Anda di halaman 1dari 17

A.

Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan


Anatomi fisiologi tentang sistem pencernaan yang meliputi:
1. Mulut
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2 bagian yaitu:
a. Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu diruang antara gusi, bibir dan pipi.
b. Rongga mulut/bagian dalam yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh tulang
maksilaris, palatum dan mandi bilaris disebelah belakang bersambung dengan
faring.
2. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan,
merupakan persimpangan jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga
mulut dan didepan ruas tulang belakang.
3. Esofagus (kerongkongan)
Panjangnya ± 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak dibawah
lambung. Esofagus terletak dibelakang trakea dan didepan tulang punggung setelah
melalui thorak menembus diafragma masuk kedalam abdomen ke lambung.
4. Gaster (lambung)
Merupakan bagian dari saluran pencernaan yang dapat mengembang paling banyak
terutama didaerah epigaster. Bagian-bagian lambung antara lain:
a. Fundus ventrikularis, bagian yang menonjol keatas terletak disebelah kiri osteum
kardium biasanya berisi gas.
b. Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian bawah
notura minor.
c. Antrum pilorus, berbentuk tebing mempunyai otot tebal membentuk spinkter
pilorus.
d. Kurtura minor, terletak disebelah kanan lambung, terdiri dari osteum kordi samapi
pilorus.
e. Kurtura mayor, lebih panjang dari kurtura minor terbentang dari sisi kiri osteum
kardium melalui fundus kontrikuli menuju kekanan sampai ke pilorus anterior.
5. Usus halus
Usus halus atau usus keciladalah bagian dari saluran pencernaan yang
terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah
yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus
melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan
pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah
kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.
Lapisan usus halus ; lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar
(M sirkuler), lapisan otot memanjang (M Longitidinal) dan lapisan serosa (Sebelah
Luar)
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus
kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
a. Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenumadalah bagian dari usus halus yang
terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum).
Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai
dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz.
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus
seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar
pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu
dari pankreas dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa
Latinduodenum digitorum, yang berarti dua belas jari.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum),
yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam
duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus
halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk
berhenti mengalirkan makanan.
b. Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian
kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus
penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8
meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan
digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot
usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat
dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner.
Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya
sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus
penyerapan secara makroskopis.
Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti "lapar" dalam bahasa
Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti
"kosong".
Mukosa usus halus
Permukaan epitel yang sangat halus melalui lipatan mukosa dan makro villi
memudahkan penernaan dan absorpasi
c. Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada
sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak
setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki
pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12
dan garam-garam empedu.
