ASUHAN KEPERAWATAN
“LYMPHANGIOMA”
DI RUANG 15 RSSA MALANG
Disusun Oleh :
Nadia Oktiffany Putri
140070300011183
PSIK A Kelompok 2
Limfangioma merupakan tumor jinak yang disebabkan dari malformasi kongenital sistem
limfatik. Tumor ini biasanya terjadi di kepala, leher, dan ketiak, namun kadang terjadi pada
mediastinum, retroperitoneum, dan paha. Sering juga terjadi pada skrotum dan perineum.
Kejadian malformasi limfatik tidak diketahui, tetapi diyakini melebihi 6,3% dari semua
malformasi. Limfangioma berasal dari sakus primitive masa embrio, sebagian jaringan
limfatik yang terlepas kehilangan hubungan dengan system limfatik normal, tapi masih
memiliki potensi pertumbuhan cepat semula (Schawartz, 2011).
Limfangioma merupakan massa kistik yang jinak, multilobular, dan multinodular yang
dibentuk oleh sel-sel endotel. Limfangioma merupakan akibat dari kesalahan pembentukan
(malformasi) dan obstruksi dari sistem limfatik. Pada beberapa kejadian, dapat terbentuk
sequestrasi dari jaringan limfatik yang tidak berhubungan dengan sistem limfatik yang
normal. (Craig, 2006).
Kebanyakan limfangioma merupakan tumor jinak yang hanya merupakan lesi yang lunak,
tumbuh secara lambat, dan massa tumor yang kenyal. Oleh karena limfangioma tidak
memiliki kemungkinan untuk menjadi ganas, pada umumnya limfangioma hanya dirawat
untuk kepentingan kosmetis saja. Limfangioma dapat terjadi dimana saja pada kulit dan
membran mukosa. Lokasi yang paling umum adalah kepala dan leher, dan selanjutnya pada
ekstremitas proksimal, pantat, dan badan. Namun, limfangioma terkadang dapat ditemukan di
dalam usus, pankreas, dan mesenterium. Lesi kistik yang lebih dalam biasanya terjadi di area
yang longgar dan jaringan areolar, biasanya leher, ketiak, dan selangkangan. Lesi pada kulit
tersebut dapat berupa lesi yang kecil dan berbatas jelas, hingga luas, diffuse dan berbatas
tidak jelas. Limfangioma biasanya adalah bawaan lahir, dan pada umumnya muncul sebelum
usia 2 tahun. Limfangioma dapat secara tiba-tiba muncul pada anak-anak dan terkadang pada
remaja atau dewasa (Glenn, 2005).
3. PATOFISIOLOGI
Terlampir
4. MANIFESTASI KLINIS
Terjadi pembengkakan leher, ketiak, mediastinum, dan skrotum
Timbul lesi pada leher, ketiak, mediastinum, dan skrotum
Sering terasa nyeri
Gejala klinis berdasarkan pengelompokkan klasifikasi klinis dapat terlihat sebagai berikut:
Limfangioma Sirkumskriptum
Limfangioma sirkumskriptum melibatkan kelompok kecil dari vesikel vesikel
yang berukuran sekitar 2-4 mm. Vesikel-vesikel jernih ini bervariasi
warnanya mulai dari merah muda, merah, hingga kehitaman sebagai akibat
sekunder perdarahan.
Lesi ini dapat berupa kutil pada permukaannya; sehingga lesi ini seringkali
disalah artikan sebagai kutil pada umumnya.
Shah et al melaporkan adanya limfangioma yang muncul pada penis
Limfangioma Kavernosa
Sesuai tipenya, limfangioma kavernosus tampak sebagai nodul pada subkutan
dengan konsistensi seperti karet, dan dapat memiliki dimensi yang luas.
Kulit yang berada di atasnya tidak tampak adanya lesi atau perubahan
Area yang terlibat dapat bervariasi, dari lesi yang lebih kecil dengan diameter
kurang dari 1 cm hingga lesi yang lebih besar dan melibatkan seluruh
tungkai
Kistik Higroma
Kistik higroma biasanya lebih besar daripada limfangioma kavernosa, dan
seringkali terjadi pada area leher dan parotis.
