Di Susun Oleh :
Nama : Rianti benyamin, S.Kep
NIM : 19.04.053
CI Lahan CI Instirusi
( ) ( )
STIKES PANAKKUKANG
MAKASSAR
T.A 2020
LAPORAN PENDAHULUAN
TUMOR SINONASAL
2. Patofisiologi
3. Etiologi
Etiologi tumor ganas sinonasal belum diketahui dengan pasti,
tetapi diduga beberapa zat kimia atau bahan industri merupakan
penyebab antara lain nikel, debu kayu, kulit, formaldehid, kromium,
minyak isopropl dan lain-lain. Pekerja di bidang ini mengalami
peningkatan risiko untuk terjadinya keganasan sinonasal. Alkohol,
asap rokok, makanan yang diasinkan atau diasap diduga meningkatkan
kemungkinan terjadi keganasan, sebaliknya buah-buahan dan sayuran
mengurangi kemungkinan terjadi keganasan. Jenis histologis yang
paling umum adalah karsinoma sel skuamosa, mewakili sekitar 70%
kasus. Gejala klinis yang paling sering adalah obstruksi hidung dan
epistaksis (Goel, 2012; Sukri, 2012; Roezin, 2007).
Selain akibat pekerjaan, ada yang menganggap bahwa sinusitis
kronis dapat menyebabkan metaplasia yang kemudian menjadi
karsinoma sel skuamosa pada sinonasal (Mangunkusumo, 1989).
4. Manifestasi klinik
Menurut Roezin (2007) gejala tergantung dari asal primer tumor
serta arah dan perluasannya. Tumor di dalam sinus maksila biasanya
tanpa gejala. Gejala timbul setelah tumor besar, sehingga mendesak
atau menembus dinding tulang meluas ke rongga hidung, rongga
mulut, pipi, orbita atau intrakranial.
a. Gejala nasal
Gejala nasal berupa obstruksi hidung unilateral dan rinorea.
Sekretnya sering bercampur darah atau terjadi epistaksis. Tumor
yang besar dapat mendesak tulang hidung sehingga terjadi
deformitas hidung. Khas pada tumor ganas ingusnya berbau karena
mengandung jaringan nekrotik (Roezin, 2007).
b. Gejala orbital
Pada gejala orbital ada perluasan tumor ke arah orbita
menimbulkan gejala diplopia, proptosis (penonjolan bola mata),
oftalmoplegia, gangguan visus, dan epifora (Roezin, 2007).
c. Gejala oral
Pada gejala oral dapat disertai perluasan tumor ke rongga
mulutmenyebabkan penonjolan atau ulkus di palatum atau di
prosesus alveolaris. Pasien mengeluh gigi palsunya tidak tepat
melekat atau gigi geligi goyang. Sering kali pasien datang ke
dokter gigi karena nyeri di gigi, tetapi tidak sembuh meskipun gigi
yang sakit telah dicabut (Roezin, 2007).
d. Gejala fasial
Pada pasien dengan gejala fasial adanya perluasan tumor ke area
wajah dimana akan menyebabkan penonjolan pipi. Gejala dapat
disertai nyeri, hilang sensasi (anesthesia atau parastesia) jika
mengenai nervus trigeminus (Roezin, 2007).
e. Gejala intracranial.
Perluasan tumor ke intrakranial dapat menyebabkan sakit kepala
hebat, oftalmoplegia, dan gangguan visus, yang dapat disertai
likuorea, yaitu cairan otak yang keluar melalui hidung. Jika
perluasan sampai ke fossa kranii media maka saraf otak lainnya
bisa terkena. Jika tumor meluas ke belakang, terjadi trismus akibat
terkenanya muskulus pterigoideus disertai anestesia danparestesia
daerah yang dipersarafi nervus maksilaris dan mandibularis
(Roezin, 2007).
