Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN PADA “Ny D” DENGAN

DIAGNOSA MEDIS TUMOR SINONASAL DI


RUANGAN LONTARA 3 ATAS DEPAN
RSUP WAHIDIN SUDIROHUSODO
MAKASSAR

Di Susun Oleh :
Nama : Rianti benyamin, S.Kep

NIM : 19.04.053

CI Lahan CI Instirusi

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES PANAKKUKANG

MAKASSAR

T.A 2020
LAPORAN PENDAHULUAN
TUMOR SINONASAL

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. Pengertian
a. Pengertian Sinonasal
Lokasi hidung dan sinus paranasal (Sinonasal) merupakan rongga
yang dibatasi oleh tulang-tulang wajah yang merupakan daerah
yang terlindungi sehinggatumor yang timbul di daerah ini sulit
diketahui secara dini
b. tumor sinonasal
Tumor sinonasal adalah pertumbuhan jaringan abnormal di
sinus paranasal dan jaringan sekitar hidung. Tumor hidung adalah
pertumbuhan ke arah ganas yang mengenai hidung dan lesi yang
menyerupai tumor pada rongga hidung, termasuk kulit dari hidung
luar dan vestibulum nasi. Tumor ini merupakan penyebab
kesakitan dan kematian di bidang otorinolaringologi di seluruh
dunia. Kebanyakan tumor ini berkembang dari sinus maksilaris dan
tipe histologi yang paling sering ditemukan adalah karsinoma sel
skuamosa.

2. Patofisiologi

Berbagai jenis tipe tumor berbeda telah dijelaskan terdapat pada


rahang atas. Jenis histologis yang paling umum adalah karsinoma sel
skuamosa, mewakili sekitar 80% kasus. Lokasi primer tidak selalu
mudah untuk ditentukan dengan sejumlah sinus berbeda yang secara
umum terlibat seiring waktu munculnya pasien. Mayoritas 60% tumor
tampaknya berasal dari antrum, 30% muncul dalam rongga hidung,
dan sisa 10% muncul dari etmoid. Tumor primer frontal dan sfenoid
sangat jarang.

Limfadenopati servikal teraba muncul pada sekitar 15% pasien


pada presentasi. Gambaran kecil ini disebabkan drainase limfatik sinus
paranasal ke nodus retrofaring dan dari sana ke rantai servikal dalam
bawah. Sebagai akibatnya, nodus yang terlibat diawal tidak mudah
dipalpasi di bagian leher manapun.