6. Usus besar/interdinum mayor
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu
dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna
beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
Panjangnya ± 1 meter, lebar 5-6 cm, fungsinya menyerap air dari makanan,
tempat tinggal bakteri koli, tempat feces. Usus besar terdiri atas 7 bagian:
a. Sekum.
b. Kolon asenden.
Terletak di abdomen sebelah kanan, membujur ke atas dari ileum sampai ke
hati, panjangnya ± 13 cm
c. Appendiks (usus buntu)
Sering disebut umbai cacing dengan panjang ± 6 cm.
d. Kolon transversum.
Membujur dari kolon asenden sampai ke kolon desenden dengan panjang ± 28
cm.
e. Kolon desenden.
Terletak dirongga abdomen disebelah kiri membujur dari anus ke bawah dengan
panjangnya ± 25 cm.
f. Kolon sigmoid.
Terletak dalam rongga pelvis sebelah kiri yang membentuk huruf "S" ujung
bawah berhubungan dengan rektum.
g. Rektum.
Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan
anus.
7. Anus.
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum
dengan dunia luar. (Drs. Syaifuddin, hal 87-92).
B. PENGERTIAN
Obstruksi usus adalah sumbatan total atau parsial yang mencegah aliran normal
melalui saluran pencernaan. (Brunner and Suddarth, 2001). Obstruksi usus adalah
gangguanisi usus disepanjang saluran usus (Patofisiologi vol 4, hal 403).Obstruksi usus
dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus
sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat akut dengan kronik, partial atau total.
Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsino ma
dan perkembangannya lambat. Sebahagaian dasar dari obstruksi justru mengenai
usushalus.Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan
diagnosis dinidan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup.
Ada dua tipe obstruksi yaitu :
1. Mekanis (Ileus Obstruktif)
Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik.
Ileus obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia stragulata atau kronis akibat
karsinoma yang melingkari. Misalnya intusepsi, tumor polipoid dan neoplasma
stenosis, obstruksi batu empedu, striktura, perlengketan, hernia dan abses.
2. Neurogenik Fungsional (Ileus Paralitik)
Obstruksi yang terjadi karena suplai saraf ototnom mengalami paralisis dan peristaltik
usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang usus. ontohnya
amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, atau gangguan
neurologis seperti penyakit Parkinson.
Pengertian obstruksi usus dan ileus obstruksi menurut para ahli, yaitu :
a. Obstruksi usus adalah sumbatan total atau parsial yang mencegah aliran normal
melalui saluran pencernaan. (Brunner and Suddarth, 2001).
b. Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana
merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi
usus (Sabara, 2007).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa obstruksi usus adalah sumbatan total
atau parsial yang menghalangi aliran normal melalui saluran pencernaan atau
gangguan usus disepanjang usus. Sedangkan Ileus obstruktif adalah kerusakan atau
hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh sumbatan mekanik.
C. ETIOLOGI
Adapun penyebab dari obstruksi usus dibagi menjadi dua bagian menurut jenis obstruksi
usus, yaitu :
1. Mekanis terjadi obstruksi intramunal atau obstruksi munal dari tekanan pada usus,
contohnya adalah intrasusepsi, tumor dan neoplasma, stenosis, striktur, perlekatan,
hernia dan abses.
2. Fungsional Muskulator usus tidak mampu mendorong isi sepanjang usus (Brunner
and Suddarth).
D. PATOFISIOLOGI
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan terenggang oleh cairan dan gas (70
% dari gas yang tertelan) akibat penekanan intralumen menurunkan pengaliran air dan
natrium dari lumen usus kedarah. Sekitar 8 liter cairan diekskresi kedalam saluran cerna
setiap hari, karena tidak adanya absorpsi mengakibatkan penimbunan intralumen dengan
cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan merupakan sumber utama
kehilangan cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang
ekstra sel yang mengakibatkan syok hipotensi. Pengaruh curah jantung, pengurangan
perfusi jaringan dan asidosis metabolic. Efek local peregangan usus adalah iskemia akibat
distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrotik, disertai absorpsi toksin-toksin
bakteri kedalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik. Kehilangan sodium dan ion-
ion klorida menyebabkan keluarnya potassium dari sel, mengakibatkan alkalosis
hipovolemik.
Menurut Susan C Smeltzer & Brenda G. Bare (2002), akumulasi isi usus, cairan, dan
gas terjadi didaerah diatas usus yang mengalami obstruksi. Distensi dan retensi cairan
mengurangi absorpsi cairan dan merangsang lebih banyak sekresi cairan lambung.
Dengan peningkatan distensi, tekanan darah lumen usus meningkat, menyebabkan
penurunan tekanan kapiler vena dan arteriola. Pada gilirannya hal ini akan menyebabkan
edema, kongesti, nekrosis, dan akhirnya rupture atau perforasi. Muntah refluk dapat
terjadi akibat distensi abdomen.
E. MANIFESTASI KLINIS
Susan Martin Tucker (1998), Christian Stone, M.D (2004) dan Barbara C Long
(1996) menemukan bahwa tanda dan gejala dari ileus obstruktif adalah :
1. Obstruksi Usus Halus
a. Mual
b. Muntah, pada awal mengandung makanan tak dicerna,selanjutnya muntah air dan
mengandung empedu, hitam dan fekal.
c. Nyeri seperti kram pada perut, disertai kembung, nyerinya bisa berat dan menetap.
d. Demam sering terjadi, terutama bila dinding usus mengalami perforasi. Perforasi
dengan cepat dapat menyebabkan perdangan dan infeksi yang berat serta
menyebabkan syok.
e. Obstipasi dapat terjadi terutama pada obstrusi komplit.
f. Abdominal distention
g. Tidak adanya flatus
2. Obstruksi Usus Besar
a. Distensi berat
b. Nyeri biasanya terasa didaerah epigastrium, nyeri yang hebat dan terus menerus
menunjukkan adanya iskemi atau peritonitis.
c. Konstipasi dan obstipasi adalah gambaran umum obstruksi komplet
d. Muntah fekal laten
e. Dehidrasi laten
f. Penyumbatan total menyebabkan sembelit yang parah, sementara penyumbatan
sebagian menyebabkan diare.
Manifestasi Klinik Laparatomi:
1. Nyeri tekan
2. Perubahan tekanan darah, nadi dan pernafasan
3. Kelemahan
4. Gangguan integumuen dan jaringan subkutan
5. Konstipasi
6. Mual dan muntah, anoreksia
F. KOMPLIKASI
1. Ketidakseimbangan elektrolit, akibat dari lumen usus yang tersumbat, secara progresif
akan teregang oleh cairan dan gas (70 % gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan
intralumen, yang menurunkan aliran air dan natrium dari lumen usus kedarah. Oleh
karena itu sekitar delapan liter cairan diekskresi kedalam saluran cerna setiap hari,
tidak ada absorpsi mengakibatkan penimbunan intra lumen dengan cepat. muntah dan
penyedotan usus
2. Asidosis metabolic
3. Perforasi, akibat dari terlalu tingginya tekanan intra lumen.
4. Syok, akibat dari kehilangan cairan yang berlebih kedalam lumen usus dan kehilangan
cairan menuju ruang peritoneum setelah terjadi perforasi.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada pasien obstruksi usus sebagai berikut :
1. Laboratorium : BUN, hematokrit, berat jenis urin meningkat, penurunan kadar serum
natrium, klorida dan kalium, leukosit meningkat, terdapat penurunan sodium dan
potassium.
2. Enema barium membantu menentukan bila obstruksi didalam kolon.
3. Pemeriksaan radiologis abdomen, foto rontgen bisa menunjukan lingkaran usus yang
melebar, yang menunjukkan lokasi dari penyumbatan dan juga bisa menunjukkan
adanya udara di sekitar usus di dalam perut yang merupakan tanda adanya perforasi.
4. Skan CT, MRI (magnetic resonance imaging), atau ultrasound membantu memastikan
diagnosis.
5. Proktosigmoidoskopi membantu menentukan penyebab obstruksi bila didalam kolon
klien setelah laparotomi dibutuhkan pemeriksaan penunjang
H. PENATALAKSANAAN
1. Puasa
2. Selang nasogastrik harus dipasang, untuk dekompresi usus, mengurangi muntah, dan
mencegah aspirasi.
3. Cairan parenteral dengan elektrolit, untuk perbaikan keadaan umum.
4. Bedah(laparatomy), dilakukan apabila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital
berfungsi secara memuaskan.
5. Analgetik
6. Therapy oksigen.
I. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas klien
Data yang terdapat berupa nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor registrasi, diagnosa
medik.
b. Identitas penanggung jawab
