh teman dekat atau

keakraban social.

13
c. Motivasi Terdesak

Yaitu motivasi yang muncul dalam kondisi terjepit secara serentak

dan menghentak dengan cepat sekali

4. Unsur Motivasi

Motivasi mempunyai tiga unsur utama yaitu kebutuhan, dorongan, dan

tujuan. Kebutuhan terjadi bila individu merasa ada ketidakseimbangan

antara apa yang mereka miliki dengan apa yang mereka harapkan.

Dorongan merupakan kekuatan mental yang berorientasi pada pemenuhan

harapan atau pencapaian tujuan. Dorongan yang berorientasi pada tujuan

tersebut merupakan inti daripada motivasi (Notoatmodjo, 2010).

Menurut Sadirman (2003) dalam Notoatmodjo (2010), pada dasarnya

motivasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut :

a. Motivasi Internal

Motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang. Keperluan dan

keinginan yang ada dalam diri seseorang akan menimbulkan motivasi

internalnya. Kekuatan ini akan memengaruhi pikirannya yang

selanjutnya akan mengarahkan perilaku orang tersebut. Motivasi

internal dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

1) Fisiologis, yang merupakan motivasi alamiah seperti rasa lapar,

haus, dan lain-lain.

2) Psikologis, yang dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori dasar.

a) Kasih sayang, motivasi untuk menciptakan kehangatan,

keharmonisan, kepuasan batin/emosi dalam berhubungan dengan

orang lain.

14
b) Mempertahankan diri, untuk melindungi kepribadian,

menghindari luka fisik dan psikologis, menghindari dari rasa malu

dan ditertawakan orang, serta kehilangan muka, mempertahankan

gengsi dan mendapatkan kebanggaan diri.

c) Memperkuat diri, mengembangkan kepribadian, berprestasi,

mendapatkan pengakuan dari orang lain, memuaskan diri dengan

penguasaannya terhadap orang lain, serta rasa tanggung jawab.

b. Motivasi Eksternal

Motivasi eksternal tidak dapat dilepaskan dari motivasi internal.

Motivasi eksternal adalah motivasi yang timbul dari luar/lingkungan.

Misalnya: motivasi eksternal dalam bekerja antara lain beupa

penghargaan, pujian, atau celaan, upah, kualitas supervisi, dan kondisi

lingkungan kerja itu sendiri.

5. Teori Motivasi

Notoatmodjo (2010) mengemukakan beberapa teori motivasi, yaitu sebagai

berikut :

a. Teori Motivasi Stoner dan Freeman 1995

Landy dan Becker mengelompokkan banyak pendekatan modern pada

teori dan praktik menjadi lima kategori: teori kebutuhan, teori

penguatan, teori keadilan, teori harapan, dan teori penetapan sasaran

1) Teori Kebutuhan

Teori kebutuhan berfokus pada kebutuhan orang untuk hidup

berkecukupan. Dalam praktiknya, teori kebutuhan berhubungan

dengan apa yang dilakukan seseorang untuk memenuhi

15
kebutuhannya. Menurut teori kebutuhan, motivasi dimiliki

seseorang pada saat belum mencapai tingkat kepuasan tertentu

dalam kehidupannya. Kebutuhan yang telah terpuaskan tidak akan

lagi menjadi motivator. teori-teori yang termasuk dalam teori

kebutuhan adalah

1) Teori Hierarki Kebutuhan menurut Maslow.

Teori ini dikembangkan oleh Abraham Maslow, yang terkenal

dengan kebutuhan FAKHA (Fisiologis, Aman, Kasih Sayang,

Harga Diri, dan Aktualisasi Diri) di mana dia memandang

kebutuhan manusia sebagai lima macam hierarki, mulai dari

kebutuhan fisiologis yang paling mendasar sampai kebutuhan

tertinggi, yaitu aktualisasi diri. Menurut Maslow, individu akan

termotivasi untuk memenuhi kebutuhan yang paling menonjol

atau paling kuat bagi mereka pada waktu tertentu.

