Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP DASAR

1. Pengertian

Karsinoma sinonasal Pertumbuhan jaringan abnormal di sinus paranasal dan

jaringan sekitar hidung .

Tumor ganas sinonasal merupakan penyebab kesakitan dan kematian

di bidang otorinolaringologi di seluruh dunia. Kebanyakan tumor ini berkembang dari

sinus maksilaris dan tipe histologi yang paling sering ditemukan adalah karsinoma sel

skuamosa (Fasunla dan Lasisi, 2007; Luce et al, 2002).

Tumor rongga hidung adalah pertumbuhan ke arah ganas yang mengenai hidung

dan lesi yang menyerupai tumor pada rongga hidung, termasuk kulit dari hidung luar

dan vestibulum nasi.

2. Etiologi

Etiologi tumor ganas sinonasal belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga

beberapa zat kimia atau bahan industri merupakan penyebab antara lain nikel, debu

kayu, kulit, formaldehid, kromium, isopropyl oil dan lain-lain. Pekerja di bidang ini

mendapat kemungkinan terjadi keganasan sinonasal jauh lebih besar. Alkohol, asap

rokok, makanan yang diasin atau diasap diduga meningkatkan kemungkinan

terjadi keganasan, sebaliknya buah-buahan dan sayuran mengurangi kemungkinan

terjadi keganasan (Roezin, 2007; Myers, 1989; D’Errico, Pasian, Baratti, Zanelli,

Alfonzo, Gilardi, 2009).

Paparan yang terjadi pada pekerja industri kayu, terutama debu kayu keras

seperti beech dan oak, merupakan faktor resiko utama yang telah diketahui untuk tumor

ganas sinonasal. Peningkatan resiko (5-50 kali) ini terjadi pada adenokarsinoma dan

tumor ganas yang berasal dari sinus. Efek paparan ini mulai timbul setelah 40 tahun atau

Laporan Pendahuluan Carsinoma Sinonasal (Sulastri. R, S.Kep 18 04 009) Page 1


lebih sejak pertama kali terpapar dan menetap setelah penghentian paparan. Paparan

terhadap thorotrast, agen kontras radioaktif juga menjadi faktor resiko tambahan

(Roezin, 2007; Myers, 1989; Dhingra, 2007).

3. Patofisiologi

Berbagai jenis tipe tumor berbeda telah dijelaskan terdapat pada

rahang atas. Jenishistologis yang paling umum adalah karsinoma sel skuamosa,

mewakili sekitar 80%kasus.Lokasi primer tidak selalu mudah untuk ditentukan dengan

sejumlah sinus berbeda yang secara umum terlibat seiring waktu munculnya pasien.

Mayoritas (60%) tumor tampaknya berasal dari antrum, 30% muncul dalam rongga

hidung, dan sisa 10% muncul dari etmoid. Tumor primer frontal dan sfenoid sangat

jarang Limfadenopati servikal teraba muncul pada sekitar 15% pasien pada

presentasi.Gambaran kecil ini disebabkan drainase limfatik sinus paranasal ke nodus

retrofaring dandari sana ke rantai servikal dalam bawah. Sebagai akibatnya, nodus yang

terlibat diawaltidak mudah dipalpasi di bagian leher manapun.Tumor

hidungdapat diketahui bersama-samadengan polip nasi dan cenderung untuk timbul

bersama tumor hidung sel skuamosa maligna,lebih sering timbul didinding lateral

hidung dan daapt pula menyebabkan obstruksi saluran pernapasan hidung,perdarahan

intermiten atau keduanya.

4. Manifestasi klinik

Tumor nasal dan sinus paranasal dalam keadaan tertentu tidak memberikan

gejala yang tetap. Mungkin hanya berupa rasa penekanan atau nyeri, atau tidak dijumpai

rasa nyeri. Sumbatan nasal satu sisi dapat diduga suatu tumor sampai dapat

dibuktikan dengan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang lain. Sekret dapat encer

serosanguinosa atau purulen. Mungkin ditemukan parastesia, anestesia atau paralisis

saraf-saraf otak. Nyeri apabila dijumpai, lebih terasa di malam hari atau bila pasien

Laporan Pendahuluan Carsinoma Sinonasal (Sulastri. R, S.Kep 18 04 009) Page 2


berbaring. Mungkin pula gejalanya menjalar ke gigi atas atau gigi palsu bagian atas

terasa menjadi tidak pas lagi. Dapat terjadi pembengkakan wajah sebelah atas seperti

sisi batang nasal dan daerah kantus medius, penonjolan daerah pipi, pembengkakan

palatum durum, palatum mole, tepi alveolar atau lipatan mukosa mulut dan epistaksis.