3. Etiologi
Etiologi tumor ganas sinonasal belum diketahui dengan pasti,
tetapi diduga beberapa zat kimia atau bahan industri merupakan
penyebab antara lain nikel, debu kayu, kulit, formaldehid, kromium,
minyak isopropl dan lain-lain. Pekerja di bidang ini mengalami
peningkatan risiko untuk terjadinya keganasan sinonasal. Alkohol,
asap rokok, makanan yang diasinkan atau diasap diduga meningkatkan
kemungkinan terjadi keganasan, sebaliknya buah-buahan dan sayuran
mengurangi kemungkinan terjadi keganasan. Jenis histologis yang
paling umum adalah karsinoma sel skuamosa, mewakili sekitar 70%
kasus. Gejala klinis yang paling sering adalah obstruksi hidung dan
epistaksis (Goel, 2012; Sukri, 2012; Roezin, 2007).
Selain akibat pekerjaan, ada yang menganggap bahwa sinusitis
kronis dapat menyebabkan metaplasia yang kemudian menjadi
karsinoma sel skuamosa pada sinonasal (Mangunkusumo, 1989).
4. Manifestasi klinik
Menurut Roezin (2007) gejala tergantung dari asal primer tumor
serta arah dan perluasannya. Tumor di dalam sinus maksila biasanya
tanpa gejala. Gejala timbul setelah tumor besar, sehingga mendesak
atau menembus dinding tulang meluas ke rongga hidung, rongga
mulut, pipi, orbita atau intrakranial.
a. Gejala nasal
Gejala nasal berupa obstruksi hidung unilateral dan rinorea.
Sekretnya sering bercampur darah atau terjadi epistaksis. Tumor
yang besar dapat mendesak tulang hidung sehingga terjadi
deformitas hidung. Khas pada tumor ganas ingusnya berbau karena
mengandung jaringan nekrotik (Roezin, 2007).
b. Gejala orbital
Pada gejala orbital ada perluasan tumor ke arah orbita
menimbulkan gejala diplopia, proptosis (penonjolan bola mata),
oftalmoplegia, gangguan visus, dan epifora (Roezin, 2007).
c. Gejala oral
Pada gejala oral dapat disertai perluasan tumor ke rongga
mulutmenyebabkan penonjolan atau ulkus di palatum atau di
prosesus alveolaris. Pasien mengeluh gigi palsunya tidak tepat
melekat atau gigi geligi goyang. Sering kali pasien datang ke
dokter gigi karena nyeri di gigi, tetapi tidak sembuh meskipun gigi
yang sakit telah dicabut (Roezin, 2007).
d. Gejala fasial
Pada pasien dengan gejala fasial adanya perluasan tumor ke area
wajah dimana akan menyebabkan penonjolan pipi. Gejala dapat
disertai nyeri, hilang sensasi (anesthesia atau parastesia) jika
mengenai nervus trigeminus (Roezin, 2007).
e. Gejala intracranial.
Perluasan tumor ke intrakranial dapat menyebabkan sakit kepala
hebat, oftalmoplegia, dan gangguan visus, yang dapat disertai
likuorea, yaitu cairan otak yang keluar melalui hidung. Jika
perluasan sampai ke fossa kranii media maka saraf otak lainnya
bisa terkena. Jika tumor meluas ke belakang, terjadi trismus akibat
terkenanya muskulus pterigoideus disertai anestesia danparestesia
daerah yang dipersarafi nervus maksilaris dan mandibularis
(Roezin, 2007).
5. Klasifikasi
a. Tumor Jinak
Makroskopis mirip dengan polip, tetapi lebih vaskuler, padat
dan tidak mengkilap. Ada 2 jenis papiloma, pertama eksofitik atau
fungiform dan yang kedua endofitik disebut papiloma inverted.
b. Tumor Ganas
Tumor ganas yang tersering adalah karsinoma sel skuamosa
(70%). Sinus maksila tersering terkena (65-80%), sinus etmoid
(15-25%), hidung sendiri (24%).
c. Invasi Sekunder
a) Invasi sekunder

Antara lain pituitary adenomas, karsinoma nasofaring,

maningioma, tumor odontegenik, neoplasma skeleton kraniofasial

jinak dan ganas, tumor orbita.

Pembagian sistem TNM menurut Simson sebagai berikut :

T : tumor

T-1 :

a. Tumor pada dinding anterior

b. Tumor pada dinding nasontral inferiot

c. Tumor pada platum bagain anteriormedial

T-2 :

a. Invasi ke dinding lateral tanpa mengenai otot

b. Infasi ke dinding soperior tanpa mengenai orbita

T-3 :

a. Infasi ke M. Pterigoid
b. Invasi ke orbita

c. Invasi ke selule etmoid anterior tanpa mengenai lamina kribrosa

d. Invasi ke dinding anterior dan kulit di atasnya

T-4 :

a. Invasi kelaminakribrosa

b. Invasi ke fosa pertigoid

c. Invasi ke ronga hidung atau sinus maksila kontra internal

d. Infasi ke lamina pterigoid

e. Infasi ke selule etmoid posterior

f. Ekstensi ke resesus etmo-sfenoid

N : kelenjar getah bening ragional

N-1 : klinis teraba kelenjar, dapat digerakkan

N-2 : tidak dapat digerakkan

M : metastasis

M-1 : tadium dini, tumor terbatas di sinus

M-2 : stadium lanjut, tumor meluas ke strukturyang berdekatan

Berdasarkan TNM ini dapat di tentukan stadium yaitu stadium dini

( stadium 1-2), stadium lanjut (stadium 3-4).