5. Klasifikasi
a. Tumor Jinak
Makroskopis mirip dengan polip, tetapi lebih vaskuler, padat
dan tidak mengkilap. Ada 2 jenis papiloma, pertama eksofitik atau
fungiform dan yang kedua endofitik disebut papiloma inverted.
b. Tumor Ganas
Tumor ganas yang tersering adalah karsinoma sel skuamosa
(70%). Sinus maksila tersering terkena (65-80%), sinus etmoid
(15-25%), hidung sendiri (24%).
c. Invasi Sekunder
a) Invasi sekunder
T : tumor
T-1 :
T-2 :
T-3 :
a. Infasi ke M. Pterigoid
b. Invasi ke orbita
T-4 :
a. Invasi kelaminakribrosa
M : metastasis
6. Komplikasi
Komplikasi keganasan sinus terkait dengan pembedahan dan
rekonstruksi.beberapa komplikasi yang dapat terjadi yaitu :
a. Perdarahan : untuk menghindari perdarahan arteri etmoid anterior
dan posterior dan posterior dan arteri sfenopalatina dapat dikauter
atau diligasi
b.Epifora : hal yang sering terjadi saat pembedahan disebabkan oleh
obstruksi pada aliran traktus lakrimalis. Endoskopi lanjutan dan
tindakan dakriosisto rhinostomi mungkin perlu dilakukan
c. Diplopia : perbaikan dasar orbita yang tepat adalah kunci untuk
menghindari komplikasi ini. Jika terjadi diplopia, penggunaan
kacamata prisma merupakan terapi yang paling sederhana.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologi
1) Endoskopik, dimana terdapat polip atau sekret mukopurulen
yang berasal dari meatus medius dan atau udem mukosa primer
pada meatus medius
2) CT – scan : perubahan mukosa pada kompleks ostiomeatal dan
atau sinus paranasal. Pemeriksaan CT scan memberikan
gambaran yang baik mengenai lokasi dan perluasan tumor, CT
scan dapat menentukan adanya erosi atau dekstruksi tulang. CT
scan dengan kontras memberikan gambaran perluasan tumor ke
organ sekitarnya.
3) MRI
b. Biopsi
Apabila lokasi tumor telah diidentifikasi selanjutnya
dibutuhkan pemeriksaan histopatologi jaringan. Biopsi jaringan
dilakukan dengan teknik yang paling tidak invasif tetapi
mendapatkan jaringan yang cukup representatif untuk diperiksa.
Menghindari biopsi terbuka dengan alasan sebagai berikut:
1) Akan menyebabkan gangguan keutuhan struktur anatomi dan
batas tumor
2) Kemungkinan sel tumor mengkontaminasi jaringan normal.
3) Menyebabkan lokalisasi tumor dan batas batas tumor terganggu
yang menyulitkan pada saat operasi.
Pendekatan endoskopi melalui hidung (nasoendoskopi)
merupakan teknik yang optimal untuk biopsi tumor sinonasal.
Kelebihan teknik ini adalah visualisasi yang lebih baik. Morbiditas
yang minimal,perubahan pada jaringan tumor dan organ sekitar
minimal. Tumor kecil didinding lateral sinus maksila dapat dicapai
dengan melakukan antrostomi meatus medius dan visualisasi
dengan endoskop 30o atau 70o, biopsy dilakukan dengan forceps
jerapah.
