Anda di halaman 1dari 4

Tumor pada cavum nasi

Tumor pada cavum nasi baik benigna maupun maligna jarang terjadi. Sering sekali antara
tumor nasi dan sinus paranasal sulit dibedakan kecuali pada stadium awal. Sebagai tambahan
dari tumor primer, cavum nasi dapat ditembus oleh pertumbuhan tumor dari sinus paranasal,
nasofaring, cavum cranii dan cavum buccalis.

Lesi benigna biasanya lebih halus, terlokalisir dan dilapisi membran mukosa. Lesi
maligna biasanya lebih rapuh, memiliki permukaan granuler dan lebih mudah berdarah.

TUMOR BENIGNA
1. Papilloma skuamosa. Lesi verukosa mirip dengan kutil pada kulit dapat tumbuh dari
vestibulum nasi atau bagian bawah dari septum nasi bagian bawah. Dapat berupa lesi
tunggal maupun multipel, bertangkai atau melekat. Penanganan dilakukan dengan eksisi
lokal menggunakan kauterisasi pada dasar lesi untuk mencegah kekambuhan. Dapat juga
diterapi dengan bedah beku (Cryosurgery) atau dengan laser.
2. Inverted papilloma (Papilloma sel transisional atau Tumor Ringertz atau Papilloma
Schneiderian). Adalah tumor pada mukosa nonolfaktorius hidung (membran Schneiderian)
dan sinus paranasal. Sumber yang paling sering menjadi tumor adalah pada dinding lateral
nasi pada meatus media; sumber yang jarang berasal dari sinus maxillaris, frontalis atau
sfenoidalis. Tumor ini dinamakan karena hiperplasia jaringan papillomatous tumbuh ke
dalam stroma daripada kearah eksofitik. Virus human papilloma diduga menjadi penyebab
etiologis. Secara klinis, laki-laki terkena lebih sering daripada perempuan pada grup usia
40-70 tahun. Hampir selalu unilateral dan muncul dengan obstruksi nasal, keluarnya sekret
nasal dan epistaksis. Tumor ini dapat invasi ke sinus atau orbita. Keterlibatan orbital
menyebabkan proptosis, diplopia dan lakrimasi.
Pada pemeriksaan nasal atau endoskopi, muncul sebagai massa polipoid pucat yang mirip
sebagai polip nasi simpel. Computed Tomography (CT) dan Magnetic Resonance Imaging
(MRI) menunjukkan lokasi dan ekstensi dari lesi. MRI juga membantu membedakan
sekresi yang berasal dari sinus dari massa tumor yang sebenarnya. Biopsi merupakan hal
yang esensial untuk diagnosis.
Perhatian diberikan sebagai polip nasi simpleks dapat berhubungan dengan tumor atau
bahkan pasien sudah menjalani operasi untuk pengangkatan polip nasi.
Penanganan. Maksillektomi medial adalah terapi pilihan. Dapat juga dilakukan pendekatan
dengan rhinotomi lateral atau degloving sublabial. Pada jaman sekarang pendekatan dengan
endoskopi lebih disarankan. Pada 10-15% kasus, dihubungkan dengan keganasan.
Pendekatan pembedahan eksternal yang lebih luas mungkin diperlukan untuk tumor yang
meluas ke sinus frontalis atau ke orbita. Rekurensi dapat terjadi. Radioterapi tidak
disarankan karena dapat menginduksi keganasan.
3. Adenoma pleomorfik. Tumor yang jarang, biasanya muncul dari septum nasi. Penanganan
dengan bedah eksisi luas.
4. Schwannoma. Schwannoma adalah tumor benigna yang jarang terjadi muncul dari hidung
atau sinus paranasal. Belakangan ini termasuk sinus etmoidalis, maksillaris dan sfenoidalis.
Tumor ini berasal dari sel Schwann dari saraf.