2) Teori ERG

Teori ERG adalah teori motivasi yang menyatakan bahwa

orang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan tentang

eksistensi (Existence, kebutuhan mendasar dari Maslow),

kebutuhan keterkaitan (Relatedness, kebutuhan hubungan

antarpribadi) dan kebutuhan pertumbuhan (Growth, kebutuhan

akan kreativitas pribadi, atau pengaruh produktif). Teori ERG

menyatakan bahwa jika kebutuhan yang lebih tinggi

mengalami kekecewaan, kebutuhan yang lebih rendah akan

kembali, walaupun sudah terpuaskan.

3) Teori Tiga Macam Kebutuhan.

16
John W. Atkinson, mengusulkan ada tiga macam dorongan

mendasar dalam diri orang yang termotivasi, kebutuhan untuk

mencapai prestasi (need for achivement), kebutuhan kekuatan

(need of power), dan kebutuhan untuk berafiliasi atau

berhubungan dekat dengan orang lain (need for affiliation).

4) Teori Motivasi Dua Faktor

Teori ini dikembangkan oleh Frederick Herzberg di mana dia

meyakini bahwa karyawan dapat dimotivasi oleh pekerjaannya

sendiri dan di dalamnya terdapat kepentingan yang disesuaikan

dengan tujuan organisasi.

2) Teori Keadilan

Teori keadilan didasarkan pada asumsi bahwa faktor utama dalam

motivasi pekerjaan adalah evaluasi individu atau keadilan dari

penghargaan yang diterima. Individu akan termotivasi jika hal yang

mereka dapatkan seimbang dengan usaha yang mereka kerjakan.

3) Teori Harapan

Teori ini menyatakan cara memilih dan bertindak dari berbagai

alternatif tingkah laku berdasarkan harapannya (apakah ada

keuntungan yang diperoleh dari tiap tingkah laku).

4) Teori Penguatan

Teori penguatan, dikaitkan oleh ahli psikologi B. F. Skinner dengan

teman-temannya, menunjukkan bagaimana konsekuensi tingkah

laku di masa lampau akan memengaruhi tindakan di masa depan

dalam proses belajar siklis.

17
5) Teori Prestasi ( McClelland)

Pada tahun 1961 bukunya‚ The Achieving Society, David Mc

Clelland menguraikan tentang teorinya. Dia mengusulkan bahwa

kebutuhan individu diperoleh dari waktu ke waktu dan dibentuk oleh

pengalaman hidup seseorang. Dia menggambarkan tiga jenis

kebutuhan motivasi (Marquis dan Huston, 1998 dalam Notoatmodjo,

2010). Dalam sebuah studi Motivasi McClelland mengemukakan

adanya tiga macam kebutuhan manusia yaitu sebagai berikut.

a) Need for Achievement (Kebutuhan untuk berprestasi) Kebutuhan

untuk berprestasi yang merupakan refleksi dari dorongan akan

tanggung jawab untuk pemecahan masalah.

b) Need for Affiliation (Kebutuhan untuk berafiliasi)

Kebutuhan untuk berafiliasi merupakan dorongan untuk

berinteraksi dengan orang lain, berada bersama orang lain, tidak

mau melakukan sesuatu yang merugikan orang lain.

c) Need for Power (Kebutuhan untuk berkuasa)

Kebutuhan untuk kekuasaan yang merupakan refleksi dari

dorongan untuk mencapai otoritas untuk memiliki pengaruh

terhadap orang lain.

