I. KONSEP DASAR
A. Pengertian
Karsinoma sinonasal Pertumbuhan jaringan abnormal di sinus paranasal dan jaringan
sekitar hidung .
Tumor ganas sinonasal merupakan penyebab kesakitan dan kematian di bidang
otorinolaringologi di seluruh dunia. Kebanyakan tumor ini berkembang dari sinus
maksilaris dan tipe histologi yang paling sering ditemukan adalah karsinoma sel
skuamosa (Fasunla dan Lasisi, 2007; Luce et al, 2002).
Tumor rongga hidung adalah pertumbuhan ke arah ganas yang mengenai hidung dan
lesi yang menyerupai tumor pada rongga hidung, termasuk kulit dari hidung luar dan
vestibulum nasi.
B. Etiologi
Etiologi tumor ganas sinonasal belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga beberapa
zat kimia atau bahan industri merupakan penyebab antara lain nikel, debu kayu, kulit,
formaldehid, kromium, isopropyl oil dan lain-lain. Pekerja di bidang ini mendapat
kemungkinan terjadi keganasan sinonasal jauh lebih besar. Alkohol, asap rokok,
makanan yang diasin atau diasap diduga meningkatkan kemungkinan terjadi
keganasan, sebaliknya buah-buahan dan sayuran mengurangi kemungkinan terjadi
keganasan (Roezin, 2007; Myers, 1989; DErrico, Pasian, Baratti, Zanelli, Alfonzo,
Gilardi, 2009).
Paparan yang terjadi pada pekerja industri kayu, terutama debu kayu keras seperti
beech dan oak, merupakan faktor resiko utama yang telah diketahui untuk tumor
ganas sinonasal. Peningkatan resiko (5-50 kali) ini terjadi pada adenokarsinoma dan
tumor ganas yang berasal dari sinus. Efek paparan ini mulai timbul setelah 40 tahun
atau lebih sejak pertama kali terpapar dan menetap setelah penghentian paparan.
servikal
teraba
muncul
pada
sekitar
15%
pasien
pada
Pada 9% hingga 12% pasien sering asimtomatik sehingga diagnosis sering terlambat
dan penyakit telah memasuki stadium lanjut (Bailey, 2006; Ballenger, 1994).
Perubahan daerah orbita pada tumor sinus relatif sering ditemukan. Dapat pula
terdapat gangguan persarafan otot-otot eksterna bola mata. Isi rongga orbita dapat
terdorong ke berbagai arah dengan akibat timbulnya proptosis dan enoftalmus.
Penonjolan di belakang tepi infraorbital atau tepi supraorbital dapat teraba. Sumbatan
saluran lakrimalis dapat timbul. Trismus merupakan gejala yang mengganggu dan ini
merupakan pertanda perluasan penyakit ke arah daerah pterigoid. Perluasan ke arah
nasofaring dapat menimbulkan gejala sumbatan tuba Eustachius, seperti nyeri telinga,
tinnitus dan gangguan pendengaran (Ballenger, 1994).
Metastasis regional dan jauh sering tidak terjadi meskipun penyakit telah berada
dalam stadium lanjut. Insidensi metastasis servikal pada gejala awal bervariasi dari
1% hingga 26%, dari kasus yang pernah dilaporkan yang terbanyak adalah kurang
dari 10%. Hanya 15% pasien dengan keganasan sinus paranasal berkembang menjadi
metastasis setelah pengobatan pada lokasi primer. Jumlah ini berkurang hingga 11%
pada pasien yang mendapat terapi radiasi pada leher (Bailey, 2006).
Gejala dini tidak khas, pada stadium lanjut tergantung asal tumor dan arah
perluasannya.
Gejala hidung:
Buntu hidung unilateral dan progresif
1. Buntu bilateral bila terjadi pendesakan ke sisi lainnya.
2. Skret hidung bervariasi, purulen dan berbau bila ada infeksi.
3. Sekret yang tercampur darah atau adanya epistaksis menunjukkan kemungkinan
keganasan.
4. Rasa nyeri di sekitar hidung dapat diakibatkan oleh gangguan ventilasi sinus,
sedangkan rasa nyeri terus-menerus dan progresif umumnya akibat infiltrasi
tumor ganas.