Mencakup nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,
hubungan dengan klien.
2. Riwayat keperawatan
a. Keluhan utama
Gangguan utama/terpenting yang dirasakan klien sehingga ia butuh pertolongan.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat penyakit sekarang yang ditemukan ketika dilakukan pengkajian yang
dijabarkan dari keluhan utama dengan menggunakan teknik PQRST. Pasien ileus
obstruktif sering ditemukan nyeri kram, rasa ini lebih konstan apalagi bila
bergerak akan bertambah nyeri dan menyebar pada distensi, keluhan ini
mengganggu aktivitas klien, nyeri ini bisa ringan sampai berat tergantung
beratnya penyakit dengan skala 0 sampai 10. Klien post laparatomi pun mengeluh
nyeri pada luka operasi, nyeri tersebut akan bertambah apabila klien bergerak dan
akan berkurang apabila klien diistirahatkan, sehingga klien biasanya hanya
berbaring lemas. Nyeri yang dirasakan klien seperti disayat-sayat oleh benda
tajam letaknya disekitar luka operasi, dengan skala nyeri lebih dari 5 (0-10).
c. Riwayat kesehatan dahulu
Klien dengan ileus obstruktif mempunyai riwayat pernah dioperasi padabagian
abdomen, yang mengakibatkan terjadinya adhesi. Klien post laparatomi biasanya
mempunyai riwayat penyakit pada system pencernaan.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat dalam keluarga sedikit sekali kemungkinan mempunyai ileus obstruktif
karena kelainan ini bukan merupakan kelainan genetik, ada kemungkinan pada
keluarga dengan ileus obstruktif dan post laparatomi mempunyai riwayat penyakit
kanker dan dapat pula mempunyai riwayat cacingan pada keluarga.
e. Situasi Riwayat pekerjaan
Tempat bekerja dan lingkungan.
f. Riwayat geografi
Kondisi lingkungan tempat tinggal
g. Riwayat social
Ada perubahan peran, pekerjaan, atau aktivitas, klien akan merasa tergantung dan
membutuhkan bantuan orang lain.kesembuhan penyakit.
h. Pola kebiasaan sehari-hari
Adanya kesulitan dalam melakukan aktivitas, adanya gangguan dalam nutrisi
biasanya tidak mampu makan dan minum karena mual dan muntah, gangguan
dalam tidur/istirahat, kesulitan BAB (konstipasi atau obstipasi), personal hygiene
kurang terpenuhi.
3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum:
b. Sistem pernafasan (breath)
c. Sistem kardiovaskuler (blood)
d. Sistem pencernaan(bawel)
e. Sistem persyarafan (brain)
f. Sistem musculoskeletal (bone)
g. Sistem perkemihan (bladder)
h. Sosial
i. Spiritual
4. Diagnosa keperawatan
a. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang tidak
adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus yang ditandai dengan adanya
mual, muntah, demam dan diaforesis.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.
c. Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas
usus.
d. Resiko infeksi b/d komplikasi peritonitis septikemia
e. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
5. Perencanaan Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang
tidak adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus yang ditandai
dengan adanya mual, muntah, demam dan diaforesis.
Tujuan :
Kebutuhan cairan dan elektrolit terpenuhi, Mempertahankan hidrasi adekuat
dengan bukti membran mukosa lembab, turgor kulit baik, dan pengisian kapiler
baik, tanda-tanda vital stabil, dan secara individual mengeluarkan urine dengan
tepat.
Kriteria hasil:
1) Tanda vital normal (N:70-80 x/menit, S: 36-37 C, TD: 110/70 -120/80 mmHg)
2) Intake dan output cairan seimbang
3) Turgor kulit elastic
4) Mukosa lembab
5) Elektrolit dalam batas normal (Na: 135-147 mmol/L, K: 3,5-5,5 mmol/L, Cl:
94-111 mmol/L).
Intervensi Rasional
1. Kaji kebutuhan cairan pasien 1. Mengetahui kebutuhan cairan
pasien.
2. Observasi tanda-tanda vital: N, TD, 2. Perubahan yang drastis pada tanda-
P, S tanda vital merupakan indikasi
kekurangan cairan.
3. Observasi tingkat kesadaran dan 3. kekurangan cairan dan elektrolit
tanda-tanda syok dapat mempengaruhi tingkat
kesadaran dan mengakibatkan syok.
4. Observasi bising usus pasien tiap 1- 4. Menilai fungsi usus
2 jam
5. Monitor intake dan output secara 5. Menilai keseimbangan cairan
ketat
6. Pantau hasil laboratorium serum 6. Menilai keseimbangan cairan dan
elektrolit, hematokrit elektrolit

7. Beri penjelasan kepada pasien dan 7. Meningkatkan pengetahuan pasien


keluarga tentang tindakan yang dan keluarga serta kerjasama antara
Intervensi Rasional
dilakukan: pemasangan NGT dan perawat-pasien-keluarga.
puasa.
8. Kolaborasi dengan medik untuk 8. Memenuhi kebutuhan cairan dan
pemberian terapi intravena elektrolit pasien.

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi


nutrisi.
Tujuan : Berat badan stabil dan nutrisi teratasi.
Kriteria hasil :
1) Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi.
2) Berat badan stabil.
3) Pasien tidak mengalami mual muntah.

Intervensi Rasional
1. Tinjau faktor-faktor individual 1. Mempengaruhi pilihan
yang mempengaruhi intervensi.
kemampuan untuk mencerna
makanan, mis: status puasa,
mual, ileus paralitik setelah
selang dilepas.
2. Auskultasi bising usus; 2. Menentukan kembalinya
palpasi abdomen; catat peristaltik (biasanya dalam 2-4
pasase flatus. hari).
3. Identifikasi kesukaan / 3. Meningkatkan kerjasama pasien
ketidaksukaan diet dari pasien. dengan aturan diet.
Anjurkan pilihan makanan Protein/vitamin C adalah
tinggi protein dan vitamin C. kontributor utuma untuk
pemeliharaan jaringan dan
perbaikan. Malnutrisi adalah
fator dalam menurunkan
pertahanan terhadap infeksi.
4. Observasi terhadap terjadinya 4. Sindrom malabsorbsi dapat
Intervensi Rasional
diare; makanan bau busuk terjadi setelah pembedahan
dan berminyak. usus halus, memerlukan
evaluasi lanjut dan perubahan
diet, mis: diet rendah serat.
5. Kolaborasi dalam pemberian 5. Mencegah muntah. Menetralkan
obat-obatan sesuai indikasi: atau menurunkan pembentukan
Antimetik, mis: proklorperazin asam untuk mencegah erosi
(Compazine). Antasida dan mukosa dan kemungkinan
inhibitor histamin, mis: ulserasi.
simetidin (tagamet).

c. Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas


usus.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola eliminasi
kembali normal.
Kriteria hasil:
Pola eliminasi BAB normal: 1x/hari, dengan konsistensi lembek, BU normal: 5-35
x/menit, tidak ada distensi abdomen.
Intervensi Rasional
1. Kaji dan catat frekuensi, warna 1. Mengetahui ada atau tidaknya
dan konsistensi feces kelainan yang terjadi pada
eliminasi fekal.
2. Auskultasi bising usus 2. Mengetahui normal atau
tidaknya pergerakan usus.

3. Kaji adanya flatus 3. Adanya flatus menunjukan


perbaikan fungsi usus.

4. Kaji adanya distensi abdomen 4. Gangguan motilitas usus dapat


menyebabkan akumulasi gas di
dalam lumen usus sehingga
terjadi distensi abdomen.

5. Berikan kepada 5. Meningkatkan


penjelasan pengetahuan

pasien dan keluarga penyebab pasien dan keluarga serta untuk


Intervensi Rasional
terjadinya gangguan dalam meningkatkan kerjasana antara
BAB perawat-pasien dan keluarga.
6. Kolaborasi dalam pemberian 6. Membantu dalam pemenuhan
terapi pencahar (Laxatif) kebutuhan eliminasi

d. Resiko infeksi b/d komplikasi peritonitis septikemia


Tujuan : setelah dilakukan tindakan 2x24 jam klien tidak menunjukkkan tanda dan
gejala infeksi.
Kriteria Hasil :

1) Suhu tubuh normal (36,5-37,5 oC)


2) Leukosit normal 4.000-11000 µml

INTERVENSI RASIONAL

1. Pantau kualitas&intensitas nyeri, 1. Deteksi dini terhadap potensial


observasi TTV, distensi abdomen masalah
2. Beri tahu segera bila nyeri abdomen, 2. Peningkatan suhu indikasi
suhu, lingkaran abdomen terus perkembangan infeksi, peningkatan
meningkat. lingkar abdomen memungkinan
penyakit bertambah parah menjadi
peritonitis sehingga dapat
memperlambat pemulihan.
3. Siapkan pasien untuk pembedahan bila 3. Obstruksi vaskuler atau mekanis
direncanakan umumnya memerlukan intervensi
bedah
4. Ikuti kewaspadan umum (Cuci tangan 4. Menghindari dan melindungi klien
sebelum dan sesudah perawatan dari infeksi nosokomial.
5. Kolaborasi : Berikan obat antibiotik 5. Untuk membantu mengobati atau
sesuai indikasi mencegah infeksi dalam perut
e. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Tujuan: Kecemasan teratasi.
Kriteria hasil :
Pasien mengungkapkan pemahaman tentang penyakit saat ini
dan mendemonstrasikan keterampilan koping positif.
Intervensi Rasional
1. Observasi adanya peningkatan 1. Rasa cemas yang dirasakan
kecemasan: wajah tegang, pasien dapat terlihat dalam
gelisah ekspresi wajah dan tingkah
laku.
2. Kaji adanya rasa cemas yang 2. Mengetahui tingkat kecemasan
dirasakan pasien pasien.
3. Berikan penjelasan kepada 3. Dengan mengetahui tindakan
pasien dan keluarga tentang yang akan dilakukan akan
tindakan yang akan dilakukan mengurangi tingkat kecemasan
sehubungan dengan keadaan pasien dan meningkatkan
penyakit pasien kerjasama
4. Berikan kesempatan pada 4. Dengan mengungkapkan
pasien untuk mengungkapkan kecemasan akan mengurangi
rasa takut atau kecemasan yang rasa takut/cemas pasien
dirasakan
5. Pertahankan lingkungan yang 5. Lingkungan yang tenang dan
tenang dan tanpa stres. nyaman dapat mengurangi
stress pasien berhadapan
dengan penyakitnya
6. Dorong dukungan keluarga dan 6. Support system dapat
orang terdekat untuk mengurani rasa cemas dan
memberikan support kepada menguatkan pasien dalam
pasien memerima keadaan sakitnya.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddart. 2002 . Buku Ajar Keperawatan . Edisi 3. EGC. Jakarta.
Corwin , Mutaqin .2003 . Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medical Bedah . Jakarta : Salemba
Medica
Doengoes , Mailyn . E . 2000. Rencana Asuhan Keperawata. Edisi 3 . EGC . Jakarta.
Harjono . M . 2001. Ilmu Bedah . Jakarta : Erlangga.
Inayah, iin. 2004 .Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. 202. EGC. Jakarta.
Subiston,D.C.2001 .Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC.
Wilkinson. Judith. M. 2007.Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC, Jakarta: EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN
ILEUS OBSTRUKSI

Di Susun Oleh :

Nama : Hasneni, S.Kep

NIM : 17.04.064

CI Lahan CI Instirusi

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES PANAKKUKANG

MAKASSAR

T.A 2018
PENYIMPANGAN KDM ILEUS OBSTRUKSI
Perlekatan lengkung usus Intusepsi Volvulus Hernia Tumot dalam dinding

Perputaran lengkung usus Bag. Usus menyusup Usus memutar kembali protusi usus mll area yg meluas ke lumen usus
Ke bag. Lain dibawahnya ke adaan semula lemah/ddng/otot abdomen
Tekanan pada usus

Penyempitan lumen usus

Refleks defekasi refleks gastro Kondisi patologis kurang informasi


Obstruksi Usus
Tidak ada ileum tidak ada
Kurang Pengetahuan

Gangguan Akumulasi gas & cairan di dalam


Lumen sebelah proksimal obstruksi Cemas
Eliminasi BAB

Distensi Kehilangan H20 & elektrolit

Tekanan intralumen Merangsang mual Volume ECF


& muntah
Iskemia dinding usus Syok Hipovolemik

Kehilangan cairan menjadi Muntah terus -


ruang peritomenum menerus Defisit volume cairan
Gangguan nutrisi
Pelepasan bakteri & toksin dr usus yg kurang dari kebutuhan
Nekrotik kedlm pritoneum & sirkulasi sistemik

Resiko infeksi : Peritonitis/Septikemia

Anda mungkin juga menyukai