Pada 9% hingga 12% pasien sering asimtomatik sehingga diagnosis sering terlambat

dan penyakit telah memasuki stadium lanjut (Bailey, 2006; Ballenger, 1994).

Perubahan daerah orbita pada tumor sinus relatif sering ditemukan.

Dapat pula terdapat gangguan persarafan otot-otot eksterna bola mata. Isi rongga orbita

dapat terdorong ke berbagai arah dengan akibat timbulnya proptosis dan

enoftalmus. Penonjolan di belakang tepi infraorbital atau tepi supraorbital dapat teraba.

Sumbatan saluran lakrimalis dapat timbul. Trismus merupakan gejala yang

mengganggu dan ini merupakan pertanda perluasan penyakit ke arah daerah pterigoid.

Perluasan ke arah nasofaring dapat menimbulkan gejala sumbatan tuba Eustachius,

seperti nyeri telinga, tinnitus dan gangguan pendengaran (Ballenger, 1994).

Metastasis regional dan jauh sering tidak terjadi meskipun penyakit telah berada

dalam stadium lanjut. Insidensi metastasis servikal pada gejala awal bervariasi dari 1%

hingga 26%, dari kasus yang pernah dilaporkan yang terbanyak adalah kurang dari 10%.

Hanya 15% pasien dengan keganasan sinus paranasal berkembang menjadi metastasis

setelah pengobatan pada lokasi primer. Jumlah ini berkurang hingga 11% pada pasien

yang mendapat terapi radiasi pada leher (Bailey, 2006).

Gejala dini tidak khas, pada stadium lanjut tergantung asal tumor

dan arah perluasannya.

Gejala hidung:

Laporan Pendahuluan Carsinoma Sinonasal (Sulastri. R, S.Kep 18 04 009) Page 3


Buntu hidung unilateral dan progresif

a. Buntu bilateral bila terjadi pendesakan ke sisi lainnya.

b. Skret hidung bervariasi, purulen dan berbau bila ada infeksi.

c. Sekret yang tercampur darah atau adanya epistaksis menunjukkan kemungkinan

keganasan.

d. Rasa nyeri di sekitar hidung dapat diakibatkan oleh gangguan ventilasi sinus,

sedangkan rasa nyeri terus-menerus dan progresif umumnya akibat infiltrasi tumor

ganas.

Gejala lainnya dapat timbul bila sinus paranasal juga terserang tumor seperti:

a. Pembengkakan pipi

b. Pembengkakan palatum durum

c. Geraham atas goyah, maloklusi gigi

d. Gangguan mata bila tumor mendesak rongga orbita.

5. Penatalaksanaan

a. Drainage/Debridement

Drainage adekuat (seperti nasoantral window) seharusnya dibuka pada

pasien

dengan sinusitis sekunder dan pada pasien yang mendapat terapi radiasi

sebagai pengobatan primer (Bailey, 2006).

b. Resection

Surgical resection selalu direkomendasikan dengan tujuan kuratif. Palliative

excision dipertimbangkan untuk mengurangi nyeri yang parah, untuk

dekompresi cepat dari struktur-struktur vital, atau untuk debulking lesi

massif, atau untuk membebaskan penderita dari rasa malu. Pembedahan

Laporan Pendahuluan Carsinoma Sinonasal (Sulastri. R, S.Kep 18 04 009) Page 4


merupakan penatalaksanaan tunggal untuk tumor maligna traktus sinonasal dengan

angka ketahanan hidup 5 tahun sebesar 19% hingga 86% (Bailey, 2006).