6. Faktor – Faktor Yang Mepengaruhi Motivasi

Menurut Titiek Lestari (2014) terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi motivasi, sebagai berikut :

a. Faktor Fisik

Motivasi yang ada didalam diri individu yang mendorong untuk

18
bertindak dalam rangka memenuhi kebutuhan fisik seperti kebutuhan

jasmani, raga, materi, benda atau berkaitan dengan alam. Faktor fisik

merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi lingkungan dan

kondisi seseorang, meliputi : kondisi fisik lingkungan, keadaan atau

kondisi kesehatan, umur dan sebagainya.

b. Faktor Herediter

Motivasi yang didukung oleh lingkungan berdasakan kematangan atau

usia seseorang.

c. Faktor Instrinsik Seseorang

Motivasi yang berasal dari dalam dirinya sendiri biasanya timbul dari

perilaku yang dapat memenuhi kebutuhan sehingga puas dengan apa

yang sudah dilakukan.

d. Fasilitas (Sarana dan Prasarana)

Motivasi yang timbul karena adanya kenyamanan dan segala yang

memudahkan dengan tersedianya sarana-sarana yang dibutuhkan untuk

hal yang diinginkan.

e. Situasi dan Kondisi

Motivasi yang timbul berdasarkan keadaan yang terjadi

sehingga mendorong dan memaksa seseorang untuk

melakukan sesuatu.

f. Program dan Aktifitas

Motivasi yang timbul atas dorongan dalam diri seseorang atau pihak

lain yang didasari dengan adanya kegiatan (program) rutin dengan

tujuan tertentu.

g. Audio visual (Media)

19
Motivasi yang timbul dengan adanya informasi yang

didapat dari perantara sehingga mendorong atau

menggugah hati seseorang untuk melaksanakan sesuatu.

h. Umur

Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan

lebih matang berfikir logis dan bekerja sehingga motivasi seseorang

kuat dalam melakukan sesuatu hal

D. KONSEP KEPATUHAN

1. Defenisi

Kepatuhan berasal dari kata patuh yang berarti suka menurut, taat

pada perintah, aturan, berdisiplin. Mentaati setiap perintah baik itu perintah

dari seseorang yang dianggap penting ataupun perintah orang yang

memberikan pengaruh sedangkan kepatuhan didefenisikan suatu perilaku

sesuai dengan aturan dan disiplin (Pranoto, 2007).

Kepatuhan adalah tingkat perilaku pasien yang tertuju terhadap

intruksi atau petunjuk yang diberikan dalam bentuk terapi apapun yang

ditentukan, baik diet, latihan, pengobatan atau menepati janji pertemuan

dengan dokter (Sarwono, 2012).

Perilaku kepatuhan bersifat sementara karena perilaku ini akan

bertahan bila ada pengawasan. Jika pengawasan hilang atau mengendur

makan timbul yang namanya perilaku ketidakpatuhan. Perilaku yang patuh

akan optimal jika perawat diintegrasikan melalui tindakan asuhan

keperawatan (Sarwono, 2012).

20
2. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan

a. Faktor internal

1) Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoadmojo,

2010).

2) Sikap

Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap

seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau

memihak maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak

pada objek tertentu. Faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap

antara lain pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang di anggap

penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan

dan lembaga agama, pengaruh faktor emosional (Invancevich, 2008).

3) Kemampuan

Kemampuan adalah kapasitas seorang individu untuk melakukan

beragam tugas dalam suatu pekerjaan. Kemampuan seseorang pada

umumnya stabil. Kemampuan seseorang memiliki pengaruh pada

pekerjaan, perilaku, tanggung jawab, pendidikan dan memiliki

hubungan secara nyata terhadap kinerja pekerjaan (Invancevich,

2008).

4) Motivasi

Menurut Notoadmojo (2010) motivasi merupakan keadaan dalam

diri individu atau organisasi yang mendorong perilaku ke arah

21
tujuan. Dengan demikian motivasi mempunyai 3 aspek, yaitu

keadaan terdorong dalam diri organisme yaitu kesiapan bergerak

karena kebutuhan. Perilaku yang timbul dan terarah kerena keadaan

ini. Goal atau tujuan yang dituju oleh perilaku tersebut.

b. Faktor eksternal

1) Karakteristik organisasi

Subyanto (2009) berpendapat bahwa karakteristik organisasi

meliputi komitmen organisasi dan hubungan antara teman sekerja

dan supervisor yang akan berpengaruh terhadap kepuasaan kerja

dan perilaku individu. Keadaan organisasi dan struktur organisasi

akan memotivasi atau gagal memotivasi perawat profesional untuk

berpartisipasi pada tingkatan yang konsisten sesuai tujuan.