6. Komplikasi
Komplikasi keganasan sinus terkait dengan pembedahan dan
rekonstruksi.beberapa komplikasi yang dapat terjadi yaitu :
a. Perdarahan : untuk menghindari perdarahan arteri etmoid anterior
dan posterior dan posterior dan arteri sfenopalatina dapat dikauter
atau diligasi
b.Epifora : hal yang sering terjadi saat pembedahan disebabkan oleh
obstruksi pada aliran traktus lakrimalis. Endoskopi lanjutan dan
tindakan dakriosisto rhinostomi mungkin perlu dilakukan
c. Diplopia : perbaikan dasar orbita yang tepat adalah kunci untuk
menghindari komplikasi ini. Jika terjadi diplopia, penggunaan
kacamata prisma merupakan terapi yang paling sederhana.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologi
1) Endoskopik, dimana terdapat polip atau sekret mukopurulen
yang berasal dari meatus medius dan atau udem mukosa primer
pada meatus medius
2) CT – scan : perubahan mukosa pada kompleks ostiomeatal dan
atau sinus paranasal. Pemeriksaan CT scan memberikan
gambaran yang baik mengenai lokasi dan perluasan tumor, CT
scan dapat menentukan adanya erosi atau dekstruksi tulang. CT
scan dengan kontras memberikan gambaran perluasan tumor ke
organ sekitarnya.
3) MRI
b. Biopsi
Apabila lokasi tumor telah diidentifikasi selanjutnya
dibutuhkan pemeriksaan histopatologi jaringan. Biopsi jaringan
dilakukan dengan teknik yang paling tidak invasif tetapi
mendapatkan jaringan yang cukup representatif untuk diperiksa.
Menghindari biopsi terbuka dengan alasan sebagai berikut:
1) Akan menyebabkan gangguan keutuhan struktur anatomi dan
batas tumor
2) Kemungkinan sel tumor mengkontaminasi jaringan normal.
3) Menyebabkan lokalisasi tumor dan batas batas tumor terganggu
yang menyulitkan pada saat operasi.
Pendekatan endoskopi melalui hidung (nasoendoskopi)
merupakan teknik yang optimal untuk biopsi tumor sinonasal.
Kelebihan teknik ini adalah visualisasi yang lebih baik. Morbiditas
yang minimal,perubahan pada jaringan tumor dan organ sekitar
minimal. Tumor kecil didinding lateral sinus maksila dapat dicapai
dengan melakukan antrostomi meatus medius dan visualisasi
dengan endoskop 30o atau 70o, biopsy dilakukan dengan forceps
jerapah.

8. Penatalaksanaan

a. Drainage/ debridement

Drainage adekuat(seperti nasoantral window) seharusnya dilakukan


pada pasien dengan sinusitis sekunder dan pada pasien yang
mendapat terapi radiasi sebagai pengobatan primes (Bailler, 2006).

b. Resection

Menurut Bailey (2006) surgical resection selalu


direkomendasikan dengan tujuan kuratif. Palliative excision
dipertimbangkan untuk mengurangi nyeri yang parah, untuk
dekompresi cepat dari struktur-struktur vital, atau untuk memperkecil
lesi massif, atau estetika. Pembedahan merupakan penatalaksanaan
tunggal untuk tumor maligna traktus sinonasal dengan angka
ketahanan hidup 5 tahun sebesar 19% hingga 86%.

Dengan kemajuan-kemajuan terbaru dalam preoperative


imaging, intraoperative image-guidance system, endoscopic
instrumentation dan material untuk hemostasis, teknik sinonasal
untuk mengangkat tumor nasal dan sinus paranasal mungkin
merupakan alternatif yang dapat dilakukan untuk traditional open
technique. Pendekatan endoskopik dapat dipakai untuk melihat
tumor dalam rongga nasal, etmoid, sfenoid, medial frontal dan sinus
maksilaris medial. Frozen section harus digunakan untuk melihat
batas bebas tumor (Bailey, 2006).