Seringkali, limfangioma kavernosa yang dalam tidak tampak pada
pemeriksaan superfisial, namun kistik higroma akan terdeteksi dengan mudah
karena ukuran dan lokasinya. Lesi kistik yang luas ini lunak dan bening
(Robert, 2009)
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Fisik
Anamnesis dilakukan dengan baik dan inspeksi, serta palpasi dilakukan secara teliti
dapat dipakai sebagai dasar untuk penilaian yang baik mengenai pembengkakan di
leher. Untuk itu diperlukan pengetahuan yang mendalam mengenai anatomi normal,
patologi dan pola metastasis limfogen tumor- tumor maligna di daerah kepala dan
leher.
Pemeriksaan Penunjang
Fasilitas imaging yang sering diperlukan adalah x-ray, computed tomography
(CT) scan, magnetic resonance imaging (MRI), USG, dan positron emission
tomography (PET).
Foto toraks membantu adanya metastasis jauh (diperkirakan 15% pasien) atau
adanya tumor primer kedua (second primary, 5-10%). Foto panoramic
membantu adanya keterlibatan mandibula.
CT-scan atau MRI dari dasar tengkorak sampai ke klavikula akan
memberikan informasi detail tentang ekstensi keterlibatan jaringan lunak atau
tulang oleh tumor dan adanya metastasis regional.
Biopsi dapat dilakukan scalpel atau biopsy punch untuk tumor primer dan
fine needle aspiration (FNAB) pada kelenjar getah bening yang dicurigai.
Apabila ditemukan epidermoid carcinoma pada kelenjar getah bening leher
dianjurkan untuk dilakukan blind biopsy pada waldeyer’s ring.
Visualisasi rongga mulut, rongga hidung, nasopharing, orofaring, hipofaring,
laring, servikal esophagus dan proksimal trakea adalah penting untuk
memantapkan adanya tumor dan ekstensinya.
Panendoskopi intraoperatif dilakukan untuk mendapatkan jaringan yang
adekuat untuk diagnosis, hemostasis yang lebih baik, dan evaluasi ekstensi
tumor.
6. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pada umumnya terapi yang dilakukan adalah pembedahan. Karena batas limfangioma dan
jaringan normal tidak jelas betul, operasi tidak dapat memaksakan eksisi radikal, operasi
dapat dilakukan bertahap. Umumnya dianggap tidak sesuai diterapi dengan injeksi zat
sklerotik. Belakangan ini di China dilaporkan injeksi pingyangmisin (bleomisin A5)
intratumor membawa hasil tertentu pada limfangioma servikal. Radio terapi mungkin berefek
tertentu, tapi tidak sesuai untuk pasien usia muda, sebab mudah timbul deformasi
pertumbuhan tulang setempat dan mencetuskan karsinoma tiroid.
Untuk keperluan pengobatan, limfangioma sering dibagi menjadi limfangioma lokal dan
diffus. Pada limfangioma lokal, dapat diberikan terapi non bedah sambil dilakukan
pengawasan jika limfangioma tidak mempengaruhi fungsi kehidupan, karena beberapa ahli
bedah percaya bahwa lebih dari 15% dari lesi ini akan mengecil dengan sendirinya. Namun
jika lesi tidak mengecil spontan pada usia 5 tahun, intervensi bedah diperlukan. Penulis lain
percaya bahwa eksisi harus dilakukan lebih cepat untuk menghindari komplikasi seperti
infeksi (Scwartz, 2011).
a) Farmakologi
Untuk malformasi limfatik lokal, berbagai agen farmakologis telah digunakan di
seluruh dunia untuk mengobati limfangioma. Beberapa agen yang digunakan dalam
terapi sklerotik termasuk air mendidih, tetrasiklin, bleomycin, dan cyclophosphamide
(Scwartz, 2011). Pertimbangan khusus harus diambil pada malformasi limfatik pada
lidah atau glotis. Malformasi pada lidah (sebelumnya dikenal sebagai
circumscriptum lymphangioma)
harus dikelola dengan laser resurfacing. Jika lesi ini cukup besar dan mengganggu
respirasi, operasi pengurangan lidah harus dilakukan. Malformasi pada glotis harus
diperlakukan dengan laser karbon dioksida dan terapi debulking dengan manajemen
jalan nafas agresif (Scwartz, 2011). Aspirasi limfangioma telah dilakukan di masa
lalu tapi sebagian besar kurang disukai karena tingkat kekambuhannya yang tinggi.