2) Karakteristik kelompok

Kelompok adalah unit suatu komunitas yang terdiri dari dua orang

atau lebih yang memiliki suatu kesatuan tujuan pemikiran serta

kerjasama yang kuat. Karasteristik kelompok adalah adanya

interaksi, struktur, kebersamaan, serta tujuan, ada suasana kelompok

dan adanya irama interdepensi. Anggota melaksanakan hal ini

melalui hubungan antar perorang. Tekanan dari satu kelompok

sangat mempengaruhi hubungan antara perorang dan tingkat

kepatuhan individu karena individu terpaksa mengalah dan

mengikuti perilaku kebiasaan yang paling banyak dilakukan oleh

orang sekitarnya walaupun individu tersebut tidak menyetujuinya

(Susanti, 2015).

22
3) Karakteristik pekerjaan

Menurut Sarwono (2012), karakteristik pekerjaan adalah sifat yang

berbeda antar jenis pekerjaan yang satu dengan yang lainnya yang

bersifat khusus dan merupakan inti pekerjaan yang berisikan sifat-

sifat tugas yang adadi dalam semua pekerjaan serta dirasakan oleh

para pekerja sehingga mempengaruhi sikap atau perilaku terhadap

pekerjaan.

4) Karakteristik lingkungan

Lingkungan kerja adalah seluruh kondisi yang ada di sekitar

manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi

perkembangan dan perilaku orang atau kelompok. Lingkungan

kerja yang baik bagi seorang perawat sangatlah penting misalnya

membangun dukungan sosial dari pimpinan rumah sakit, kepala

perawat, perawat itu sendiri dan teman-teman sejawat. Lingkungan

yang harmonis dan positif akan membawa dampak yang positif pula

pada kinerja perawat, kebalikannya lingkungan negatif akan

membawa dampak buruk pada proses pemberian pelayanan asuhan

keperawatan (Ulfa & Sarzuli, 2016).

23
E. KERANGKA TEORI

Keselamatan Pasien

Motivasi Surgical Safety Kepatuhan Pendokumentasian


Perawat Checklist Surgical Safety Checklist

1. Faktor Fisik
2. Faktor Herediter Factor Internal : Faktor eksternal
1. Pengetahuan
3. Faktor Instrinsik 1. Katakteristik
2. Sikap
Seseorang 3. Kemanmpuan organisasi
4. MOTIVASI
4. Fasilitas (Sarana dan 2. Karakteristik
Prasarana) kelompok
5. Situasi dan Kondisi 3. Karakteristik
6. Program dan pekerjaan
Aktifitas 4. Kareakteristi
7. Audio Visual k lingkungan
(Media)
8. Umur (Sumber: WHO 2009, Lestari 2014,
(Lestari, 2014) Notoatmodjo 2010, Subyanto 2009)

F. KERANGKA KONSEP

Kerangka konseptual adalah berisi tentang variable yang diteliti, dapat berisi

pengaruh atau hubungan antara variable satu dengan yang lain (Sarmanu, 2017).

Untuk memperjelas, berikut dikemukakan kerangka konsep penelitian dalam

bentuk skema.

Variable Independen Variabel Dependen

Kepatuhan Pendukumentasian
Motivasi Perawat
Surgical Safety Checklist

24
G. HIPOTESA

Ha : Adanya Hubungan motiviasi perawat dengan kepatuhan

pendokumentasian surgical safety checklist dikamar bedah rumah sakit

pekanbaru.

Ho : Tidak adanya Hubungan motiviasi perawat dengan kepatuhan

pendokumentasian surgical safety checklist dikamar bedah rumah sakit

pekanbaru.

25

Anda mungkin juga menyukai