c. Rehabilitasi

Tujuan utama rehabilitasi pasca operasi adalah penyembuhan


luka primer, memelihara atau rekonstruksi bentuk wajah dan
pemulihan oronasal yang terpisah kemudian memperlancar proses
bicara dan menelan. Rehabilitasi setelah reseksi pembedahan dapat
dicapai dengan dental prosthesis atau reconstructive flap seperti flap
otot temporalis dengan atau tanpa inklusi tulang kranial, pedicled
atau microvascular free myocutaneous dan cutaneous flap (Bailey,
2006).

d. Terapi Radiasi

Radiasi digunakan sebagai metode tunggal untuk membantu


pembedahan atau sebagai terapi paliatif. Radiasi pasca operasi dapat
mengontrol secara lokal tetapi tidak mempengaruhi kelangsungan
hidup spesifik atau absolut. Sel-sel tumor yang sedikit dapat
dibunuh, pinggir tumor non radiasi dapat dibatasi sepanjang
pembedahan dan penyembuhan luka pasca operasi lebih dapat
diperkirakan (Bailey, 2006).

e. Kemoterapi
Peran kemoterapi untuk pengobatan tumor traktus sinonasal
biasanya paliatif, penggunaan efek cytoreductive untuk mengurangi
rasa nyeri dan penyumbatan, atau untuk mengecilkan lesi eksternal
massif. Penggunaan cisplatin intrarterial dosis tinggi dapat
digunakan secara bersamaan dengan radiasi pada pasien dengan
karsinoma sinus paranasal. Angka ketahanan hidup 5 tahun sebesar
53%. radiasi dan kemoterapi (Bailey, 2006)
9. PATHWAY / PENYIMPANGAN KDM CA.SINONASAL
Gangguan pola tidur
Eksposur kepada asap industri, debu kayu, penyulingan nikel, penyamakan kulit
Rokok, alkohol, makanan yang diasinkan, Human Papiloma virus (HPV)
REM Menurun
Terhadap terus-menerus
RAS teraktivasi
Risiko nutrisi kurang dari Kemampuan selaput lender mukosa menyerat bakteri dan bahan berbahaya
kebutuhan tubuh yang dibawah silia menurun Sakit kepala hebat

Kemampuan kelenjar sub mukosa menghasilkan lender untuk Tekanan intrakranial


proteksi menurun

Kurang nafsu makan Neoplasma maligna mengalami kecacatan dan kematian sel Penekanan pada intracranial otak
Memicu pertumbuhan sel-sel abnormal skuamosa pada sinus dan nasal
Kesulitan menguyah makanan

Penekanan/penonjolan pada pada palatum Pertumbuhan benjolan / tumor ke arah keganasan Ansietas

Perluasan tumor ke arah oral Ca. Sinonasal

Obstruksi nasal Tumor meluas kearah fasial Koping individu tidak efektif
Penumpukan secret
Peregangan dinding nasal
Wajah membengkak Perubahan status kesehatan
Bersihan jalan Napas Tidak
Pengeluaran mediator kimia
Efektif
(histamin, bradikinin, prostaglandin)
Gangguan citra tubuh
Rangsangan diteruskan ke thalamus melalui
saraf afferent
Intake tidak adekuat

Kelemahan
Cortex cerebri

Gangguan mobilitas fisik Nyeri dipersepsikan Nyeri Akut


B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses

keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian dalam

tentang masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah

terhadap tindakan keperawatan. Kebersihan proses keperawatan sangat

bergantung pada tahap ini.

a. Biodata

1) Identitas klien

Meliputi jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang

dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, nomor

registrasi, tanggal masuk rumah sakit diagnosa medis dan

tanggal pengkajian

2) Penanggung jawab

b. Riwayat kesehatan

1) Keluhan utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus adalah nyeri. Nyeri

bisa akut atau kronis tergantung dari lamaya sarangan. Untuk

memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri pasien

digunakan :

a) Provoking inciden : apakah ada peristiwa yang menjadi

faktor presipitas nyeri.


b) Quality of pain : seperti apa nyeri yang dirasakan atau

digambarkan pasien. Apakah terbakar, berdenyut, menusuk.

c) Regio : apakah rasa sakit menjalar atau menyebar. Dan di

mana rasa sakit itu terjadi.

d) Severity of pain : seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan

pasien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien

menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi

kemampuan fungsinya.

e) Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah

bertambah buru pada malam hari atau siang hari.