Namun, masih dapat digunakan untuk mengatasi limfangioma yang mengancam
kehidupan dimana membutuhkan pengurangan sesegera mungkin (Scwartz, 2011).
b) Tindakan bedah
Sebagaimana dinyatakan di atas, eksisi bedah adalah pengobatan pilihan untuk
limfangioma lokal jika secara anatomis memungkinkan. Dari berbagai teknik bedah
yang telah dieksplorasi selama bertahun-tahun, total penghapusan tumor dengan tidak
meninggalkan epitel kistik, telah menjadi prosedur yang paling dapat diandalkan
(Scwartz, 2011). Pengelolaan bedah limfangioma difus sering merupakan usaha yang
kompleks dan seumur hidup dengan tingkat morbiditas substansial. Pasien dan orang
tua harus menyadari hal ini sebelum operasi dilakukan, sehingga kemungkinan
komplikasi yang tinggi dapat difaktorkan ke dalam keputusan-keputusan awal dalam
manajemen (Scwartz, 2011).
7. PROGNOSIS
Limfangioma merupakan malformasi pembuluh limfe yang jinak dan bukan merupakan tumor
yang sejati, sehingga prognosisnya sangat baik. Tindakan bedah reseksi yang komplit dari lesi
ini telah terbukti sangat efektif. Tingkat kekambuhan rendah jika pengambilan epitel kistik
secara menyeluruh telah dicapai dan penghapusan lengkap epitel kistik dicapai (Scwartz,
2011).
Namun, ada juga yang berpendapat prognosis mempunyai korelasi yang kuat dengan stadium
saat didiagnosis. Secara umum prognosis ditentukan oleh ukuran tumor, adanya metastasis
kelenjar getah bening regional dan metastasis jauh, makin besar masa tumor prognosis makin
buruk. Adanya metastasis kekelenjar getah bening regional menurunkan survival hingga 50%
dan meningkatkan resiko metastasis jauh.
8. ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
SIRKULASI
Tanda : Takikardia, disritmia, sianosis wajah dan leher (obstruksi drainase vena karena
pembesaran nodus limfa adalah kejadian yang jarang), ikterus dan ikterik yang
umum sehubungan dengan kerusakan hati dan obstruksi duktus empedu oleh
pembesaran nodus limfa (mungkin tanda lanjut), pucat (anemia), diaforesis,
keringat malam.
INTEGRITAS
Status hubungan: takut dan ansietas sehubungan dengan menjadi orang yang
tergantung pada keluarga
ELIMINASI
Tanda : Nyeri tekan pada kuadran kanan dan pembesaran pada palpasi (hepatomegali)
Nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan pembesaran pada palpasi
(splenomegali)
MAKANAN/CAIRAN
Adanya penurunan berat badan yang tak dapat dijelaskan sama dengan 10 % atau
lebih dari berat badan dalam 6 bulan sebelumnya dengan tanpa upaya diet
Tanda : Pembengkakan pada leher, wajah, rahang atau tangan kanan (sekunder terhadap
kompresi vena kava superior oleh pembesaran nodus limfa)
Asites (obstruksi vena kava inferior sehubungan dengan pembesaran nodus limfa
intraabdominal)
NEUROSENSORI
Gejala : Nyeri syaraf (neuralgia)menunjukkan kompresi akar syaraf oleh pembesaran nodus
limfa pada brakial, lumbar dan pleksus sacral
Tanda : Status mental: letargi, menarik diri, kurang minat umum terhadap sekitar
Paraplegia (kompresi batang spinal dari tubuh vertebral, keterlibatan discus pada
kompresi degenerasi atau kompresi suplai darah terhadap bantang spinal)
NYERI/ KENYAMANAN
Gejala: Nyeri tekan /nyeri pada nodus limfa yang terkena, misal pada sekitar mediastinum,
nyeri dada, nyeri punggung (kompresi vertebral);nyeri tulang umum
(keterlibatan tulang limfomatus)
KEAMANAN
Gejala : Riwayat sering/ adanya infeksi (abnormalitas imunitas seluler pencetus untuk
infeksi virus herpes sistemik, TB, toksoplasmosis atau infeksi bacterial
Riwayat mononukleus (risiko tinggi penyakit hodgin pada pasien titer tinggi virus Epstein-
Barr). Riwayat ulkus/ perforasi perdarahan gaster
Pola sabit adalah peningkatan suhu malam hari barakhir sampai beberapa minggu (demam