Secara klinis tumor ini muncul sebagai massa bulat, konsistensi padat, berwarna kuning
dan dapat menunjukkan jaringan pembuluh darah pada permukaannya. Tumor ini dapat
menyebabkan nekrosis karena penekanan pada jaringan tulang sekitarnya. Pemeriksaan
radiologis, CT dan MRI, berguna untuk menunjukkan penyebaran. Diagnosis ditetapkan
dengan biopsi. Penanganan dengan eksisi pembedahan. Tumor ini dapat diambil dengan
pembedahan endoskopis atau dengan pendekatan eksternal.
5. Meningioma. Merupakan tumor yang jarang ditemukan intranasal. Penanganan dilakukan
dengan eksisi pembedahan dengan rhinotomi lateral.
6. Hemangioma. Dapat berupa :
a. Hemangioma kapiler (perdarahan polip dari septum). Tumor ini berkonsistensi lunak,
berwarna merah gelap, memiliki tangkai atau melekat pada septum nasi bagian
anterior. Biasanya tumor ini memiliki permukaan halus namun dapat menjadi ulserasi
dan hadir dengan epistaksis berulang dan obstruksi nasal. Penanganan dengan eksisi
lokal dengan cuff atau mengelilingi mukoperikondrium.
b. Hemangioma kavernosa. Tumor ini berasal dari konka pada dinding lateral hidung.
Penanganan dengan eksisi pembedahan dengan Cryotherapy sebelumnya. Lesi yang
lebih luas dapat membutuhkan radioterapi dan eksisi pembedahan.
7. Chondroma. Tumor ini muncul dari etmoid, cavum nasi atau septum nasi. Kondroma
murni memiliki permukaan halus, berkonsistensi padat dan berlobus. Jenis lain dapat
berupa campuran dengan fibro-, osteo- atau angiokondroma. Terapi dengan eksisi
pembedahan. Untuk rekurensi atau tumor yang besar, eksisi luas sebaiknya dilakukan
karena kecenderungan untuk berubah menjadi ganas setelah intervensi berulang.
8. Angiofibroma. Dimasukkan ke dalam tumor nasi karena situs primernya seharusnya
berasal dari bagian posterior dari cavum nasi dekat foramen sfenopalatina.
9. Intranasal meningoensefalokel. Merupakan herniasi jaringan otak dan meningen melalui
foramen caecum atau cribiformis. Tumor ini muncul dengan polip halus pada bagian atas
dari hidung diantara septum dan konka media, biasanya terjadi pada bayi dan anak-anak.
Massa bertambah besar saat menangis atau tegang. Perhatian lebih harus diberikan, karena
sering terjadi misdiagnosis sebagai polip nasi dan sering salah pengambilan, menyebabkan
rinorea cairan serebrospinal atau meningitis. Untuk alasan yang sama biopsi tidak
disarankan. CT scan penting untuk menunjukkan defek pada basis cranii. Penanganan
dengan kraniotomi frontal, memutuskan tangkai tumor dari otak, dan memperbaiki dura
dan defek tulang. Massa intranasal diambil sebagai prosedur sekunder setelah defek kranial
telah diperbaiki.
10. Glioma. Dari seluruh glioma, 60% terjadi ekstranasal, 30% intranasal, dan 10% intra dan
ekstranasal. Ditemukan pada bayi dan anak-anak. Glioma intranasal muncul sebagai polip
yang padat terkadang menonjol pada nares anterior.
11. Nasal dermoid. Tumor ini tampak sebagai pelebaran bagian atas dari septum nasi dengan
pelebaran tulang nasal dan hipertelorisme. Celah atau sinus dapat terlihat pada garis tengah
dorsum nasi dengan munculnya rambut dari ostiumnya.