2) Riwayat penyakit dahulu

Apakah klien pernah mengalami operasi sebelunya, apakah

klien alaergi obat dan makanan.

3) Riwayat kesehatan keluarga

Genogram 3 generasi, pengkajian apakah ada penyakit

keturunan.

c. Riwayat psikososial

1. Pola konsep diri

2. Meliputi harga diri, ideal diri, gambaran diri, peran dan identitas

diri

3. Pola kognitif

4. Pola koping

5. Pola interaksi
d. Riwayat spiritual

Meliputi ketaatan klien beribadah, dukungan keluarga terhadap

kesehatan klien dan ritual yang biasa dijalankan.

e. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum klien

 tanda-tanda distress

 penampilan klien dihubungkan dengan usia

 ekspresi wajah, bicara dan mood

 TB dan BB

2) Tanda-tanda vital

Terdiri dari : tekanan darah, nadi, suhu, dan pernapasan

3) Sistem pencernaan

 Hidung (simetris), pernapasan cuping hidung, secrek, polip,

epistaksis

 Leher : pembesaran kelenjar, tumor

 Dada : bentuk dada, perbandingan ukuran anterior, posterior

dengan tranversal, gerakan dada, otot bantu pernafasan

4) Sistem carciovaskuler

 Konjungtiva (anemis/tidak), bibir (pucat/tidak)

 Ukuran jantung (normal/membesar), ictus cordis

 Suara jantung S1, S2 bising aorta, mur-mur, gallop

5) Sistem pencernaan
 Sklera (icterus/tidak), bibir (lembab/kering)

 Mulut : stomatitis, plato skizis, jumlah, kemampuan menelan

(baik/buruk)

 Gaster : kembang, nyeri, gerakan peristaltik

 Abdomen : hati (teraba/tidak), lien, ginjal

 Anus (lecet/tidak) hemoroid

6) Sistem indra

Meliputi : mata, hidung, telinga

7) Sistem saraf

 Fungsi serebral : status mental orientasi, daya ingat, kesadaran

dan bicara

 Fungsi kranial : berdasarkan 12 nervus

 Fungsi motorik ; massa otot, kekuatan otot

 Fungsi sensori : suhu, nyeri, gerakan dan posisi

8) Sistem musculoskeletal

9) Sistem endokrin

10) Sistem perkemihan

11) Sistem reproduksi

12) Sistem imun

Meliputi : alergi, riwayat transfusi dan reaksi.


2. Diagnosa keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi

b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan

penyempitan jalan nafas

c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan peradangan sinus

d. Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake

tidak adekuat

e. Gangguan cintra tubuh berhubungan dengan perubahan kontras

wajah

f. Ansietas berhubungan dengan koping tidak efektif

3. Diagnosa keperawatan

No Diagnosa NOC NIC

1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi TTV

Faktor yang keperawatan 2x24 jam 2. Observasi reaksi


berhubungan :
klien akan : nonverbal dari
1. Agens cedera
 Tingkat ketidaknyamanan
biologis (mis,
infeksi, krtidaknyamanan 3. Lakukan pengkajian
iskemia,
 Kontrol nyeri nyeri secara
neoplasma)
 Tingkat nyeri koprehensif (lakosi,
2. Agens cereda
fisik (mis, Kriteria hasil : karakteristik, durasi,
abses,
 Tidak ada gangguan frekuensi,kualitas
amputasi,
luka bakar, tidur dan faktor
terpotong,
 Tidak ada espresi presipatisi
mengangkat
menahan nyeri secara 4. Ajarkan teknik
berat,
prosedur verbal relaksasi nafas
bedah,
 Tidak ada gangguan dalam
trauma,
konsentrasi (nonfarmakologi).
olahraga
berlebihan) Batasan karakterisitk : 5. Gali bersama faktor-
3. Agens cedera Subjektif :
faktor yang dapat
kimiawi 1. Melaporkan nyeri
menurunkan atau
(mis., luka secara verbal dengan
bakar, isyarat memperberat nyeri
kapsaisin, 2. Melaporkan nyeri
6. Kolaborasi
metilen Objektif :
pemberian anti
klorida, agens 1. Posisi untuk
mustard) menahan/menghindari analgetik
nyeri
2. Gangguan tidur
3. Terfokus pada diri
sendiri
4. Respon autonom
(seperti diaphoresis,
perubahan tekanan
darah, perubahan
nafas, nadi dan
dilatasi pupil)
5. Perubahan autonomic
dalam tonus otot
(mungkin dalam
rentang dari lemah ke
kaku)