Gejala lainnya dapat timbul bila sinus paranasal juga terserang tumor seperti:
a) Pembengkakan pipi
b) Pembengkakan palatum durum
c) Geraham atas goyah, maloklusi gigi
d) Gangguan mata bila tumor mendesak rongga orbita.
E. Penatalaksanaan
Drainage/Debridement
Drainage adekuat (seperti nasoantral window) seharusnya dibuka pada pasien
dengan sinusitis sekunder dan pada pasien yang mendapat terapi radiasi
sebagai pengobatan primer (Bailey, 2006).
Resection
Surgical resection selalu direkomendasikan dengan tujuan kuratif. Palliative
excision
lesi
kemajuan-kemajuan
terbaru
dalam
preoperative
imaging,
tumor (Bailey, 2006; Zinreich, 2006; Nicolai et al, 2008; Lund et al, 2007;
Poetker et al, 2005).
Rehabilitasi
Tujuan utama rehabilitasi post operasi adalah penyembuhan luka primer,
memelihara atau rekonstruksi bentuk wajah dan pemulihan oronasal yang
terpisah kemudian memperlancar proses bicara dan menelan. Rehabilitasi
setelah reseksi pembedahan dapat dicapai dengan dental prosthesis atau
reconstructive flap seperti flap otot temporalis dengan atau tanpa inklusi
tulang kranial, pedicled atau microvascular free myocutaneous dan cutaneous
flap (Bailey, 2006).
Terapi Radiasi
Radiasi digunakan sebagai metode tunggal untuk membantu pembedahan atau
sebagai terapi paliatif. Radiasi post operasi dapat mengontrol secara lokal
tetapi tidak menyebabkan kelangsungan hidup spesifik atau absolut. Sel-sel
tumor yang sedikit dapat dibunuh, pinggir tumor non radiasi dapat dibatasi
sepanjang pembedahan dan penyembuhan luka post operasi lebih dapat
diperkirakan (Bailey,2006).
Kemoterapi
Peran kemoterapi untuk pengobatan tumor traktus sinonasal biasanya paliatif,
penggunaan
efek
cytoreductive
untuk
mengurangi
rasa
nyeri
dan
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologic Imaging
Radiologic imaging penting untuk menentukan staging. Plain film menunjukkan
destruksi tulang, meskipun demikian pada beberpa kasus dapat menunjukkan
keadaan
normal.
2. Screening computed tomography (CT) scan lebih akurat daripada plain film
untuk menilai struktur tulang sinus paranasal dan lebih murah daripada plain film.
Pasien beresiko tinggi dengan riwayat terpapar karsinogen, nyeri persisten yang
berat, neuropati kranial, eksoftalmus, kemosis, penyakit sinonasal dan dengan
simtomp persisten setelah pengobatan medis yang adekuat seharusnya dilakukan
pemeriksaan dengan CT scan axial dan coronal dengan kontras atau magnetic
resonance imaging (MRI). CT scanning merupakan pemeriksaan superior untuk
menilai batas tulang traktus sinonasal dan dasar tulang tengkorak. Penggunaan
kontras dilakukan untuk menilai tumor, vaskularisasi dan hubungannya dengan
arteri karotid.
3. MRI
soft tissue,
membedakan sekresi di dalam nasal yang tersumbat dari space occupying lesion,
menunjukkan penyebaran perineural, membuktikan keunggulan imaging pada
sagital plane, dan tidak melibatkan paparan terhadap radiasi ionisasi. Coronal
MRI image terdepan untuk mengevaluai foramen rotundum, vidian canal,
foramen ovale
replacement signal berintensitas rendah yang normal dari Meckel cave signal
berintensitas tinggi dari lemak di dalam pterygopalatine fossa oleh signal tumor
yang mirip dengan otak.
4. Positron emission tomography (PET) sering digunakan untuk keganasan kepala
dan leher untuk staging dan surveillance. Kombinasi PET/CT scan ditambah
dengan anatomic detail membantu perencanaan pembedahan dengan cara melihat
luasnya tumor. Meskipun PET ini banyak membantu dalam menilai keganasan
kepala dan leher tetapi sangat sedikit kegunaannya untuk menilai keganasan pada
nasal dan sinus paranasal.