TUMOR MALIGNA
1. Karsinoma kavum nasi. Karsinoma primer kavum nasi sangat jarang terjadi. Dapat
berupa ekstensi dari karsinoma maksillaris atau etmoidalis. Jenis sel skuamosa paling
banyak, ditemukan pada sekitar 80% kasus. Sisanya dapat berupa karsinoma kista adenoid
atau adenokarsinoma.
a. Karsinoma sel skuamosa. Dapat berasal dari vestibulum nasi, bagian anterior dari
septum nasi atau dinding lateral dari cavum nasi. Kebanyakan ditemukan pada pria
dengan usia diatas 50 tahun.
i. Vestibuler. Berasal dari dinding lateral dari vestibulum nasi dan dapat menyebar
ke kolumella, dasar nasal dan bibir bagian atas dengan metastasis ke nodus
parotis.
ii. Septum. Kebanyakan berasal dari perbatasan mukokutaneus dan menyebabkan
rasa terbakar dan nyeri pada hidung. Sering dinamakan "nose-picker's cancer."
biasanya, tumor ini tingkat keganasannya rendah.
iii. Dinding lateral. Daerah ini sering terlibat. Penyebaran sangat mudah terjadi
pada sinus etmoidalis dan maksillaris. Secara makros, terlihat sebagai massa
polipoid pada dinding lateral hidung. Metastase jarang terjadi. Penanganan
dengan kombinasi radioterapi dan pembedahan.
b. Adenokarsinoma dan karsinoma adenoid kistik. Berasal dari kelenjar membran
mukosa atau kelenjar saliva minor dan paling sering melibatkan bagian atas dinding
lateral cavum nasi.
2. Melanoma maligna. Biasanya muncul pada kelompok usia 50 tahun ke atas. Kedua jenis
kelamin terpengaruh secara sama. Secara makroskopis, tampak sebagai massa polipoid
berwarna keabu-abuan atau biru kehitaman. Didalam cavum nasi, situs yang paling sering
terkena adalah bagian anterior dari septum nasi diikuti konka media dan inferior. Jenis
amelanotik tidak berpigmen. Tumor menyebar melalui jaringan limfatik atau melalui aliran
darah. Metastase nodus servikalis dapat muncul pada saat pemeriksaan awal. Penanganan
dengan eksisi pembedahan luas. Pertahanan imunologis dari pasien mempunyai peran yang
sangat penting untuk mengontrol penyakit ini. Radioterapi dan kemoterapi dihindari karena
melemahkan sistem imun. Angka kelangsungan hidup setelah 5 tahun diperkirakan sekitar
30% setelah menjalani eksisi pembedahan luas.
3. Estesioneuroblastoma (Syn. Olfactory neuroblastoma). Juga disebeut tumor plakode
olfaktorius karena berasal dari epitel olfaktorius pada sepertiga atas hidung. Insidensi
puncak terjadi pada dua kelompok usia yakni usia 10-20 tahun dan kelompok usia 50-60
tahun. Gejala yang paling umum terjadi adalah obstruksi nasal unilateral dan epistaksis.
Ketika tumor menginvasi orbita dan struktur disekitarnya, gejala lain seperti proptosis,
sakit kepala, epifora, diplopia dan pengelihatan kabur juga dapat muncul. Metastase
limfonodi pada leher dapat terjadi sekitar 10-15%.
Pemeriksaan intranasal atau dengan endoskopi hidung dapat menunjukkan massa polipoid
berwarna cherry-red pada sepertiga atas kavum nasi. Tumor ini merupakan tumor vaskuler
sehingga biopsi tidak segera harus dilakukan kecuali telah dilakukan pemeriksaan
radiologis lebih lanjut. CT-scan resolusi tinggi menunjukkan penyebaran lesi. Dapat juga
menunjukkan destruksi atau erosi pada cribriform plate atau dinding orbita. Pemeriksaan
MRI menunjukkan penyebaran lesi ke orbita atau intrakranial.
Biopsi tumor menunjukkan sifat alami dari tumor. Tumor ini dapat berupa derajat rendah
dengan pembentukan pseudorossete atau derajat tinggi dengan pleomorfisme nukleus tetapi
tidak ada pembentukan pseudorossete. Membutuhkan pewarnaan khusus untuk
membedakan dengan tumor lain.
Tumor ini harus dibedakan dengan limfoma, melanoma, plasmasitoma, rhabdomiosarkoma,
karsinoma undifferentiated dan karsinoma neuroendokrin.
Penanganan. Protokol terapi dibedakan menurut institusi. Yakni:
a. Reseksi kraniofasial dengan radiasi adjuvan
b. Radiasi preoperatif dilanjutkan dengan reseksi kraniofasial
c. Kemoterapi preoperatif dan radiasi dilanjutkan dengan reseksi kraniofasial untuk lesi
yang sudah meluas ke orbita, cribiform plate dan intrakranial. Jika terdapat
pembesaran limfonodi pada leher juga dilakukan radiasi.
Reseksi kraniofasial dilakukan dengan flap osteoplastik membuka fossa kranial anterior
sedangkan pendekatan fasial dengan melalui rhinotomi lateral atau degloving midfasial.
Sehingga pengangkatan tumor dapat dilakukan. Defek pada basis cranii diperbaiki dengan
flap perikranial.
4. Hemangioperisitoma. Merupakan tumor yang jarang terjadi berasal dari vaskuler. Tumor
ini berasal dari perisit- sel yang mengelilingi kapiler. Tumor ini biasanya banyak terjadi
pada kelompok usia 60-70 tahun dan muncul dengan gejala epistaksis. Perdarahan cepat
dapat terjadi pada saat biopsi. Tumor ini dapat menjadi benigna atau maligna tetapi tidak
dapat dibedakan secara histologis. Terapi tumor ini dengan eksisi pembedahan luas.
Radioterapi digunakan pada lesi yang tidak dapat dioperasi atau rekuren.
5. Limfoma. Secara jarang non-Hodgkin limfoma dapat muncul pada septum.
6. Plasmasitoma. Plasmasitoma soliter tanpa penyakit osseus generalisata dapat terlihat pada
kavum nasi. Tumor ini secara dominan mengenai pria dengan usia lebih dari 40 tahun.
Penanganan dengan radioterapi diikuti pembedahan 3 bulan kemudian jika regresi total
tidak terjadi. Follow-up jangka panjang penting untuk membedakan perkembangan
mieloma multipel.
7. Sarkoma. Sarkoma osteogenik, kondrosarkoma, rabdomiosarkoma, angiosarkoma,
hisitositoma maligna adalah tumor lain yang dapat mengenai hidung dalam frekuensi yang
jarang.

Anda mungkin juga menyukai