2. Bersihan jalan Setelah dilakukan 1. Kaji frekuensi atau

nafas tidak tindakan keperawatan kedalam pernapasan

efektif Faktor selama 2x24 jam dan pergerakan dada

yang diharapkan : 2. Auskultasi are paru,

berhubungan :  Terbukanya jalan nafas catat area penurunan

1. Lingkungan :  Kepatenan jalan nafas atau tidak ada udara

merokok, Kriteria hasil : dan bunyi napas.

menghirup  Tidak mengalami 3. Observasi TTV

asap rokok aspirasi 4. Ajarkan pasien

2. Obstruksi  Menunjukkan melakukan batuk

jalan napas : peningkatan pertukaran efektif

spasme jalan udarah dalam paru-paru 5. Kolaborasi dengan

napas, mucus Batasan karakterisitik : dokter untuk

berelebih, Subjek : Dispnea pemberian terapi

secret di Objektif :

bronchi 1. Suara napas tambahan (

3. Fisiologis : wheezing, rales, ronchi

disfungsi dan mengi )

neuromuskul 2. Sianosis

ar, 3. Gelisah
hiperkalsia 4. Ortopnea

dinding 5. Penurunan suara napas

bronkus

3. Gangguan pola Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji pola tidur klin

tidur keperawatan 2x24 jam 2. Beri posisi yang

Faktor yang perawatan ganggun pola nyaman

berhubungan : tidur dapat teratasi dengan 3. Ciptakan lingkungan

1. Kelembapan kriteria hasil yang nyaman

lingkungan  Jumlah jam tidur dalam 4. Ajarkan mangement

2. Suhu batas normal (6-8 jam) nyeri (teknik

lingkungan  Pola tidur, kualitas relaksasi nafas

3. Kurang dalam batas normal dalam)

kendali tidur  Perasaan segar dan 5. Beri HE tentang

4. Bising fress sesudah pentingnya pola

5. Gangguan(te tidur/istirahat tidur yang adekuat

rapeutuik, Batasan karakteristik :

pemantauan Subjektif :

dan 1. Ketidakpuasan

pemeriksaan dengan tidur

laboratorium 2. Menyatakan

terbangun

3. Menyatakan tidak
istirahat yang cukup

Objektif

1. Perubahan pola tidur

normal

2. Sering menguap

3. Lesu

4. Lingkar hitam

dibawah mata

4 Risiko Nutrisi  Nutritional status : Nutrition managenet :

kurang dari adequality af nutriet 1. Kaji pola makan

kebutuhan  Nutritional status : foof klien

Faktor yang and fluid intake 2. Monitor intake

berhubungan :  Weight control nutrisi

1. Hilang Setelah dilakukan 3. Ajarkan untuk

nafsu tindakan keperawatan makan sedikit tapi

makan selama 2x24 jam nutrisi sering

2. Gangguan kurang dari kebutuhan 4. Kaji adanya alergi

psikologis teratasi 5. Monitor mual

3. Mual dan Dengan kriteria hasil muntah

muntah  Adanta peningkatan 6. Monitor lingkungan

4. Intoleransi berat badan sesuai yang oprimal selama

aktivitas dengan tujuan klien makan.


5. Penyakit  Berat badan ideal

kronis sesuai dengan tinggi

badan

 Tidak ada tande-tanda

mal nutrisi

 Tidak ada penurunan

berat badan.