5. Angiography dengan carotid-flow study digunakan untuk penderita yang akan
menjalani operasi dengan tumor yang telah mengelilingi arteri karotid. Tes
balloon exclusion digunakan dengan single-photon emission CT (SPECT),
xenon CT scan atau trnascranial Doppler, dianjurkan apabila diduga terjadi
resiko infark otak iskemik jika areteri karotid internal dikorbankan. Tes ini tidak
dapat memprediksi iskemik pada area marginal (watershed) atau fenomena
embolik.
6. CT scan dada dan abdomen direkomendasikan untuk pasien dengan tumor yang
bermetastasis secara hematogen, seperti sarkoma, melanoma dan karsinoma kistik
adenoid. Penilaian metastasis penting jika reseksi luas dipertimbangkan untuk
dilakukan. Lumbar dan brain puncture serta spine imaging direkomendasikan jika
tumor telah menginvasi meningen atau otak.
II.
KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
a. Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:
Gejala-gejala khas tergantung ukuran tumor, kegansan dan stadium penyakit,
antara lain:
Gejala hidung:
Rasa nyeri di sekitar hidung dapat diakibatkan oleh gangguan ventilasi sinus,
sedangkan rasa nyeri terus-menerus dan progresif umumnya akibat infiltrasi
tumor ganas.
Gejala lainnya dapat timbul bila sinus paranasal juga terserang tumor seperti:
Pembengkakan pipi
Kelelahan/malaise umum
b. Pengkajian Diagnostik:
Foto sinar X:
-
Biopsi:
-
Kecemasan b/d krisis situasi (keganasan), ancaman perubahan status kesehatan-sosialekonomik, perubahan fungsi-peran, perubahan interaksi sosial, ancaman kematian,
perpisahan dari keluarga.
INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
1. Orientasikan klien dan orang terdekat Informasi yang tepat tentang situasi yang
terhadap prosedur rutin dan aktivitas dihadapi
yang diharapkan.
klien
dapat
menurunkan
2. Eksplorasi
kecemasan
klien
masalah
kecemasan
dan
menawarkan
(significant
ditemani
others)
kecemasan
selama
dan
fase perasaan
terisolasi
dan
menurunkan
kecemasan,
memudahkan
pertahankan kecemsan.
ketenangan lingkungan.
5. Kolaborasi pemberian obat sedatif.
Menurunkan
istirahat.
6. Pantau dan catat respon verbal dan Menilai perkembangan masalah klien.
non verbal klien yang menunjukan
kecemasan.
2)
Gangguan harga diri b/d kelainan bentuk bagian tubuh akibat keganasan, efek-efek
radioterapi/kemoterapi.
INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
1. Diskusikan dengan klien dan keluarga Membantu klien dan keluarga memahami
pengaruh
diagnosis
dan
efek
samping
yang
proses
diantisipasi
lebih
adaptasi
klien
4. Terima
kesulitan
adaptasi
klien Menginformasikan
alternatif
konseling
informasikan
sumber-sumber
mungkin
penolakan
perasaan
tidak
terapi
berharga
dan
yang
3)
dapat
RASIONAL
masase
punggung)
nyeri
(teknik dalam
pemecahan
masalah
dan
dirian.
4)
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan status metabolik akibat
keganasan, efek radioterapi/kemoterapi dan distres emosional.
INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
1. Dorong klien untuk meningkatkan Asupan nutrisi dan cairan yang adekuat
asupan nutrisi (tinggi kalori tinggi diperlukan
untuk
mengimbangi
pada
klien
status
dengan
keganasan.
anti
emetik
kulit
antropometrik
trisep
lainnya)
(ukuran
sekali
seminggu
6. Kaji hasil pemeriksaan laboratorium Menilai perkembangan masalah klien.
(Hb, limfosit total, transferin serum,
albumin serum)
5)
RASIONAL
2.
Ajarkan
preventif
upaya
untuk
Kaji
hasil humoral.
pemeriksaan
laboratorium
yang
menunjukkan
penurunana
fungsi
4.
diperlukan
pembentukan
5.
Tekankan
asam
sebagai
prekusor
amino
penyusun
antibodi.
6.
Kaji
tanda-tanda
pathway
Karsinoma sinonasal
DAFTAR PUSTAKA