pel-Ebstein) diikuti oleh periode demam: keringat malam tanpa menggigil
Tanda : Demam menetap tidak dapat dijelaskan dan lebih tinggi dari 38 derajat tanpa gejala
infeksi
Nodus limfe simetris, tak nyeri, membengkak/ membesar (nodus servikal paling umum
terkena) lebih pada sisi kiri dari pada kanan; kemudian nodus aksila dan
mediastinal)
Nodus dapat terasa kenyal dan keras, diskret dan dapat digerakkan
Pembesaran tosil
Pruritus umum
Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1 DS: klien mengatakan bahwa ia Oedem jalan nafas Inefektif jalan
sulit bernafas nafas
Stridor (+)
DO: RR meningkat
Diagnosa Keperawatan:
1. Inefektif jalan nafas sehubungan dengan oedem jalan nafas
2. Perubahan pola nafas sehubungan dengan inadekuat oksigenasi
3. Gangguan nutrisi sehubungan dengan malabsorbsi
4. Gangguan menelan sehubungan dengan inflamasi tonsil
5. Gangguan rasa tidak nyaman; nyeri sehubungan dengan proses inflamasi
1. Planning
a. Tujuan Intervensi
1. Mengefektifkan jalan nafas
2. Menormalkan pola nafas
3. Memenuhi kebutuhan nutrisi klien
4. Menghilangkan gangguan menelan
5. Mengembalikan pola aktifitas klien
6. Meningkatkan rasa nyaman klien, meminimalkan nyeri
7. Mencegah terjadinya infeksi
b. Rencana Intervensi
1. Mengkaji atau mengawasi frekuensi pernafasan, kedalaman, irama. Memperhatikan dispnea
dan atau penggunaan otot bantu, pernafasan cuping hidung, gangguan pengembangan
dada
2. Menempatkan pasien pada posisi nyaman, dengan kepala tempat tidur tinggi atau duduk
tegak kedepan (beban berat pada tangan) kaki digantung.
3. Memberi posisi dan membantu mengubah posisi secara periodik
4. Menganjurkan/ membantu dengan teknik nafas dalam dan atau pernafasan bibir atau
pernafasan diafragmatik abdomen bila diindikasikan
5. Memberikan makanan sedikit tapi sering
6. Memberikan makanan lunak
7. Memantau tanda dan gejala obstruksi usus
8. Mengidentifikasi/ mendorong teknik penghematan energi, misal periode istirahat sebelum
dan setelah aktifitas, menggunakan mandi dengan kursi, duduk sebelum perawatan
9. Mendorong klien untuk melakukan latihan rentang gerak aktif secara mandiri pada interval
reguler setiap hari
10. Mendorong aktifitas pengalihan (distraksi) seperti mendengarkan musik, melakukan
hobby klien
11. Menciptakan lingkungan bersih dan aman bagi klien
12. Memberikan informasi tentang penyakit/ prognosis dan kebutuhan pengobatan
13. Membantu intubasi dan ventilasi mekanik
14. Memberikan tambahan oksigen
15. Membantu pengobatan pernafasan/ tambahan misal IPPB, spirometri insentif
16. Mengatur diet seimbang (TKTP), sesuai kebutuhan klien
17. Memberikan analgesic - antipiretik sesuai indikasi
2. Evaluasi
1. Jalan nafas efektif
2. Pola nafas normal
3. Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
4. Gangguan menelan hilang
5. Pola aktifitas klien kembali normal
6. Rasa nyaman klien meningkat, nyeri minimal
7. Infeksi dapat dihindari
DAFTAR PUSTAKA
Fahmi R. 2010. Angioma. (19 September 2011)
Ganong, W.F. 2007. Buku ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC. pp: 556-8. Imam
Budi Putra. 2008. Tumor-Tumor Jinak Kulit. (19 September 2011)
Kumar V, Ramzi S., Stanley R.R. 2008. Buku Ajar Patologi Kedokteran. Jakarta : Erlangga. pp:
481-4
Amouri M, Masmoudi A, Boudaya S, et al. (2007). Acquired lymphangioma
circumscriptum of the vulva. Dermatology online journal 13 (4): 10
Schawartz R.A. 2011. Arterial Vascular Malformation Including Hemangiomas and
Lymphangiomas. Http: //www.emedicine-medscape.com (15 September 2011)
Waugh A., Allison G. 2001. Anatomi and Physiology in Health and Illness. Newyork
: Churcill Livingstone. pp: 382-92