Batasankarakteristik :

1. Merasa cepat kenyang

setelah mengonsumsi

makanan

2. Melaporkan kurangnya

makanan

3. Kehilangan rambut

yang berlebihan

4. Menolak untuk makan

5. Kurangnya minat

terhadap makanan

5. Gangguan citra Setelah dilakukan 1. Pastikan apakah

tubuh tindakan keperawatan apakah konseling

Faktor yang selama 2x24 jam maka dilakukan bila

berhubungan : pasien akan menerima mungkin atau perlu


1. Biofisik : dirinya. untuk didiskusikan.

penyakit Kriteria hasil : 2. Dorong

kronis, defek  Menyatakan pasien/orang

congenital penerimaan diri sesuai terdekat untuk

2. Kultural/sprit situasi, menerima menyatakan

ural perubahan ke dalam perasaannya.

3. Penyakit konsep diri tanpa harga 3. Berikan kesempatan

4. Trauma atau diri yang negatif. pasien untuk

cedera  Menyatakan perasaan herniotomi melalui

5. Psikososial tentang penyakit, mulai partisipasi pada

menerima situasi secara perawatan diri.

konstruktif. 4. Rencanakan/jadwalk

Batasan karakterisitik : an aktivitas

Subjektif : perawatan dengan

1. Dipersonalisasi bagian pasien.

tubuh 5. Catat perilaku

2. Pencapaian tertinggi menarik diri.

3. Persaan negative 6. Kaji ulang alasan

tentang tubuh untuk pembedahan

4. Rasa takut terhadap dan harapan masa

penolakan mendatang.

Objektif
1. Perubahan actual pada

bagian tubuh

2. Perilaku memantau

atau mencari tahu

tentang tubuh

3. Kehilangan bagian

tubuh

4. Tidak menyentuh

bagian tubuh

5. Perubahan dalam

keterlibatan social

6. Tidak melihat pada

bagian tubuh

6. Ansietas Setelah dilakukan tindakan Penurunan kecemasan

Faktor yang keperawatan 2x24 jam 1. Kaji tingkat

berhubungan diharapkan : kecemasan klien

1. Terpajan  Pasien mencari 2. Gunakan

toksik informasi tentang pendekatan yang

2. Hubungan kesehatannya tenag dan

keluarga  Pasien menunjukkan meyakinkan

3. Stress kegembuaraan 3. Observasi TTV

4. Status Kriteria hasil ; 4. Jelaskan semua


kesehatan  Pasien mampu prosedur termasuk

5. Kebutuhan menangani ansietasnya sensasi yang

yang tidak  Pasien mampu dirasakan

terpenuhi mengungkapkan dan 5. Berikan informasi

menunjukkan teknik faktual terkait

mengontrol cemas diagnosa

 Posrur tubuh, ekspresi keperawatan dan

wajah menunjukkan prognosis

berkurangnya cemas

Batasan karakteristik
Perilaku
1. Gelisah
2. Gerakan ekstra
3. Insomnia
4. Kontak mata yang
buruk
5. Melihat sepintas
6. Perilaku mengintai
7. Tampak waspada
Afektif
1. Berfokus pada sendiri
2. Distres
3. Gelisah
4. Gugup
5. Kesedihan yang
mendalam
6. Ketakutan
Fisiologi
1. Gemetar
2. Peningkatan keringat
3. Peningkatan
ketegangan
4. Suara bergetar

5. IMPLEMENTASI

Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan


intervensi keperawatan. (Kozier, 2011). Implementasi merupakan
langkah ke empat dari proses keperawatan yang telah direncanakan oleh
perawat untuk dikerjakan dalam rangka membantu klien untuk
mencegah, mengurangi dan menghilangkan dampak atau respon yang
ditimbulkan oleh masalah keperawatan dan kesehatan. (zaidin Ali,
2014)

6. EVALUASI

Adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan


yang menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana
tindakan, dan pelaksanaanya sudah berhasil dicapai.
DAFTAR PUSTAKA

Adams at al (1997), Buku Ajar Penyakit THT, Ed. 6, EGC, Jakarta

Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis,


Ed. 6, EGC,Jakarta

Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta

Tim RSUD Dr. Soetomo (1994), Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit
THT,RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.

Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4,


EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai