A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
sinus maksilaris dan tipe histologi yang paling sering ditemukan adalah karsinoma sel
Tumor rongga hidung adalah pertumbuhan ke arah ganas yang mengenai hidung
dan lesi yang menyerupai tumor pada rongga hidung, termasuk kulit dari hidung luar
2. Etiologi
Etiologi tumor ganas sinonasal belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga
beberapa zat kimia atau bahan industri merupakan penyebab antara lain nikel, debu
kayu, kulit, formaldehid, kromium, isopropyl oil dan lain-lain. Pekerja di bidang ini
mendapat kemungkinan terjadi keganasan sinonasal jauh lebih besar. Alkohol, asap
terjadi keganasan (Roezin, 2007; Myers, 1989; D’Errico, Pasian, Baratti, Zanelli,
Paparan yang terjadi pada pekerja industri kayu, terutama debu kayu keras
seperti beech dan oak, merupakan faktor resiko utama yang telah diketahui untuk tumor
ganas sinonasal. Peningkatan resiko (5-50 kali) ini terjadi pada adenokarsinoma dan
tumor ganas yang berasal dari sinus. Efek paparan ini mulai timbul setelah 40 tahun atau
terhadap thorotrast, agen kontras radioaktif juga menjadi faktor resiko tambahan
3. Patofisiologi
rahang atas. Jenishistologis yang paling umum adalah karsinoma sel skuamosa,
mewakili sekitar 80%kasus.Lokasi primer tidak selalu mudah untuk ditentukan dengan
sejumlah sinus berbeda yang secara umum terlibat seiring waktu munculnya pasien.
Mayoritas (60%) tumor tampaknya berasal dari antrum, 30% muncul dalam rongga
hidung, dan sisa 10% muncul dari etmoid. Tumor primer frontal dan sfenoid sangat
jarang Limfadenopati servikal teraba muncul pada sekitar 15% pasien pada
retrofaring dandari sana ke rantai servikal dalam bawah. Sebagai akibatnya, nodus yang
bersama tumor hidung sel skuamosa maligna,lebih sering timbul didinding lateral
4. Manifestasi klinik
Tumor nasal dan sinus paranasal dalam keadaan tertentu tidak memberikan
gejala yang tetap. Mungkin hanya berupa rasa penekanan atau nyeri, atau tidak dijumpai
rasa nyeri. Sumbatan nasal satu sisi dapat diduga suatu tumor sampai dapat
saraf-saraf otak. Nyeri apabila dijumpai, lebih terasa di malam hari atau bila pasien
terasa menjadi tidak pas lagi. Dapat terjadi pembengkakan wajah sebelah atas seperti
sisi batang nasal dan daerah kantus medius, penonjolan daerah pipi, pembengkakan
palatum durum, palatum mole, tepi alveolar atau lipatan mukosa mulut dan epistaksis.
Pada 9% hingga 12% pasien sering asimtomatik sehingga diagnosis sering terlambat
dan penyakit telah memasuki stadium lanjut (Bailey, 2006; Ballenger, 1994).
Dapat pula terdapat gangguan persarafan otot-otot eksterna bola mata. Isi rongga orbita
enoftalmus. Penonjolan di belakang tepi infraorbital atau tepi supraorbital dapat teraba.
mengganggu dan ini merupakan pertanda perluasan penyakit ke arah daerah pterigoid.
Metastasis regional dan jauh sering tidak terjadi meskipun penyakit telah berada
dalam stadium lanjut. Insidensi metastasis servikal pada gejala awal bervariasi dari 1%
hingga 26%, dari kasus yang pernah dilaporkan yang terbanyak adalah kurang dari 10%.
Hanya 15% pasien dengan keganasan sinus paranasal berkembang menjadi metastasis
setelah pengobatan pada lokasi primer. Jumlah ini berkurang hingga 11% pada pasien
Gejala dini tidak khas, pada stadium lanjut tergantung asal tumor
Gejala hidung:
keganasan.
d. Rasa nyeri di sekitar hidung dapat diakibatkan oleh gangguan ventilasi sinus,
sedangkan rasa nyeri terus-menerus dan progresif umumnya akibat infiltrasi tumor
ganas.