Dengan kemajuan-kemajuan terbaru dalam preoperative imaging,

intraoperative image-guidance system, endoscopic instrumentation dan

material untuk hemostasis, teknik sinonasal untuk mengangkat tumor nasal dan

sinus paranasal mungkin merupakan alternatif yang dapat dilakukan untuk

traditional open technique. Pendekatan endoskopik dapat dipakai untuk

melihat tumor dalam rongga nasal, etmoid, sfenoid, medial frontal dan sinus

maksilaris medial. Frozen section harus digunakan untuk melihat batas bebas tumor

(Bailey, 2006; Zinreich, 2006; Nicolai et al, 2008; Lund et al, 2007; Poetker et al,

2005).

c. Rehabilitasi

Tujuan utama rehabilitasi post operasi adalah penyembuhan luka

primer, memelihara atau rekonstruksi bentuk wajah dan pemulihan oronasal yang

terpisah kemudian memperlancar proses bicara dan menelan. Rehabilitasi setelah

reseksi pembedahan dapat dicapai dengan dental prosthesis atau

reconstructive flap seperti flap otot temporalis dengan atau tanpa inklusi tulang

kranial, pedicled atau microvascular free myocutaneous dan cutaneous flap (Bailey,

2006).

d. Terapi Radiasi

Radiasi digunakan sebagai metode tunggal untuk membantu pembedahan

atau sebagai terapi paliatif. Radiasi post operasi dapat mengontrol secara local tetapi

tidak menyebabkan kelangsungan hidup spesifik atau absolut. Sel-sel tumor yang

sedikit dapat dibunuh, pinggir tumor non radiasi dapat dibatasi sepanjang

Laporan Pendahuluan Carsinoma Sinonasal (Sulastri. R, S.Kep 18 04 009) Page 5


pembedahan dan penyembuhan luka post operasi lebih dapat diperkirakan

(Bailey,2006).

e. Kemoterapi

Peran kemoterapi untuk pengobatan tumor traktus sinonasal biasanya

paliatif, penggunaan efek cytoreductive untuk mengurangi rasa nyeri dan

penyumbatan, atau untuk mengecilkan lesi eksternal massif. Penggunaan

cisplatin intrarterial dosis tinggi dapat digunakan secara bersamaan dengan radiasi

pada pasien dengan karsinoma sinus paranasal. Angka ketahanan hidup 5 tahun

sebesar 53%. Pasien yang menunjukkan resiko pembedahan yang buruk dan yang

menolak untuk dilakukan operasi dipertimbangkan untuk mendapatkan kombinasi

radiasi dan kemoterapi (Bailey, 2006).

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Radiologic Imaging

Radiologic imaging penting untuk menentukan staging. Plain film

menunjukkan destruksi tulang, meskipun demikian pada beberpa kasus dapat

menunjukkan keadaan normal.

b. Screening computed tomography (CT) scan

Lebih akurat daripada plain film untuk menilai struktur tulang sinus

paranasal dan lebih murah daripada plain film. Pasien beresiko tinggi dengan

riwayat terpapar karsinogen, nyeri persisten yang berat, neuropati kranial,

eksoftalmus, kemosis, penyakit sinonasal dan dengan simtomp persisten setelah

pengobatan medis yang adekuat seharusnya dilakukan pemeriksaan dengan CT

scan axial dan coronal dengan kontras atau magnetic resonance imaging (MRI).

CT scanning merupakan pemeriksaan superior untuk menilai batas tulang traktus

Laporan Pendahuluan Carsinoma Sinonasal (Sulastri. R, S.Kep 18 04 009) Page 6


sinonasal dan dasar tulang tengkorak. Penggunaan kontras dilakukan untuk menilai

tumor, vaskularisasi dan hubungannya dengan arteri karotid.

c. MRI

Dipergunakan untuk membedakan sekitar tumor dengan soft tissue,

membedakan sekresi di dalam nasal yang tersumbat dari space occupying lesion,

menunjukkan penyebaran perineural, membuktikan keunggulan imaging pada

sagital plane, dan tidak melibatkan paparan terhadap radiasi ionisasi. Coronal MRI

image terdepan untuk mengevaluai foramen rotundum, vidian canal, foramen

ovale dan optic canal. Sagital image berguna untuk menunjukkan replacement

signal berintensitas rendah yang normal dari Meckel cave signal berintensitas

tinggi dari lemak di dalam pterygopalatine fossa oleh signal tumor yang mirip

dengan otak.

d. Positron emission tomography (PET)

Sering digunakan untuk keganasan kepala dan leher untuk staging dan

surveillance. Kombinasi PET/CT scan ditambah dengan anatomic detail

membantu perencanaan pembedahan dengan cara melihat luasnya tumor. Meskipun

PET ini banyak membantu dalam menilai keganasan kepala dan leher tetapi sangat

sedikit kegunaannya untuk menilai keganasan pada nasal dan sinus paranasal.

e. Angiography dengan carotid-flow study

Digunakan untuk penderita yang akan menjalani operasi dengan tumor

yang telah mengelilingi arteri karotid. Tes balloon exclusion digunakan

dengan single-photon emission CT (SPECT), xenon CT scan atau trnascranial

Doppler, dianjurkan apabila diduga terjadi resiko infark otak iskemik jika areteri

karotid internal dikorbankan. Tes ini tidak dapat memprediksi iskemik pada

area marginal (watershed) atau fenomena embolik.

Laporan Pendahuluan Carsinoma Sinonasal (Sulastri. R, S.Kep 18 04 009) Page 7


f. CT scan dada dan abdomen

Direkomendasikan untuk pasien dengan tumor yang bermetastasis secara

hematogen, seperti sarkoma, melanoma dan karsinoma kistik adenoid. Penilaian

metastasis penting jika reseksi luas dipertimbangkan untuk dilakukan. Lumbar dan

brain puncture serta spine imaging direkomendasikan jika tumor telah menginvasi

meningen atau otak.

B. KONSEP KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

a. Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:

Gejala-gejala khas tergantung ukuran tumor, kegansan dan stadium penyakit, antara

lain:

Gejala hidung:

a) Buntu hidung unilateral dan progresif.

b) Buntu bilateral bila terjadi pendesakan ke sisi lainnya.

c) Skret hidung bervariasi, purulen dan berbau bila ada infeksi.

d) Sekret yang tercampur darah atau adanya epistaksis menunjukkan kemungkinan

keganasan.

e) Rasa nyeri di sekitar hidung dapat diakibatkan oleh gangguan ventilasi sinus,

sedangkan rasa nyeri terus-menerus dan progresif umumnya akibat

infiltrasi tumor ganas.

Gejala lainnya dapat timbul bila sinus paranasal juga terserang tumor seperti:

a) Pembengkakan pipi

b) Pembengkakan palatum durum

c) Geraham atas goyah, maloklusi gigi

d) Gangguan mata bila tumor mendesak rongga orbita.

Laporan Pendahuluan Carsinoma Sinonasal (Sulastri. R, S.Kep 18 04 009) Page 8


Pada tumor ganas didapati gejala sistemik:

a) Penurunan berat badan lebih dari 10 %

b) Kelelahan/malaise umum

c) Napsu makan berkurang (anoreksia)

Pada pemeriksaan fisik didapatkan:

a) Inspeksi terhadap wajah, mata, pipi, geraham dan palatum: didapatkan

pembengkakan sesuai lokasi pertumbuhan tumor

b) Palpasi, teraba tumor dan pembesaran kelenjar leher

b. Pengkajian Diagnostik:

a) Rinoskopi anterior untuk menilai tumor dalam rongga hidung

b) Rinoskopi posterior untuk melihat ekstensi ke nasofaring

c) Foto sinar X:

1) WATER (untuk melihat perluasan tumor di dalam sinus maksilaris dan sinus

frontal)

2) Tengkorak lateral ( untuk melihat ekstensi ke fosa kranii anterior/medial)

3) RHEZZE (untuk melihat foramen optikum dan dinding orbita)

4) CT Scan (bila diperlukan dan fasilitas tersedia)

d) Biopsi:

Biopsi dengan forsep (Blakesley) dilakukan pada tumor yang tampak.

Tumor dalam sinus maksilaris dibiopsi dngan pungsi melalui meatus nasi

inferior. Bila perlu dapat dilakukan biopsi dengan pendekatan Caldwell- Luc.

Tumor yang tidak mungkin/sulit dibiopsi langsung dilakukan operasi. Untuk

kecurigaan terhadap keganasan bila perlu dilakukan potong beku untuk

diperiksa lebih lanjut.

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI

Laporan Pendahuluan Carsinoma Sinonasal (Sulastri. R, S.Kep 18 04 009) Page 9


1. Nyeri b/d kompresi/destruksi jaringan saraf dan proses inflamasi

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan status metabolik akibat

keganasan, efek radioterapi/kemoterapi dan distres emosional.