8. Penatalaksanaan
a. Drainage/ debridement
b. Resection
c. Rehabilitasi
d. Terapi Radiasi
e. Kemoterapi
Peran kemoterapi untuk pengobatan tumor traktus sinonasal
biasanya paliatif, penggunaan efek cytoreductive untuk mengurangi
rasa nyeri dan penyumbatan, atau untuk mengecilkan lesi eksternal
massif. Penggunaan cisplatin intrarterial dosis tinggi dapat
digunakan secara bersamaan dengan radiasi pada pasien dengan
karsinoma sinus paranasal. Angka ketahanan hidup 5 tahun sebesar
53%. radiasi dan kemoterapi (Bailey, 2006)
9. PATHWAY / PENYIMPANGAN KDM CA.SINONASAL
Gangguan pola tidur
Eksposur kepada asap industri, debu kayu, penyulingan nikel, penyamakan kulit
Rokok, alkohol, makanan yang diasinkan, Human Papiloma virus (HPV)
REM Menurun
Terhadap terus-menerus
RAS teraktivasi
Risiko nutrisi kurang dari Kemampuan selaput lender mukosa menyerat bakteri dan bahan berbahaya
kebutuhan tubuh yang dibawah silia menurun Sakit kepala hebat
Kurang nafsu makan Neoplasma maligna mengalami kecacatan dan kematian sel Penekanan pada intracranial otak
Memicu pertumbuhan sel-sel abnormal skuamosa pada sinus dan nasal
Kesulitan menguyah makanan
Penekanan/penonjolan pada pada palatum Pertumbuhan benjolan / tumor ke arah keganasan Ansietas
Obstruksi nasal Tumor meluas kearah fasial Koping individu tidak efektif
Penumpukan secret
Peregangan dinding nasal
Wajah membengkak Perubahan status kesehatan
Bersihan jalan Napas Tidak
Pengeluaran mediator kimia
Efektif
(histamin, bradikinin, prostaglandin)
Gangguan citra tubuh
Rangsangan diteruskan ke thalamus melalui
saraf afferent
Intake tidak adekuat
Kelemahan
Cortex cerebri
1. Pengkajian
a. Biodata
1) Identitas klien
tanggal pengkajian
2) Penanggung jawab
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
digunakan :
kemampuan fungsinya.
keturunan.
c. Riwayat psikososial
2. Meliputi harga diri, ideal diri, gambaran diri, peran dan identitas
diri
3. Pola kognitif
4. Pola koping
5. Pola interaksi
d. Riwayat spiritual
e. Pemeriksaan fisik
tanda-tanda distress
TB dan BB
2) Tanda-tanda vital
3) Sistem pencernaan
epistaksis
4) Sistem carciovaskuler
5) Sistem pencernaan
Sklera (icterus/tidak), bibir (lembab/kering)
(baik/buruk)
6) Sistem indra
7) Sistem saraf
dan bicara
8) Sistem musculoskeletal
9) Sistem endokrin
tidak adekuat
wajah
3. Diagnosa keperawatan
secret di Objektif :
neuromuskul 2. Sianosis
ar, 3. Gelisah
hiperkalsia 4. Ortopnea
bronkus
pemantauan Subjektif :
dan 1. Ketidakpuasan
laboratorium 2. Menyatakan
terbangun
3. Menyatakan tidak
istirahat yang cukup
Objektif
normal
2. Sering menguap
3. Lesu
4. Lingkar hitam
dibawah mata
badan
mal nutrisi
berat badan.
Batasankarakteristik :
setelah mengonsumsi
makanan
2. Melaporkan kurangnya
makanan
3. Kehilangan rambut
yang berlebihan
5. Kurangnya minat
terhadap makanan
konstruktif. 4. Rencanakan/jadwalk
penolakan mendatang.
Objektif
1. Perubahan actual pada
bagian tubuh
2. Perilaku memantau
tentang tubuh
3. Kehilangan bagian
tubuh
4. Tidak menyentuh
bagian tubuh
5. Perubahan dalam
keterlibatan social
bagian tubuh
berkurangnya cemas
Batasan karakteristik
Perilaku
1. Gelisah
2. Gerakan ekstra
3. Insomnia
4. Kontak mata yang
buruk
5. Melihat sepintas
6. Perilaku mengintai
7. Tampak waspada
Afektif
1. Berfokus pada sendiri
2. Distres
3. Gelisah
4. Gugup
5. Kesedihan yang
mendalam
6. Ketakutan
Fisiologi
1. Gemetar
2. Peningkatan keringat
3. Peningkatan
ketegangan
4. Suara bergetar
5. IMPLEMENTASI
6. EVALUASI
Tim RSUD Dr. Soetomo (1994), Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit
THT,RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.