Gejala lainnya dapat timbul bila sinus paranasal juga terserang tumor seperti:
a. Pembengkakan pipi
5. Penatalaksanaan
a. Drainage/Debridement
pasien
dengan sinusitis sekunder dan pada pasien yang mendapat terapi radiasi
b. Resection
angka ketahanan hidup 5 tahun sebesar 19% hingga 86% (Bailey, 2006).
material untuk hemostasis, teknik sinonasal untuk mengangkat tumor nasal dan
melihat tumor dalam rongga nasal, etmoid, sfenoid, medial frontal dan sinus
maksilaris medial. Frozen section harus digunakan untuk melihat batas bebas tumor
(Bailey, 2006; Zinreich, 2006; Nicolai et al, 2008; Lund et al, 2007; Poetker et al,
2005).
c. Rehabilitasi
primer, memelihara atau rekonstruksi bentuk wajah dan pemulihan oronasal yang
reconstructive flap seperti flap otot temporalis dengan atau tanpa inklusi tulang
kranial, pedicled atau microvascular free myocutaneous dan cutaneous flap (Bailey,
2006).
d. Terapi Radiasi
atau sebagai terapi paliatif. Radiasi post operasi dapat mengontrol secara local tetapi
tidak menyebabkan kelangsungan hidup spesifik atau absolut. Sel-sel tumor yang
sedikit dapat dibunuh, pinggir tumor non radiasi dapat dibatasi sepanjang
(Bailey,2006).
e. Kemoterapi
cisplatin intrarterial dosis tinggi dapat digunakan secara bersamaan dengan radiasi
pada pasien dengan karsinoma sinus paranasal. Angka ketahanan hidup 5 tahun
sebesar 53%. Pasien yang menunjukkan resiko pembedahan yang buruk dan yang
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologic Imaging
Lebih akurat daripada plain film untuk menilai struktur tulang sinus
paranasal dan lebih murah daripada plain film. Pasien beresiko tinggi dengan
scan axial dan coronal dengan kontras atau magnetic resonance imaging (MRI).
c. MRI
membedakan sekresi di dalam nasal yang tersumbat dari space occupying lesion,
sagital plane, dan tidak melibatkan paparan terhadap radiasi ionisasi. Coronal MRI
ovale dan optic canal. Sagital image berguna untuk menunjukkan replacement
signal berintensitas rendah yang normal dari Meckel cave signal berintensitas
tinggi dari lemak di dalam pterygopalatine fossa oleh signal tumor yang mirip
dengan otak.
Sering digunakan untuk keganasan kepala dan leher untuk staging dan
PET ini banyak membantu dalam menilai keganasan kepala dan leher tetapi sangat
sedikit kegunaannya untuk menilai keganasan pada nasal dan sinus paranasal.
Doppler, dianjurkan apabila diduga terjadi resiko infark otak iskemik jika areteri
karotid internal dikorbankan. Tes ini tidak dapat memprediksi iskemik pada
metastasis penting jika reseksi luas dipertimbangkan untuk dilakukan. Lumbar dan
brain puncture serta spine imaging direkomendasikan jika tumor telah menginvasi
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Gejala-gejala khas tergantung ukuran tumor, kegansan dan stadium penyakit, antara
lain:
Gejala hidung:
keganasan.
e) Rasa nyeri di sekitar hidung dapat diakibatkan oleh gangguan ventilasi sinus,
Gejala lainnya dapat timbul bila sinus paranasal juga terserang tumor seperti:
a) Pembengkakan pipi
b) Kelelahan/malaise umum
b. Pengkajian Diagnostik:
c) Foto sinar X:
1) WATER (untuk melihat perluasan tumor di dalam sinus maksilaris dan sinus
frontal)
d) Biopsi:
Tumor dalam sinus maksilaris dibiopsi dngan pungsi melalui meatus nasi
inferior. Bila perlu dapat dilakukan biopsi dengan pendekatan Caldwell- Luc.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan status metabolik akibat
imunosupresi radioterapi/kemoterapi
5. Gangguan harga diri b/d kelainan bentuk bagian tubuh akibat keganasan, efek-efek
radioterapi/kemoterapi.
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
imajinasi)
program
terapi.
sekali seminggu
imunosupresi radioterapi/kemoterapi
tubuh.
sistem tubuh.
kecemasan dan pertahankan adalah wajar dan tidak hanya dialami oleh
sedatif. keadaanya.
menurunkan Kecemsan
istirahat.
5. Gangguan harga diri b/d kelainan bentuk bagian tubuh akibat keganasan, efek-efek
radioterapi/kemoterapi.
kemoterapi yang perlu diantisipasi masalah yang sering terjadi pada klien
klien keganasan.
pathway
Karsinoma sinonasal
Jakarta
Tim RSUD Dr. Soetomo (1994), Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit THT,
Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC,
Jakarta