3. Risiko infeksi b/d ketidak-adekuatan pertahanan sekunder dan efek

imunosupresi radioterapi/kemoterapi

4. Kecemasan b/d krisis situasi (keganasan), ancaman perubahan status kesehatan-sosial-

ekonomik, perubahan fungsi-peran, perubahan interaksi sosial, ancaman

kematian, perpisahan dari keluarga.

5. Gangguan harga diri b/d kelainan bentuk bagian tubuh akibat keganasan, efek-efek

radioterapi/kemoterapi.

D. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Nyeri b/d kompresi/destruksi jaringan saraf dan proses inflamasi

Intervensi keperawatan Rasional

1. Lakukan tindakan kenyamanan 1. Meningkatkan relaksasi dan

dasar (reposisi, masase mengalihkan fokus perhatian klien dari

punggung) dan pertahankan nyeri.

aktivitas hiburan (koran, radio) 2. Meningkatkan partisipasi klien secara

2. Ajarkan kepada klien aktif dalam pemecahan masalah dan

manajemen penatalaksanaan meningkatkan rasa kontrol

nyeri (teknik relaksasi, napas diri/kemandirian.

dalam, visualisasi, bimbingan 3. Analgetik mengurangi respon nyeri.

imajinasi)

3. Berikan analgetik sesuai

program

terapi.

Laporan Pendahuluan Carsinoma Sinonasal (Sulastri. R, S.Kep 18 04 009) Page 10


2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan status metabolik akibat

keganasan, efek radioterapi/kemoterapi dan distres emosional.

Intervensi keperawatan Rasional

1. Dorong klien untuk 1. Asupan nutrisi dan cairan yang

meningkatkan asupan nutrisi adekuat diperlukan untuk mengimbangi

(tinggi kalori tinggi protein) status hipermetabolik pada klien

dan asupan cairan yang dengan keganasan.\

adekuat. 2. Kebutuhan nutrisi perlu diprogramkan

2. Kolaborasi dengan tim gizi secara individual dengan melibatkan klien

untuk menetapkan program diet dan tim gizi bila diperlukan.

pemulihan bagi klien. 3. Anti emetik diberikan bila klien

3. Berikan obat anti emetik dan mengalami mual dan roborans

roborans sesuai program terapi. mungkin diperlukan untuk

4. Dampingi klien pada saat meningkatkan napsu makan dan

makan, identifikasi keluhan membantu proses metabolisme.

klien tentang makan yang 4. Mencegah masalah kekurangan asupan

disajikan. yang disebabkan oleh diet yang disajikan.

5. Timbang berat badan dan 5. Menilai perkembangan masalah klien

ketebalan lipatan kulit trisep

(ukuran antropometrik lainnya)

sekali seminggu

3. Risiko infeksi b/d ketidak-adekuatan pertahanan sekunder dan efek

imunosupresi radioterapi/kemoterapi

Intervensi keperawatan Rasional

Laporan Pendahuluan Carsinoma Sinonasal (Sulastri. R, S.Kep 18 04 009) Page 11


1. Tekankan penting oral hygiene. 1. Infeksi pada cavum nasi dapat bersumber

2. Ajarkan teknik mencuci tangan dari ketidakadekuatan oral hygiene.

kepada klien dan keluarga, 2. Mengajarkan upaya preventif untuk

tekankan untuk menghindari menghindari infeksi sekunder.

mengorek/me-nyentuh area luka 3. Menilai perkembagan imunitas

pada rongga hidung (area operasi). seluler/ humoral.

3. Kaji hasil pemeriksaan 4. Antibiotik digunakan untuk mengatasi

laboratorium yang menunjukkan infeksi atau diberikan secara

penurunana fungsi pertahanan profilaksis pada pasien dengan risiko

tubuh (lekosit, eritrosit, infeksi.

trombosit, Hb, albumin plasma) 5. Protein diperlukan sebagai prekusor

4. Berikan antibiotik sesuai dengan pembentukan asam amino penyusun

program terapi. 6. Efek imunosupresif terapi radiasi dan

5. Tekankan pentingnya asupan kemoterapi dapat mempermudah

nutrisi kaya protein sehubungan timbulnya infeksi lokal dan sistemik

dengan penurunan daya tahan

tubuh.

6. Kaji tanda-tanda vital dan

gejala/tanda infeksi pada seluruh

sistem tubuh.

4. Kecemasan b/d krisis situasi (keganasan), ancaman perubahan status kesehatan-sosial-

ekonomik, perubahan fungsi-peran, perubahan interaksi sosial, ancaman

kematian, perpisahan dari keluarga.

Intervensi keperawatan Rasional

Laporan Pendahuluan Carsinoma Sinonasal (Sulastri. R, S.Kep 18 04 009) Page 12


1. Orientasikan klien dan orang 1. Informasi yang tepat tentang situasi yang

terdekat terhadap prosedur rutin dihadapi klien dapat menurunkan

dan aktivitas yang diharapkan. kecemasan/rasa asing terhadap

2. Eksplorasi kecemasan klien dan lingkungan sekitar dan membantu klien

berikan umpan balik. mengantisipasi dan menerima situasi yang

3. Tekankan bahwa kecemasan terjadi.

adalah masalah yang lazim 2. Mengidentifikasi faktor

dialami oleh banyak orang dalam pencetus/pemberat masalah kecemasan

situasi klien saat ini. dan menawarkan solusi yang dapat

4. Ijinkan klien ditemani keluarga dilakukan klien.

(significant others) selama fase 3. Menunjukkan bahwa kecemasan

kecemasan dan pertahankan adalah wajar dan tidak hanya dialami oleh

ketenangan lingkungan. klien satu-satunya dengan harapan

5. Kolaborasi pemberian obat klien dapat memahami dan menerima

sedatif. keadaanya.

4. Memobilisasi sistem pendukung,

mencegah perasaan terisolasi dan

menurunkan Kecemsan

5. Menurunkan kecemasan, memudahkan

istirahat.

5. Gangguan harga diri b/d kelainan bentuk bagian tubuh akibat keganasan, efek-efek

radioterapi/kemoterapi.

Intervensi keperawatan Rasional

Laporan Pendahuluan Carsinoma Sinonasal (Sulastri. R, S.Kep 18 04 009) Page 13


1. Diskusikan dengan klien dan 1. Efek terapi yang diantisipasi lebih

keluarga pengaruh diagnosis dan memudahkan proses adaptasi klien

terapi terhadap kehidupan pribadi terhadap masalah yang mungkin timbul.

klien dan aktiviats kerja. 2. Perubahan status kesehatan yang

2. Jelaskan efek samping dari membawa perubahan status sosial-

pembedahan, radiasi dan ekonomi-fungsi- peran merupakan

kemoterapi yang perlu diantisipasi masalah yang sering terjadi pada klien

klien keganasan.

3. Diskusikan tentang upaya 3. Menginformasikan alternatif konseling

pemecahan masalah perubahan profesional yang mungkin dapat ditempuh

peran klien dalam keluarga dan dalam penyelesaian masalah klien.

masyarakat berkaitan dengan 4. membantu klien (keluarga, kerabat,

penyakitnya. organisasi sosial, tokoh spiritual)

4. Terima kesulitan adaptasi klien 5. Mengidentifikasi sumber-sumber

terhadap masalah yang pendukung yang mungkin dapat

dihadapinya dan informasikan dimanfaatkan dalam meringankan

kemungkinan perlunya konseling masalah klien.

psikologis 6. Menilai perkembangan masalah klien.

5. Evaluasi support sistem yang

dapat Membantu klien dan

keluarga memahami masalah yang

dihadapinya sebagai langkah awal

proses pemecahan masalah.

6. Evaluasi gejala keputusasaan,

tidak berdaya, penolakan terapi

Laporan Pendahuluan Carsinoma Sinonasal (Sulastri. R, S.Kep 18 04 009) Page 14


dan perasaan tidak berharga

yang menunjukkan gangguan

harga diri klien.

pathway

Karsinoma sinonasal

Laporan Pendahuluan Carsinoma Sinonasal (Sulastri. R, S.Kep 18 04 009) Page 15


Laporan Pendahuluan Carsinoma Sinonasal (Sulastri. R, S.Kep 18 04 009) Page 16
DAFTAR PUSTAKA

Adams at al (1997), Buku Ajar Penyakit THT, Ed. 6, EGC, Jakarta

Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. 6, EGC,

Jakarta

Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta

Tim RSUD Dr. Soetomo (1994), Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit THT,

RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.

Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC,

Jakarta

Laporan Pendahuluan Carsinoma Sinonasal (Sulastri. R, S.Kep 18 04 009) Page 17

Anda mungkin juga menyukai